Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peneltian
1. Karakteristik Responden
a. Umur Responden
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai ibu
menyusui mengisi kuesioner. Adapun distribusi frekuensi umur
responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di
Wilayah Kerja Singkawang Selatan 1
Umur Responden Nilai %
<20 Tahun 1 3,33
20 – 35 Tahun 22 73,33
>35 Tahun 7 23,33
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.1 di atas karakteristik responden menurut
umur sebagian besar dari menyusui, yakni 22 orang (73,33%) adalah
berumur antara 20-35 tahun.
b. Pendidikan Responden
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Adapun tingkat
pendidikan responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan
Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Selatan 1
Pendidikan Responden Nilai %
Dasar(SD dan SMP) 18 60
Menengah 10 33,33
Tinggi 2 6,66
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.2 di atas karakteristik responden menurut
pendidikan, sebagian besar ibu menyusui, yakni 18 orang (60%)
berlatar belakang pendidikan dasar (SD dan SMP).
2. Analisis Univariat
a. Gambaran Pengetahuan Responden yang mempengaruhi kegagalan
ASI Ekslusif
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden yang
mempengaruhi Kegagalan ASI Ekslusif
Pengetahuan Responden Nilai %
Baik 13 43,33
Cukup 12 40
Kurang 5 16,66
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan ibu menyusui yang mempengaruhi kegagalan ASI
Eksklusif menunjukan sebagian dari ibu menyusui, yaitu 21 orang
(40%) dikategorikan cukup.
b. Gambaran Pekerjaan Responden yang mempengaruhi kegagalan ASI
Eksklusif
Tabel 4.4 Distribusi Frekusensi Pekerjaan Responden yang
Mempengaruhi Kegagalan ASI Ekslusif
Pekerjaan Responden Nilai %
Bekerja 14 46,66
Tidak Bekerja 16 53,33
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran
pekerjaan ibu menyusui yang mempengaruhi kegagalan ASI Ekslusif
menunjukan, sebagian besar dari ibu menyusui, yaitu 16 orang
(53,33%) tidak bekerja.

c. Gambaran Dukungan Suami Responden yang Mempengaruhi


Kegagalan ASI Ekslusif
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden yang
Mempengaruhi Kegagalan ASI Ekslusif
Dukungan Suami Responden Nilai %
Mendukung 20 66.66
Tidak Mendukung 10 33,33
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan
suami ibu menyusui yang mempengaruhi kegagalan ASI Ekslusif
menunjukan sebagian dari suami ibu menyusui, yaitu 20 orang
(63,33%) dikategorikan mendukung.

B. . Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Berdasarkan Gambar 4.1 karakteristik responden menurut umur
sebagian besar dari responden yakni 22 orang (73,33%) adalah
berumur 20-35 tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan menurut Mubarak, yaitu umur. Umur adalah lamanya
hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Dengan bertambahnya
umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologis, seseorang semakin matang dan dewasa. Umur
merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru, semakin
bertambahnya umur akan mencapai pola pikir yang semakin membaik
(Notoatmodjo, 2007).
b. Pendidikan
Berdasarkan karakteristik responden menurut pendidikan,
sebagian besar dari responden, yaitu 18 orang (60%) berlatar
belakang pendidikan dasar (SD dan SMP). Selain faktor usia,
pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Namun perlu
ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Menurut Haryono dan Setianingsih (2014) pendidikan akan membuat
seseorang terdorong ingin tahu, untuk mencari pengalaman dan
mengorganisasikan pengalaman sehingga informasi yang diterima
menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki akan membentuk
suatu keyakinan untuk melakukan prilaku tertentu. Pendidikan
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berpendidikan
tinggi akan lebih mudah menerima suatu ide baru dibanding dengan
ibu yang berpendidikan rendah. Sehingga promosi dan informasi
mengenai ASI Ekslusif dengan mudah dapat diterima dan
dilaksanakan.
