Anda di halaman 1dari 66

lOMoARcPSD|4808040

T11 Askep Trauma Abdomen

Keperawatan Kritis I (Universitas Airlangga)

StuDocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)
lOMoARcPSD|4808040

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEGAWATAN SISTEM


PENCERNAAN : TRAUMA ABDOMEN (TAJAM DAN TUMPUL)
KEPERAWATAN KRITIS I

Dosen Pembimbing : Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh : Kelompok 1 / A1

1. Qurrata A'yuni Rasyidah (131511133013)


2. Wahyu Agustin Eka Lestari (131511133033)
3. Fitria Kusnawati (131511133038)
4. Rahmadanti Nur Fadilla (131511133074)
5. Diah Ayu Mustika (131511133080)
6. Ucik Nurmalaningsih (131511133088)
7. Kusnul Chotimah (131511133089)
8. Nurul Fitrianil Jannah (131511133099)
9. Aulathivali Inas Faravida (131511133109)
10. Abyan Shafly Nur Firdaus (131511133112)
11. Rian Priambodo (131511133119)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan ridha-Nya dan
rahmat-Nya. Shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membimbing penulis menuju jalan terang. Ucapan terima kasih juga penulis
tujukan kepada Ibu Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penbuatan
makalah ini, serta kepada semua pihak yang terlibat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem
pencernaan : trauma abdomen (tajam dan tumpul)
Materi yang penulis paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pihak – pihak yang ingin mempelajari tentang asuhan
keperawatan klien dengan kegawatan sistem pencernaan : trauma abdomen (tajam
dan tumpul).

Surabaya, 02 November 2018

Penyusun

ii

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

iii

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1........................................................................................................................................ Latar Belakang
.......................................................................................................................................1
1.2........................................................................................................................................ Rumusan Masa
.......................................................................................................................................3
1.3........................................................................................................................................ Tujuan
.......................................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1. Anatomi dan Fisiologi..................................................................................................5
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Abdomen ......................................................................5
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Peredaran Darah Abdomen...........................................12
2.2. Definisi Trauma Abdomen...........................................................................................17
2.3. Klasifikasi Trauma Abdomen.......................................................................................18
2.4. Etiologi ........................................................................................................................19
2.5. Patofisiologi..................................................................................................................20
2.6. WOC ............................................................................................................................21
2.7. Manifestasi Klinis ........................................................................................................22
2.8. Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................................24
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................................26
2.10 Komplikasi ..................................................................................................................37
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS..............................................................37
3.1. Asuhan Keperawatan Trauma Tajam...........................................................................37
3.2. Asuhan Keperawatan Trauma Tumpul ........................................................................45
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS...................................................................50
BAB IV SIMPULAN..........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................71

iv

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan
segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga
memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah
kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan
korban harus di klasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak
gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal (Kathlenn, 2012).
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera di mana
pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik
adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di
rongga abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain trauma abdomen
kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan
saluran cerna baik saluran bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila
di biarkan tentu berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa
menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan
kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat, dan tepat
sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, trauma
perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Smeltzer, 2001).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul
lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen (Suratun &
Lusianah. 2010).
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tekhnik diagnostic baru sudah banyak di pakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi
ahli klinik. Diagnose dini di perlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma
masih merupakan penyebab kematian paling sering di empat dekade pertama
kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di
setiap negara (Gad et al, 2012). Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia
disebabkan oleh trauma. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020 terdapat 8,4 juta
orang akan meninggal setiap tahun karena trauma, dan trauma akibat kecelakaan
lalu lintas jalan akan menjadi peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di
seluruh dunia dan peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia tahun
2011 jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban meninggal
sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian trauma
dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila, 2008).
Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma
tembus.Trauma tembus abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan
andal, sedangkan trauma tumpul abdomen sering terlewat karena tanda-tanda
klinis yang kurang jelas (Fadhilakmal, 2013).

Peran dan fungsi perawat dalam hal ini adalah sebagai pelaksana
pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti dalam bidang keperawatan dan
kesehatan. Secara independen perawat berperan dalam pemberian asuhan (Care),
sebagai fungsi dependen yaitu fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau
sebagian dari profesi lain dan sebagai fungsi kolaboratif yaitu kerjasama saling

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

membantu dalam program kesehatan (sebagai anggota Tim kesehatan).


Pertolongan pertama pada trauma yang cepat dan tepat akan menyebabkan
pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang
lebih lanjut.

1.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah anatomi abdomen dan pembuluh darah pada abdomen?
2. Apakah yang dimaksud trauma abdomen?
3. Bagaimana klasifikasi trauma abdomen?
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada trauma abdomen?
5. Bagaimana etiologi trauma abdomen?
6. Bagaimana patrofisiologi trauma abdomen?
7. Bagaimana WOC trauma abdomen?
8. Bagaimana manifestasi klinis trauma abdomen?
9. Bagaimana penatalaksanaan trauma abdomen?

10. Bagaimana asuhan keperawatan pada trauma abdomen?

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi abdomen dan pembuluh darah pada abdomen
2. Untuk mengetahui definisi trauma abdomen
3. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada trauma abdomen
5. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen
6. Untuk mengetahui patrofisiologi trauma abdomen
7. Untuk mengetahui WOC trauma abdomen
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada trauma abdomen
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen bagi mahasiswa keperawatan sehingga dapat

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen saat di klinik sesuai


kompetensi asuhan keperawatan.

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Abdomen
Perut terdiri terutama dari saluran pencernaan dan organ aksesori lainnya
yang membantu pencernaan, sistem kemih, limpa, dan otot perut. Mayoritas
organ-organ ini terbungkus dalam membran pelindung yang disebut
peritoneum. Sementara organ pencernaan dan organ penilai berada di dalam
peritoneum, ginjal, ureter dan kandung kemih terletak di luar peritoneum, dan
dengan demikian, dianggap oleh beberapa ilmuwan sebagai organ panggul.

Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-otot,


fascia transversalis dan parietal peritoneum. Selain itu, posisi abdomen ada diantara
toraks dan pelvis (Moore, 2014) Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang
dibahagi dari bagian midline dan bagian transumbilical (Pansky, 2013).

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

1) Bagian kanan atas: Hepar


dan kantong empedu
2) Bagian kiri atas: Gastric dan limfa
3) Bagian kanan bawah: Cecum, ascending colon dan usus kecil
4) Bagian kiri bawah: Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil

Menurut Singh (2014), bagian-bagian abdomen terbagi menjadi :

10

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

1) Hypocondriaca Dextra
2) Epigastrica
3) Hypocondriaca Sinistra
4) Lateralis Dextra
5) Umbilicalis
6) Lateralis Sinistra
7) Inguinalis Dextra
8) Pubica
9) Inguinalis Sinistra

Menurut Singh (2014),tempat organ abdomen adalah pada:

1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu,


sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan.
2) Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian
hepar.
3) Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas,
fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal
kiri.
4) Lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.

11

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

a) Rongga Peritoneum
Rongga peritoneum adalah ruang potensial antara parietal dan
visceral peritoneum. Biasanya hanya berisi lapisan tipis cairan peritoneum,
yang terdiri dari air, elektrolit, leukosit dan antibodi. Cairan ini berfungsi
sebagai pelumas, memungkinkan pergerakan bebas dari visera perut, dan
antibodi dalam cairan melawan infeksi.
Sementara rongga peritoneum biasanya diisi dengan hanya lapisan tipis
cairan. Rongga disebut sebagai ruang potensial karena kelebihan cairan dapat
terakumulasi di dalamnya, yang menghasilkan kondisi klinis misalnya asites.
Peritoneum terdiri dari dua lapisan yang terus menerus satu sama lain:
peritoneum parietal dan peritoneum viseral. Kedua jenis ini terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa sederhana yang disebut mesothelium. Peritoneum parietal
melapisi permukaan internal dinding abdominopelvic. Peritoneum parietal
menerima pasokan saraf somatik yang sama dengan daerah dinding perut yang
dilaluinya. Oleh karena itu, nyeri dari peritoneum parietal terlokalisasi dengan
baik. Peritoneum parietal sensitif terhadap tekanan, nyeri, laserasi dan suhu.
Peritoneum viseral berfungsi untuk menutupi sebagian besar visera perut.
Peritoneum viseral memiliki suplai saraf otonom yang sama dengan visera
yang dibawanya. Berbeda dengan peritoneum parietal, nyeri dari peritoneum
viseral tidak terlokalisasi dan peritoneum viseral hanya sensitif terhadap
peregangan dan iritasi kimia.

