Anda di halaman 1dari 5

.

quickedit{ display:none; }

Media Pembelajaran

PENDIDIKAN SOSIOLOGI UNISMUH


MAKASSAR
About Me
UNKNOWN

L I H AT P R O F I L L E N G K A P K U

Kamis, 01 November 2012


Blogger templates
PERSPEKTIF AUGUSTE COMTE TENTANG
MASYARAKAT
Popular Posts
BAB I
PENDAHULUAN
ANTOLOGI, EPISTIMOLOGI, DAN AKSIOLOGI
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI. I.
LATAR BELAKANG
PENGANTAR Filsafat adalah akar dari segala
Meskipun Comte yang memberikan istilah “positivistis”, gagasan yng terkandung didalam pengetahuan manusia baik pengetahuan ilmiah
bukan dari dia asalnya. Kaum positivistis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari m...
alam dan bahwa metode – metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan
hukum-hukumnya, sudah tersebar luas dikalangan intelektual dimna Comte hidup. Tetapi RUANG LINGKUP ILMU SOSIAL SEBAGAI
PROGRAM PENDIDIKAN
sementara kebanyakan orang kelompok positivis berasal dari kalangan orang-orang yang
Makalah Kelompok RUANG LINGKUP ILMU
progresif, yang bertekad mencampakkan tradisi- tradisi irasional dan memperbaharui
SOSIAL SEBAGAI PROGRAM PENDIDIKAN ...
masyarakat menurut hokum alam sehingga menjadi lebih rasional, Comte percaya bahwa
penemuan hukum – hukum alam itu akan membukakan batas – batas yang pasti yang melekat PERSPEKTIF AUGUSTE COMTE TENTANG
dalam kenyataan social, dan melampaui batas – batas itu usaha pembaruan akan merusakkan MASYARAKAT
dan menghasilkan yang sebaliknya. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organic yang kenyataannya lebih Meskipun Comte yang memberikan istilah
daripada sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung, tetapi untuk mengerti “positivistis”, gagasan yng terkandung didalam bu...

kenyataan ini, metode penelitian empiris harus digunakan dengan keyakinan bahwa
ETIKA PROFESI KEGURUAN
masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik.
Tugas : Individu Mata Kuliah : Etika
Profesi Keguruan Dosen : Muliani Azis,
RUMUSAN MASALAH M.pd Etika Profesi ...
Bagaimanakah perspektif positivistis August Comte terhadap masyarakat ?
Bagaimana hukum tiga tahap menurut August Comte ? PENTINGNYA PROFESIONALISME GURU
Bagaimana hubungan tahap-tahap intelektual dan organisasi social ? INDONESIA

Bagaimana prinsip-prinsip keteraturan social ? PENTINGNYA PROFESIONALISASI DALAM


PENDIDIKAN Tuntutan terhadap lulusan dan
Bagaimanakah agama humanitas menurut comte ?
layanan lembaga pendidikan yang bermutu
semakin mendesak k...

Teori Nature Dalam Gender


TUJUAN PENULISAN BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1. Untuk mengetahui perspektif positivistis August Comte terhadap masyarakat. Peran laki-laki dan perempuan secara sosial,
2. Mengetahui hukum tiga tahap menurut August Comte. bukanlah sesuatu yang given dan kodrati ...

3. Mengetahui hubungan tahap-tahap intelektual dan organisasi social.


AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 2
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip keteraturan social.
Tugas Individu RANGKUMAN MATERI AL-ISLAM
5. Mengetahui agama humanitas menurut comte.
KEMUHAMMADIYAHAN 2 NAMA : MUH. ...

TEORI SOSIOLOGI KLASIK DAN MODERN


Orientasi Agama, Pola Motivasi, dan Rasionalisasi
A. Weber dan Marx Mengenai Pengaruh Ide
Agama Menurut Marx, perjuangan kelas meru...

