Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Rektum merupakan salah satu organ terakhir dari usus besar pada
manusia dan beberapa jenis mamalia lainnya yang berakhir di anus. Organ
ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi.
Pemberian obat baik bentuk padat maupun cair pada terapi pengobatan
maupun perawatan di rektum akan mengalami suatu proses
farmakodinamika (absorbsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi) yang
berupa serangkain system dari pemberian hingga penyerapan molekul zat
aktif pada reseptor. Rangkaian ini merupakan rincian dari DDS (Drug
Delivery System).
DDS adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran (delivery)
senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Sistem penghantaran
obat yang berkaitan dengan jumlah zat aktif yang diharapkan dapat
dilepaskan sesuai dengan kinetika yang dikehendaki sehingga mencapai
tempat tertentu dalam tubuh dimana titik penyerapan optimal. Merupakan
suatu kesatuan struktur yang mempengaruhi ketersediaan hayati zat aktif.
Potensi untuk pengembangan bentuk sediaan oral sangat terbatas untuk
bahan aktif yang kurang diserap dalam saluran pencernaan bagian atas (GI)
dan tidak stabil untuk enzim proteolitik. Populasi pasien tertentu, terutama
anak-anak, orang tua, dan mereka dengan masalah menelan, sering sulit
diobati dengan tablet oral dan kapsul.
Selain itu, pengobatan beberapa penyakit yang terbaik dicapai dengan
administrasi langsung di dekat daerah yang terkena, terutama dengan
penyakit yang melibatkan mata, berhubung dgn telinga, kulit, rongga mulut,
dan jaringan anorectal. Meskipun oral dapat digunakan untuk obat yang
ditargetkan untuk beberapa jaringan yang sakit, paparan wadah seluruh

1
tubuh terhadap obat diberikan tidak efisien dan dapat mengakibatkan efek
samping yang tidak diinginkan.
Pemberian obat rektal ini bisa menerima, namun hanya untuk
pemberian obat lokal dan sistemik. Ini telah efektif digunakan untuk
mengobati penyakit lokal daerah anorectal serta memberikan obat sistemik
sebagai alternatif untuk pemberian oral.

II. Rumusan masalah


Bagaimana anatomi rektum, kinetika, contoh obat sediaan rektal?

III. Tujuan
1. Mengetahui anatomi rektum
2. Mengetahui kinetika (penyerapan) sediaan rektal
3. Mengetahui contoh obat-obat sediaan rektal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rektum
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Rektum


Rektal atau rektum merupakan salah satu organ dalam saluran
pencernaan yang diketahui sebagai bagian akhir proses ekskresi feses
sebelum anus. Rectal merupakan bagian dari kolon.

Anatomi Rektum Dan Anus

3
Luas permukaan rectal 200-400 cm2, pada saat kosong rectum
mengandung sejumlah kecil cairan (1-3 ml) dengan kapasitas buffer yang
rendah; pH sekitar 7,2 karena kD(kecepatan disolusi), pH akan bervariasi
sesuai obat yang terlarut di dalamnya. Panjang dari kolon sekitar 5 kaki (150
cm) dan terbagi lagi menjadi 5 segment. Rectum adalah segmen anatomi
terakhir sebelum anus yang merupakan bagian distal usus besar.
Rectum memiliki panjang pada manusia dewasa rata-rata 15-19 cm, 12-14
cm bagian pelvinal sampai 5-6 cm bagian perineal, pada bagian teratas
dibungkus dengan lapisan peritoneum. Sedang pada bagian bawah tidak
dibungkus dengan peritoneum maka disebut pula dengan rectal ampula.Yaitu
membrane serosa yang melapisi dinding rongga abdomen dan pelvis dan
melapisi visera.Kedua lapisan tersebut menutupi ruang potensial, rongga
peritoneum.Anal canal memiliki panjang 4-5 cm.

Rektum dialiri 3 jenis pembuluh darah  :


a) Vena haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum
inferior, selanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah
langsung ke peredaran umum.
b) Vena haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang
bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna
selanjutnya membawa darah ke peredaran umum (kecuali hati).

4
c) Vena haemorrhoidales anterior = Vena haemorrhoidales medialis 
 Volume cairan dalam rektum sangat sedikit ( 2 mL) sehingga laju
difusi obat menuju tempat absorpsi lebih lambat.
 pH cairan rektum netral 7,2 -7,4, sehingga kemungkinan obat melarut
lebih kecil dibanding oral yang terdiri dari beberapa bagian.
 Adanya feses menghambat penyerapan, sehingga sebaiknya pemberian
sediaan setelah defekasi. 
Rektum mempunyai dua peranan mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan
feses dan mendorongnya saat pengeluaran.
Pada bagian anus terdapat jaringan kulit subkutan yang tebal. Valve adalah
lipatan membrane di dalam saluran atau kanal yang mencegah aliran balik
refluks isi yang melaluinya. Levator berupa otot yang mengangkat organ atau
struktur

2.3 Penyerapan Obat pada Rektum


Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang juga
mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali intra
vena dan intaarteri.
Penyerapan perektum dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Kedudukan sediaan obat setelah pemakaian
b. Penempatan sediaan obat di dalam rectum
c. pH cairan rectum
d. Konsentrasi zat aktif dalam cairan rectum

Penyerapan di rektum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:


1. Lewat pembuluh darah secara langsung
2. Lewat pembuluh getah bening
3. Lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.