2. Analisa Univariat
a. Gambaran pengetahuan Responden yang Mempengaruhi Kegagalan
ASI Ekslusif
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden ibu
menyusui tentang kegagalan ASI Ekslusif dilihat dari pengetahuan
responden menunjukan bahwa pengetahuan responden tentang
kegagalan ASI Ekslusif sebagian dari responden, yaitu 13 orang
(43,33%) dikategorikan baik dan sebagian kecil dari responden, yaitu
12 orang (40%) mempunyai pengetahuan cukup tentang ASI
eksklusif. Walaupun faktor yang mempengaruhi pengetahuan, antara
lain faktor pendidikan, yang mana pada penelitian ini sebagian besar
responden, yaitu 60% (18 orang) berlatar pendidikan dasar (SD dan
SMP) tetapi responden sudah pernah mendapatkan informasi
sebelumnya tentang ASI ekslusif.
Pengetahuan tentang pemberian ASI diperoleh dari berbagai
sumber informasi seperti media massa, tenaga kesehatan dan
keluarga. Secara umum tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan
merupakan media yang paling banyak menginformasikan tentang ASI.
Sumber informasi tentang ASI banyak diperoleh dari media massa
berupa leaflet dan poster yang didapat dari posyandu dan rumah
sakit. Selain itu pengalaman responden sebelumnya, karena sebagian
responden sudah mempunyai pengalaman dalam menyusui. Faktor
lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Menurut
Haryono dan Setyaningsih (2014) pengetahuan merupakan hasil
stimulasi, informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi tersebut
bisa berasal dari pendidikan formal maupun nonformal, percakapan,
membaca, mendengarkan radio, menonton televisi, penyuluhan dan
pengalaman hidup. Contoh pengalaman hidup, yaitu pengalaman
menyusui anak sebelumnya.
Penyuluhan tentang ASI ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Singkawang selatan sering dilakukan karenakan Puskesmas
Singkawang selatan menjadi wilayah binaan Wahan Visi Indonesia
(WVI) dan sudah melatih sebanyak 6 petugas kesehatan sebagai
konselor ASI sehingga masyarakat termasuk responden memperoleh
informasi yang cukup tentang ASI ekslusif disamping itu juga
dilakukan kegiatan kelas ibu hamil yang melalui 3 kali pertemuan
responden sudah pernah mendapatkan informasi tentang ASI Ekslusif
pada waktu hamil.
Namun masih ada sebanyak 5 responden (16,66%) yang
mempunyai pengetahuan kurang tentang ASI ekslusif. Hal ini
disebabkan karena dilihat dari karakteristik umur menunjukkan
sebagian kecil dari responden, yaitu 7 orang (23,33%) berumur lebih
dari 35 tahun. Umur mempengaruhi daya tangkap seseorang.
Menurut Hidayat (2007) “Umur adalah usia individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun”. Umur merupakan
faktor yang berperan dalam diri seseorang untuk bertindak. Umur
harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik
dan mental.
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil “tahu”. Dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui penginderaan manusia, yakni:
penginderaan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan berbeda untuk setiap
individu, kelompok dan masyarakat sehingga membuat seseorang
mampu berpikir sehingga dapat menarik kesimpulan dan materi yang
dipelajari. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Winda Mulya Astuti (2011) dengan judul “Pengetahuan Ibu
Primigravida tentang persiapan pemberian ASI Ekslusif di Puskesmas
Gang Sehat Pontianak tahun 2010” menunjukkan bahwa sebanyak
13,3% mempunyai pengetahuan tentang ASI Ekslusif dikategorikan
kurang, karena faktor pendidikan yang sebagian besar berpendidikan
SD yang melatarbelakangi rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI
Ekslusif.
