Oleh : Kelompok 1 / A1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan ridha-Nya dan
rahmat-Nya. Shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membimbing penulis menuju jalan terang. Ucapan terima kasih juga penulis
tujukan kepada Ibu Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penbuatan
makalah ini, serta kepada semua pihak yang terlibat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem
pencernaan : trauma abdomen (tajam dan tumpul)
Materi yang penulis paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pihak – pihak yang ingin mempelajari tentang asuhan
keperawatan klien dengan kegawatan sistem pencernaan : trauma abdomen (tajam
dan tumpul).
Penyusun
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1........................................................................................................................................ Latar Belakang
.......................................................................................................................................1
1.2........................................................................................................................................ Rumusan Masa
.......................................................................................................................................3
1.3........................................................................................................................................ Tujuan
.......................................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1. Anatomi dan Fisiologi..................................................................................................5
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Abdomen ......................................................................5
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Peredaran Darah Abdomen...........................................12
2.2. Definisi Trauma Abdomen...........................................................................................17
2.3. Klasifikasi Trauma Abdomen.......................................................................................18
2.4. Etiologi ........................................................................................................................19
2.5. Patofisiologi..................................................................................................................20
2.6. WOC ............................................................................................................................21
2.7. Manifestasi Klinis ........................................................................................................22
2.8. Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................................24
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................................26
2.10 Komplikasi ..................................................................................................................37
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS..............................................................37
3.1. Asuhan Keperawatan Trauma Tajam...........................................................................37
3.2. Asuhan Keperawatan Trauma Tumpul ........................................................................45
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS...................................................................50
BAB IV SIMPULAN..........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................71
iv
BAB I
PENDAHULUAN
yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen (Suratun &
Lusianah. 2010).
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tekhnik diagnostic baru sudah banyak di pakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi
ahli klinik. Diagnose dini di perlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma
masih merupakan penyebab kematian paling sering di empat dekade pertama
kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di
setiap negara (Gad et al, 2012). Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia
disebabkan oleh trauma. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020 terdapat 8,4 juta
orang akan meninggal setiap tahun karena trauma, dan trauma akibat kecelakaan
lalu lintas jalan akan menjadi peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di
seluruh dunia dan peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia tahun
2011 jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban meninggal
sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian trauma
dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila, 2008).
Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma
tembus.Trauma tembus abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan
andal, sedangkan trauma tumpul abdomen sering terlewat karena tanda-tanda
klinis yang kurang jelas (Fadhilakmal, 2013).
Peran dan fungsi perawat dalam hal ini adalah sebagai pelaksana
pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti dalam bidang keperawatan dan
kesehatan. Secara independen perawat berperan dalam pemberian asuhan (Care),
sebagai fungsi dependen yaitu fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau
sebagian dari profesi lain dan sebagai fungsi kolaboratif yaitu kerjasama saling
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi abdomen dan pembuluh darah pada abdomen
2. Untuk mengetahui definisi trauma abdomen
3. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada trauma abdomen
5. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen
6. Untuk mengetahui patrofisiologi trauma abdomen
7. Untuk mengetahui WOC trauma abdomen
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada trauma abdomen
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen bagi mahasiswa keperawatan sehingga dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
1) Hypocondriaca Dextra
2) Epigastrica
3) Hypocondriaca Sinistra
4) Lateralis Dextra
5) Umbilicalis
6) Lateralis Sinistra
7) Inguinalis Dextra
8) Pubica
9) Inguinalis Sinistra
11
a) Rongga Peritoneum
Rongga peritoneum adalah ruang potensial antara parietal dan
visceral peritoneum. Biasanya hanya berisi lapisan tipis cairan peritoneum,
yang terdiri dari air, elektrolit, leukosit dan antibodi. Cairan ini berfungsi
sebagai pelumas, memungkinkan pergerakan bebas dari visera perut, dan
antibodi dalam cairan melawan infeksi.
Sementara rongga peritoneum biasanya diisi dengan hanya lapisan tipis
cairan. Rongga disebut sebagai ruang potensial karena kelebihan cairan dapat
terakumulasi di dalamnya, yang menghasilkan kondisi klinis misalnya asites.
