Anda di halaman 1dari 17

BAB Ix

PANCASILA SEBAGAI
DASAR NILAI
PENGEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR ILMU PENGEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN
INTRODUKSI

Materi “Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengetahuan”


pada bab ini memfokuskan kajian mengenai Nilai-nilai Pancasila yang tidak hanya
menjadi pedoman dalam bertindak di masyarakat, namun juga harus menjadi
dasar dalam bidang keilmuan dan profesi. Mahasiswa dapat dikatakan menguasai
materi pada bab IX tercermin pada terpenuhinya capaian pembelajaran
sebagaimana berikut ini:

1. mampu mendeskripsikan

3.
kedudukan Pancasila sebagai dasar mampu Mendeskripsikan
pengembangan ilmu pengetahuan implementasi hidup ber-Pancasila
sesuai dengan bidang ilmu

2.
mamapu mendeskripsikan
keterkaitan antara Pancasila
dengan bidang ilmu yang ada di
perguruan tinggi

Ilmu pengetahuan merupakan salah


satu pilar penting dalam membangun
peradaban manusia. Tidak ada kemajuan
suatu peradaban tanpa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai
terapannya. Padahal kemampuan literasi
pelajar Indonesia (mencakup kemampuan
membaca, kemampuan penguasaan
matematika dan sains), sebagai salah satu prasyarat penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, berada pada peringkat 62 hasil tes PISA (Program
for International Student Assesment) dari 72 negara yang dilakukan OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development) pada 2015. Melihat
realita ini, mahasiswa diharapat dapat terpacu untuk lebih giat lagi untuk
membaca sebagai syarat penguasaan ilmu serta mampu menerapkan ilmu yang
telah didapat di bangku perkuliahan dalam kehidupan sehari-hari yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

118
STIMULAN

Pada bagian ini, berisi contoh kasus yang terjadi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Mahasiswa diminta untuk memahami kasus yang
dipaparkan kemudian memberikan tanggapan. Salin itu, mahasiswa juga diminta
untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan dari kasus-kasus tersebut.

Kasus Pertama
Andre adalah seorang tenaga medis yang baru saja lulus. Andre kemudian
mendaftarkan diri pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit
sebagai tenaga medis yang bertugas menangani karyawan serta masyarakat sekitar
tempat bertugas. Setelah lulus tes dan diterima, pihak perusahaan akhirnya
menempatkan Andrea di daerah luar Jawa untuk menjadi tenaga medis pada salah
satu anak perusahaan. Hanya saja setelah mengetahui akan ditempatkan di luar
Jawa, Andre justru mengundurkan diri. Andre beralasan jika daerah yang akan
menjadi tempat tugasnya masih terpencil, sekaligus sangat berbeda dengan
lingkungan tempat tinggalnya di kota. Padahal perusahaan yang akan ditempati
Andre sangat membutuhkan tenaga medis, termasuk masyarakat sekitar
perusahaan tersebut. Pihak perusahaan padahal siap untuk memberikan berbagai
fasilitas mulai dari tempat tinggal, kendaraan, hingga gaji yang sesuai.

Pertanyaan untuk mahasiswa:


1. Apa pendapat Saudara terkait munculnya
persoalan di atas?
2. Apakah keputusan Andre yang menolak
untuk ditempatkan di daerah terpencil
bertentangan dengan semangat nilai-nilai
Pancasila?
3. Apakah keputusan perusahaan yang bersedia
memberikan berbagai fasilitas dan gaji yang
sesuai pada Andre sudah tepat?
4. Apakah nilai-nilai Pancasila diperlukan bagi
setiap profesi, tidak terkecuali tenaga medis?

119
Kasus Kedua
Ekploitasi kekayaan alam yang merusak lingkungan masih kerap muncul di
masyarakat Indonesia. Seperti yang dilansir liputan6.com (2019), Walhi beranggapan
bahwa aktivitas tambang menjadi salah satu faktor kerusakan lingkungan di Jawa
Barat. Aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa adanya kesadaran sosial,
memang bisa menimbulkan dampak negatif. Kalangan profesionalisme selain
mencari keuntungan dari segi bisnis, seharusnya juga memperhatikan dampak
negatif dari lingungan masyarakat tempatnya beraktivitas.