12

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

Gambar : Peritoneum
b) Fascia Superficial
Fasia superfisial terdiri dari jaringan ikat lemak. Komposisi lapisan ini
tergantung pada lokasinya. Di atas umbilikus terdiri dari satu lembar jaringan
ikat. Ini terus menerus dengan fasia superfisial di daerah lain dari tubuh. Di
bawah umbilikus dibagi menjadi dua lapisan; lapisan superfisial berlemak
(fasia Camper) dan lapisan dalam membran (fasia Scarpa). Pembuluh dan
saraf superfisial berjalan di antara dua lapisan fasia ini.

c) Otot Abdomen
Otot-otot dinding perut anterolateral dapat dibagi menjadi dua kelompok
utama:
 Otot - otot datar - tiga otot datar, terletak di lateral di kedua sisi perut.
 Otot vertikal - dua otot vertikal, terletak di dekat garis tengah tubuh.
1) Otot Mendatar
Ada tiga otot pipih yang terletak di dinding perut secara lateral,
bertumpuk satu sama lain. Serabutnya bergerak ke arah yang berbeda
dan saling menyilang - memperkuat dinding, dan mengurangi risiko
herniasi.
Dalam aspek anteromedial dinding perut, setiap otot datar
membentuk aponeurosis (tendon datar yang luas), yang menutupi otot
rectus abdominis vertikal. The aponeuroses dari semua otot-otot datar
menjadi terjalin di garis tengah, membentuk linea alba (struktur berserat
yang membentang dari proses xiphoid sternum ke simfisis pubis).
a. Oblique Eksternal
Oblikus eksternal adalah otot datar terbesar dan paling
dangkal di dinding perut. Seratnya berjalan secara inferomedial.
 Berasal dari tulang rusuk 5-12, dan dimasukkan ke
dalam krista iliaka dan tuberkulum pubis.

13

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

 Fungsi: Rotasi kontralateral batang tubuh.


 Persarafan : Saraf torakoabdominal (T7-T11) dan nervus
subcostalis (T12).
b. Internal Oblique
Oblique internal terletak jauh di dalam oblique
eksternal. Ini lebih kecil dan lebih tipis dalam struktur, dengan
serat-seratnya berjalan superomedial (tegak lurus dengan serat
dari oblique eksternal).
 Berasal dari ligamen inguinal, krista iliaka dan fasia
lumbodorsal, dan disisipkan ke tulang rusuk 10-12.
 Fungsi: Kontraksi bilateral menekan perut, sementara
kontraksi unilateral ipsilateral memutar batang tubuh.
 Persarafan : saraf Thoracoabdominal (T7-T11), subkostal
saraf (T12) dan cabang dari pleksus lumbalis.
c. Transversus Abdominis
Abdominis transversus adalah otot-otot datar yang paling
dalam, dengan serat berjalan melintang. Jauh ke dalam otot ini
adalah lapisan fasia yang terbentuk dengan baik, yang dikenal
sebagai fasia transversalis.
 Berasal dari ligamen inguinalis, kartilago kosta 7-12, krista
iliaka dan fasia thoracolumbar. Sisipan ke tendon konjoin,
proses xifoid, linea alba dan puncak pubis.
 Fungsi: Kompresi isi perut.

14

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

 Persarafan: saraf Thoracoabdominal (T7-T11), subkostal


saraf (T12) dan cabang dari pleksus lumbalis.

2) Otot Vertikal
Ada dua otot vertikal yang terletak di garis tengah dinding perut
anterolateral - rectus abdominis dan pyramidalis.
a. Rektus Abdominis
Rektus abdominis adalah otot yang panjang dan
berpasangan, yang ditemukan di kedua sisi garis tengah di dinding
perut. Ini dibagi menjadi dua oleh linea alba. Batas lateral kedua
otot menciptakan tanda permukaan, yang dikenal sebagai linea
semilunaris.
Di beberapa tempat, otot berpotongan dengan strip
berserat, yang dikenal sebagai persimpangan tendon.
Persimpangan tendon dan linea alba menimbulkan 'six pack' yang
terlihat pada individu dengan rectus abdominis yang berkembang
baik.
 Berasal dari puncak pubis, sebelum dimasukkan ke dalam
proses xiphoid sternum dan kartilago kosta tulang rusuk 5-7.

15

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

 Fungsi: Serta membantu otot-otot flat di mengompresi jeroan


perut, rektus abdominis juga menstabilkan panggul selama
berjalan, dan menekan tulang rusuk.
 Persarafan: Saraf torakoabdominal (T7-T11).

b. Pyramidalis
Ini adalah otot segitiga kecil, ditemukan secara dangkal
pada dubur abdominis. Ia terletak inferior, dengan basisnya
pada tulang pubis, dan puncak segitiga yang melekat pada linea
alba.
 Berasal dari puncak pubis dan simfisis pubis sebelum
dimasukkan ke linea alba.
 Fungsi: Bertindak untuk menegangkan linea alba.
 Persarafan: Saraf subkostal (T12).
3) Otot perut Posterior
Ada lima otot di dinding perut posterior: iliacus, psoas mayor, psoas
minor, quad*ratus lumborum dan diafragma.

a. Quadratus Lumborum

16

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

Otot quadratus lumborum terletak lateral di dinding perut


posterior. Ini adalah lembaran otot tebal yang berbentuk segi
empat. Otot diposisikan dangkal ke jurusan psoas.
 Ini berasal dari lambang iliaka dan iliolumbar. Serat berjalan
superomedial, menyisipkan ke proses transversal L1 - L4 dan
batas inferior dari tulang rusuk ke - 12.
 Tindakan: Perpanjangan dan fleksi lateral kolom
vertebral . Ini juga memperbaiki rusuk ke-12 selama inspirasi,
sehingga kontraksi diafragma tidak terbuang.
 Persarafan: Rami anterior saraf T12- L4.

b. Psoas Major
Psoas mayor terletak di dekat garis tengah dinding perut
posterior, segera lateral ke tulang belakang lumbar.
 Berasal dari proses transversus dan tubuh vertebra dari T12 -
L5. Kemudian bergerak secara inferior dan lateral, berlari jauh

17

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

ke ligamen inguinal, dan melekat pada trochanter femur


yang lebih rendah.
 Tindakan: Kelenturan paha pada fleksi pinggul dan lateral dari
kolom vertebral.
 Persarafan: Rami anterior saraf L1 - L3.

c. Psoas Minor
Otot minor psoas hanya ada pada 60% populasi. Ini
terletak anterior ke psoas major.
 Berasal dari tubuh vertebra dari T12 dan L1 dan menempel ke
punggung bukit pada ramus superior dari tulang pubis, yang
dikenal sebagai garis pectineal.
 Tindakan: Fleksi dari kolom vertebral.
 Persarafan: Rami anterior saraf saraf L1.

d. Iliacus
Otot iliacus adalah otot berbentuk kipas yang terletak
inferior pada dinding perut posterior. Ini menggabungkan dengan
psoas mayor untuk membentuk iliopsoas - fleksor utama paha.
 Berasal dari permukaan fossa iliaka dan tulang belakang iliaka
inferior anterior. Seratnya bergabung dengan tendon psoas
mayor, menyisipkan ke trochanter kecil dari tulang paha.
 Tindakan: Kelenturan paha pada sendi pinggul.
 Persarafan: Saraf femoralis (L2 - L4).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Peredaran Darah Abdomen


A. Aorta
Aorta perut merupakan kelanjutan dari aorta toraks awal pada tingkat
T12 vertebra.Panjangnya sekitar 13cm dan berakhir pada tingkat vertebra

18

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

L4. Pada tingkat ini, aorta berakhir dengan bercabang ke arteri iliaka umum
kanan dan kiri yang mensuplai tubuh bagian bawah.
Dalam urutan menurun:

1. Arteri frenik inferior: Pemasangan arteri parietal yang timbul


secara posterior pada level T12. Mereka memasok diafragma.
2. Celiac arteri: Sebuah arteri viseral besar, tidak berpasangan yang
muncul secara anterior pada level T12. Ia juga dikenal sebagai
batang celiac dan memasok hati, perut, esofagus perut, limpa,
duodenum superior dan pankreas superior.
3. Arteri mesenterika superior : Arteri viseral besar, tidak
berpasangan yang muncul di anterior, tepat di bawah arteri
celiac. Ini memasok duodenum distal, jejuno-ileum, kolon menaik
dan bagian dari usus besar transversus. Itu muncul di level bawah
L1.
4. Arteri suprarenal tengah: Arteri viseral kecil berpasangan yang
muncul di kedua sisi posterior pada level L1 untuk
mensuplai kelenjar adrenal.
5. Arteri renal: Memasangkan arteri visceral yang muncul lateral
pada tingkat antara L1 dan L2. Mereka memasok ginjal
6. Gonadal arteri: Paduan arteri visceral yang muncul lateral pada
tingkat L2. Perhatikan bahwa arteri gonad pria disebut
sebagai arteri testis dan pada wanita, arteri ovarium.
7. Arteri mesenterika inferior: Arteri viseral besar, tidak
berpasangan yang muncul di anterior pada tingkat L3. Ini
memasok usus besar dari lekukan lienal ke bagian atas rektum.
8. Median sacral artery: Suatu arteri parietalis yang tidak
berpasangan yang muncul di posterior pada level L4 untuk
mensuplai tulang ekor, tulang belakang lumbal dan sakrum.