Faktor kebudayaan juga mempunyai peranan dalam kegagalan
ASI Ekslusif. Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis
pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah
mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan yang
memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya
(Dewi dan Wawan, 2010). Demikian halnya ketika budaya dalam
suatu masyarakat mendukung dan memotivasi ibu untuk memperoleh
pengetahuan tentang ASI dan bersikap positif terhadap pemberian
ASI makakemungkinan akan menyebabkan pengetahuanyang tinggi
serta sikap yang positif terhadap pemberian ASI. Menrut Haryono dan
Setyaningsih (2014) adat budaya mempengaruhi ibu untuk
memberikan ASI secara ekslusif, karena sudah menjadi budaya
dalam keluarganya. Salah satu adat budaya yang masih banyak
dilakukan masyarakat, yaitu adat membuka mulut bayi, yaitu adat
memperkenalkan makanan kepada bayi yang baru lahir. Padahal hal
tersebut tidak benar, namun tetap dilakukan oleh masyarakat karena
sudah menjadi adat budaya dalam keluarganya.
Menurut Roesli (2009), ASI ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI
saja selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
jeruk, madu, air the dan air putih serta tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan nasi tim.
b. Gambaran pekerjaan Responden yang Mempengaruhi Kegagalan ASI
Ekslusif
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden ibu
menyusui tentang kegagalan ASI ekslusif dilihat dari pekerjaan
responden menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden, yaitu
16 orang (53,33%) tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena kesibukan
ibu dalam mengurus rumah tangga dan mengurus anak
menyebabkan ibu kurang mendapatkan kesempatan untuk
memperoleh informasi kesehatan. Bagi ibu yang bekerja, lingkungan
pekerjaan juga dapat menjadikan seseorang memperoleh informasi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun masih ada
sebagian kecil dari responden, yaitu 46,66% (14 orang) yang bekerja.
Pekerjaan mempengaruhi kegagalan pemberian ASI ekslusif
dikarenakan ketersediaan waktu seorang ibu untuk menyusui secara
ekslusif berkaitan erat dengan status pekerjaannya. Menurut Haryono
dan Setyaningsih (2014) banyak ibu yang tak memberikan ASI karena
berbagai alasan, diantaranya karena harus kembali bekerja setelah
cuti melahirkan selesai dan juga meninggalkan bayi karena pekerjaan
sebagai petani karet yang memang dari pagi sudah harus
meninggalkan bayinya. Padahal istilah harus kembali bekerja atau ibu
yang bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI secara
ekslusif. Bagi ibu-ibu yang bekerja ASI bisa diperah setiap 3 sampai 4
jam sekali untuk disimpan dalam lemari pendingin. Menurut Suparjogo
(2009) pada prinsipnya, pemberian ASI dapat diberikan secara
langsung maupun tak langsung. Pemberian secara langsung
dilakukan dengan cara menyusui sedangkan pemberian tak langsung
dilakukan dengan cara memerah dan memompa ASI. Ibu bekerja
yang bertekad memberikan ASI eksklusif seharusnya menguasai
pengetahuan tentang semua itu. Kunci keberhasilan ASI eksklusif
bagi ibu bekerja adalah manajemen ASI yang baik.
Memerah ASI merupakan suatu tindakan yang berguna dan
penting untuk memungkinkan seorang ibu memulai dan melanjutkan
menyusui. Adapun tujuan memerah ASI adalah agar dapat
meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibu bekerja (Kristyanasari, 2009).
c. Gambaran dukungan suami Responden yang Mempengaruhi
Kegagalan ASI Ekslusif
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden ibu
menyusui tentang kegagalan ASI eksklusif dilihat dari dukungan
suami responden menunjukkan bahwa sebagian dari responden, yaitu
20 orang (66,66%) dalam kategori mendukung. Hal ini disebabkan
bahwa sebagian besar masyarakat termasuk suami juga sudah
pernah mendapat informasi sebelumnya mengenai ASI eksklusif
melalui majalah, buku maupun media televisi.
Menurut IDAI (2010), peran suami sangat besar dalam keputusan
ibu untuk menyusui dan tetap memberikan ASI. Suami harus ikut
berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan, mempunyai sikap
yang positif dan mempunyai pengetahuan yang luas tentang
keuntungan menyusui. Kedekatan suami dan bayinya dapat
ditingkatkan dengan cara suami hadir pada proses persalinan dan
kontak lebih dekat dengan bayi selama masa neonatal.