Pertanyaan untuk mahasiswa:


1. Apa pendapat Saudara terkait munculnya persoalan di
atas?
2. Apakah aktivitas pertambangan yang dilakukan
kalangan profesional yang tidak mengindahkan dampak
lingkungan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila?
3. Bagaimana sikap yang seharusnya ditunjukan
masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah
dalam menghadapi problematika di atas?
4. Apakah di daerahmu juga muncul kasus serupa seperti
di atas?

Freeport
sumber gambar:
https://tajukonline.com/

120
BAHASAN
Metode perkuliahan adalah bagian dari strategi pembelajaran yang berfungsi
sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi
latihan kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan tertentu. Penyajian materi pada
bab ini berupa:

Alat, bahan
Metode pembelajaran Alokasi waktu dan sumber belajar

Ceramah, brainstroming, 100 menit alat tulis, papan tulis,


focus group discussion LCD, lembar kerja individu,
dan tanya jawab dan lembar kerja kelompok.

ASUPAN

Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai terapannya telah merambah berbagai


bidang kehidupan manusia secara ekstensif dan mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola pikir dan budaya manusia
(Iriyanto, 2005). Dampak dari perubahan yang terjadi, terutama yang negatif seperti
manipulasi kemajuan teknologi pada tumbuh dan kembang dimensi psikologis anak
yang menjadikan mereka lebih individualis di tengah kebutuhan mengenali
lingkungan sosialnya, telah menjadikan reorientasi pengembangan ilmu
pengetahuan menjadi penting. Dalam konteks reorientasi inilah Pancasila sebagai
sumber pengembangan ilmu pengetahuan diwacanakan.

Wacana Pancasila sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi menggambarkan Pancasila sebagai suatu sumber orientasi dan arah
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimulai dari 1) ilmu pengetahuan
dalam perspektif historis, 2) komponen-komponen dalam sistem ilmu pengetahuan,
3) pilar-pilar penyangga eksistensi ilmu pengetahuan, 4) prinsip-prinsip berfikir
ilmiah, dan 5) Pancasila sebagai dasar bagi pilar-pilar penyangga eksistensi ilmu
pengetahuan.

121
1.Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Historis
Problematika keilmuan dalam era millenium ketiga ini tidak terlepas dari
sejarah perkembangan ilmu pada masa-masa sebelumnya. Karena itu, untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif, perlu dikaji aspek kesejarahan
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sini problematika
keilmuan dapat diantisipasi dengan merumuskan kembali kerangka dasar nilai
bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Kerangka dasar nilai ini harus
menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip
kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut
dekade waktu dan menciptakan jamannya. Dimulai dari jaman Yunani Kuno,
Abad Tengah, Abad Modern, sampai Abad Kontemporer. Pada masa Yunani
Kuno (abad ke-6 SM - 6M)—saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu
pengetahuan identik dengan filsafat yang memiliki corak mitologis. Alam
dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni bahwa ada peranan
para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana
pun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos lebih
jauh dunia pergejalaan untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan
abadi, di balik yang bhineka, berubah, dan sementara.

Socrates
sumber gambar:
https://www.lampost.co/

Setelah itu timbul gerakan demitologisasi yang


dipelopori filsuf pra-Sokrates dengan kemampuan
rasionalitasnya, sehingga filsafat mencapai puncak
perkembangannya, seperti yang ditunjukkan oleh
trio filsuf besar Socrates, Plato dan Aristoteles.
Filsafat yang semula bersifat mitologis berkembang
menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi berbagai
macam bidang. Aristoteles membagi pembidangan
ilmu menjadi ilmu pengetahuan poietis (terapan),
ilmu pengetahuan praktis (etika, politik), dan ilmu
pengetahuan teoretik (ilmu alam, ilmu pasti, dan
filsafat pertama atau kemudian disebut metafisika).
Namun, perlu dicatat bahwa ilmu pengetahuan yang
dibangun filsuf Yunani bersifat spekulatif, karena
murni hasil olah pikir (dikenal dengan pola berpikir
deduktif) dan belum diuji secara empiris (M.
Kartanegara, 2002: 66).

122
Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M) pasca Aristoteles filsafat Yunani Kuno
menjadi ajaran praksis yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa, Epicuri, dan
Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Romawi
yang mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harus
mengabdi kepada agama (Ancilla Theologiae). Filsuf besar yang berpengaruh
saat itu, yaitu Augustinus dan Thomas Aquinas, pemikiran mereka memberi ciri
khas pada filsafat Abad Tengah. Filsafat Yunani Kuno yang sekuler kini dicairkan
dari antinominya dengan doktrin gerejani, sehingga filsafat menjadi bercorak
teologis. Biara tidak hanya menjadi pusat kegiatan agama, tetapi juga menjadi
pusat kegiatan intelektual—walau masih berfokus pada pola berpikir deduktif
(M.A. Fattah Santoso, 2016).

