DOSEN PENGAJAR
Etik Khusniyati,SST.,S.Psi.,M.Keb
DISUSUN OLEH
Milda Fanlay (201905012)
Background : Nutritional status during the preconception period is one of the determinants
of fluency from the process of pregnancy to later delivery. The premarital period can be related
to the preconception period, because after marriage women will be immediately undergo the
process of conception. The preconception period is a period before pregnancy. The
preconception period is a span of three months to one year before conception and ideally should
include the time when the ovum and sperm mature, which is about 100 days before conception.
This study aims to determine the effect of preconception nutrition counseling to the knowledge
and attides of premarital woman at Batang Kuis District. This study used a quasi experimental
design with one group prepost test. The number of samples in this study were 30 people. Data
collection was done using counseling methods and giving questionnaires. Data analysis used
Wilcoxon test and T-dependent test. The result showed that there was a significant effect to
knowledge (p=0.001) and attitude (p=0.001) before and after the intervention.
PENDAHULUAN
Salah satu penentu kualita sumber daya manusia adalah terpenuhinya kecukupan gizi
individu. Seseorang yang mengalami kekurangan gizi maka akan berdampak pada gangguan
pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya daya tahan tubuh yang akan
berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh
setiap individu sejak masih di dalam kandungan, bayi, anakanak, masa remaja, dewasa sampai
usia lanjut (Supriyono dalam Rahim dkk. 2013).
Kementerian Kesehatan RI (2010) mendefinisikan bahwa Wanita Usia Subur (WUS) adalah
wanita yang berada dalam periode umur antara 15-49 tahun. Wanita pranikah merupakan bagian
dari kelompok WUS perlu mempersiapkan kecukupan gizi tubuhnya, karena sebagai calon ibu,
gizi yang optimal pada wanita pranikah akan mempengaruhi tumbuh kembang janin, kondisi
kesehatan bayi yang dilahirkan dan keselamatan selama proses melahirkan (Paratmanitya dkk.
2012).
Masa pranikah dapat dikaitkan dengan masa prakonsepsi, karena setelah menikah
wanita akan segera menjalani proses konsepsi. Masa prakonsepsi merupakan masa
sebelum kehamilan. Periode prakonsepsi adalah rentang waktu dari tiga bulan
hingga satu tahun sebelum konsepsi dan idealnya harus mencakup waktu saat
ovum dan sperma matur, yaitu sekitar 100 hari sebelum konsepsi. Status gizi WUS
atau wanita pranikah selama tiga sampai enam bulan pada masa prakonsepsi akan
menentukan kondisi bayi yang dilahirkan. Prasayarat gizi sempurna pada masa
prakonsepsi merupakan kunci kelahiran bayi normal dan sehat
Dampak dari wanita pranikah yang menderita KEK antara lain dapat mengakibatkan
terjadinya anemia, kematian pada ibu pada saat melahirkan, kematian janin, bayi berat lahir
rendah (BBLR), kelahiran prematur, lahir cacat hingga kematian pada bayi (Stephanie dkk.
2016). Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih tergolong besar yaitu 228 ibu per
100.000 kelahiran demikian juga dengan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 bayi per
1.000 kelahiran (Bappenas, 2010). Menurut World Health Organization (WHO) mendefinisikan
bahwa bayi yang dikatakan BBLR adalah bayi yang terlahir dengan berat kurang dari 2500
gram (WHO, 2014). Di
Indonesia sendiri prevalensi BBLR pada tahun 2013 mencapai 10,2% (Riskesdas, 2013).
Bayi yang mengalami gangguan pertumbuhan selama masa janin, berwujud kecil untuk
masa kehamilan
(small for gestational age), beresiko tinggi untuk mengalami gagal tumbuh dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Diestimasi sekitar 20% yang mengalami stunting ditandai oleh gangguan
pertumbuhan selama masa janin. Gangguan pertumbuhan janin dan pertumbuhan yang buruk di
masa bayi saat ini diakui sebagai determinan penting dari kematian neonatal dan bayi, stunting,
berat badan lebih dan obesitas pada masa kanakkanak dan usia dewasa. Oleh karena itu,
intervensi gizi harus ditekankan pada masa sebelum hamil dan selama hamil (Black, et al dalam
Patimah 2017).