Menurut Hidayat (2005) Dukungan suami adalah salah suatu satu
bentuk interaksi yang didalamnya terdapat hubungan yang saling
memberi dan menerima bantuan yang bersifat nyata yang dilakukan
oleh suami terhadap istrinya. Dukungan suami diharapkan mampu
memberikan manfaat atau sebagai pendorong ibu dalam pemberian
ASI eksklusif. Dukungan suami merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI ekslusif.
Pentingnya suami dalam mendukung ibu selama memberikan
ASI-nya memunculkan istilah breastfeeding father. Jika ibu merasa
didukung, dicintai, dan diperhatikan maka akan muncul emosi positif
yang akan meningkatkan produksi hormone oksitosin sehingga
produksi ASI menjadi lancar (Roesli, 2009). Pengaruh orang yang
penting bisa diperoleh juga dari tenaga kesehatan, kader posyandu,
tokoh masyarakat dan keluarga. Dalam hal ini suami membutuhkan
informasi mengenai ASI eksklusif (Tohotoa et al., 2009), dengan
pengetahuannya suami akan mempunyai sikap positif untuk
mendorong dan membantu ibu dalam menyusui, mampu menghargai
serta berbagi pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak (L.A.
dan J.K. Rempel, 2011).
Menyusui secara penuh hanya berlangsung sampai 6 bulan.
Selama masa itu banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang ayah
untuk menjalin hubungan dengan bayinya. Ayah dapat melakukan
semua yang dilakukan seorang ibu kecuali menyusui. Suami perlu
memberi dukungan dan semangat pada istrinya yang menyusui
bayinya. Penelitian juga menunjukkan, sikap positif suami terhadap
kegiatan menyusui sangat penting dalam menentukan apakah anda
akan menyusui si bayi dan kemudian meneruskannya (Welford,
2008).
Namun masih ada sebanyak 10 orang (33,33%) tidak mendukung
dengan pemberian ASI eksklusif. Hal ini disebabkan karena salah
satu bentuk dukungan suami adalah dukungan informasional, yaitu
pemberian informasi mengenai ASI eksklusif. Dukungan informasional
kurang dkarenakan kesibukan suami yang bekerja diluar daerah
sehingga tidak banyak mempunyai waktu dalam untuk berkomunikasi
dengan istrinya. Dukungan informasional didefinisikan sebagai bentuk
bantuan dalam wujud pemberian informasi tertentu. Informasi yang
disampaikan tergantung dari kebutuhan seseorang.
Dukungan informasional dapat bermanfaat dalam menanggulangi
persoalan yang dihadapi dalam keluarga, meliputi pemberian nasehat,
ide-ide atau informasi yang dibutuhkan. Dengan suami memberikan
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi kepada ibu,
maka pada individu tersebut akan mempunyai pengetahuan yang
dapat dijadikan dasar dalam menentukan sikap.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pemberian dukungan
informasional adalah kemampuan keluarga dalam hal penyampaian
informasi. Keluarga mempunyai landasan kekuasaan berupa
informasional yang dapat mengacu pada isi pesan. Melalui kekuasaan
ini individu akan meyakini kebenaran dari informasi yang
disampaikan. Biasanya suami sebagai kepala keluarga yang
menggunakan cara ini dalam menyampaikan suatu informasi agar
informasi tersebut dapat diterima oleh ibu.
Sikap atau dukungan suami dipengaruhi oleh pengalaman pribadi,
pengaruh orang yang dianggap penting, kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosional.
Demikian halnya ketika budaya dalam suatu masyarakat mendukung
dan memotivasi suami untuk memperoleh pengetahuan tentang ASI
dan bersikap positif terhadap pemberian ASi maka kemungkinan akan
menyebabkan pengetahuan yang tinggi serta sikap yang positif
terhadap pemberian ASI (Dewi dan Wawan, 2010).

Anda mungkin juga menyukai