Blog Archive

► 2013 (2)

▼ 2012 (6)
▼ November (2)
ANTOLOGI, EPISTIMOLOGI, DAN
AKSIOLOGI
PERSPEKTIF AUGUSTE COMTE
TENTANG MASYARAKAT

► Oktober (4)

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN DAN PANDANGAN POSITIVISTIS COMTE TERHADAP
MASYARAKAT.
Positivisme adalah ajaran bahwa hanya fakta yang dapat diuji yang melandasi
pengetahuan yang sah. Maka model teologis dan metafisika dianggap sebagai permainan kata
atau spekulasi liar. Sehingga Comte menolak cara berfikir orang purba yang menjadikan
agama sebagai penginterpretasi terhadap gejala-gejala.
Gagasan tentang perspektif ilmu pengetahuan dalam mengkaji prilaku manusia muncul
pada pertengahan abad ke - 19 dari seorang filosof Perancis “Auguste Comte” (1798 – 1857).
Tujuan Comte adalah membangun perspektif sosiologi dalam satu fondasi positivistic dengan
ilmu-ilmu alam.
Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah ini sebagai
puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis melalui nama semua ilmu-ilmu lainnya
sudah melewatinya. Kemajuan ini mencakupperkembangan mulai dari bentuk bentuk
pemikiran teologi purba, penjelasan metafisik, dan akhirnya samapi keterbentuknya hukum-
hukum ilmiah yang positif.
Mengatasi cara-cara berfikir mutlak yang terdapat dalam tahap-tahap pra positif,
menerima kenisbian pegetahuan kita serta terus menerus terbuka terhadap kenyataan-
kenyataan baru, merupakan cirri khas yang membedakan pendekatan positive yang
digambarkan Comte. Dia menulis :
Kalau kita memandang semangat positive itu dalam hubungannya dengan konsepsi
ilmiah.. kita akan menemukan bahwa pilsafat ini dibedakan dari metafisika-teologis oleh
kecenderungannya untuk menisbikan ide-ide yang tadinya dipandang mutlak… dalam
suatu pandangan ilmiah,pertentangan antara yang nisbih dan yang mutlak dapat dilihat
sebagai perwujudan yang paling menentukan dari perselisihan antara filsafat modern dan
filsapat kuno. Semua penelitian mengenai hakikat dari segala yang ada tentang sebab-
sebab pertama dan terakhir, harus selalu mutklak ; sedangkan study mengenai hukum
gejala harus bersifat nisbih karna study itu mengandaikan suatu kemajuan pemikiran
terus menerus, yang tunduk pada penyempurnaan pengamatan secara bertahap, tanpa
pernah akan membukakan secara penuh kenyataan setepat-tepatnya; jadi sifat nisbih
konsepsi ilmiah tidak terpisahkan dari pengertian yang tepat mengenai hukum-hukum
alam, seperti halnya kecenderungan khayali akan pengetahuan mutlak yang menyertai
setiap penggunaan fiksi teologis dan hal-hal metafisik.
Pokok pandangan yang dinyatakan Comte dengan agak angkuh ini, wajar dalam disiplin
sosiologi masa kini, yang sulit untuk menilai secara tepat bagaimana pentingnya suatu
perubahan yang terjadi dimasa comte.
Sesudah mementukan sifat epistimologi umum (seperangkat gagasan) dari pendekatan
positif, comte lalu menunjukkan metode-metode khusus penelitian empiris yang sama untuk
semua ilmu : pengamata, eksperimen, dan perbandingan.

HUKUM TIGA TAHAP


Hukum tiga tahap merupakan usaha comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat
manusia dari masa primitive sampai kepada peradaban prancis abad ke 19 yang sangat maju.
Hukum ini yang mungkin paling terkenal dari gagasan gagasan teortis pokok comte, tidak lagi
di terima sebagai suatu penjelasan mengenai perubahan sejarah secara memadai. Juga terlalu
luas dan umum sehingga tidak dapat benar benar tunduk pada pengujian empiris secarah teliti,
yang menurut comte harus ada untuk membentuk hukum hukum sosiologi.
Singkatnya, hukum itu menyatkan bahwa masyarakat (umat manusia) berkembang
melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini dtentukan menurut cara berfikir yang dominan
teologis, metafisik, dan positive. Lebih lagi, pengaruh cara berfikir yang berbeda-beda ini
meluas kepola kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat. Adi watak stuktur sosial
masyarakat bergantung pada gaya etimologisnya atau pandangan dunia, atau cara mengenal
dan menjelaskan gejala yang dominan.
Karakter yang khusus dari ketiga tahap ini disajikan secara singkat sebagai berikut:
Dalam fase teologis, akal budi manusia, yang mencari kodrat dasar manusia, yakni
sebab pertama dan sebab akhir (asal dan tujuan) dari segala akibat, pengetahuan absolute
mengandaikan bahwa gejala dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal-hal supernatural.
Dalam fase metafisik, yang hanya merupakan suatu bentuk lain dari yang pertama,
akal budi mengandaikan bukan hal sipranatural, melainkan kekuatan-kekuatan abstrak, hal-hal
yang benar-benar nyata melekat pada semua benda (abstraksi-abstraksi yang dipersonifikasi),
dan yang mampu menghasilkan semua gejala.
Dalam fase terakhir, yakni fase positif, akal budi sudah meniggalkan pencarian yang
sia-sia terhadap pengertian-pengertian absolute, asal dan tujuan alam semesta, serta sebab-
sebab gejala, dan memusatkan perhatiannya pada studi tentang hukum-hukumnya yakni
hubungan-hubungan urutan dan persamaannya yang tidak berubah. Penalaran dan
pengamatan, digabumgkan secara tepat, merupat sarana-sarana pengetahuan ini.
Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah manusia, dan untuk
analisa yang lebih terperinci, Comte membaginya kedalam periode fetisisme, politisme, dan
monoteisme,. Fetisisme, bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitive, meliputi
kepercayaan bahwa semua bena memiliki kelengkapan kekuatan hidup sendiri. Akhirnya
fetisisme diganti dengan kepercayaan akan sejumlah hal-hal supernatural yang meskipun
berbeda dengan benda-benda alam, namun terus mengontrol semua gejala alam. Begitu
pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan banyak dewa itu diganti dengan kepercayaan
akan satu yang tiggi. Katolisisme di abad pertengahan meperlihatkan puncak tahap
monoteisme.
Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif.
Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat
ditemukan dengan akal budi. Protestantisme dan Deisme memperlihatkan penyesuaian yang
berturut-turut dari semangat teologis ke munculnya semangat metafisik yang mantap. Satu
manifestasi yang serupa dari semangat ini dinyatakan dalam Declaration of Independence: “
kita menganggap kebenara ini jelas dari dirinya sendiri…” Gagasan bahwa ada kebenaran
tertentu yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan sendirinya menurut pikiran
manusia, sagat mendasar dalam cara berfikir metafisik.
Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak; semangat
positivism memperlihatkan suatu keterbukan terus-menerus terhadap data baru atas dasar
mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan dipeluas. Akal budi penting, seperti dalam
periode metafisik, tetapi harus dipimpin oleh data empiris. Analisa rasional mengenai data
empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum dilihat
sebagai uniformitas empiris lebih dari pada kemutlakan metafisik.
Metode positif memungkinkan seseorang untuk menemukan dan memahami hukum-
hukum alam dan gejala-gejala sosial, sehingga mampu mengembangkan potensi intelekual
dan tatanan moral yang akan menyatukan kemajuan dan keteraturan bertentangan dengan
situasi kacau yang masih berlangsung sekarang ini, sosiologi harus merupakan ilmu yang
terpadu dan menyatu, berdasarkan metode positif yang secara langsung memberi sumbangan