Berbagai faktor dapat mempengaruhi status gizi wanita pranikah sebelum kehamilan. Faktor-
faktor yang mempengaruh adalah umur, pendidikan, dan status gizi. Sedangkan selama
kehamilan beberapa faktor yang mempengaruhi adalah frekuensi kehamilan, derajat aktivitas
fisik, komplikasi penyakit saat hamil, kondisi psikologis dan asupan pangan (Badriah dalam
Fauziyah
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data Primer
a.
Dikumpulkan melalui wawancara dengan mengisi formulir, meliputi : identitas sampel,
dan status gizi dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA), pengetahuan dan sikap sebelum
dan setelah konseling.
Data Skunder
b.
Dikumpulkan berdasarkan informasi dari pengurus KUA seperti gambaran umum lokasi
penelitian, jumlah wanita pranikah, alamat rumah, dan nomor telepon
Data Pengetahuan
b.
Data pengetahuan dikumpulkan dengan menggunakan 20 pertanyaan. Setiap pertanyaan
diberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Nilai pengetahuan
kemudian diklasifikasikan menjadi nilai pengetahuan kategorikal dimana menurut Arikunto
(2006) yaitu :
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan wanita pranikah yang sudah terdaftar di KUA
Kecamatan Batang Kuis. Karakteristik sampel meliputi usia, tingkat pendidikan, dan status
Lingkar Lengan Atas (LILA), disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 1. Gambaran Karakterisktik Sampel
No Variabel Jumlah
N %
1 Kategori Usia
Sampel
≤ 20 3 10
21-35 25 83.3
> 35 2 6.7
2
Pendidikan
1 3,3
Sampel
SD
SMP 5 16,7
SMA 20 66,7
DIII 3 10,0
S1 1 3,3
3 Status LILA
KEK 11 36,7
Kesimpulan
Saran
1. Diharapkan Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Departemen Agama agar setiap wanita
pranikah yang mendaftarkan diri agar mendapatkan konseling tentang gizi prakonsepsi.
2. Agar pihak KUA membuat unit konseling mengenai gizi prakonsepsi di setiap konseling
pranikah.
DAFTAR PUSTAKA
Azzahra Margareta Fatimah dan Lailatul Muniroh. 2015. Pengaruh Konseling Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Pemberian Mp-Asi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Cornelia, Edith Sumedi dan Irfanny Anwar. 2013. Konseling Gizi. Jakarta: Penerbit Plus.
Dinkes Deli Serdang. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016. Deli
Serdang : Tidak dipublikasikan.
Fikawati, Sandra, Ahmad Syafiq dan Khaula Karima. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Hestuningtyas, Tiara Rosania dan Etika Ratna Noer. 2014. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap
Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu Dalam Pemberian Makan Anak, Dan Asupan Zat Gizi
Anak Stunting Usia 1-2 Tahun Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition
College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 17 – 25.
Indriani Yaktiworo, Reni Zuraida dan Rabiatul Adawiyah. 2013. Pola Makan Dan Tingkat
Kecukupan Gizi Wanita Usia Subur Pada Rumah Tangga Miskin. Seminar Nasional Sains
& Teknologi V Lembaga Penelitian. Universitas Lampung.
Irawati, Anies. 2009. Faktor Determinan Resiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu
Menyusui dl Indonesia. Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes
RI.
Patimah, Sitti. 2017. Gizi Remaja Putri Plus 1000 Hari Pertama Kehidupan. Bandung: PT
Refika Aditama
Permatasari, Novelinda. 2017. Hubungan Usia Ibu Saat Melahirkan Dengan Kejadian Berat
Badan Bayi Lahir Rendah Di Rsud Tidar Magelang. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Rahayu YP, M. Basit dan Mega Silvia. 2015. HubungAn Usia Ibu Dengan Bayi Berat Badan
Lahir Renda (BBLR) di RSUD DR. H. MOCH. Ansari Saleh Banjar Masin Tahun 2013-
2014. Dinamika Kesehatan,
Vol.5 No.2 Desember 2015
Rahim Rahmiyati, A.Razak Thaha dan Citrakesumasari. 2013. Pengetahuan dan sikap wanita
prakonsepsi tentang gizi dan kesehatan reproduksi sebelum dan setelah suscatin di
kecamatan ujung tanah. Makassar: Universitas Hasanudin.