Kinetika Pre-Disposisi Zat


Pelelehan/peleburan; bahan pembawa dan sediaan obat →leleh →
pelarutan (zataktif berpindah ke cairan rektum) → proses difusi →absorbsi.
Kinetik predisposisi terdiri atas dua tahap yaitu:

5
1. Penghancur sediaan yang ditujukan untuk menimbulkan efek farmakologi
jauh lebih cepat.
2. Pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi
menuju membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau
berdifusi melintasi embran agar dapat mencapai sistem peredaran
darah(efek sistemik).
 Sifat zat aktifnya
 Kelarutan zat aktif
 Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rectum

2.4 Obat – Obat pada Rektal


No Golongan Contoh obat Bentuk Sediaan Indikasi
1. Anti Konvulsan Diazepam Gel Mengatasi
gelisah yang
berlebihan,
gemetaran
dan kegilaan
tiba-tiba
2. Obat Pra Operasi dan Induksi Pramoxine HCl Salep Anastesi
Lokal
Anestesi
3. Analgesik Pronalges Suppositoria Mengobati
nyeri
Ketoprofen Suppositoria
arthritis atau
sakit gigi
yang parah
4. Antiemetik Alizapride Suppositoria Mengobati
rasa mual
dan muntah-
muntah
5. Senyawa anti bakteri Metronidazole Suppositoria Infeksi yang
disebabkan
trichomonal
vaginitis dan
bacterial
vaginosis
6. Xantin Aminophilin Suppositoria Meringankan
penyakit
asma
7. Obat untuk penyakit radang usus Mesalazine Suspensi Mengurangi
pembekakan

6
pada radang
usus besar
8. Obat aktif Kadiovaskular Nifedipin Cream Pengobatan
dan
pencegahan
insufisiensi
koroner 

1. Rektal semisolid
Rektal cream, gels dan ointments digunakan untuk pemberian topical ke area
perianal. Beberapa produk rectal cream, gel, dan ointment komersial yaitu :

2. Rektal larutan
Rektal suspensi, emulsi, atau enema pada sediaan rectal sangat sedikit
digunakan, karena tidak menyenangkan dan kepatuhan pasien rendah.
Contoh : rowasa rectal suspension enema (mesalamine), asacol rectal
suspension enema (mesalazine).

3. Rektal aerosol

7
Rektal aerosol atau busa rektal aerosol disertai dengan aplikator untuk memudahkan
penggunaannya. Aplikator dimasukkan kedalam wadah berisi produk, serta terdapat
alat pengatur dosis obat aerosol. Aplikator dimasukkan kedalam anus dan obat dapat
diberikan melalui rektal. Contoh rektal aerosol : Proctofoam HC, Cortifoam

4. Suppositoria
Suppositoria adalah obat solid (padat) berbentuk peluru yang
dirancang untuk dimasukkan ke dalam anus/rektum (suppositoria rektal),
vagina (suppositoria vagina) atau uretra (suppositoria uretra).
Suppositoria umumnya terbuat dari minyak sayuran solid yang
mengandung obat. Profeid supositoria, Dulcolax supositoria,  Stesolid
supositoria, Boraginol supositoria, Tromos supositoria, dll.

Mekanisme Kerja Supositoria

8
1. Berefek mekanik
Bahan dasar yang dipakai di sini tidak peka terhadap penyerapan
karena tujuannya sebagai pencahar. Di sini mulai berefek bila terjadi
kontak yang menimbulkan reflek defekasi. Basis yang dipakai akan
terjadi fenomena osmose terhadap air yang akan mengakibatkan
eksudasi usus sehingga timbul peristaltika. Contoh: gliserin
2. Berefek setempat
Antiwasir yaitu senyawa efeknya disebabkan oleh adanya sifat
astringent
3. Berefek sistemik
Dapat diserap dan berefek ke organ tubuh lainnya

Cara Menggunakan Sediaan Rektal


1. Cuci tangan 

2. Gunakan sarung tangan

3. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa

4. Olesi ujung obat supositoria dengan pelicin

5. Minta pasien mengambil posisi tidur miring (sims) lalu regangkan bokong
dengan tangan kiri. Kemudian masukkan supositoria dengan perlahan
melalui anus, sfingter interna dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10
cm pada orang dewasa, dan kurang lebih 5 cm untuk anak/bayi

6. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tisu 

7. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang/miring selama kurang


lebih 15 menit

8. Kemudian lepaskan sarung tangan

9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan 

Keuntungan Pemberian Obat lewat Rektal

9
a. Baik untuk pasien yang mengalami mual dan muntah
b. Baik untuk pasien yang tidak sadar
c. Baik untuk pasien yang menderita penyakit pencernaan bagian atas yang
dapat mempengaruhi absorpsi obat
d. Metabolisme lintas pertama dihindari sebagian

Kerugian Pemberian Obat lewat Rektal


a. Dapat menimbulkan peradangan bila digunakan terus menerus
b. Absorpsi obat tidak teratur
c. Tidak menyenangkan
d. Onset of action lebih lama

BAB III

10
PENUTUP

Kesimpulan :
 Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Rektal atau rectum merupakan salah satu
organ dalam saluran pencernaan yang diketahui sebagai bagian akhir proses
ekskresi feses sebelum anus. Rectal merupakan bagian dari kolon. Terdapat
empat lapisan rektum dari arah luar ke dalam berurutan: lapisan serosa
peritoneal, lapisan otot, lapisan bawah mukosa, dan lapisan mukosa

 Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang


juga mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya,
kecuali intra vena dan intaarteri. Penyerapan di rektum dapat terjadi dengan
tiga cara yaitu: lewat pembuluh darah secara langsung, lewat pembuluh
getah bening, dan lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati
.
 Rektal dibagi menjadi rectal semisolid seperti cream dan gel,
contohnya anusol; rektal larutan, contohnya asacol rectal suspension enema
(mesalazine); rektal aerosol, contohnya Proctofoam HC, Cortifoam; dan
supossitoria, contohnya dulcolax supossitoria, dll.

DAFTAR PUSTAKA

11
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Indonesia.

Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.

Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai