PANCASILA SEBAGAI
DASAR NILAI
PENGEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR ILMU PENGEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN
INTRODUKSI
1. mampu mendeskripsikan
3.
kedudukan Pancasila sebagai dasar mampu Mendeskripsikan
pengembangan ilmu pengetahuan implementasi hidup ber-Pancasila
sesuai dengan bidang ilmu
2.
mamapu mendeskripsikan
keterkaitan antara Pancasila
dengan bidang ilmu yang ada di
perguruan tinggi
118
STIMULAN
Pada bagian ini, berisi contoh kasus yang terjadi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Mahasiswa diminta untuk memahami kasus yang
dipaparkan kemudian memberikan tanggapan. Salin itu, mahasiswa juga diminta
untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan dari kasus-kasus tersebut.
Kasus Pertama
Andre adalah seorang tenaga medis yang baru saja lulus. Andre kemudian
mendaftarkan diri pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit
sebagai tenaga medis yang bertugas menangani karyawan serta masyarakat sekitar
tempat bertugas. Setelah lulus tes dan diterima, pihak perusahaan akhirnya
menempatkan Andrea di daerah luar Jawa untuk menjadi tenaga medis pada salah
satu anak perusahaan. Hanya saja setelah mengetahui akan ditempatkan di luar
Jawa, Andre justru mengundurkan diri. Andre beralasan jika daerah yang akan
menjadi tempat tugasnya masih terpencil, sekaligus sangat berbeda dengan
lingkungan tempat tinggalnya di kota. Padahal perusahaan yang akan ditempati
Andre sangat membutuhkan tenaga medis, termasuk masyarakat sekitar
perusahaan tersebut. Pihak perusahaan padahal siap untuk memberikan berbagai
fasilitas mulai dari tempat tinggal, kendaraan, hingga gaji yang sesuai.
119
Kasus Kedua
Ekploitasi kekayaan alam yang merusak lingkungan masih kerap muncul di
masyarakat Indonesia. Seperti yang dilansir liputan6.com (2019), Walhi beranggapan
bahwa aktivitas tambang menjadi salah satu faktor kerusakan lingkungan di Jawa
Barat. Aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa adanya kesadaran sosial,
memang bisa menimbulkan dampak negatif. Kalangan profesionalisme selain
mencari keuntungan dari segi bisnis, seharusnya juga memperhatikan dampak
negatif dari lingungan masyarakat tempatnya beraktivitas.
Freeport
sumber gambar:
https://tajukonline.com/
120
BAHASAN
Metode perkuliahan adalah bagian dari strategi pembelajaran yang berfungsi
sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi
latihan kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan tertentu. Penyajian materi pada
bab ini berupa:
Alat, bahan
Metode pembelajaran Alokasi waktu dan sumber belajar
ASUPAN
121
1.Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Historis
Problematika keilmuan dalam era millenium ketiga ini tidak terlepas dari
sejarah perkembangan ilmu pada masa-masa sebelumnya. Karena itu, untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif, perlu dikaji aspek kesejarahan
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sini problematika
keilmuan dapat diantisipasi dengan merumuskan kembali kerangka dasar nilai
bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Kerangka dasar nilai ini harus
menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip
kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut
dekade waktu dan menciptakan jamannya. Dimulai dari jaman Yunani Kuno,
Abad Tengah, Abad Modern, sampai Abad Kontemporer. Pada masa Yunani
Kuno (abad ke-6 SM - 6M)—saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu
pengetahuan identik dengan filsafat yang memiliki corak mitologis. Alam
dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni bahwa ada peranan
para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana
pun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos lebih
jauh dunia pergejalaan untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan
abadi, di balik yang bhineka, berubah, dan sementara.
Socrates
sumber gambar:
https://www.lampost.co/
122
Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M) pasca Aristoteles filsafat Yunani Kuno
menjadi ajaran praksis yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa, Epicuri, dan
Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Romawi
yang mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harus
mengabdi kepada agama (Ancilla Theologiae). Filsuf besar yang berpengaruh
saat itu, yaitu Augustinus dan Thomas Aquinas, pemikiran mereka memberi ciri
khas pada filsafat Abad Tengah. Filsafat Yunani Kuno yang sekuler kini dicairkan
dari antinominya dengan doktrin gerejani, sehingga filsafat menjadi bercorak
teologis. Biara tidak hanya menjadi pusat kegiatan agama, tetapi juga menjadi
pusat kegiatan intelektual—walau masih berfokus pada pola berpikir deduktif
(M.A. Fattah Santoso, 2016).