Peritoneum terdiri dari dua lapisan yang terus menerus satu sama lain:
peritoneum parietal dan peritoneum viseral. Kedua jenis ini terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa sederhana yang disebut mesothelium. Peritoneum parietal
melapisi permukaan internal dinding abdominopelvic. Peritoneum parietal
menerima pasokan saraf somatik yang sama dengan daerah dinding perut yang
dilaluinya. Oleh karena itu, nyeri dari peritoneum parietal terlokalisasi dengan
baik. Peritoneum parietal sensitif terhadap tekanan, nyeri, laserasi dan suhu.
Peritoneum viseral berfungsi untuk menutupi sebagian besar visera perut.
Peritoneum viseral memiliki suplai saraf otonom yang sama dengan visera
yang dibawanya. Berbeda dengan peritoneum parietal, nyeri dari peritoneum
viseral tidak terlokalisasi dan peritoneum viseral hanya sensitif terhadap
peregangan dan iritasi kimia.
12
Gambar : Peritoneum
b) Fascia Superficial
Fasia superfisial terdiri dari jaringan ikat lemak. Komposisi lapisan ini
tergantung pada lokasinya. Di atas umbilikus terdiri dari satu lembar jaringan
ikat. Ini terus menerus dengan fasia superfisial di daerah lain dari tubuh. Di
bawah umbilikus dibagi menjadi dua lapisan; lapisan superfisial berlemak
(fasia Camper) dan lapisan dalam membran (fasia Scarpa). Pembuluh dan
saraf superfisial berjalan di antara dua lapisan fasia ini.
c) Otot Abdomen
Otot-otot dinding perut anterolateral dapat dibagi menjadi dua kelompok
utama:
Otot - otot datar - tiga otot datar, terletak di lateral di kedua sisi perut.
Otot vertikal - dua otot vertikal, terletak di dekat garis tengah tubuh.
1) Otot Mendatar
Ada tiga otot pipih yang terletak di dinding perut secara lateral,
bertumpuk satu sama lain. Serabutnya bergerak ke arah yang berbeda
dan saling menyilang - memperkuat dinding, dan mengurangi risiko
herniasi.
Dalam aspek anteromedial dinding perut, setiap otot datar
membentuk aponeurosis (tendon datar yang luas), yang menutupi otot
rectus abdominis vertikal. The aponeuroses dari semua otot-otot datar
menjadi terjalin di garis tengah, membentuk linea alba (struktur berserat
yang membentang dari proses xiphoid sternum ke simfisis pubis).
a. Oblique Eksternal
Oblikus eksternal adalah otot datar terbesar dan paling
dangkal di dinding perut. Seratnya berjalan secara inferomedial.
Berasal dari tulang rusuk 5-12, dan dimasukkan ke
dalam krista iliaka dan tuberkulum pubis.
13
14
2) Otot Vertikal
Ada dua otot vertikal yang terletak di garis tengah dinding perut
anterolateral - rectus abdominis dan pyramidalis.
a. Rektus Abdominis
Rektus abdominis adalah otot yang panjang dan
berpasangan, yang ditemukan di kedua sisi garis tengah di dinding
perut. Ini dibagi menjadi dua oleh linea alba. Batas lateral kedua
otot menciptakan tanda permukaan, yang dikenal sebagai linea
semilunaris.
Di beberapa tempat, otot berpotongan dengan strip
berserat, yang dikenal sebagai persimpangan tendon.
Persimpangan tendon dan linea alba menimbulkan 'six pack' yang
terlihat pada individu dengan rectus abdominis yang berkembang
baik.
Berasal dari puncak pubis, sebelum dimasukkan ke dalam
proses xiphoid sternum dan kartilago kosta tulang rusuk 5-7.
15
b. Pyramidalis
Ini adalah otot segitiga kecil, ditemukan secara dangkal
pada dubur abdominis. Ia terletak inferior, dengan basisnya
pada tulang pubis, dan puncak segitiga yang melekat pada linea
alba.
Berasal dari puncak pubis dan simfisis pubis sebelum
dimasukkan ke linea alba.
Fungsi: Bertindak untuk menegangkan linea alba.
Persarafan: Saraf subkostal (T12).
3) Otot perut Posterior
Ada lima otot di dinding perut posterior: iliacus, psoas mayor, psoas
minor, quad*ratus lumborum dan diafragma.
a. Quadratus Lumborum
16
b. Psoas Major
Psoas mayor terletak di dekat garis tengah dinding perut
posterior, segera lateral ke tulang belakang lumbar.