Bersamaan dengan itu kehadiran para


filsuf Muslim tidak kalah penting seperti
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd,
hingga Al-Gazali yang telah menyebarkan
filsafat Aristoteles dengan
merevitalisasinya di Bagdad (Irak) dan
membawanya ke Cordova (Spanyol) untuk
kemudian diwarisi oleh dunia Barat
melalui kaum Patristik dan kaum Skolastik.
Revitalisasi filsafat warisan Yunani di dunia
Muslim lebih jauh melahirkan ilmu
pengetahuan yang berbasis empiri.
Termotivasi oleh nilai-nilai Islam, para
ilmuwan Muslim mengenalkan sumber

pengetahuan baru, tidak saja empiri (alam dan manusia), namun juga wahyu
(teks ajaran) yang ketika digunakan sebagai sumber pengetahuan untuk
memahami Islam sebagai system of religion (hubungan manusia dengan
Tuhannya—aqidah dan ibadah) telah melahirkan, misalnya, Ilmu Kalam dan Ilmu
Fikih. Sementara itu, empiri (alam dan manusia) telah digunakan ilmuwan
Muslim waktu itu untuk memahami Islam sebagai system of life sehingga
mereka melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu matematika dan alam, bahkan
merintis ilmu sosial, melalui penerapan metode baru, yaitu observasi dan
eksperimentasi. (M.A. Fattah Santoso, 2016).

123
Jabir ibn Hayyan Al-Khawârijmî Ibn Al-Haytsâm

Ibnu Sina Abu Al-Qâsim al-Zahrâwî Ibn Khaldun

Metode empiri, baik eksperimentasi maupun observasi, dengan demikian,


lahir dari peradaban Islam. Sebagai konsekuensi, peradaban Islam mengalami
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sehingga era itu
disebut dengan golden era. (Ahmed, 2013). Beberapa nama ilmuwan yang
namanya relatif abadi sampai sekarang karena kontribusi ilmunya adalah Jabir
ibn Hayyan (721-815 M), bapak Ilmu Kimia; Al-Khawârijmî (780-850 M), bapak
Aljabar dan logaritma diambil dari namanya Algorithm (versi bahasa Latin); Ibn
Al-Haytsâm (965-1040), matematikawan dan ahli astronomi yang lebih dikenal
dengan bapak Ilmu Optik dan perintis metode ilmiah dengan delapan langkah
yang dikenal sekarang; Ibn Sînâ (980-1037), bapak Ilmu Kedokteran dan Ilmu
Farmasi; dan Abu Al-Qâsim al-Zahrâwî (936-1013), bapak pembedahan modern;
dan Ibn Khaldun (1332-1406), bapak Filsafat Sejarah dan bapak Ilmu al-`Umrân
(Sosiologi dan Antropologi).

Prestasi ilmuwan Muslim di abad pertengahan telah menginspirasi dan


menjadi landasan bagi lahirnya Abad Modern (abad ke-18-19 M) di Barat yang
dipelopori oleh gerakan Renaissance di abad ke-15 dan dimatangkan oleh
gerakan Aufklaerung di abad ke-18, dan melalui langkah-langkah
revolusionernya filsafat dan ilmu pengetahuan memasuki tahap baru atau
modern. Kepeloporan revolusioner yang telah dilakukan oleh anak-anak
Renaissance dan Aufklaerung seperti Copernicus, Galileo Galilei, Kepler,
Descartes dan Immanuel Kant, telah memberikan implikasi yang amat luas dan
mendalam.

124
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut
dekade waktu dan menciptakan jamannya. Dimulai dari jaman Yunani Kuno,
Abad Tengah, Abad Modern, sampai Abad Kontemporer. Pada masa Yunani
Kuno (abad ke-6 SM - 6M)—saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu
pengetahuan identik dengan filsafat yang memiliki corak mitologis. Alam
dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni bahwa ada peranan
para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana
pun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos lebih
jauh dunia pergejalaan untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan
abadi, di balik yang bhineka, berubah, dan sementara (T. Yacob, 1993).