Shulhaeni, Husnul Fatah Noor. 2016. Hubungan Antara Pendidikan Orang Tua Dan Status Gizi
Balita Di Desa Ngargosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Stephanie Patricia, Sari Komang dan Ayu Kartika. 2016. Gambaran kejadian kurang energi
kronik dan pola makan wanita usia subur di desa pesinggahan kecamatan dawan klungkung
bali 2014. E-jurnal medika, vol. 5 no.6.
Susilowati. Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan, Bandung: PT Refika Aditama.
Menopause adalah saat terjadinya haid terakhir. Saat menopause, terjadi penurunan
hormon estrogen yang menimbulkan perubahan-perubahan fisik yang diikuti perubahan
psikologis pada wanita. Kehilangan daya tarik, kurang bersemangat, kesulitan dalam
berkonsentrasi dan mengingat sesuatu, perasaan tertekan atau kecemasan merupakan masalah
yang timbul pada kondisi menopause. Kondisi tersebut mendorong wanita untuk memecahkan
masalah melalui cara mencari bantuan dan dukungan dari keluarga dan teman-temannya dalam
bentuk dukungan sosial. Adanya bantuan tersebut akan membuat wanita merasa lebih tentram
dan lega sehingga akan menurunkan kecemasannya. Tujuan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara dukungan sosial terhadap tingkat kecemasan pada ibu menopause. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan crosssectional. Lokasi penelitian
dilaksanakan di Kelurahan Cikalang Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2015.
Populasinya adalah seluruh ibu yang sudah mengalami menopause yang berjumlah 104 orang.
Teknik pengambilan sampel adalah stratified proportional random sampling sebanyak 83
responden. Hasil penelitian didapat mayoritas wanita menopause atau sebanyak 56 orang
(67,5%) mendapat dukungan sosial suami cukup dan sebagian besar wanita menopause
mempunyai tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 65 orang (78,3%). Mayoritas wanita
menopause yang mendapat dukungan sosial cukup dari suaminya cenderung memiliki tingkat
kecemasan yang lebih ringan daripada wanita menopause yang mendapat dukungan sosial
kurang dari suami. Simpulan yang diperoleh adalah terdapat hubungan antara dukungan sosial
suami dengan tingkat kecemasan wanita menopause di Kelurahan Cikalang Kecamatan Tawang.
Perlunya penyuluhan menopause bukan hanya pada wanita, tetapi melibatkan peran serta suami
dalam menghadapi masa menopause.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1: Distribusi Frekuensi Wanita
Menopause Berdasarkan Dukungan
Sosial Suami Di Kelurahan Cikalang
Kecamatan Tawang Kota
Tasikmalaya
Kategori Persentase
Dukungan Sosial (%)
Frekuensi Suami
Kurang 27 32,5%
Cukup 56 67,5%
Lebih 0 0%
Jumlah 83 100%
Sumber: Hasil Penelitian
PEMBAHASAN
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Rank Spearman menunjukkan nilai P 0,007
lebih kecil dari nilai level of significance .\DLWX sehingga hipotesa alternatif diterima atau
dapat diartikan terdapat hubungan antara dukungan sosial suami dengan tingkat kecemasan
wanita menopause. Menurut Baziad (2003) kurang lebih 70% wanita masa menopause
mengalami keluhan vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik lainnya.
Perubahanperubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada wanita menopause dapat
mengganggu kinerja dan kehidupan sosialnya.
Pernyataan Baziad (2003) diperkuat Nushrotul (2009) yang mengatakan bagi sebagian
wanita krisis kepercayaan diri terkadang timbul pada dirinya apalagi jika telah mengalami
menopause karena pengaruh dari perubahan fisik serta psikis pada setiap individu. Perasaan
tertekan atau kecemasan yang dialami individu, termasuk kondisi menopause, mendorong wanita
untuk memecahkan masalah melalui cara mencari bantuan dan dukungan dari keluarga dan
teman-temannya. Adanya bantuan tersebut akan membuat wanita merasa lebih tentram dan lega
sehingga akan menurunkan kecemasannya. Suami yang tidak menuntut wanita untuk tampil
dengan kesempurnaan fisik dan meyakinkan pasangannya mengenai datangnya menopause baik
dalam perkataan maupun tindakan, akan sangat membantu wanita untuk meyakini bahwa tidak
ada yang perlu dicemaskan ketika hal tersebut tiba.