Berasal dari proses transversus dan tubuh vertebra dari T12 -
L5. Kemudian bergerak secara inferior dan lateral, berlari jauh
17
c. Psoas Minor
Otot minor psoas hanya ada pada 60% populasi. Ini
terletak anterior ke psoas major.
Berasal dari tubuh vertebra dari T12 dan L1 dan menempel ke
punggung bukit pada ramus superior dari tulang pubis, yang
dikenal sebagai garis pectineal.
Tindakan: Fleksi dari kolom vertebral.
Persarafan: Rami anterior saraf saraf L1.
d. Iliacus
Otot iliacus adalah otot berbentuk kipas yang terletak
inferior pada dinding perut posterior. Ini menggabungkan dengan
psoas mayor untuk membentuk iliopsoas - fleksor utama paha.
Berasal dari permukaan fossa iliaka dan tulang belakang iliaka
inferior anterior. Seratnya bergabung dengan tendon psoas
mayor, menyisipkan ke trochanter kecil dari tulang paha.
Tindakan: Kelenturan paha pada sendi pinggul.
Persarafan: Saraf femoralis (L2 - L4).
18
L4. Pada tingkat ini, aorta berakhir dengan bercabang ke arteri iliaka umum
kanan dan kiri yang mensuplai tubuh bagian bawah.
Dalam urutan menurun:
19
B. Vena
1. Vena sistemik
Sistem vena sistemik mengangkut darah terdeoksigenasi
ke atrium kanan jantung. Kapal utama dalam sistem ini adalah vena
cava inferior.
20
Vena cava inferior bertanggung jawab untuk drainase vena dari semua
struktur di bawah diafragma. Ini menerima dari:
Vena iliaka umum - dibentuk oleh vena iliaka eksternal dan
internal. Mereka mengeringkan anggota tubuh bagian bawah dan
daerah gluteal.
Vena lumbal - tiriskan dinding perut posterior.
Renal vena - tiriskan ginjal , kiri kelenjar
adrenal dan testis kiri / ovarium .
Vena testis / ovarium kanan - tiriskan testis kanan atau ovarium
masing-masing pada pria dan wanita (v. Testis kiri / vena ovarium
mengalir ke vena ginjal kiri).
Vena suprarenal kanan - mengalirkan kelenjar adrenal kanan
(vena adrenal kiri mengalir ke vena ginjal kiri).
Vena frenik inferior - tiriskan diafragma .
Vena hepatika - mengeringkan hati .
21
Tidak ada anak sungai dari limpa, pankreas, kandung empedu atau
bagian perut saluran pencernaan - karena struktur ini pertama kali
dikeringkan ke dalam sistem vena porta. Namun, aliran balik vena
dari struktur ini akhirnya memasuki vena cava inferior melalui vena
hepatic (setelah diproses oleh hati).
3. Vena Porta
Sistem portal membawa darah vena (kaya nutrisi yang telah
diekstrak dari makanan) ke hati untuk diproses .
Vessel utama dari sistem portal adalah vena portal . Ini adalah
titik konvergensi untuk drainase vena dari limpa, pankreas, kandung
empedu dan bagian perut dari saluran gastrointestinal. Vena portal
dibentuk oleh penyatuan vena limpa dan vena mesenterika superior ,
posterior ke leher pankreas, pada tingkat L2.
Vena portal dibentuk oleh penyatuan vena limpa dan vena mesenterika
superior. Ini menerima tambahan dari:
Vena lambung kanan dan kiri - keringkan perut .
Vena kistik - mengalirkan kandung empedu .
Vena para-umbilikalis - tiriskan kulit dari daerah umbilical.
4. Vena Limpa
Vena limpa terbentuk dari berbagai kapal yang lebih kecil karena
mereka meninggalkan hilus limpa .
22
23
24
dan luka bacok (vulnus caesum). Luka tusuk maupun luka tembak dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan akibat laserasi ataupun terpotong. Luka
tembak dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan transfer energi
kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan yang terjadi dapat
berupa perdarahan apabila terkena pembuluh darah ataupun organ yang
padat. Apabila terkena organ yang berongga, isi dari organ tersebut akan
keluar ke dalam rongga perut yang dapat menimbulkan iritasi pada
peritoneum.
2. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah jenis trauma yang tidak terdapat kontak
antara jaringan yang terluka dengan lingkungan luar (LeMone & Burke
2011). Trauma ini sering menyebabkan cedera multipel yang dapat
melibatkan kepala, spinal cord, tulang, toraks dan abdomen.
3. Trauma Ledakan
Blast injury atau trauma ledakan adalah trauma yang disebabkan
oleh gelombang overpressure atau gelombang kejut akibat ledakan bom.
Ledakan ini dapat menyebabkan pola luka yang kompleks dan jarang
terlihat di luar medan tempur. Luka pasca ledakan yang sering ditemukan
adalah luka akibat trauma tumpul dan tajam. Ledakan di ruang tertutup
seperti bangunan atau mobil serta ledakan yang menyebabkan struktur
bangunan runtuh berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang
lebih besar (CDC, 2000).
2.4. Etiologi
Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien
terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.Menurutt Budak dan Gallo 2001
menjelaskan bahwa trauma tarjadi karena adanya trauma tumpul.
25
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen.Faktor lain yaitu adanya
luka tusuk pada abdomen.
Penyebab Trauma pada abdomen yang utama yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Trauma tumpul abdomen terjadi tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.
2.5. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Terjadi kekuatan eksternal pada tubuh manusia misalnya akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan jumlah sel darah merah yang akhirnya terjadi
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi
26
27
Trauma Abdomen
Nyeri akut
Resiko Syok Mual/
muntah
Gangguan
integritas kulit Resiko defisit
nutrisi
Nyeri
28
29
30
1. Uji laboratorium
Jika operasi diperlukan, semua pasien dengan trauma tembus perut
harus menjalani uji laboratorium dasar tertentu, sebagai berikut:
- Golongan darah dan cross-match
- Darah lengkap/Complete Blood Count (CBC)
- Tingkat elektrolit
- Nitrogen urea darah/BUN dan tingkat kreatinin serum
- Tingkat glukosa
- Prothrombin time (PT) / waktu tromboplastin parsial teraktivasi
(activated partial thromboplastin time/aPTT)
31
32
33
kematian dalam model penanganan ini sangat tinggi, dengan sangat sedikit
yang selamat; banyak ahli trauma tidak percaya pada pendekatan ini. Para
pasien dibawa ke ruang operasi segera, ditempatkan terlentang, dan perut
dieksplorasi dengan manuver minimal lainnya. Selama eksplorasi perut,
temuan perdarahan intra-abdomen yang signifikan atau berkelanjutan
mungkin memerlukan cross-clamping aorta pada hiatus diafragma jika
tidak ada torakotomi. Dokter bedah harus berkemas dan menekan area
perdarahan dan mencari kondisi yang lebih stabil dengan memasukkan
sejumlah besar cairan IV dan darah. Sebagian besar pasien ini
memerlukan prosedur yang singkat (disebut pengendalian kerusakan)
dengan transfer ke unit perawatan kritis bedah untuk stabilisasi dan
perbaikan definitif akhir dari cedera intraperitoneal jika mereka bertahan.
2. Pasien Tidak Stabil
Pasien dianggap tidak stabil ketika tanda-tanda vital, seperti denyut
nadi, tingkat ventilasi, atau tekanan darah, secara signifikan abnormal.
Ketidakstabilan disebabkan oleh kompresi pernapasan atau hipovolemia,
sehingga pendekatan awal (ABC) harus mencakup pembentukan jalan
napas, ventilasi, dan sirkulasi dengan kontrol langsung dari perdarahan
eksternal dan akses IV. Setelah pengelolaan saluran napas dan pernapasan,
langkah selanjutnya adalah resusitasi cairan dengan larutan garam yang
hangat dan seimbang. Resusitasi cairan akan dimulai dengan bolus 1.500
ml pada pasien dengan berat 140 lb (70 kg). Jika semua tanda-tanda vital
normal, cairan infus tambahan diinfuskan pada tingkat yang lebih rendah,
sesuai dengan respon dalam denyut nadi dan output urin. Jika stabilitas
tercapai, pasien dikelola sesuai dengan algoritma untuk pasien yang stabil.
Sebaliknya, jika tanda-tanda vital tidak pulih atau membaik hanya
sementara dengan resusitasi cairan dan transfusi darah, maka perdarahan
dicurigai terjadi pendarahan, dan intervensi operasi dapat diindikasikan.
