SGD Jurnal TB Paru Beres
SGD Jurnal TB Paru Beres
TELAAH JURNAL
1
merokok Fathin Faridah
terhadap Anugraha
pasien Febrino
tuberkolosis Balwa
(TB PARU). Lintang Dian
Saraswati
HASIL TELAAH JURNAL
P I C O
Menurut jurnal ini Intervensi yang di Berdasarkan Berdasarkan
membahas tentang gunakan adalah intervensi penelitian diatas
peningkatan tuberkulosis penkes, yang di peningkatan
paru di puskesmas srondol, Dilaksanakan lakukan di pengetahuan
Puskesmas ini menjadi dengan metode dapat data tentang bahaya
puskesmas dengan ceramah, sudah efektif dalam rokok
peningkatan tuberkulosis pendapat dan meningkat menunjukan
paru tertinggi di antara 37 Tanya jawab agar kan hasil tidak ada.
puskesmas yang ada di seluruh peserta pengetahuan Hal ini tidak
semarang. ikut aktif. bahaya rokok sejalan dengan
Didukung dan mencegah hasil penelitian.
menggunakan bahaya rokok Hasil penelitian
media berupa ppt, serta tersebut
LCD proyektor, menurunkan menyimpulkan
Sound system, jumlah bahwa
diperlukan demi perokok aktif peningkatan
suksesnya secara pengetahuan
pelaksanaan keseluruhan bahaya rokok
penkes. memberikan dapat di
pengaruh lebih mengerti akan
tinggi untuk tetapi untuk
2
paham bahaya mengurangi
rokok. Untuk rokok belum
itu semua bisa
penyempurnaa melakukan.
n isi dan
metode penkes
agar lebih
efektif
terutama
dalam
menurunkan
perokok aktif.
3
kab Kendal jawa dengan lingkungan fisik factor resiko dan
tengah. metode rumah mempunyai penularan
penelitian proporsi yang tuberkulosis
analitik tidak mempunyai menunjukan hasilnya
abseervasi syarat ventilasi ada. Hal ini sejalan
penelitian yang kurang dengan hasil
terdiri dari kelembaban penelitian. Hasil
factor ruangan tidak tersebut
resiko fisik memenuhi syarat menyimpulkan bahwa
rumah dan atau (lantai kedap factor resiko dan
prilaku, air) penularan tb paru
status gizi, Faktor resiko rentan karena
status prilaku tidak beberapa penyebab.
imunisasi, sesuai dengan
yaitu syarat seperti
kejadian tb. kebiasaan
membuang dahak
pada tenpat
terbuka, batuk
atau bersin tidak
tertutup.
Kebiasaan tidak
membuka jendela
kebiasaan
merokok factor
yang terbukti
sebagai factor
tuberkulosis paru
4
yaitu kepadatan
hunian suhu
ruangan
kelembaban suhu
ruangan jenis
lantai rumah
membuang dahak
yang sembarangan
batuk dan bersin
tidak menutup
mulut.
5
abseervasi mempunyai hasilnya ada. Hal
penelitian proforsi yang ini sejalan
terdiri dari tidak dengan hasil
factor resiko mempunyai penelitian. Hasil
fisik rumah syarat ventilasi tersebut
dan prilaku, yang kurang menyimpulkan
status gizi, kelembaban bahwa factor
status ruangan tidak resiko dan
imunisasi, memenuhi penularan tb paru
yaitu kejadian syarat atau rentan karena
tb. ( lantai kedap beberapa
air) penyebab.
Faktor resiko
prilaku tidak
sesuai dengan
syarat seperti
kebiasaan
membuang
dahak pada
tenpat terbuka,
batuk atau
bersin tidak
tertutup.
Kebiasaan tidak
membuka
jendela
kebiasaan
merokok factor
6
yang terbukti
sebagai factor
tb paru yaitu
kepadatan
hunian suhu
ruangan
kelembaban
suhu ruangan
jenis lantai
rumah
membuang
dahak yang
sembarangan
batuk dan
bersin tidak
menutup mulut.
7
Menurut jurnal ini Intervensi yang Berdasarkan Berdasarkan
membahas tentang digunakan adalah intervensi penelitian di atas
pencegahan penyakit TBC penelitian yang yang peningkatan
di gading Surabaya 2015. observasi, dilakukan di pencegahan
mengamati dan dapat data penularan
menganalisis. efektif dalam penyakit TB pada
Penelitian ini pencegahan keluarga
adalah hubungan penularan menunjukan ada
antara paparan TBC. Hasil hasil sebagian
dan penyakit penelitian besar yang
dengan cara menunjukan tertular berjenis
membandingkan bahwa kelamin laki laki
kelompok kasus sebagian
anggota keluarga besar
TB aktif dan keluarga
pasif penderitaan
yang tertular
TB berjenis
kelamin laki
laki
sebaliknya
pada anggota
yang tidak
tertular
sebagian
besar bejenis
kelamin
perempuan .