19

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

9. Lumbar arteri: Ada empat pasang arteri lumbar parietal yang


muncul posterolateral antara tingkat L1 dan L4 untuk memasok
dinding perut dan sumsum tulang belakang.

B. Vena
1. Vena sistemik
Sistem vena sistemik mengangkut darah terdeoksigenasi
ke atrium kanan jantung. Kapal utama dalam sistem ini adalah vena
cava inferior.

20

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

2. Vena cava inferior


Vena cava inferior adalah konvergensi umum drainase vena
dari semua struktur di bawah diafragma. Itu terletak di dinding perut
posterior; anterior ke kolom vertebral dan di sebelah kanan aorta
perut .

Pembuluh darah dibentuk oleh penyatuan vena iliaka


umum pada tingkat vertebra L5. Ini naik secara superior, dan
meninggalkan perut dengan menusuk tendon sentral diafragmapada
level T8 (hiatus caval). Dalam toraks, vena cava inferior mengalir
ke atrium kananjantung.

Selama perjalanan panjangnya, vena cava inferior berbagi


hubungan anatomis dengan banyak struktur perut - termasuk arteri
iliaka umum kanan, akar mesenterium, kepala pankreas, saluran
empedu, vena porta dan hati.

Vena cava inferior bertanggung jawab untuk drainase vena dari semua
struktur di bawah diafragma. Ini menerima dari:
 Vena iliaka umum - dibentuk oleh vena iliaka eksternal dan
internal. Mereka mengeringkan anggota tubuh bagian bawah dan
daerah gluteal.
 Vena lumbal - tiriskan dinding perut posterior.
 Renal vena - tiriskan ginjal , kiri kelenjar
adrenal dan testis kiri / ovarium .
 Vena testis / ovarium kanan - tiriskan testis kanan atau ovarium
masing-masing pada pria dan wanita (v. Testis kiri / vena ovarium
mengalir ke vena ginjal kiri).
 Vena suprarenal kanan - mengalirkan kelenjar adrenal kanan
(vena adrenal kiri mengalir ke vena ginjal kiri).
 Vena frenik inferior - tiriskan diafragma .
 Vena hepatika - mengeringkan hati .

21

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

Tidak ada anak sungai dari limpa, pankreas, kandung empedu atau
bagian perut saluran pencernaan - karena struktur ini pertama kali
dikeringkan ke dalam sistem vena porta. Namun, aliran balik vena
dari struktur ini akhirnya memasuki vena cava inferior melalui vena
hepatic (setelah diproses oleh hati).
3. Vena Porta
Sistem portal membawa darah vena (kaya nutrisi yang telah
diekstrak dari makanan) ke hati untuk diproses .

Vessel utama dari sistem portal adalah vena portal . Ini adalah
titik konvergensi untuk drainase vena dari limpa, pankreas, kandung
empedu dan bagian perut dari saluran gastrointestinal. Vena portal
dibentuk oleh penyatuan vena limpa dan vena mesenterika superior ,
posterior ke leher pankreas, pada tingkat L2.

Ketika naik menuju hati, vena portal melewati posterior ke


bagian superior dari duodenum dan saluran empedu . Segera sebelum
memasuki hati, vena portal terbagi menjadi cabang kanan dan kiri
yang kemudian memasuki parenkim hati secara terpisah.

Vena portal dibentuk oleh penyatuan vena limpa dan vena mesenterika
superior. Ini menerima tambahan dari:
 Vena lambung kanan dan kiri - keringkan perut .
 Vena kistik - mengalirkan kandung empedu .
 Vena para-umbilikalis - tiriskan kulit dari daerah umbilical.

4. Vena Limpa
Vena limpa terbentuk dari berbagai kapal yang lebih kecil karena
mereka meninggalkan hilus limpa .

Tidak seperti arteri limpa, vena limpa lurus dan mempertahankan


kontak dengan tubuh pankreas saat melintasi dinding perut

22

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

posterior. Ketika mencapai leher pankreas, vena limpa bergabung


dengan vena mesenterika superior untuk membentuk vena portal.

Pembuluh limpa meliputi:


 Vena lambung pendek - tiriskan fundus lambung.
 Vena gastro-omental kiri - menguras lekukan perut yang lebih
besar.
 Vena pankreas - tiriskan pankreas .
 Vena mesenterika inferior - menguras usus besar .
vena mesenterika inferior mengalir darah dari rektum, kolon
sigmoid, turun usus besar dan lentur limpa. Ini dimulai sebagai
vena rektal superior dan naik, menerima anak-anak sungai dari
vena sigmoid dan vena kolik kiri. Ketika naik lebih jauh, ia
melewati posterior ke tubuh pankreas dan biasanya bergabung
dengan vena limpa.
 Vena Mesenterik Superior
Vena mesenterika superior mengalirkan darah dari usus kecil,
sekum, kolon asendens dan kolon transversum. Ini dimulai di fosa
iliaka kanan , sebagai konvergensi vena yang mengeringkan
ileum terminal, sekum dan usus buntu. Ini naik di dalam
mesenterium dari usus kecil, dan kemudian berjalan ke posterior
ke leher pankreas untuk bergabung dengan vena limpa.
Pembuluh darah yang bermuara ke vena mesenterika superior meliputi:
 Vena gastro-omental kanan - menguras lekukan perut yang lebih
besar.
 Anterior dan posterior lebih rendah vena
pankreatikoduodenalis - menguras pankreas dan duodenum .
 Jejunal vena - tiriskan jejunum .
 Vena Ileal - tiriskan ileum .
 Vena urat halus - mengeringkan ileum, kolon dan sekum.

23

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

 Pembuluh kolik kanan - mengeringkan kolon asendens.


 Vena kolik tengah - mengalirkan kolon transversum.
Banyak dari anak-anak sungai ini terbentuk sebagai vena yang
menyertainya untuk setiap cabang dari arteri mesenterika superior.

2.2. Definisi Trauma Abdomen


Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul, tembus, serta trauma yang dsengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001)
Trauma abdomen adalah salah satu kegawatdaruratan dalam sistem
pencernaan yaitu terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga dapat terjadi gangguan
metabolisme, dan gangguan faal berbagai organ di sekitarnya. (Etika, 2016)

2.3. Klasifikasi Trauma Abdomen


Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Trauma abdomen dapat menyebabkan laserasi organ tubuh
sehingga memerlukan tindakan pertolongan dan perbaikan pada organ yang
mengalami kerusakan.
1. Trauma Tajam
Trauma tajam abdomen yaitu trauma yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum
yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma tembus dapat
disebabkan oleh proyektil kecepatan tinggi (64%), diikuti dengan luka
tusuk (31%) dan luka tembak (5%). Selain itu, luka tembus juga dapat
disebabkan oleh kekerasan rumah tangga maupun dari perspektif global
misalnya kecelakaan dari peperangan (Offner 2014).
Trauma akibat benda tajam dikenal dalam tiga bentuk luka, yaitu:
luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum),

24

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

dan luka bacok (vulnus caesum). Luka tusuk maupun luka tembak dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan akibat laserasi ataupun terpotong. Luka
tembak dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan transfer energi
kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan yang terjadi dapat
berupa perdarahan apabila terkena pembuluh darah ataupun organ yang
padat. Apabila terkena organ yang berongga, isi dari organ tersebut akan
keluar ke dalam rongga perut yang dapat menimbulkan iritasi pada
peritoneum.
2. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah jenis trauma yang tidak terdapat kontak
antara jaringan yang terluka dengan lingkungan luar (LeMone & Burke
2011). Trauma ini sering menyebabkan cedera multipel yang dapat
melibatkan kepala, spinal cord, tulang, toraks dan abdomen.
3. Trauma Ledakan
Blast injury atau trauma ledakan adalah trauma yang disebabkan
oleh gelombang overpressure atau gelombang kejut akibat ledakan bom.
Ledakan ini dapat menyebabkan pola luka yang kompleks dan jarang
terlihat di luar medan tempur. Luka pasca ledakan yang sering ditemukan
adalah luka akibat trauma tumpul dan tajam. Ledakan di ruang tertutup
seperti bangunan atau mobil serta ledakan yang menyebabkan struktur
bangunan runtuh berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang
lebih besar (CDC, 2000).

2.4. Etiologi
Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien
terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.Menurutt Budak dan Gallo 2001
menjelaskan bahwa trauma tarjadi karena adanya trauma tumpul.

25

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen.Faktor lain yaitu adanya
luka tusuk pada abdomen.
Penyebab Trauma pada abdomen yang utama yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Trauma tumpul abdomen terjadi tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.

2.5. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Terjadi kekuatan eksternal pada tubuh manusia misalnya akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan jumlah sel darah merah yang akhirnya terjadi
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi

26

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

maka, tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium akan cepat tampak.


Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan,
nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan
suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin
belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang
muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi
harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

27

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

2.6. Web of Caution

Trauma paksa (jatuh, benda Trauma benda tajam


tumpul, kompresi dll) (Pisau, peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas


tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma


Tumpul

Kerusakan Kerusakan Kerusakan Kompresi organ abdomen


Jaringan Kulit organ abdomen jaringan
vaskuler
Perdarahan intra
Luka Perforasi lapisan Perdarahan abdomen
terbuka abdomen (Kontusio,
Laserasi, jejas,
hematoma) Resiko Peningkatan
Resiko ketidakseimbangan TIA
infeksi cairan
Distensi Abdomen

Nyeri akut
Resiko Syok Mual/
muntah
Gangguan
integritas kulit Resiko defisit
nutrisi
Nyeri

Gangguan mobilitas fisik

28

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

2.7. Manifestasi Klinis


Berikut manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan trauma tumpul
abdomen:
Nyeri di perut, distensi abdomen, muntah, hematuria atau retensi urin,
perdarahan per rektum, sesak napas atau nyeri dada. Dapat juga diakukan
anamnesis abdomonial dengan hasil sebagai berikut:
1. Inspeksi: perubahan warna, kepenuhan pada panggul, distensi umum,
tanda-tanda eksternal cedera, tidak adanya gerakan pernapasan dapat
mengindikasikan cedera yang signifikan. Alat kelamin eksternal dan
punggung harus diperiksa dengan hati-hati.
2. Palpasi: dirasakan tahanan atau kekakuan adalah sugestif peritonitis.
3. Perkusi: adanya cairan bebas (fluid thrill, shifting dullness) menunjukkan
perdarahan intra-abdomen.
4. Ascultation: peristaltik yang tidak ada akan mengindikasikan ileus
paralitik atau peritonitis

Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga
peritonium):
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor,
termasuk jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ
yang mungkin terkena, dan lokasi serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang
seringkali muncul adalah:
a. Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan
Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal,
terdapat nyeri bahu, mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari
limpa yang rusak dengan darah subphrenic
b. Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek
posterior dari dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah

29

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

dan organ di dalam peritoneal atau retroperineal terangsang oleh ujung


saraf yang lebih dalam (serabut visceral aferen nyeri) dan
mengakibatkan rasa yang sangat nyeri. Iritasi pada peritoneum parietal
mengarah ke nyeri somatik yang cenderung lebih terlokalisasi.
c. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak
responsif, hal tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
d. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus
dan cedera saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di
meatus uretra juga merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena
pada saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital,
sehingga untuk organ yang tidak begitu vital kurang mendapatkan
distribusi darah yang mencukupi untuk dapat bekerja sesuai dengan
fungsinya sehingga kinerja organ dapat mengalami penurunan atau
bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner, 2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit
dan akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan
panggul tanpa adanya perubahan signifikan atau perubahan awal
dalam temuan pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan
adanya darah disekitar intraperitoneal.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:

30

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil


b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus
(cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi biasanya
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari atau
trauma fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi: mengindikasikan
perdarahan intra abdominal
Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah: menunjukkan
potensi cedera limpa atau hati (Legome, 2016).

2.8. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada trauma tajam adalah sebagai berikut (Patrick
Offner, 2017):

1. Uji laboratorium
Jika operasi diperlukan, semua pasien dengan trauma tembus perut
harus menjalani uji laboratorium dasar tertentu, sebagai berikut:
- Golongan darah dan cross-match
- Darah lengkap/Complete Blood Count (CBC)
- Tingkat elektrolit
- Nitrogen urea darah/BUN dan tingkat kreatinin serum
- Tingkat glukosa
- Prothrombin time (PT) / waktu tromboplastin parsial teraktivasi
(activated partial thromboplastin time/aPTT)

31

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

- Tingkat laktat vena atau arteri


- Kadar kalsium, magnesium, dan fosfat
- Gas darah arteri (ABG)
- Urinalisis
- Serum dan toksikologi urine
2. Pencitraan/imaging
Pencitraan berikut dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan
trauma tembus perut:
- Radiografi dada: Untuk menyingkirkan penetrasi rongga dada
- Radiografi abdomen dalam 2 tampilan (anterior-posterior, lateral)
- Ultrasonografi dada dan perut: Focused Assessment with Sonography
for Trauma (FAST) termasuk 4 tampilan (pericardial, kanan dan kiri
kuadran atas, panggul)
- CT scan abdomen (termasuk CT heliks triple-contrast): Studi yang
paling sensitif dan spesifik dalam mengidentifikasi dan menilai
keparahan cedera hati atau limpa
3. Studi radiologi lain yang mungkin berguna termasuk berikut ini:
- Survei skeletal: Untuk mendeteksi fraktur yang terkait
- CT scan otak: Untuk mendeteksi cedera kepala yang terjadi secara
bersamaan
- Retrograde urethrogram / cystogram: Untuk mendeteksi cedera uretra
atau kandung kemih
- Pielografi intravena intraoperatif: Untuk menilai fungsi ginjal
kontralateral pada pasien dengan kerusakan ginjal yang membutuhkan
nephrectomy
i. Prosedur
Berikut ini mungkin prosedur diagnostik dan / atau terapeutik pada
pasien dengan trauma tembus perut:

32

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

- Dekompresi lambung pada pasien yang diintubasi: Untuk mencegah


aspirasi
- Foley catherization: Untuk memonitor resusitasi cairan
- Peritoneal lavage (terbuka atau tertutup): Untuk mengidentifikasi viskus
atau cedera diafragma berongga
- Tube thoracostomy: Untuk menghilangkan hemothorax / pneumothorax
- Eksplorasi luka lokal: Bantuan diagnostik untuk menentukan jalur
penetrasi melalui lapisan jaringan
- Laparoskopi: Untuk mengevaluasi dan mengobati cedera intra-
abdominal, termasuk luka tikaman ke perut anterior atau dengan
penetrasi peritoneum yang tidak pasti
-
2.9. Penatalaksanaan
Untuk tujuan praktis, pasien trauma tumpul abdomen diklassifikasikan
sesuai dengan status hemodinamik sebagai sekarat (agonal), tidak stabil, atau
stabil.
1. Pasien Agonal
Pasien yang menderita adalah mereka yang tidak memiliki ventilasi
spontan, tidak ada denyut femoralis, dan tidak ada respon terhadap
rangsangan nyeri. Pasien-pasien ini memerlukan pembebasan jalan napas
segara dan intervensi pembedahan segera untuk dugaan perdarahan.
Dengan demikian, setelah memastikan jalan napas dan pernapasan (A dan
B dari ABC resusitasi), laparotomi dan / atau torakotomi harus
dipertimbangkan. Beberapa penulis telah merekomendasikan penjepitan
aorta toraks, bahkan di ruang gawat darurat, sebelum laparotomi (di ruang
operasi) pada pasien dengan hipotensi refrakter dan distensi abdomen
sekunder akibat hemoperitoneum masif. Dasar pemikiran untuk
pendekatan ini adalah untuk meningkatkan tekanan tubuh bagian atas dan
tekanan darah intrakranial segera dan untuk mencegah henti jantung
setelah pelepasan tamponade dinding perut selama celiotomy. Angka