terhadap evolusi sebuah tatanan moral. Oleh karena itu, Comte memandang seluruh
pengetahuan sebagai ilmu sosial alam dalam pengertianya yang luas karena ia
menggambarakan perkembangan konteks sosial, khususnya sebagai salah satu dari tiga
tahapan intelektual tersebut.
HUBUNGAN ANTARA TAHAP-TAHAP INTELEKTUAL DAN ORGANISASI SOSIAL
Argumentasi-argumentasi Comte untuk menjelaskan hubungan-hubungan secara terperinci
menekankan bahwa dalam tahap teologis, dukungan dari otoritas religius yang mengesahkan
adalah perlu menanamkan disiplin sosial yang perilaku untuk kegiatan militer. Kegiatan
militer diperlukan hanya karena hal itu merupakan cara yang paling menarik dan paling
sederhana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan materil. Juga mentalitas teologis dan
militer, seperti yang dianalis Comte, sangat bersifat mutlaki.
Selama periode teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan (meskipun ada
kelompok-kelompok yang lebih besar yang didirikan untuk kegiatan militer, atau sebagai hasil
dari pengadaan militer). Dalam periode metafisik Negara-negara menjadi suatu organisasi
yang dominan. Comte optimis bahwa munculnya tahap positif, nasionalisme akan digantikan
dangan keteraturan sosial yang meliputi humanitas seluruhnya. Terkandung dalam diskusi
mengenai arti sosial dari ketiga fase ini. Adalah pengaruhnya terhadap perasaan manusia.
Sehubungan dengan evolusi intelektual, ada evolusi perasaan yang dibatasi oleh lingakaran
yang makin lama makin luas dengan mana individu menentukan ikatan-ikatan emosionalnya.
Pada tahap awal manusia dikenal terutama dengan keluarganya; kemudian ikatan emosional
meluas; akhirya manusia terasa terikat dengan humanitas keseluruhannya.
Comte mungkin mau menjelaskan bagaimana penjelasan-penjelasan religius mengenai
berbagai gejala disebagian besar kalangan penduduk modern masih diberikan dengan cara ini.
Tetapi kebanyakan ahli sosiologi agama masa kini akan mengemukaan bahwa pemikiran
agama modern berorientasi dunia pengetahuan yang berbeda secara kualitatif dari ilmu
pengetahuan ; miasalnya, ilmu berhubungan dengan penjelasan mengenai gejala empiris,
tetapi agama berhubungan dengan pertanyaan tentang arti tujuan hidup, yang tidak biasa
dijawab dengan metode-metode ilmiah.
Cepatnya perubahan dari satu tahap intelektual ke yang berikutnya, berlainan dalam
periode sejarah yang berbrda-beda. Beberapa periode ditandai dengan stabilitas yang agak
tinggi, apabila konsensus atas dasar kepercayaan dan pandangan-harmonis pandangan adalah
relatif tinggi, dan organisasi sosial, struktur politik, cita-cita moral, dan kondisi-kondisi
materil memperlihatkan suatu tingkat saling ketergantungan harmonis yang tinggi. Sebaliknya
periode-periode dimana perubahan yang pesat dari suatu tahap (tahap kecil) ke tahap
berikutnya sedang terjadi, ditandai oleh kekacauan intlektual dan sosial.
makin besar kekacauan dalam masa peralihan dan makin lama berlangsungnya, makin
menunjukkan terjadinya pergeseran dari satu tahap evolusi ketahap berikutnya.
Meskipun hukum kemajuan menjamin evolusi jangka panjang dari suatu tahap ke tahap
berikutnya, berbagai faktor sekunder dapat mempercepat atau menghambat, misalnya
pertumbuhn penduduk. Proses evolusi dapat dihambat oleh dominasi filsafat yang
berkepanjangan, yang merupakan kiblat dari usaha-usaha kelompok konservatif untuk
mengatasi kekacauan suatu periode transisi dengan mengemukakan kembali metode yang
cocok dengan periode sebelumnya. juga dapat dihalangi oleh usaha untuk mengadakan
perubahan yang demikian radikalnya sehingga mereka menghancurkan keteraturan sosial
yang mendasar yang perlu untuk kemajuan intelektual atau sosial.
Comte sangat tajam dalam mencela mereka yang mau mengubah masyarakat tanpa
secukupnya sadar akan batas-batas yang diberikan oleh hukum-hukum dasar mengenai
kemajuan atau sumbangan-sumbangan yang bernilai secara sosial dari tahap-tahap
sebelumnya. Mereka yang mau meningkatkan kemajuan tanpa sadar akan persyaratan-
persyaratan keteraturan, sebenarnya mendukung bertahannya keadaan transisi anarkis.
PRINSIP- PRINSIP KETERATURAN SOSIAL
Analisa Comte mengenai keteraturan sosial dapat dibagi dalam dua fase. Pertama, usaha
untuk menjelaskan keteraturan sosial secara empiris dengan menggunakan metode positif.