8
JURNAL JUDUL TAHUN PENULIS
6. Pencegahan 2015 Gero
penyakit TBC Sabina
paru yang Sayuna
utama di Mariana
mulai dari
dalam rumah
penderita
HASIL TELAAH JURNAL
P I C O
Menurut jurnal ini Intervensi yang Berdasarkan Berdasarkan
membahas tentang di gunakan intervensi penelitian di atas
penyakit TBC paru penelitian dengan yang di di puskesmas
sebagai penyakit trovis di pendekatan lakukan di betun terdapat 14
temukan meningkat dari kuantitatif dapat data perenpuan dan 16
385 kasus 2014 menjadi metode kros efektif laki – laki yang
600 kasus tahun 2015 di sectional. Studi penderita tbc mempunyai
puskesmas BETUN di lakukan pada di puskesmas penderita paling
kabupaten MALAKA. populasi 30 betun yang banyak di
Penungkatan angka ini penderita TB. terlibat dalam puskesmas
menunjukan lemahnya Pengumpulan penelitian ini lainnya. Prilaku
prilaku pencegahan data dengan terdiri dari 14 pencegahan
penyakit TB paru di wawancara perempuan penyakit TBC
masyarakat malaka menggunakan dan 16 laki- oleh penderita
kuisioner analisis laki. dengan resiko
menggunakan Puskesmas penularan dalam
statistic betun rumah. Walaupun
descriptive dan mempunyai imiunisasi BCG
rasio prefarensi. penderita sudah mencapai
9
TBC paling ke desa desa
banyak dalam wilayah
tersebut namun
penyakit TBC
tetap mengancam
penderitanya
membawa
kematian.
BAB II
LANDASAN TEORI
10
2.2 Analisis Kaitan riwayat merokok terhadap pasien Tuberkulosis Paru (TB
PARU) Di Puskesmas Srondol
11
2.3.4 Analisis Multivariat
Salah satu hal yang dapat berpengaruh terhadap perilaku seseorang yakni
lingkungan sosial. Lingkungan sosial dapat menyangkut mengenai sosial budaya dan
sosial ekonomi. Khususnya terkait hal sosial ekonomi, sebagai contoh keluarga
dengan status sosial ekonomi yang tinggi akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
dibandingkan dengan keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pada penelitian
ini didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan status sosial ekonomi pada keluarga
kontak serumah penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rangkah, Pacar
Keling dan Gading tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
keluarga penderita TB Paru baik yang tertular ataupun yang tidak tertular berada pada
status sosial ekonomi kategori rendah. Status sosial ekonomi keluarga yang rendah
akan mempengaruhi perilaku seseorang yang berada dalam keluarga tersebut, dan
akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan kehidupannya sehari-hari
(Mubarak, 2007). WHO pada tahun 2003 dalam Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis tahun 2014 menyatakan bahwa pasien yang miskin dengan kemampuan
sosial ekonomi lemah akan lebih mudah terjangkit TB yaitu sebesar 90% penderita .
Kemiskinan akan mempengaruhi kejadian TB, karena masyarakat yang miskin akan
mudah terkena TB dan penyakit TB bisa menyebabkan kemiskinan. Derajat sosial
ekonomi baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan
kejadian TB misalnya adanya gizi buruk, kondisi rumah atau tempat tinggal yang
tidak sehat dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang menurun karena ekonomi
yang lemah. Diperkirakan sekitar 3-4 bulan waktu kerja yang hilang dalam setahun
akibat menderita penyakit TB.
12
Penderita juga dapat kehilangan total pendapatan sekitar 30% dari pendapatan
rumah tangga (Kemenkes RI, 2014). Lawrence Green pada tahun 1980 melakukan
analisis terhadap perilaku manusia berdasarkan tingkat kesehatan. Terdapat 2 faktor
pokok yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang maupun masyarakat,
yaitu perilaku (behavioral factor) dan faktor non perilaku (non behavioral factor).