3. Pasien Stabil
34
Pre Hospital
Primary Survey
a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt
chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan”,
selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada
penderita trauma abdomen yang airway terganggu karena faktor mekanik,
ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan
35
36
Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus
kembali mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang
dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke
jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama:
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
37
38
39
40
2.10. Komplikasi
Komplikasi Trauma Abdomen menurut (Smeltzer, 2001)
2. Lambat : infeksi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat rumah, dll
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian, pasien biasanya
mengeluh nyeri hebat, mual-muntah, kelemahan, bahkan hingga penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit
Kemungkinan terdapat riwayat penyakit penyerta yang dapat memperparah
keadaan klien
2. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan
luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
41
42
43
44
45
7. Kolaborasi pencukuran
pemberian klien terhindar
antibiotik. dari infeksi
post operasi
6. Teknik aseptik
dapat
menurunkan
resiko infeksi
nosokomial
7. Antibiotik
mencegah
adanya infeksi
bakteri dari
luar.
4 Kerusakan Setelah dilakukan Pemberian 1. Pemberian obat
Integritas Kulit asuhan obat : Kulit tepat prosedur
(D.0129) keperawatan (2316) akan
selama 3 x 24 jam 1. Ikuti prinsip
berhubungan mempercepat
diharapkan benar
dengan factor gangguan pemberian penyembuhan
mekanis integritas kulit obat 2. Memberikan
dapat teratasi 2. Berikan obat topical
agen topikal sesuai anjuran
Kriteria Hasil : sesuai yang untuk
Integritas jaringan diresepkan menghindari
: Kulit dan 3. Monitor
komplikasi
membran mukosa adanya efek
(1101) samping 3. Mengetahui
1. Tidak ada lokal dan efek samping
lesi pada sistemik dari lebih awal
kulit pengobatan mencegah
2. Tidak 4. Ajarkan dan keparahan
terjadi monitor 4. Pasien mampu
penebalan teknik
melakukan
kulit pemberian
3. Tidak ada mandiri sendiri ketika
eritema sesuai sudah berada di
4. Tidak ada kebutuhan rumah
pengelupa 5. Dokumentas 5. Dokumentasi
san kulit ikan untuk
5. Integritas pemberian mengetahui
kulit tidak obat dan
perkembangan
terganggu respon
46
pasien, pasien
sesuai
dengan
protokol
institusi
Pengecekan Kulit
(3590)
1. Monitor
kulit untuk
adanya ruam
dan lecet
2. Monitor
kulit
terhadap
adanya
perubahan
warna,
memar dan
pecah
3. Lakukan
langkah-
langkah
untuk
mencegah
kerusakan
lebih lanjut
misalnya
dengan
melapisi
kasur,
menjadwalk
an reposisi
3.1.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut:
1. Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
2. Nyeri berkurang atau teratasi.
47
48
49
50
51
52
53
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Kasus
4.2 Pengkajian
a. Data Demografi
Nama : Tn. B
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Surabaya
b. Keluhan Utama
Tn. B mengeluh nyeri di perut bagian kiri dan merasa sesak nafas
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Tn. B mengeluh nyeri di perut bagian kiri dan merasa sesak nafas. Pada saat
pengkajian Tn. B mengatakan bahwa klien 1 jam yang lalu mengalami
kecelakaan ketika mengendarai sepeda motornya, Tn. B menabrak gerobak
yang menyebrang lalu jatuh dengan posisi perut kiri membentur aspal,
54
setelah kecelakaan Tn. B masih bisa pulang sendiri tapi beberapa saat
kemudian klien merasa perutnya kembung dan merasa sesak nafas
e. Riwayat penyakit terdahulu
Tn. B tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu
f. Riwayat penyakit keluarga
Tn. B tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
g. Pemeriksaan Fisik
55
56
57
MASALAH
NO. NOC NIC JAM IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140) 09.00 1. Memantau adanya pucat dan sianosis
(D.0005) berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
1. Posisi klien untuk 09.05
dengan perdarahan intra pola nafas klien kembali normal 2. Mengkaji ulang kebutuhan insersi
memaksimalkan