Setelah itu timbul gerakan demitologisasi yang dipelopori filsuf pra-Sokrates


dengan kemampuan rasionalitasnya, sehingga filsafat mencapai puncak
perkembangannya, seperti yang ditunjukkan oleh trio filsuf besar Socrates, Plato
dan Aristoteles. Filsafat yang semula bersifat mitologis berkembang menjadi
ilmu pengetahuan yang meliputi berbagai macam bidang. Aristoteles membagi
pembidangan ilmu menjadi ilmu pengetahuan poietis (terapan), ilmu
pengetahuan praktis (etika, politik), dan ilmu pengetahuan teoretik (ilmu alam,
ilmu pasti, dan filsafat pertama atau kemudian disebut metafisika). Namun, perlu
dicatat bahwa ilmu pengetahuan yang dibangun filsuf Yunani bersifat spekulatif,
karena murni hasil olah pikir (dikenal dengan pola berpikir deduktif) dan belum
diuji secara empiris (M. Kartanegara, 2002: 66).

2.Beberapa Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan

Melalui kajian sejarah kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan di


atas, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dua
aspek yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural. Aspek fenomenal
menunjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujud dalam bentuk masyarakat,
proses, dan produk. Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di
dalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
Ada alasan dan motivasi
a. Sasaran yang dijadikan objek
untuk diketahui (Gegenstand). c. mengapa gegenstand itu terus-
menerus dipertanyakan.

Objek sasaran ini terus-menerus


Jawaban-jawaban yang
dipertanyakan dengan suatu
b. cara (metode) tertentu tanpa
mengenal titik henti.
d. diperoleh kemudian disusun
dalam suatu kesatuan sistem

(Koento Wibisono, 1985).

125
Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah rasional,
antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis
dan mimbar akademis). Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan
negatif. Positif dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong
kehidupan manusia ke suatu kemajuan (progress, improvement) dengan
teknologi yang dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-
kemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan
kemakmuran hidupnya secara fisik-material. Negatif dalam arti ilmu
pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmiah dengan
menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat menghancurkan

3.Pilar-pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya yaitu pilar


ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar
filosofis keilmuan. Ketiganya berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan
bersifat integratif serta prerequisite (saling mempersyaratkan). Pengembangan
ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

PILAR
a. Pilar ontologi (ontology). Pilar ini selalu menyangkut problematika tentang
keberadaan (eksistensi) yang terkait dengan aspek kuantitas dan kualitas.
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan
asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi
interdisipliner dan multidisipliner. Pengalaman ontologis juga membantu
pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan
kombinasi antar ilmu. Misal, masalah kemakmuran sebagai tujuan
kemerdekaan bangsa Indonesia berbasis Pancasila, tidak dapat hanya
ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada
kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka perlu
bantuan ilmu lain seperti ilmu politik, sosiologi, dan ilmu budaya.

126
b. Pilar epistemologi (epistemology). Pilar ini selalu menyangkut problematika
tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh
kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran,
sistem, prosedur, hingga strategi. Pengalaman epistemologis dapat
memberikan sumbangan bagi kita berupa: (a) sarana legitimasi bagi ilmu
atau menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu; (b) memberi kerangka
acuan metodologis pengembangan ilmu; (c) mengembangkan ketrampilan
proses; dan (d) mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

c. Pilar aksiologi (axiology). Pilar ini selalu berkaitan dengan problematika


pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan,
pengembangan atau penerapan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat
memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, serta mengembangkan
etos keilmuan seorang profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno, 2009).

4.Prinsip-prinsip Berpikir Ilmiah

a. Objektif
Cara memandang masalah apa adanya,
terlepas dari faktor-faktor subjektif
d. Metodelogis
(misal: perasaan, keinginan, emosi, sistem
keyakinan, otoritas) Selalu menggunakan cara dan metode
keilmuan yang khas dalam setiap berfikir
b. Rasional
dan bertindak (misal: induktif, dekutif,
Menggunakan akal sehat yang dapat sintesis, hermeneutik, intuitif)
dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melepaskan unsur perasaan, e. Sistematis
emosi, sistem keyakinan dan otoritas Setiap cara berfikir dan bertindak
menggunakan tahapan langkah prioritas
c. Logis
yang jelas dan saling terkait satu sama
Berfikir dengan menggunakan azas lain, serta memiliki target dan arah tujuan
logika/runtut/ konsisten, implikatif. Tidak yang jelas.
mengandung unsur pemikiran yang
kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu
rasional, begitu sebaliknya yang rasional
pasti logis