Pertama yaitu faktor pencetus (predisposing factor) diantaranya adalah bentuk
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,dll. Kedua yaitu faktor
pendukung (enabling factor) diantaranya yaitu lingkungan fisik, fasilitas dan sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obatobatan, alat kontrasepsi, jamban, dll. Faktor
yang terakhir adalah faktor pendorong yang juga dikenal sebagai reinforcing factor
diantaranya adalah sikap dan perilaku petugas pelayanan kesehatan maupun
kelompok lain yang merupakan sebagai referensi atau pedoman masyarakat dalam
berperilaku terutama pada bidang kesehatan (Mubarak, 2007). Seiring hasil penelitian
yang dinjyatakan oleh Kurniasari, dkk (2012) di Wonogori menerangkan bahwa
terdapat hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan terjadinya TB Paru. Kondisi
sosial ekonomi berhubungan dengan tingkat pendidikan, kondisi sanitasi lingkungan,
status gizi dan kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan. Pendapatan
keluarga yang kurang dapat menyebabkan penurunan atau kurangnya kemampuan
daya beli seseorang dalam memenuhi kebutuhan seperti sandang dan pangan
keluarga. Sehingga apabila seseorang berstatus gizi buruk akan berdampak pada
penurunan kekebalan tubuh dan hal tersebut dapat mempermudah terinfeksi TB Paru.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ada perbedaan jenis kelamin pada
keluarga kontak serumah penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rangkah,
Pacar Keling dan Gading tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar keluarga penderita TB yang tertular berjenis kelamin laki-laki. Sebaliknya pada
anggota keluarga yang tidak tertular sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
Adapun beberapa pustaka yang menjelaskan bahwa seseorang lakilaki mempunyai
risiko lebih besar menderita atau terkena peyakit TB paru dibandingkan dengan
13
seoran perempuan. Adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol yang
lebih dominan pada lali-laki dibandingkan perempuan dapat berdampak pada
penurunan imunitas tubuh seseorang sehingga rentan tertular atau terkena suatu
penyakit seperti menderita penyakit TB Paru. Penelitian yang dilakukan pada
masyarakat di Desa Wori Kecamatan Wori menunjukkan hasil terdapat hubungan
antara jenis kelamin terhadap kejadian Tuberkulosis dengan hasil jenis kelamin laki-
laki mempunyai resiko atau kemungkinan lebih besar menderita penyakit TB Paru
dibandingkan perempuan (Dotulong dkk, 2015).
14
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Pada
umumnya penularan terjadi dalam ruangan dengan percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. 10 Sikap positif yang ditemukan pada sebanyak 35 responden
(35%) seperti perlu adanya pemahaman yang baik tentang penyakit tuberkulosis, baik
dari penyebab, penularan ataupun gejala ataupun pemeriksaan secara berkala harus
dilaksanakan sebagai langkah pencegahan. Pengetahuan dan pemahaman seseorang
tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan penularannya memegang peranan
penting dalam keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit tuberculosis.
15
dilakukan oleh responden tersebut merupakan salah satu upaya pencegahan yang
dilakukan untuk menurunkan angka kejadian penyakit tuberkulosis. Upaya
pencegahan tersebut terdiri dari menyediakan nutrisi yang baik, pola hidup yang
bersih, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang
segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan tuberkulosis.
16
Risiko tertinggi penularan TBC adalah selama 1 tahun setelah terinfeksi,
terutama 6 bulan pertama. Penularan juga berhubungan dengan lama berkontak
dengan penderita TBC. Kontak dalam waktu lama dengan penderita TBC , berrisiko
tertular lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak berkontak (Kertasasmita,
2009) Masa inkubasi TBC bisa 4-8 minggu dalam rentang waktu 2-12 minggu.
17
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah kami melakukan penelaahan dari beberapa jurnal, yaitu satu jurnal
utama yang berbahasa inggris dan lima jurnal pembanding yang berbahasa Indonesia.
Kami menemukan beberapa perbedaan terkait pencegahan penyakit Tuberkulosis
Paru. Yang diantaranya :
Jika pada jurnal utama, yang berjudul “Opportunities for community health workers
to contribute to global efforts to and tuberculosis” pencegahan dilakukan dengan cara
penelitian terhadap bakteri penyebab tuberculosis paru (mycobaceterium
tuberculosis), dengan tujuan untuk menciptakan paradigma baru demi terciptanya
pencegahan atau pengobatan yang lebih efektif bagi penderita Tuberkulosis Paru.
18
Faktor resiko dan penularan Tuberkulosis paru di kab. Kendal jawa tengah,
Pengetahuan dan tindakan pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru
pada keluarga.
Pengetahuan dan sikap masyarakat tentang upaya pencegahan TBC.
Pencegahan penyakit Tuberkulosis paru yang utama di mulai dari dalam
rumah penderita.
kami menemukan adanya suatu perbedaan terhadap pencegahan yang di lakukan pada
jurnal utama. Yaitu, pada jurnal pembanding, pencegahan dilakukan dengan cara
menciptakan Pendidikan kesehatan kepada individual atau sekelompok orang dengan
tujuan agar terhindar dari penyakit TB paru.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari beberapa jurnal yang telah kami telaah, kami menyimpulkan bahwa cara
yang efektif untuk pencegahan penyakit Tuberculosis paru dilakukan dengan teori
yang diterapkan oleh jurnal pembanding, yaitu teori yang diterapkan adalah dengan
cara melakukan Pendidikan kesehatan langsung mengenai tuberculosis paru.
mengingat masih banyaknya masyarakat yang kurang pengetahuannya tentang
penyakit tuberculosis paru. Kami mempertimbangkan bahwa, jika teori pada jurnal
utama di terapkan, kami merasa cara yang dilakukan sangat lambat dan belum tentu
mendapatkan hasil yang diharapkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyono DS.2012. Daftar Tanda & Gejala Ragam Penyakit: Buku Kita. Cetakan
I. Yogyakarta.
Fahreza, E.U. 2012. Hubungan Antara Kualitas Fisik Rumah Dan Kejadian
Tuberkulosis Paru Dengan Basil Tahan Asam Positif Di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 1 (1) : 9-13
20
21