abdomen dengan indikator : jalan napas
potensi ventilasi
Respiratory Status (0415) 2. Identifikasi klien yang 09.15 3. Memantau kecepatan, irama,
a. RR (5) membutuhkan insersi kedalaman dan usaha respirasi
b. Ritme nafas (5) aktual / potensial
c. Auskultasi suara napas 4. Memperhatikan pergerakan dada, dan
nafas (5) 3. Auskultasi suara nafas, 09.20
mengamati kesimetrisan, penggunaan
d. Saturasi oksigen (5) apakah ada suara nafas otot bantu, serta retraksi otot
e. Penggunaan otot tambahan supraklavikular dan intercostal
bantu nafas (5) 4. Monitoring status
f. Sianosis (5) respirasi dan
g. Dispnea (5) oksigenasi
5. Masukkan oral atau
nasofaringeal airway
jika diperlukan
6. Berikan bronkodilator
yang sesuai
Oxygen Therapy (3320)
58
1. Bersihkan mulut,
hidung, dan sekresi
trakea
2. Pertahankan patensi
jalan napas
3. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
4. Monitor liter aliran
oksigen
5. Monitor posisi
perangkat pemberian
oksigen
6. Pantai efektifitas terapi
oksigen (misalnya,
pulse oximetry, gda)
yang sesuai
7. Monitoring tanda
toksisitas oksigen dan
atelectasis
2. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Pain Management (1400) 09.25 1. Mengajarkan teknik farmako dan
berhubungan dengan agen keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri nonfarmako (distraksi, relaksasi,
pencedera fisik nyeri akan berkurang/hilang (lokasi, karakteristik, nafas dalam).
dengan kriteria hasil sebagai durasi, frekuensi) Respon klien: klien mengatakan
berikut: 2. Kolaborasi dengan dokter dapat memahami tehnik nafas dalam
Pain Control (1605) mengenai pemberian yang diajarkan dan klien mampu
1. Pasien mampu mengontrol analgesik menirukan tehnik tersebut setelah
59
60
3. Kerusakan Integritas Kulit Setelah dilakukan asuhan Pemberian obat : Kulit 09.20 1. Memberikan obat topikal
(D.0129) berhubungan keperawatan selama 3 x 24 (2316) sesuai yang sudah diresepkan
dengan factor mekanis jam diharapkan gangguan 6. Ikuti prinsip 5 benar oleh dokter
integritas kulit dapat teratasi pemberian obat
7. Berikan agen topikal 09.25 2. Memantau adanya efek
Kriteria Hasil : sesuai yang diresepkan samping lokal dan sistemik
Integritas jaringan : Kulit 8. Monitor adanya efek dari pengobatan yang sudah
dan membran mukosa (1101) samping lokal dan diberikan
6. Tidak ada lesi pada sistemik dari
kulit pengobatan 09.30 3. Mengajarkan dan memantau
7. Tidak terjadi 9. Ajarkan dan monitor teknik pemberian obat secara
penebalan kulit teknik pemberian mandiri sesuai dengan
8. Tidak ada eritema mandiri sesuai kebutuhan klien
9. Tidak ada kebutuhan
pengelupasan kulit 10. Dokumentasikan 4. Memantau kulit jika terdapat
10. Integritas kulit tidak pemberian obat dan ruam dan lecet
terganggu respon pasien, sesuai 09.35 Memantau kulit terhadap
dengan protokol adanya perubahan warna,
institusi memar dan pecah
61
4.6 Evaluasi
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan perdarahan intra abdomen
S : Pasien mengatakan sesak sudah mulai menurun
O : TTV mulai membaik (TD= 110/70, RR 18x/menit, Nadi 86 x/menit, S 36,5C)
Klien tidak mengalami sianosis
Klien tidak menggunakan otot pernapasan saat bernapas
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
62
63
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen
yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Mekanisme trauma langsung pasien bisa diakibatkan karena terkena langsung
oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera. Trauma
abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak
menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam.
5.2 Saran.
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian
kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan
selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan
yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh
sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma
abdomen.
64
DAFTAR PUSTAKA
Bilal M, Voin V, Topale N, Iwanaga J, Loukas M, and Tubbs RS. (2017). The
Clinical anatomy of the physical examination of the abdomen: A
comprehensive review.
CDC. 2000. Explosion and Blast Injuries. Department of Health and Human
Services: USA.
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
65