Anda di halaman 1dari 3

LESSON OF LEARNED LAPORAN KASUS

(HERNIA NUCLEUS PULPOSUS)

Nama : Desi Ariska, S.Kep


Nim : 1912101020055

Hernia nukleus pulposus (HNP) atau herniated disc adalah kondisi ketika
salah satu bantalan atau cakram (disc) tulang rawan dari tulang belakang menonjol
keluar dan menjepit saraf. Penyakit ini sering disebut sebagai saraf terjepit. Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan
piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan
pada radiks atau cauda equina. HNP umumnya disebabkan oleh riwayat trauma,
riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk dan
mengemudi dalam waktu lama, sering membungkuk, posisi tubuh saat berjalan,
proses degeneratif (usia 30—50 tahun), struktur tulang belakang, dan kelemahan
otot-otot perut dan tulang belakang. HNP juga dapat disebabkan oleh genetik
obesitas, dan merokok.

Saraf tulang belakang yang kejepit dapat menimbulkan gejala nyeri


punggung bawah (pinggang) atau nyeri pada leher, tergantung lokasi terjadinya
HNP. Jika bantalan yang bergeser tidak sampai menjepit saraf, penderita hanya
merasakan sakit punggung ringan atau bahkan tidak merasakan sakit sama sekali.
Namun bila hernia menekan atau menjepit saraf tulang belakang, gejala yang
muncul tergantung pada lokasi dan banyaknya saraf yang terjepit. HNP yang
menjepit saraf di leher disebut dengan HNP cervical. Gejala yang bisa
ditimbulkan adalah nyeri pada leher dan bahu yang menjalar ke lengan,
kesemutan, lemah, atau kaku otot di salah satu lengan dan sensasi seperti terbakar
di leher, bahu, dan lengan. HNP lumbal atau hernia yang menjepit saraf di
pinggang atau punggung bawah, dapat juga menimbulkan gejala seperti sakit di
punggung bagian bawah yang makin memburuk ketika bergerak, nyeri seperti
tertusuk di area bokong yang menjalar ke salah satu tungkai, kesemutan atau
lemah otot di tungkai, meskipun jarang terjadi, HNP lumbal juga dapat
menyebabkan penderitanya tidak bisa menahan buang air kecil.

1
Pasien HNP akan dilakukan pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan
sensoris ini dilihat apakah ada gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom
mana yang terkena dan akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
Kemudian dilakukan pemeriksaan motorik, ini untuk melihat apakah ada tanda
paresis, atropi otot, dan kemudian dilakukan pemeriksaan reflex, bila ada
penurunan atau refleks tendon menghilang, misal APR menurun atau menghilang
berarti menunjukkan segmen S1 (servikal) terganggu.

Pada pasien HNP, penanganannya bisa dilakukan dengan terapi konservatif


(tanpa operasi) atau operasi. Terapi konservatif harus diusahakan terlebih dahulu
selama 4-6 minggu, karena 80% gejala HNP dapat hilang dengan terapi
konservatif yang meliputi obat, fisioterapi, akupuntur, injeksi, dan perbaikan
posisi kerja. 20% kasus HNP perlu tindakan operasi. Indikasi operasi pada kasus
HNP antara lain jika terapi konservatif sudah gagal, nyeri yang ditimbulikan
sangat hebat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari, sudah terjadi kelemahan
anggota gerak atas, dan terdapat gejala myelopathy sehingga perawat juga harus
memberikan intervensi dalam manajemen nyeri non farmakologi dan kolaborasi
farmakologi dengan dokter.

Pendidikan kesehatan juga sangat penting diberikan pada pasien dan


keluarga, sehingga pasien dan keluarga dapat mengetahui penyakit yang diderita
dan bagaimana pasien dan keluarga dapat bekerjasama sehingga diharapkan
adanya perbaikan dari kondisi pasien. Peran perawat sebagai edukator, hal ini
dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
terhadap penyakit dan kesehatan, gejala yang ditimbulkan, pengobatan yang
tersedia, efek samping pengobatan dan apa yang dapat dilakukan pasien dan
keluarga di rumah sebagai discharge planning. Discharge planning mengenai
terapi konservatif penting di edukasikan, sehingga pasien dan keluarga dapat
melakukan beberapa latihan-latihan manual untuk menurunkan nyeri saraf kejepit
yang dialami.

2
Untuk penanganan konservatif dari hasil penelitian Made Hendra, et al, 2019
dikatakan bahwa pendekatan terapi konservatif yang dapat diberikan pada pasien
HNP, meliputi pengaplikasian modalitas dan terapi fisioterapi, yaitu melalui
pemberian modalitas terapi latihan, serta intervensi manual therapy. Jika
pendekatan penanganan HNP hanya terbatas pada aplikasi berupa terapi latihan
ataupun manual terapi maka penanganan yang diberikan menjadi kurang efektif.
Oleh karena itu, dibutuhkan modalitas elektroterapi yang mampu menghasilkan
efek non-thermal dengan penetrasi yang cukup dalam seperti aplikasi Pulsed
Shortwave Therapy (PSWT). PSWT adalah aplikasi energi elektromagnetik
frekuensi tinggi untuk tubuh yang berfungsi untuk mengurangi pembengkakan
dan membantu penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pada penderita HNP juga
diberikan latihan LSSE (Lumbar Spine Stabilization Excerse) yaitu latihan
stabilisasi tulang belakang lumbar, adapun latihannya seperti kontraksi isometric
lumbar multifidus dan transversus abdominis, curl-up, pelvic bridge, side bridge,
quadruped position with alternate arm/leg raises, dan prone plank. Setiap gerakan
LSSE dilakukan dalam 10 hitungan dengan 2 kali ulangan dengan frekuensi 2 kali
dalam seminggu selama 4 minggu.
Pada kasus HNP, latihan Neurodinamik Mobilazation juga bisa dilakukan.
Neurodinamik Mobilazation merupakan suatu teknik manual terapi yang
ditujukan untuk meningkatkan mobilitas sistem saraf terhadap jaringan di
sekitarnya melalui pergerakan trunk, ekstremitas atas dan bawah yang sistematis.
Adapun latihannya seperti mengangkat kedua kaki lurus dan melakukan
peregangan. Latihan tersebut juga melibatkan kedua tangan dilakukan dengan
posisi ekstensi dan fleksi. Setiap gerakan ditahan selama 30 kali hitungan dan 5
kali ulangan.

Anda mungkin juga menyukai