pengetahuan baru, tidak saja empiri (alam dan manusia), namun juga wahyu
(teks ajaran) yang ketika digunakan sebagai sumber pengetahuan untuk
memahami Islam sebagai system of religion (hubungan manusia dengan
Tuhannya—aqidah dan ibadah) telah melahirkan, misalnya, Ilmu Kalam dan Ilmu
Fikih. Sementara itu, empiri (alam dan manusia) telah digunakan ilmuwan
Muslim waktu itu untuk memahami Islam sebagai system of life sehingga
mereka melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu matematika dan alam, bahkan
merintis ilmu sosial, melalui penerapan metode baru, yaitu observasi dan
eksperimentasi. (M.A. Fattah Santoso, 2016).
123
Jabir ibn Hayyan Al-Khawârijmî Ibn Al-Haytsâm
124
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut
dekade waktu dan menciptakan jamannya. Dimulai dari jaman Yunani Kuno,
Abad Tengah, Abad Modern, sampai Abad Kontemporer. Pada masa Yunani
Kuno (abad ke-6 SM - 6M)—saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu
pengetahuan identik dengan filsafat yang memiliki corak mitologis. Alam
dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni bahwa ada peranan
para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana
pun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos lebih
jauh dunia pergejalaan untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan
abadi, di balik yang bhineka, berubah, dan sementara (T. Yacob, 1993).
125
Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah rasional,
antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis
dan mimbar akademis). Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan
negatif. Positif dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong
kehidupan manusia ke suatu kemajuan (progress, improvement) dengan
teknologi yang dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-
kemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan
kemakmuran hidupnya secara fisik-material. Negatif dalam arti ilmu
pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmiah dengan
menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat menghancurkan
PILAR
a. Pilar ontologi (ontology). Pilar ini selalu menyangkut problematika tentang
keberadaan (eksistensi) yang terkait dengan aspek kuantitas dan kualitas.
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan
asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi
interdisipliner dan multidisipliner. Pengalaman ontologis juga membantu
pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan
kombinasi antar ilmu. Misal, masalah kemakmuran sebagai tujuan
kemerdekaan bangsa Indonesia berbasis Pancasila, tidak dapat hanya
ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada
kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka perlu
bantuan ilmu lain seperti ilmu politik, sosiologi, dan ilmu budaya.
126
b. Pilar epistemologi (epistemology). Pilar ini selalu menyangkut problematika
tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh
kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran,
sistem, prosedur, hingga strategi. Pengalaman epistemologis dapat
memberikan sumbangan bagi kita berupa: (a) sarana legitimasi bagi ilmu
atau menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu; (b) memberi kerangka
acuan metodologis pengembangan ilmu; (c) mengembangkan ketrampilan
proses; dan (d) mengembangkan daya kreatif dan inovatif.
a. Objektif
Cara memandang masalah apa adanya,
terlepas dari faktor-faktor subjektif
d. Metodelogis
(misal: perasaan, keinginan, emosi, sistem
keyakinan, otoritas) Selalu menggunakan cara dan metode
keilmuan yang khas dalam setiap berfikir
b. Rasional
dan bertindak (misal: induktif, dekutif,
Menggunakan akal sehat yang dapat sintesis, hermeneutik, intuitif)
dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melepaskan unsur perasaan, e. Sistematis
emosi, sistem keyakinan dan otoritas Setiap cara berfikir dan bertindak
menggunakan tahapan langkah prioritas
c. Logis
yang jelas dan saling terkait satu sama
Berfikir dengan menggunakan azas lain, serta memiliki target dan arah tujuan
logika/runtut/ konsisten, implikatif. Tidak yang jelas.
mengandung unsur pemikiran yang
kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu
rasional, begitu sebaliknya yang rasional
pasti logis
127
5.Nilai-nilai Dasar Pancasila bagi Strategi Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Bangsa Indonesia meletakkan Pancasila sebagai nilai dasar pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian nilai dasar menggambarkan
Pancasila sebagai suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam
konteks sebagai nilai dasar, Pancasila mengandung dimensi ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuan
sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal titik
henti atau “an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai
masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila
dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensi
aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu
adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut
memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu
situasi kondusif baik struktural maupun kultural.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: memberi arah pada dan
mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan
pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk
kelompok, lapisan tertentu.