Wanita menopause yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada
dirinya mulai menarik diri dari lingkungan, sehingga terkadang muncul rasa tidak percaya diri
dan merasa sudah tidak berguna lagi karena merasa dirinya tua. Individu yang demikian
menjadikan kualitas hidupnya negatif dan diliputi banyak kecemasan. Ada pula yang
menganggap bahwa menopause merupakan hal yang wajar sehingga mereka ini merupakan
wanita yang memiliki kualitas hidup yang positif. Kualitas hidup yang positif akan terbebas dari
kecemasan.
Pada penelitian ini mayoritas wanita menopause yang mendapat dukungan sosial cukup
dari suaminya cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih ringan daripada wanita
menopause yang mendapat dukungan sosial kurang dari suami. Sesuai dengan pendapat yang
telah dikemukakan Kasdu (2004) bahwa kecemasan dapat timbul ketika seseorang merasa
sendirian dalam menghadapi suatu masalah dan tidak ada dukungan sosial dari orang
terdekatnya. Lieberman (1992) dalam Kartika (2011) mengemukakan bahwa secara teoritis
dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kecemasan karena dukungan sosial dapat
mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan.
Dalam penelitian ini, hampir semua ibu tinggal bersama dengan suami dan anaknya. Hal ini
merupakan dukungan moril dari aspek lingkungan sosial dalam menghadapi berbagai masalah
termasuk menghadapi menopause. Dukungan dari lingkungan sosial ini akan menumbuhkan
ketenangan dan rasa nyaman. Perubahan fisiologis ibu saat menghadapi menopause harus dapat
dikenal, diketahui, dan dipahami dengan baik dan benar oleh semua anggota keluarga terutama
suami.
Kurangnya kerjasama antara suami atau keluarga dengan pasangannya menjadi faktor
tidak langsung yang menimbulkan kecemasan wanita menopause dalam penelitian ini, karena
menurut Larasati (2010) wanita yang mengalami menopause akan membutuhkan keluarga dan
teman-teman terdekat sebagai dukungan agar tidak minder dalam beradaptasi dengan
lingkungan.
Secara umum dikatakan bahwa perempuan Timur menganggap menopause sebagai suatu
peristiwa alamiah biasa, yang harus dijalani oleh semua perempuan. Proses penuaan, tidak
dianggap sebagai hilangnya kecantikan, tetapi sebagai proses pematangan untuk menjadi
manusia bijaksana. Masih banyak daerah di Indonesia, yang menganggap bahwa status
perempuan lansia mempunyai kedudukan yang terhormat di masyarakat. Mereka banyak diminta
pendapat atau nasihatnya dalam berbagai masalah, bahkan kadang-kadang sangat menentukan.
Bila dilihat dari segi spiritual, menopause harus dianggap sebagai sesuatu yang
patut disyukuri, karena tidak semua orang diberi umur panjang dan diberi kesempatan untuk
lebih banyak bertaubat, beribadah dan beramal soleh. Oleh karena itu wajar bila perempuan-
perempuan yang mempunyai pandangan demikian, dalam proses menjelang menopause dan
seterusnya, tidak disertai dengan gejolak yang mengkhawatirkan, baik klinis, psikis maupun
sosial.
KESIMPULAN
Terdapat hubungan antara dukungan sosial suami dengan tingkat kecemasan wanita
menopause di Kelurahan Cikalang Kecamatan
Tawang Kota Tasikmalaya
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Baziad, Ali. (2003). Menopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Kozier, B, Erb & Oliver, R. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
danPraktik. Jakarta : EGC.
Martono N, (2010). Statistik Sosial: Teori dan Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta: Gava
Medika Yogyakarta.
Sarafino, E.P. (2006). Psikologi Kesehatan: Interaksi Biopsikososial Edisi Ke Lima. USA:
John Wiley & Sons.
Depkes, RI. (2005). Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia.
Jakarta