33

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

kematian dalam model penanganan ini sangat tinggi, dengan sangat sedikit
yang selamat; banyak ahli trauma tidak percaya pada pendekatan ini. Para
pasien dibawa ke ruang operasi segera, ditempatkan terlentang, dan perut
dieksplorasi dengan manuver minimal lainnya. Selama eksplorasi perut,
temuan perdarahan intra-abdomen yang signifikan atau berkelanjutan
mungkin memerlukan cross-clamping aorta pada hiatus diafragma jika
tidak ada torakotomi. Dokter bedah harus berkemas dan menekan area
perdarahan dan mencari kondisi yang lebih stabil dengan memasukkan
sejumlah besar cairan IV dan darah. Sebagian besar pasien ini
memerlukan prosedur yang singkat (disebut pengendalian kerusakan)
dengan transfer ke unit perawatan kritis bedah untuk stabilisasi dan
perbaikan definitif akhir dari cedera intraperitoneal jika mereka bertahan.
2. Pasien Tidak Stabil
Pasien dianggap tidak stabil ketika tanda-tanda vital, seperti denyut
nadi, tingkat ventilasi, atau tekanan darah, secara signifikan abnormal.
Ketidakstabilan disebabkan oleh kompresi pernapasan atau hipovolemia,
sehingga pendekatan awal (ABC) harus mencakup pembentukan jalan
napas, ventilasi, dan sirkulasi dengan kontrol langsung dari perdarahan
eksternal dan akses IV. Setelah pengelolaan saluran napas dan pernapasan,
langkah selanjutnya adalah resusitasi cairan dengan larutan garam yang
hangat dan seimbang. Resusitasi cairan akan dimulai dengan bolus 1.500
ml pada pasien dengan berat 140 lb (70 kg). Jika semua tanda-tanda vital
normal, cairan infus tambahan diinfuskan pada tingkat yang lebih rendah,
sesuai dengan respon dalam denyut nadi dan output urin. Jika stabilitas
tercapai, pasien dikelola sesuai dengan algoritma untuk pasien yang stabil.
Sebaliknya, jika tanda-tanda vital tidak pulih atau membaik hanya
sementara dengan resusitasi cairan dan transfusi darah, maka perdarahan
dicurigai terjadi pendarahan, dan intervensi operasi dapat diindikasikan.
3. Pasien Stabil

34

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

Pasien dinilai stabil ketika tanda-tanda vital mereka normal pada


awalnya atau ketika tanda-tanda vital kembali normal setelah bolus IV
awal. Riwayat klinis yang lebih rinci harus diperoleh. Diperlukan evaluasi
yang cermat untuk menentukan tingkat cedera. Keputusan untuk observasi
atau intervensi lanjutan didasarkan pada mekanisme cedera dan temuan
pada evaluasi. Keputusan untuk mengobati dengan observasi
membutuhkan penilaian yang hati-hati dan berulang. Karena pemeriksaan
fisik mungkin tidak dapat diandalkan dalam sejumlah kasus, pemeriksaan
serial akan sangat penting dalam pengambilan keputusan.
Untuk Penatalaksanaan Pre Hospital dan Hospital :

Pre Hospital

A. Penanganan Awal Trauma Abdomen


Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Menurut Musliha (2010), Penilaian Awal yang dilakukan adalah
ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan.

Primary Survey

a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt
chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan”,
selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada
penderita trauma abdomen yang airway terganggu karena faktor mekanik,
ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan

35

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

intubasi endotrakeal.Setiap penderita trauma diberikan oksigen.Bila tanpa


intubasi, sebaiknya diberikan dengan face mask.Pemakaian pulse oximeter
baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan
bantuan pernafasan.Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi
dimulai segera setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau
Ringer Laktat dapat digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses
intravena adalah penting, pasang kateter intravena perifer berukuran besar
(minimal 2) di ekstremitas atas untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang
dengan hipotensi sudah berada di kelas III syok (30-40% volume darah
yang hilang) dan harus menerima produk darah sesegera mungkin, hal yang
sama berlaku pada pasien dengan perdarahan yang signifikan jelas. Upaya
yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia, termasuk menggunakan
selimut hangat dan cairan prewarmed.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. e. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting
untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi
head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen
penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit
kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka
penting penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan.
Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma nonpenetrasi dan
trauma penetrasi, yaitu:

a. Penanganan awal trauma non-penetrasi


1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi

36

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

3. Kirim ke rumah sakit


4. Diagnostic Peritoneal Lavage
b. Penanganan awal trauma penetrasi
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tidak boleh dicabut kecuali oleh
tim medis. Lilitkan pisau untuk emfiksasi agar tidak memperparah
luka.
2. Bila usus atau organlain keluar maka organ tersebut tidak boleh
dimasukkan, maka organ tersebut dibaluk dengan kain bersih atau kasa
steril.
3. Imobilisasi pasien
4. Tidak makan dan minum
5. Bila luka terbuka, balut dengan menekan
6. Kirim pasien ke rumah sakit

Secondary Survey

Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus
kembali mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang
dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke
jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama:
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis

37

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)


• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
• Periksa dubur (rectal toucher)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6. Pelvis dan ekstremitas
• Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan
tes gerakan apapun karena memperberat perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
• Cari luka, memar dan cedera lain
7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
• Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.

B. Penanganan di Rumah Sakit (Hospital)


a. Trauma Penetrasi
1. Skrinnig pemeriksaan rongten
2. Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau
pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan luka atau
adanya udara retroperitoneum
3. IVP atau Urogram Excretory dan CT scan

4. Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.

38

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

5. Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.


6. Sistografi

7. Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung


kencing, contohnya pada fraktur pelvis dan trauma non penetrasi.
b. Trauma non-penetrasi
1. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan pemeriksaan darah
khusus seperti darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.
2. Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan
multitrauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal
di retroperitoneum atau udara bebas dibawah diagfragma, yang
keduanya memerlukan laparotomi.
3. Study kontras urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau descendens dan dubur.

C. Penatalaksanaan di Ruang Emergensi


1. Mulai prosedur resusitasi ABC (memperbaiki jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi).
2. Pertahankan pasien pada brankard; gerakan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar dan menimbulkan
hemoragi massif.
3. Pastikan kepatenan dan kestabilan pernapasan.
4. Gunting pakaian penderita dari luka.
5. Hitung jumlah luka dan tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
6. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.

39

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

7. Berikan kompresi pada luka dengan perdarahan eksternal dan lakukan


bendungan pada luka dada.
8. Pasang kateter IV berdiameter besar untuk penggantian cairan secara cepat
dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
9. Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap terapi transfusi; ini
sering merupakan tanda adanya perdarahan internal.
10. Aspirasi lambung dengan memasang selang nasogastrik. Prosedur ini
membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap
rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
11. Pasang kateter urin untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau jumlah urine perjam.
12. Tutupkan visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan
dibasahi dengan salin untuk mencegah kekeringan visera
13. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi yang lanjut.
14. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik
dan muntah.
15. Siapkan pasien untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
16. Siapkan pasien untuk sinografi untuk menentukan apakah terdapat
penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
17. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
18. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial).
19. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.