Kedua, usaha untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang normatif
dengan menggunakan metode-metode yang bukan tidak sesuai dengan positivism, tetapi yang
menyagkut perasaan dan intelek.
Satu sumbangan sosial Comte yang penting dari tahap perkembangan pra-positif adalah
bahwa mereka mementingkan konsensus intelektual. Konsensus terhadap kepercayaan-
keparcayaan serta pandangan-pandangan dasar selalu merupakan dasar utama untuk
solidaritas dalam masyarakat. Karen kebanyakan sejarah manusia berada di bawah dominasi
cara berpikir teologis, tidak mengherankan kalau agama dilihat utama sebagai sumber
solidaritas sosial dan konsensus. Selain ini isi kepercayaan agama mendorong individu untuk
berdisiplin dalam mencapai tujuan yang mengatasi kepentingan individu dan meningkatkan
perkembangan ikatan emosional yang mempersatukan individu dalam keteraturan sosial.
Pentingnya agama dalam mendukung solidaritas sosial dapat dilihat dalam kenyataan
bahwa otoritas politik dan agama biasanya berhubungan erat. Singkatnya secara tradisional
agama sudah merupakan institusi pokok yang mementingkan akulturism dari pada egoism.
Comte berpandangan bahwa, individu sedemikian besarnya dipengaruhi dan dibentuk oleh
lingkungan sosial, sehingga satuan masyarakat yang asasi adalah bukan individu-individu,
melainkan keluarga-keluarga. Keteraturan sosial juga bergantung pada pembagian pekerjaan
dan kerja sama ekonomi.
Comte mengemukakan bahwa pemerintah merupakan suatu gejala sosial alamiah yang
dapat diruntut bentuk dasarnya, sampai pada masyarakat-masyarakat primitive. Tetapi
pemerintah akan meluas, begitu masyarakat menjadi menjadi lebih kompleks karena
bertambahnya pembagian kerja.
AGAMA HUMANITAS
Dengan agak sederhana comte mengemukakan gagasan untuk mengatasi masalah ini
dalam tahap kedua dari karirnya, dengan mendirikan suatu agama baru ( Agama Humanitas)
dan mengangkat dirinya sebai imam agung. Ini aspek kedua dari perhatian comte mengenai
keteraturan sosial. Aspek pertama meliputi suatu analisa obyektif mengenai sumber-sumber
stabilitas dalam masyarakat ; fase kedua ini meliputi usaha meningkatkan keteraturan sosial
dengan agama humanitas sebagai cita cita normatifnya. Ini merupakan pokok permasalahan
pertama dalam bukunya yang berjudul “ Sistem Of Positive Politic”
Banyak ahli menyetujui bahwa buku comte yang berjudul “ Sistem Of Positive Politic” itu
secara intelektual tidak semutu bukunya yang terdahulu, “Course Of Positive Philosophy”.
Beberapa kritik mengatakan bahwa comte sudah gila ketika dia memulai karyanya ini.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penjelasan dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori-teori comte
merpakan contoh yng sama dri type mekanis eorik dan organik. Dalam menaggapi kekacaun
politik dalam masanya, dalam posisi ada tradisi pencerahan filsafat, ia mengembangkan model
naturalisik dan konservativ dari realitas sosial yang didasarkan pada sumsi determanistik dan
anturlistik yang menyankut gejala sosial. Menurur ahli teori ini, sistem sosial terdiri dari statis
dan dinamis yang didasarkan pada seperangakt nilai sosial terentu yang pada akhirnya
ditemukan pada naluri kemanusian sebagai dasardari tata aturan alam.
Struktur-struktur sosial sebga satu kesatuan yang berkembang melalui tiga tahapan
utama, tahapan teologis, metafsis, dan pisitivistis sebagai proses peradaban dan pengaruh
faktor-faktor tertentu, sepeti keboosanan, harapan hidup, sifat-sifat populasi, mengubah
pondasi masyarakat dari tatanan naluri yang rendah menuju tatanan yang tinggi dan mengarah
pada penekannan yang lebih bersifat intelektual dan positiv.

SARAN
Semoga makalah ini bias memberikan manfaat untuk kita semu dan kelompok kami
menyarankan jangan puas dengan apa yang ada dalam isi makalah kami karna masih banyak
lagi sumber referensi yang lain.

Diposting oleh Unknown di 04.12

0 komentar:

Posting Komentar

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: MELKY NAHAK Logout

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Beranda
Posting Lebih Baru Posting Lama

Blogger news Blogroll About

Copyright © 2020 PENDIDIKAN SOSIOLOGI UNISMUH MAKASSAR. Designed for Listen to radio - Music entertainment gossip, music logos, music businesses

Anda mungkin juga menyukai