127
5.Nilai-nilai Dasar Pancasila bagi Strategi Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Bangsa Indonesia meletakkan Pancasila sebagai nilai dasar pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian nilai dasar menggambarkan
Pancasila sebagai suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam
konteks sebagai nilai dasar, Pancasila mengandung dimensi ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuan
sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal titik
henti atau “an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai
masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila
dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensi
aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu
adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut
memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu
situasi kondusif baik struktural maupun kultural.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa


berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam
Pancasila adalah sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan
menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa
dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya
dan bukan pusatnya.

b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: memberi arah pada dan
mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan
pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk
kelompok, lapisan tertentu.

c. Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam


sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan
sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk
kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu
integrasi.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan: mengimbangi otodinamika ilmu
pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa.
Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus
demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari
kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

128
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menekankan ketiga
keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan
komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak
boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan
yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.

5.Implementasi Hidup Ber-Pancasila Sesuai dengan


Bidang Ilmu
Pusat Kurikulum Depdiknas (2010) menyatakan
bahwa dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan
pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah
teridentifikasi delapan belas nilai yang bersumber
dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional. Pengembangan iptek harus
senantiasa didasarkan atas sikap human-religius.
Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam 12 bidang
pembagian rumpun ilmu oleh DIKTI (simlibtabmas)
adalah sebagai berikut:

a. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. MIPA merupakan ilmu dasar yang
penting untuk dikuasai sebagai pijakan untuk pengembangan ilmu dasar
maupu ilmu terapan. Tentu saja nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasar
dalam pengembangan ilmu MIPA. Termasuk para kalangan profesional yang
bergerak dalam bidang MIPA juga harus mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dalam berbagai aktivitas di dunia kerja. Misalnya saja berdoa
sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan, sebagai bentuk penerapan Sila
Pertama. Selain itu mengeksplorasi kondisi alam dan lingkungan sebagai
sarana menyadarkan umat manusia bahwa kekuasaan Tuhan YME di atas
segala-galanya.

b. Ilmu tanaman. Bidang kajian ini diantaranya meliputi pengembangan


varietas tanaman lokal, kepedulian lingkungan, pemenuhan ketahanan
pangan, keberpihakan pada petani, hingga pemanfaatan teknologi
pertanian. Kalangan profesional di bidang ini salah satunya bisa ikut
berperan dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sebagai
pengamalan sila kelima Pancasila. Dengan mengembangkan keilmuan di
bidang pangan yang berkualitas unggul, maka akan berdampak positif pada
ketahanan NKRI.

129
c. Ilmu hewani. Bidang kajian ini diantaranya meliputi pengembangan
peternakan modern yang berwawasan lingkungan, pengembangan varietas
ternak, menjaga hewan-hewan langka yang dilindungi, hingga pemanfaatan
biota laut berwawasan lingkungan. Sama seperti bidang ilmu tanaman,
kalangan profesional di bidang ini bisa ikut berperan dalam menciptakan
dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sebagai
pengamalan sila kelima Pancasila. Dengan mengembangkan keilmuan di
bidang hewani, setidaknya bisa memberikan kontribusi positif bagi
ketahanan masyarakat.

d. Ilmu kedokteran. Bidang kajian ini diantaranya meliputi mengembangkan


jiwa helper yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan
membantu memudahkan akses terhadap layanan kesehatan. Kalangan
profesional ini bisa ikut berperan dalam dalam menciptakan kemanusiaan
yang adil dan beradab sebagai pengamalan sila kedua Pancasila. Dengan
bekerja di daerah-daerah terpencil, setidaknya akan memberikan kontribusi
positif pada masyarakat yang membutuhkan bantuan medis. Menolong
orang tanpa memandang suku, ras, dan agama menjadi perwujudan
pengamalan sila kedua Pancasila.