40

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

2.10. Komplikasi
Komplikasi Trauma Abdomen menurut (Smeltzer, 2001)

1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera

2. Lambat : infeksi

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Asuhan Keperawatan Teoritis Trauma Tajam Abdomen

3.1.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat rumah, dll
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian, pasien biasanya
mengeluh nyeri hebat, mual-muntah, kelemahan, bahkan hingga penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit
Kemungkinan terdapat riwayat penyakit penyerta yang dapat memperparah
keadaan klien
2. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan
luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

41

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas


menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru
segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2
(15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
3. Pengkajian skunder
1) Pengkajian Fisik
a. Inspeksi
 Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung,
adanya tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi
hernia, dll
 Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan
genue sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit.
b. Palpasi
 Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit
tekan titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing
sign, rebound tenderness.
 Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik,
invaginasi, tumor, appendikuler infiltrate.
c. Perkusi

42

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

 Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra


abdominal
d. Auskultasi
 Harus sabar dan teliti
 Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
 Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
a) Pengkajian pada trauma tajam abdomen:
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ;
kekuatan tumpul (pukulan).
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk,
memar, dan tempat keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga
abdomen).
d. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi,
nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus,
hipotensi dan syok.
e. Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen,
observasi cedera yang berkaitan.
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

3.1.2 Diagnosa keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(perdarahan).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

43

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

3.1.3 Intervensi Keperawatan


N Diagnosa NOC NIC Rasional
o Keperawatan
1 Kekurangan Setelah 1. Kaji tanda- 1. Mengidentifikasi
. volume cairan dilakukan tanda vital. defisit volume
berhubungan tindakan cairan.
2. Pantau cairan
dengan keperawatan
parenteral 2. Mengidentifikasi
kehilangan 1x24 jam,
dengan keadaan perdarahan,
cairan aktif volume cairan
elektrolit, serta Penurunan
(perdarahan) tidak
antibiotik dan sirkulasi volume
mengalami
vitamin cairan
kekurangan.
menyebabkan
3. Kaji tetesan
Kriteria Hasil: kekeringan mukosa
infus.
dan pemekatan urin.
1. Intake dan
4. Kolaborasi : Deteksi dini
output
Berikan cairan memungkinkan
seimbang
parenteral terapi pergantian
2. Turgor
sesuai indikasi. cairan segera.
kulit baik
3. Tidak ada 5. Cairan 3. Awasi tetesan
tanda-tanda parenteral (IV untuk
perdarahan line) sesuai mengidentifikasi
dengan umur. kebutuhan cairan.

6. Pemberian 4. Cara parenteral


tranfusi darah membantu
apabila kadar memenuhi
Hb dibawah kebutuhan nuitrisi
normal. tubuh.
5. Mengganti cairan
dan elektrolit secara
adekuat dan cepat.
6. Menggantikan
darah yang keluar.
2 Nyeri akut Setelah 1. Kaji 1. Mengetahui
. berhubungan dilakukan karakteristik tingkat nyeri klien.
dengan agens tindakan nyeri.
2. Mengurngi

44

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

cedera fisik. keperawatan 2. Beri posisi kontraksi abdomen


1x24 jam, semi fowler.
3. Membantu
Nyeri klien
3. Anjurkan mengurangi rasa
teratasi.
tehnik nyeri dengan
Kriteria Hasil : manajemen mengalihkan
nyeri seperti perhatian
1. Skala
distraksi
nyeri 0 4. Lingkungan yang
2. Ekspresi 4. Managemant nyaman dapat
tenang. lingkungan memberikan rasa
yang nyaman. nyaman klien
5. Kolaborasi pe 5. analgetik
mberian membantu
analgetik mengurangi rasa
sesuai indikasi. nyeri.
3 Resiko infeksi Setelah 1. Kaji tanda- 1. Mengidentifika
. berhubungan dilakukan tanda infeksi. si adanya risiko
dengan gangguan tindakan infeksi lebih
2. Kaji keadaan
integritas kulit. keperawatan dini
luka.
1x24 jam, 2. Keadaan luka
infeksi tidak 3. Kaji tanda- yang diketahui
terjadi. tanda vital. lebih awal
dapat
Kriteria Hasil: 4. Lakukan cuci
mengurangi
tangan
 Tidak ada resiko
sebelum
tanda-tanda infeksi.
kontak dengan
infeksi. 3. Suhu tubuh
pasien.
 Leukosit naik dapat di
5000-10.000 5. Lakukan indikasikan
mm3 pencukuran adanya proses
pada area infeksi.
operasi (perut 4. Menurunkan
kanan bawah resiko
terjadinya
6. Perawatan
kontaminasi
luka dengan
mikroorganism
prinsip
e.
sterilisasi.
5. Dengan

45

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

7. Kolaborasi pencukuran
pemberian klien terhindar
antibiotik. dari infeksi
post operasi
6. Teknik aseptik
dapat
menurunkan
resiko infeksi
nosokomial
7. Antibiotik
mencegah
adanya infeksi
bakteri dari
luar.
4 Kerusakan Setelah dilakukan Pemberian 1. Pemberian obat
Integritas Kulit asuhan obat : Kulit tepat prosedur
(D.0129) keperawatan (2316) akan
selama 3 x 24 jam 1. Ikuti prinsip
berhubungan mempercepat
diharapkan benar
dengan factor gangguan pemberian penyembuhan
mekanis integritas kulit obat 2. Memberikan
dapat teratasi 2. Berikan obat topical
agen topikal sesuai anjuran
Kriteria Hasil : sesuai yang untuk
Integritas jaringan diresepkan menghindari
: Kulit dan 3. Monitor
komplikasi
membran mukosa adanya efek
(1101) samping 3. Mengetahui
1. Tidak ada lokal dan efek samping
lesi pada sistemik dari lebih awal
kulit pengobatan mencegah
2. Tidak 4. Ajarkan dan keparahan
terjadi monitor 4. Pasien mampu
penebalan teknik
melakukan
kulit pemberian
3. Tidak ada mandiri sendiri ketika
eritema sesuai sudah berada di
4. Tidak ada kebutuhan rumah
pengelupa 5. Dokumentas 5. Dokumentasi
san kulit ikan untuk
5. Integritas pemberian mengetahui
kulit tidak obat dan
perkembangan
terganggu respon

46

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

pasien, pasien
sesuai
dengan
protokol
institusi

Pengecekan Kulit
(3590)
1. Monitor
kulit untuk
adanya ruam
dan lecet
2. Monitor
kulit
terhadap
adanya
perubahan
warna,
memar dan
pecah
3. Lakukan
langkah-
langkah
untuk
mencegah
kerusakan
lebih lanjut
misalnya
dengan
melapisi
kasur,
menjadwalk
an reposisi

3.1.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut:
1. Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
2. Nyeri berkurang atau teratasi.

47

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

3. Risiko infeksi dapat teratasi.


4. Integritas kulit membaik.

48

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

3.2 Asuhan Keperawatan Umum Trauma Tumpul Abdomen


3.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, dan diagnosa
medis.
Untuk klien anak biasanya disertakan juga identitas orang tua.
b) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri di bagian perut dan umum nya terdapat jejas pada
perut.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji penyebab trauma yang dialami klien. Riwayat trauma sangat penting
untuk menilai penderita yang cedera. Misalnya dalam tabrakan
kendaraan bermotor meliputi kecepatan kendaraan, “mechanism
of injury”nya, posisi dan keadaan penderita saat dan setelah kejadian, dsb.
Setelah itu secara anamnesis dilakukan evaluasi, baik pada penderita
sendiri yang sadar, atau pada keluarga penderita dan orang lain bila
penderita tidak sadar.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien mempunyai riwayat hipertensi, Diabetes Mellitus,
jatung, asma dan alergi.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, atau penyakit menular dan berbahaya lainnya.
f) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang sudah
diminum sebelum MRS.
2. Pengkajian Primer

49

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

a) Airways : apakah ada penumpukan sekret di jalan nafas, bunyi nafas


ronchi, dan lidah tidak jatuh ke belakang.
b) Breathing : RR klien normal, irama nafas teratur dan tidak menggunakan
otot bantu pernafasan.
c) Circulation : periksa tanda-tanda vital, Nadi karotis dan nadi perifer teraba
kuat, capillary refill kembali dalam 3 detik, akral dingin, dan tidak
sianosis.
d) Disability : kesadaran compos mentis atau bisa mengalami penurunan.
e) Eksposure : terdapat luka lecet , jejas dan hematoma pada abdomen.
3. Pengkajian Sekunder
a) Pemeriksaan B1-B6
 B1 (breathing)
I : inspeksi apakah ada jejas pada dada serta jalan napasnya,
amati pergerakan dada, pola nafas dan apakah ada penggunaan otot
bantu pernafasan.
P : palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernapasan tertinggal.
P : lalukan perkusi dada, umunya suara sonor.
A : auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi,
normalnya suara vesikuler.
 B2 (blood)
Kaji TD, nadi, suhu badan, dan apakah ada keluhan nyeri dada.
Auskultasi suara jantung, kaji CRT dan kelainan jantung lainnya.
 B3 (brain)
Inspeksi klien gelisah atau tidak. Lalukan pemeriksaan kesadaran
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 B4 (bladder)
Kaji fungsi perkemihan klien, output dan input.
I : inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria.