128
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menekankan ketiga
keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan
komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak
boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan
yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
a. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. MIPA merupakan ilmu dasar yang
penting untuk dikuasai sebagai pijakan untuk pengembangan ilmu dasar
maupu ilmu terapan. Tentu saja nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasar
dalam pengembangan ilmu MIPA. Termasuk para kalangan profesional yang
bergerak dalam bidang MIPA juga harus mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dalam berbagai aktivitas di dunia kerja. Misalnya saja berdoa
sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan, sebagai bentuk penerapan Sila
Pertama. Selain itu mengeksplorasi kondisi alam dan lingkungan sebagai
sarana menyadarkan umat manusia bahwa kekuasaan Tuhan YME di atas
segala-galanya.
129
c. Ilmu hewani. Bidang kajian ini diantaranya meliputi pengembangan
peternakan modern yang berwawasan lingkungan, pengembangan varietas
ternak, menjaga hewan-hewan langka yang dilindungi, hingga pemanfaatan
biota laut berwawasan lingkungan. Sama seperti bidang ilmu tanaman,
kalangan profesional di bidang ini bisa ikut berperan dalam menciptakan
dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sebagai
pengamalan sila kelima Pancasila. Dengan mengembangkan keilmuan di
bidang hewani, setidaknya bisa memberikan kontribusi positif bagi
ketahanan masyarakat.
130
g. Ilmu Bahasa. Bidang kajian ini diantaranya meliputi berkontribusi pada
pengembangan bahasa nasional agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri,
ikut menjaga kekayaan bahasa daerah, hingga pemanfaatan bahasa yang
santun sebagai alat komunikasi. Kalangan profesional di bidang ini sangat
memiliki peran dalam menciptakan persatuan Indonesia. Pengembangan
bahasa Indonesia hingga bisa diterima dengan mudah oleh berbagai pihak
di daerah-daerah, setidak menjadi salah satu bentuk dari pengamalan sila
ketiga Pancasila.
Ilmu sosial humaniora. Bidang kajian ini diantaranya meliputi politik yang
beradab, keadilan hukum, hingga pengembangan budaya yang
meneguhkan budaya lokal/nasional. Kalangan profesionalisme ini memiliki
peran dalam meletakan konsep-konsep nilai kemanusiaan, persatuan, dan
kerakyatan sehingga mudah difahami oleh masyarakat Indonesia. Tentu saja
dalam beraktivitas di dunia kerja, kalangan profesionalisme harus bisa
menjadi contoh teladan bagi masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai
sosial.
j. Filsafat dan agama. Bidang kajian ini diantaranya meliputi penguatan nilai-
nilai moral dan etika dalam kehidupan masyarakat. Kalangan profesional ini
memiliki peran yang cukup sentral dalam meletakan nilai-nilai Ketuhanan di
masyarakat. Menciptakan konsep-konsep penyelasaran antara agama
dengan filsafat yang mudah difahami, menjadi salah satu contoh
pengalaman nilai-nilai Pancasila.
131
k. Ilmu seni, desain, dan media. Bidang kajian ini dintaranya meliputi
menghasilkan seni yang dapat menjadi sarana utnuk memperhalus budi,
menghasilkan desain yang mengangkat kekayaan budaya lokal dan
berwawasan lingkungan, memanfaatkan media sebagai sarana untuk
berkomunikasi yang santun dan mempersatukan segenap lapisan
masyarakat. Kalangan profesional ini juga harus mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam aktivitas di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Salah
satunya dengan menciptakan karya seni, desain atau media yang selaras
dengan nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.
l. Ilmu Pendidikan. Bidang kajian ini dintaranya meliputi berkontribusi pada
meratanya akses pendidikan bagi segenap lapisan masyarakat, pendidikan
yang mengedepankan akhlak peserta didik, mengembangkan pendidikan
yang mampu membangun kompetensi peserta didik/tidak sekedar transfer
ilmu pengetahuan, meningkatkan minat baca/mengembangkan budaya
membaca/literasi di masyarakat, hingga pemanfaatan teknologi dalam
pembelajaran.
Perpustakaan
sumber gambar:
Pexel.com
132
SUMBER BACAAN
Iriyanto, Ws. 2009. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu Pascasarjana. Semarang.
Oesman, Oetojo dan Alfian (Ed.). 1990. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: BP-7 Pusat.
134