e. Ilmu kesehatan. Bidang kajian ini diantaranya meliputi memberikan layanan


kesehatan mental, mencegah munculnya kasus-kasus gangguan mental,
hingga memberikan layanan perawatan kesehatan yang dilandasi kasih
saying. Serupa dengan bidang ilmu kedokteran, ilmu kesehatan juga bisa
ikut berperan dalam dalam pengamalan nilai-nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab sebagai perwujduan sila kedua Pancasila

f. Ilmu Teknik. Bidang kajian ini diantaranya meliputi pengembangan


teknologi yang mensejahterakan masyarakat, kepedulian lingkungan,
sehingga tidak sekedar eksploitasi kekayaan alam untuk kepentingan
manusia semata. Profesionalisme di bidang ini harus memahami nilai-nilai
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Berbagai aktivitas yang menyangkut
eksploitasi kekayaan alam harus benar-benar dipertimbangkan dengan
melibatkan saran dari berbagai pihak, sehingga penerapan sila keempat
Pancasila harus dilaksanakan.

130
g. Ilmu Bahasa. Bidang kajian ini diantaranya meliputi berkontribusi pada
pengembangan bahasa nasional agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri,
ikut menjaga kekayaan bahasa daerah, hingga pemanfaatan bahasa yang
santun sebagai alat komunikasi. Kalangan profesional di bidang ini sangat
memiliki peran dalam menciptakan persatuan Indonesia. Pengembangan
bahasa Indonesia hingga bisa diterima dengan mudah oleh berbagai pihak
di daerah-daerah, setidak menjadi salah satu bentuk dari pengamalan sila
ketiga Pancasila.

h. Ilmu ekonomi. Bidang kajian ini diantaranya meliputi pengembangan


ekonomi kerakyatan, keperpihakan pada usaha kecil dan menengah, hingga
kemudahan akses permodalan bagi masyarakat kecil. Kalangan
profesionalisme ini memiliki peran sangat besar dalam menciptakan
keadlian sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kesenjangan sosial yang
Rp terjadi di masyarakat harus bisa diminimalisir dengan berbagai terobosan-
terobosan keilmuan di bidang ekonomi. Namun jangan lupakan juga nilai-
nilai Ketuhanan dalam setiap aktivitas perekonomian, sehingga memiliki
nilai ibadah.

Ilmu sosial humaniora. Bidang kajian ini diantaranya meliputi politik yang
beradab, keadilan hukum, hingga pengembangan budaya yang
meneguhkan budaya lokal/nasional. Kalangan profesionalisme ini memiliki
peran dalam meletakan konsep-konsep nilai kemanusiaan, persatuan, dan
kerakyatan sehingga mudah difahami oleh masyarakat Indonesia. Tentu saja
dalam beraktivitas di dunia kerja, kalangan profesionalisme harus bisa
menjadi contoh teladan bagi masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai
sosial.

j. Filsafat dan agama. Bidang kajian ini diantaranya meliputi penguatan nilai-
nilai moral dan etika dalam kehidupan masyarakat. Kalangan profesional ini
memiliki peran yang cukup sentral dalam meletakan nilai-nilai Ketuhanan di
masyarakat. Menciptakan konsep-konsep penyelasaran antara agama
dengan filsafat yang mudah difahami, menjadi salah satu contoh
pengalaman nilai-nilai Pancasila.

131
k. Ilmu seni, desain, dan media. Bidang kajian ini dintaranya meliputi
menghasilkan seni yang dapat menjadi sarana utnuk memperhalus budi,
menghasilkan desain yang mengangkat kekayaan budaya lokal dan
berwawasan lingkungan, memanfaatkan media sebagai sarana untuk
berkomunikasi yang santun dan mempersatukan segenap lapisan
masyarakat. Kalangan profesional ini juga harus mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam aktivitas di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Salah
satunya dengan menciptakan karya seni, desain atau media yang selaras
dengan nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.
l. Ilmu Pendidikan. Bidang kajian ini dintaranya meliputi berkontribusi pada
meratanya akses pendidikan bagi segenap lapisan masyarakat, pendidikan
yang mengedepankan akhlak peserta didik, mengembangkan pendidikan
yang mampu membangun kompetensi peserta didik/tidak sekedar transfer
ilmu pengetahuan, meningkatkan minat baca/mengembangkan budaya
membaca/literasi di masyarakat, hingga pemanfaatan teknologi dalam
pembelajaran.

Perpustakaan
sumber gambar:
Pexel.com

132
SUMBER BACAAN
Iriyanto, Ws. 2009. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu Pascasarjana. Semarang.

Keraf, Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas.

Oesman, Oetojo dan Alfian (Ed.). 1990. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: BP-7 Pusat.

134

Anda mungkin juga menyukai