50

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

P : palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya


distensi.
P : perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
 B5 (bowel)
I : inspeksi abdomen ditemukan adanya jejas-jejas dan hematom,
terdapat distensi abdomen.
P : palpasi pada dinding abdomen, biasanya didapatkan adanya
nyeri, baik nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam, atau nyeri
lepas. Bila sampai terjadi suatu defans muskuler dan nyeri tekan
seluruh perut mungkin sudah terjadi suatu iritasi pada
peritoneumnya. Selain itu dapat pula digunakan untuk menentukan
adanya cairan dalam rongga abdomen (dengan tes undulasi).
P : perkusi didapatkan suara redup, yang mungkin menandakan
ada suatu perdarahan di kavum intra abdomen. Selain itu juga menilai
apakah ada suatu perforasi usus, yang biasanya ditandai dengan
hilangnya pekak hepar.
A : auskultasi kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan
dari bising usus atau menghilang. Darah intraperitoneum yang bebas
atau akibat adanya kebocoran (ektravasasi) abdomen dapat
menimbulkan ileus, yang mengakibatkan hilangnya bunyi usus.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
 B6 (bone)
Inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah
pelvis. Serta palpasi apakah ada ketidakstabilan pada tulang pinggul
atau pelvis.
4. Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi

51

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

- Ultrasonography (USG): digunakan untuk mengetahui adanya internal


bleeding, yang disertai denganadanya ruptura organ padat, dan buli-
buli.
- Foto BOF (Buick Oversic Foto) anteroposterior digunakan untuk
mengetahui adanya udara ekstraluminal diretroperitoneum atau
udara bebas di bawah subdriafragma.
- CT – Scan: merupakan sarana diagnostik yang paling akurat
karena bisa memberiinformasi yang berhubungan dengan
cedera organ tertentu dan tingkatberatnya, dan juga dapat
mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organpanggul yang sukar
diakses melalui pemeriksaan fisik maupun sarana diagnostik
yang lain. Akan tetapi pemeriksaan ini memerlukan waktu dansukar
dilaksanakan pada kasus dengan tingkat emergensi yang tinggi.
 Laboratorium : cek darah lengkap, urin, kimia lengkap
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma abdomen.
2. Resiko infeksi berbuhungan dengan luka pada abdomen, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh.
3.2.3 Intervensi Keperawatan
Nyeri Akut berhubungan dengan trauma abdomen
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
NOC NIC
Setelah diberikan asuhan a) Kaji karakteristik, lokasi dan
keperawatan, diharapkan nyeri klien intensitas nyeri klien (skala 0-10).
berkurang bahkan hilang, dengan b) Observasi tanda-tanda vital.
kriteria hasil: c) Ajarkan teknik relaksasi seperti :
 Klien melaporkan skala nyeri imajinasi, musik yang lembut.
berkurang d) Berikan posisi yang nyaman dan
 Klien mampu mengontrol nyeri, hindari pergerakan yang dapat

52

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

tahu penyebabnya, dan dapat menimbulkan rangsangan nyeri.


menggunakan teknik non e) Kolaborasi dengan medik pemberian
farmakologis untuk mengurangi analgesik.
nyeri
 Ekspresi wajah klien
menunjukkan tidak nyeri

Resiko Infeksi berhubungan dengan luka pada abdomen, tidak adekuatnya


pertahanan tubuh.
Domain . keamanan/perlindungan
Kelas 1. Infeksi
NOC NIC
Setelah diberikan asuhan a) Tetap pada fasilitas kontrol infeksi,
keperawatan, diharapkan klien dapat sterilisasi dan prosedur/kebijakan
terhindar dari resiko infeksi, dengan aseptik.
kriteria hasil: b) Observasi tanda-tanda vital.
 Klien bebas dari tanda dan gejala c) Tingkatkan intake nutrisi klien.
infeksi d) Berikan antibiotik sesuai petunjuk.
 Klien menunjukkan kemampuan e) Berikan penjelasan kepada klien dan
untuk mencegah timbulnya keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi infeksi.
 Menunjukkan proses f) Catat dan laporkan hasil laboratorium
penyembuhan luka WBC.

53

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Kasus

Pada tanggal 29 Oktober 2018, Tn. B berusia 34 tahun datang ke Rumah


Sakit Universitas Airlangga ditemani oleh istrinya. Tn. B mengeluh nyeri di perut
bagian kiri dan merasa sesak nafas. Pada saat pengkajian Tn. B mengatakan
bahwa klien 1 jam yang lalu mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda
motornya, Tn. B menabrak gerobak yang menyebrang lalu jatuh dengan posisi
perut kiri membentur aspal, setelah kecelakaan Tn. B masih bisa pulang sendiri
tapi beberapa saat kemudian klien merasa perutnya kembung dan merasa sesak
nafas. Perut Tn. B tampak memar. Hasil pemeriksaan didapatkan TD 120/80
mmHg, Nadi 100 x/menit, RR 24 x/menit, Suhu 36,2 ˚C.

4.2 Pengkajian
a. Data Demografi

Nama : Tn. B
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Surabaya
b. Keluhan Utama
Tn. B mengeluh nyeri di perut bagian kiri dan merasa sesak nafas
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Tn. B mengeluh nyeri di perut bagian kiri dan merasa sesak nafas. Pada saat
pengkajian Tn. B mengatakan bahwa klien 1 jam yang lalu mengalami
kecelakaan ketika mengendarai sepeda motornya, Tn. B menabrak gerobak
yang menyebrang lalu jatuh dengan posisi perut kiri membentur aspal,

54

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

setelah kecelakaan Tn. B masih bisa pulang sendiri tapi beberapa saat
kemudian klien merasa perutnya kembung dan merasa sesak nafas
e. Riwayat penyakit terdahulu
Tn. B tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu
f. Riwayat penyakit keluarga
Tn. B tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
g. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath) : Klien terlihat sesak nafas, RR 24 x/mnt


B2 (Blood) : TD 120/80 mmHg, Nadi 100 x/menit
B3 (Brain) : Compos mentis
B4 (Bladder) : Abdomen klien terlihat memar, nyeri pada abdomen
B5 (Bowel) : Tidak ada distensi kandung kemih
B6 (Bone) : Ekstremitas dapat digerakkan

4.3 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Data Sujektif : Perut kiri membentur Pola Nafas Tidak
aspal Efektif (D.0005)
 Tn. B mengeluh sesak
Trauma tumpul Kategori. Fisiologis
nafas.
Kompresi organ abdomen Subkategori.Respirasi
Data Objektif : Perdarahan intra abdomen
Organ intra abdomen
 Tn. B terlihat sesak
bengkak
nafas
Kompresi diafragma
 RR 24 x/menit
Ekspansi paru tidak
maksimal
Pola nafas tidak efektif
2 Data Subjektif : Perut kiri membentur Nyeri Akut (D.0077)
aspal Kategori. Psikologis
 Tn. B mengeluh nyeri
Trauma tumpul Subkategori. Nyeri

55

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

di perut bagian kiri Kompresi organ abdomen dan Kenyamanan


Perdarahan intra abdomen
Data Objektif :
Mendesak organ intra
 Tn. B tampak kesakitan abdomen
dan memegangi Menekan reseptor nyeri di
perutnya. abdomen
 Perut Tn. B tampak Nyeri akut
memar
 TD 120/80 mmHg,
Nadi 100 x/menit, RR
24 x/menit, Suhu 36,2
˚C.

3 Data Subjektif : Perut kiri membentur Kerusakan Integritas


aspal Kulit (D.0129)
 Tn. B menabrak
Trauma tumpul Kategori.
gerobak yang
Kompresi organ abdomen Lingkungan
menyebrang lalu jatuh
Kerusakan jaringan kulit Subkategori.
dengan posisi perut kiri
Kerusakan integritas kulit Keamanan dan
membentur aspal
Proteksi
Data Objektif :

 Perut Tn. B tampak


memar
 TD 120/80 mmHg,
Nadi 100 x/menit, RR
24 x/menit, Suhu 36,2
˚C.

4.4 Diagnosa Keperawatan

56

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

1. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) berhubungan dengan perdarahan intra


abdomen
2. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. Kerusakan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan factor mekanis

57

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

4.5 Intervensi Keperawatan

MASALAH
NO. NOC NIC JAM IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140) 09.00 1. Memantau adanya pucat dan sianosis
(D.0005) berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
1. Posisi klien untuk 09.05
dengan perdarahan intra pola nafas klien kembali normal 2. Mengkaji ulang kebutuhan insersi
memaksimalkan
abdomen dengan indikator : jalan napas
potensi ventilasi
Respiratory Status (0415) 2. Identifikasi klien yang 09.15 3. Memantau kecepatan, irama,
a. RR (5) membutuhkan insersi kedalaman dan usaha respirasi
b. Ritme nafas (5) aktual / potensial
c. Auskultasi suara napas 4. Memperhatikan pergerakan dada, dan
nafas (5) 3. Auskultasi suara nafas, 09.20
mengamati kesimetrisan, penggunaan
d. Saturasi oksigen (5) apakah ada suara nafas otot bantu, serta retraksi otot
e. Penggunaan otot tambahan supraklavikular dan intercostal
bantu nafas (5) 4. Monitoring status
f. Sianosis (5) respirasi dan
g. Dispnea (5) oksigenasi
5. Masukkan oral atau
nasofaringeal airway
jika diperlukan
6. Berikan bronkodilator
yang sesuai
Oxygen Therapy (3320)

58

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

1. Bersihkan mulut,
hidung, dan sekresi
trakea
2. Pertahankan patensi
jalan napas
3. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
4. Monitor liter aliran
oksigen
5. Monitor posisi
perangkat pemberian
oksigen
6. Pantai efektifitas terapi
oksigen (misalnya,
pulse oximetry, gda)
yang sesuai
7. Monitoring tanda
toksisitas oksigen dan
atelectasis
2. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Pain Management (1400) 09.25 1. Mengajarkan teknik farmako dan
berhubungan dengan agen keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri nonfarmako (distraksi, relaksasi,
pencedera fisik nyeri akan berkurang/hilang (lokasi, karakteristik, nafas dalam).
dengan kriteria hasil sebagai durasi, frekuensi) Respon klien: klien mengatakan
berikut: 2. Kolaborasi dengan dokter dapat memahami tehnik nafas dalam
Pain Control (1605) mengenai pemberian yang diajarkan dan klien mampu
1. Pasien mampu mengontrol analgesik menirukan tehnik tersebut setelah

59

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

nyeri (tahu penyebab nyeri, 3. Bantu pasien dan keluarga diajarkan.


mampu menggunakan untuk mencari dan 09.30 2. Monitoring tanda-tanda vital
teknik farmaka maupun menemukan dukungan Didapatkan hasil: TD : 120/80
nonfarmaka untuk 4. Kontrol lingkungan yang mmHg, N : 80 x/mnt, RR: 20x/menit.
mengurangi nyeri) mempengaruhi nyeri 09.35 3. Melakukan pengkajian nyeri.
2. Pasien melaporkan nyeri 5. Ajarkan teknik farmako
berkurang dengan dan nonfarmako (distraksi, 4. Berkolaborasi dengan dokter
09.40 mengenai pemberian analgesik
manajemen nyeri relaksasi, nafas dalam)
3. Pasien mampu mengenali 6. Monitoring TTV (aspirin).
nyeri (skala, intensitas dan Respon klien: klien mengatakan
frekuensi) Analgetic Administration nyeri sedikit berkurang setelah diberi
4. TTV Klien dalam batas (2210) analgesic.
normal (TD: 120/80mmHg, 1. Cek riwayat alergi
RR 16-20x/menit, Nadi 60- 2. Cek instruksi dokter
100x/menit, Suhu : 36,6- tentang jenis, dosis, dan
37,2C) frekuensi obat
3. Berikan analgetik tepat
Pain Level (2102) waktu terutama saat nyeri
1. Frekuensi nyeri klien hebat
berkurang 4. Tentukan pilihan analgetik
2. Panjangnya episode nyeri tergantung tipe dan
klien berkurang beratnya nyeri
3. Klien tidak menunjukkan 5. Pilih analgetik yang
ekspresi yang tampak diperlukan atau kombinasi
menahan nyeri seperti dari analgetik ketika
meringis pemberian lebih dari satu
6. Tentukan analgetik pilihan,

60

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

rute pemberian dan dosis


optimal

3. Kerusakan Integritas Kulit Setelah dilakukan asuhan Pemberian obat : Kulit 09.20 1. Memberikan obat topikal
(D.0129) berhubungan keperawatan selama 3 x 24 (2316) sesuai yang sudah diresepkan
dengan factor mekanis jam diharapkan gangguan 6. Ikuti prinsip 5 benar oleh dokter
integritas kulit dapat teratasi pemberian obat
7. Berikan agen topikal 09.25 2. Memantau adanya efek
Kriteria Hasil : sesuai yang diresepkan samping lokal dan sistemik
Integritas jaringan : Kulit 8. Monitor adanya efek dari pengobatan yang sudah
dan membran mukosa (1101) samping lokal dan diberikan
6. Tidak ada lesi pada sistemik dari
kulit pengobatan 09.30 3. Mengajarkan dan memantau
7. Tidak terjadi 9. Ajarkan dan monitor teknik pemberian obat secara
penebalan kulit teknik pemberian mandiri sesuai dengan
8. Tidak ada eritema mandiri sesuai kebutuhan klien
9. Tidak ada kebutuhan
pengelupasan kulit 10. Dokumentasikan 4. Memantau kulit jika terdapat
10. Integritas kulit tidak pemberian obat dan ruam dan lecet
terganggu respon pasien, sesuai 09.35 Memantau kulit terhadap
dengan protokol adanya perubahan warna,
institusi memar dan pecah

Pengecekan Kulit (3590)


4. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
5. Monitor kulit terhadap
adanya perubahan

61

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

warna, memar dan


pecah
6. Lakukan langkah-
langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut misalnya
dengan melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi

4.6 Evaluasi
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan perdarahan intra abdomen
S : Pasien mengatakan sesak sudah mulai menurun
O : TTV mulai membaik (TD= 110/70, RR 18x/menit, Nadi 86 x/menit, S 36,5C)
Klien tidak mengalami sianosis
Klien tidak menggunakan otot pernapasan saat bernapas
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

62

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


S : Klien mengatakan masih terasa nyeri pada bagian dada yang
terkena benturan
O : Klien masih tampak meringis saat merasakan nyeri
Klien tidak dapat tidur dengan nyenyak
Pernapasan : 18x/menit
Nadi 86x/menit
Skala nyeri 5
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
3. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan factor mekanis
S : Klien mengatakan area abdomen masih terasa sakit saat disentuh
O : Masih terdapat memar di area abdomen
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

63

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen
yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Mekanisme trauma langsung pasien bisa diakibatkan karena terkena langsung
oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera. Trauma
abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak
menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam.

5.2 Saran.
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian
kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan
selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan
yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh
sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma
abdomen.

64

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)


lOMoARcPSD|4808040

DAFTAR PUSTAKA

Bilal M, Voin V, Topale N, Iwanaga J, Loukas M, and Tubbs RS. (2017). The
Clinical anatomy of the physical examination of the abdomen: A
comprehensive review.
CDC. 2000. Explosion and Blast Injuries. Department of Health and Human
Services: USA.
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Katie O'Neill. Et al. Teach Me Anatomy. 2018. The Abdomen.


(https://teachmeanatomy.info/abdomen)
K.I. Bland et al. (eds.). 2011. Trauma Surgery, 19. DOI 10.1007/978-1-84996-
375-6_2,. Springer-Verlag London Limited.
Legome, Eric L. 2017. Blunt Abdominal Trauma. Emedicine. WebMD. Diakses
pada 1 November 2018, (http://emedicine.medscape.com/article/433404-
print)
LeMone, Burke, Bauldoff. 2011. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in
Patient Care, 5th Edition. Pearson Education.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta
Offner, Patrick. 2017. Penetrating Abdominal Trauma. Emedicine. WebMD.
Diakses pada 1 November 2018,
(https://emedicine.medscape.com/article/2036859-print)
Panchal HA et al. Int Surg J. 2016 Aug;3(3):1392-1398. DOI:
http://dx.doi.org/10.18203/2349-2902.isj20162717. International Surgery
Journal
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal – Bedah Brunner and
Suddarth Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC.
Steve S. Bhimji dan Bracken Burns. 2018. Penetrating Abdominal Trauma. NCBI
Bookshelf: A service of the National Library of Medicine. StatPearls
Publishing.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459123/?
report=printable diakses 31 Oktober 2018.

65

Downloaded by Suci Maudy (ceruleanroseblue@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai