Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KARYOTYPING

KROMOSOM
ANALISIS KROMOSOM
MODUL SEL DAN GENETIKA

Disusun Oleh :
VENERANDA ISTYA HADI
I1011151054
KELOMPOK B

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
Studi kromosom telah dimulai sejak era 1600, sesaat setelah mikroskop
ditemukan. Penemuan mikroskop memberikan kontribusi yang besar terhadap
kemajuan ilmu kromosom. Struktur kromosom pertama kali diamati oleh Karl
Wilhelm von Nägeli pada tahun 1842, sebagai objek yang muncul pada saat
pembelahan sel. Tahun 1844, perilaku kromosom pada saat pembelahan sel
berhasil dideskripsikan oleh Nägeli dan dinyatakan sebagai deskripsi pertama
tentang mitosis. Walther Flemming, 38 tahun kemudian (1882), menciptakan
istilah kromatin pada saat pembuatan sketsa proses mitosis pada laporannya.1
Pada tahun 1888, seorang ahli anatomi, patologi dan embriologi, Heinrich
Wilhelm Gottfried von Waldeyer-Hartz, dikenal dengan Wilhelm Waldeyer
berkebangsaan Jerman memberikan istilah kromosom (Chromosomen) sebagai
benda berwarna (stainable bodies) berdasarkan konsep morfologi anatomi dan
susunan benang kromatin yang dijelaskan oleh Flemming. Benda berwarna ini
mampu menyerap zat warna dengan baik sehingga terlihat kontras dengan bagian
sel lain.1
Penemuan struktur molekul DNA oleh Watson dan Crick (1953),
kemajuan teknik pencitraan kromosom oleh Barbara (1938) dan prosedur
sekuensing DNA oleh Sanger dan Coulson (1975), telah memberikan kontribusi
yang signifikan dan penemuan - penemuan baru dalam bidang sitogenetika,
meliputi ilmu tentang struktur, fungsi, perilaku dan efek kromosom, baik pada
tingkat konvensional sampai tingkat pemetaan molekuler modern (Figueroa &
Bass, 2010; Fukui & Nakayama, 2000; Gill, Hans, & Jackson, 2008; Paweletz,
2001; Scheuerlein, Henschke, & Köckerling, 2017).1
Kromosom merupakan struktur nukleoprotein, membawa materi genetik
berupa DNA sebagai unit hereditas serta membawa informasi untuk aktivitas
regulasi sel. Genom pada tumbuhan terbagi menjadi kromosom yang terdiri dari
jutaan basa DNA. Jumlah kromosom pada tanaman berbunga cukup banyak jika
diamati di bawah mikroskop. Berbeda dengan kromosom pada manusia,
kromosom pada tumbuhan memiliki variasi sebanyak jumlah spesies yang ada,
dapat berbeda dari satu spesies dengan spesies lainnya dan dapat berbeda antara
tipe wild (liar) dan kultivar. Hal ini menyebabkan beberapa bagian kromosom
tumbuhan sulit dibedakan, sehingga menjadi barrier genetik terhadap aliran
genetik antara spesies tersebut.1
Akan tetapi, dalam penelitian sitologi, beberapa di antaranya telah
digunakan sebagai penanda genetik dalam mengidentifikasi kromosom dan
memvisualisasikan perubahan struktur kromosom. Perbedaan jumlah dan
morfologi kromosom dapat digunakan sebagai data klasifikasi dan hubungan
kekerabatan dalam tingkat familia. Fungsi utama kromosom adalah bertanggung
jawab pada pemisahan DNA dalam jumlah yang sama dan memastikan bahwa
keturunan membawa sifat dari kedua orang tua pada setiap pembelahan sel. Di
samping itu, kromosom juga menjaga integritas dan ketepatan replikasi genom
pada setiap siklus sel.1
Kromosom memiliki tiga elemen struktur utama yang diperlukan untuk
replikasi dan pemeliharaan: sentromer, telomer dan unit replikasi. Struktur
kromosom membantu memastikan DNA tetap melilit pada protein. Sentomer
merupakan daerah kontriksi (lekukan) primer di bagian tengah kromosom yang
bersifat khusus dan tetap, berfungsi sebagai titik perlekatan spindel mikrotubul
yang bertanggung jawab dalam pergerakan kromosom saat pembelahan sel.
Sentromer juga digunakan sebagai tempat melekatnya sister kromatid. Peranan
sentromer merupakan komponen kunci dalam proses segregasi kromosom.
Sentromer ditandai oleh adanya DNA repetitif (sekuen nukleotida yang berulang-
ulang). Dalam pembelahan sel, DNA repetitif pada sentromer berperan
memisahkan kohesi antar sister kromatid dan mengatur kromatin pada nukleus
saat interfase. Telomer memiliki peranan penting dalam melindungi ujung pada
kedua lengan kromosom, yang ditandai dengan adanya urutan nukleotida yang
khas.1

Gambar 1 : Representasi struktur pada kromosom1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Kromosom
Sindrom Down merupakan salah satu penyakit kelainan kromosom dengan
penyebab yang sangat kompleks. Sindrom Down ditandai dengan adanya interaksi
secara menyeluruh maupun sebagian antara triplikasi kromosom 21 dan faktor –
faktor lainnya yang dapat memegang peranan dalam gejala klinis pada penderita,
seperti apolipoprotein E (APOE) (19q13.2) yang merupakan kandidat gen yang
berinteraksi dengan deposisi Abeta otak menjadi salah satu penanda kelainan
neurologis pada penderita Sindrom Down.2
Apolipoprotein E (APOE) merupakan suatu bentuk protein polimorfik
yang disandikan oleh suatu gen yang berlokasi pada kromosom 19q13.2. Di otak,
APOE merupakan protein mayor, produksi dan akumulasinya meningkat pada
gangguan sistem saraf pusat dan cedera saraf tepi. APOE mempunyai kemampuan
untuk berinteraksi dengan reseptor LDL yang berkaitan dengan protein sehingga
APOE mempunyai peran sentral dalam metabolisme lipoprotein plasma dan
homeostatis kolesterol.2
Defek tulang, brakhisefalus, gambaran dismorfik kraniofasial, defek
septum atrioventrikular, stenosis katup dan abnormalitas sistem gastrointestinal
merupakan sejumlah defek perkembangan sering ditemukan pada penderita
Sindrom Down. Selain itu, perubahan perkembangan otak dan disabilitas
intelektual selalu terjadi pada Sindrom Down trisomi 21. Sehingga penderita
Sindrom Down memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari kemampuan
rata-rata, biasanya terjadi dari kadar ringan sampai berat dan IQ rata-rata adalah
sekitar 50, dibandingkan dengan anak normal yang memiliki IQ 100.2
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Pemeriksaan Sitogenetika

1. Preparasi Kromosom

• Bahan yang diperiksa : darah vena/kapiler yang dimasukkan ke dalam tube


heparin.
• Peralatan yang digunakan : spuit, tabung heparin, tabung falcon 10 cc,
laminary flow, inkubator, pipet ependrof, tip pipet, centrifuge, waterbath,
pipet ukur, deck glass, mikroskop cahaya.

• Siapkan media MEM (medium dengan sedikit aminoacid dan vitamin) dan
RPMI 1640 (medium yang kaya amino acid dan vitamin yang biasa
dipakai untuk kultur limfoblas), kemudian pada masing-masing media
ditambahkan PHA 100 µl (yang berfungsi untuk memacu mitosis) dan
FBS 10% pada masing-masing media.
• Teteskan masing-masing 7 tetes “buffy coat” atau 10 tetes darah dalam 2
tube berisi 5 ml media yang berbeda (MEM dan RPMI 1640).
• Tabung diinkubasi pada suhu 37 O celcius selama 72-96 jam dengan sudut
kemiringan tabung 45O agar memberi peluang untuk tumbuhnya sel di
permukaan dalam incubator biasa atau incubator yang mengandung 5%
CO2.
• Kemudian ditambahkan 3 tetes colchicines, inkubasi diteruskan selama 30
menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 1000 rpm.
• Buang supernata, endapan diresuspensikan dan ditambahkan larutan
hipotonik hangat KCl 0,075 M, diresuspensikan sampai homogen dan
diinkubasi 37 derajat celcius dalam waterbath selama 15-30 menit.

• Pusingkan 1000 RPM selama 10 menit, supernatan dibuang dan


ditambahkan 5 ml larutan fiksasi Carnoy’s (3 metanol : 1 acetic acid)
pelan-pelan melalui dinding tabung, kemudian dikocok. Pemberian larutan
fiksasi diulang 3 kali sampai didapatkan presipitat yang jernih.
• Residu disuspensikan dengan larutan Carnoy’s secukupnya, sesuai
banyaknya pelet, disebarkan pada gelas obyek dengan meneteskan 2 tetes
suspensi pada lokasi yang berbeda.

• Dilakukan pengecatan solid dengan Giemsa 10% dalam larutan buffer


phospat pH 6,8 selama 1 menit. Pengecatan solid hanya dipakai untuk
skrining sel.

GTG banding (G-banding)


Pengecatan ini menggunakan reagen sebagai berikut :
- H2O2 30%
- Larutan Tryspin 1% stok dalam Buffer Hanks
- Larutan Buffer Hanks (HBSS) pH 6,8-7,2
- Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 6,8
Pengecatan Trypsin dilakukan tanpa penghangatan yaitusetelah membiarkan slide
menjadi tua lebih kurang selama 3-5 hari kemudian dicelupkan ke dalam larutan
trypsin 0,1% (yang dilarutkan dengan PBS pH 6,8) selama sekitar 10-20 detik,
kemudian dicuci.

2. Pemeriksaan Sitogenetika
Dengan air mengalir selanjutnya dimasukkan ke dalam staining jar yang
berisi cat Giemsa 10% dalam phosphate buffer selama 4-10 menit. Setelah dicat,
slide dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan, kemudian siap dianalisis di
bawah mikroskop.

3. Analisis Kromosom
Siapkan format analisis untuk mencatat koordinat dan jumlah metafase
yang dihitung Analisis untuk semua kasus harus dengan pengecatan G-banding,
paling sedikit enam metafase dan penghitungan untuk 20 metafase. Bila
didapatkan kelainan mosaik, analisis paling sedikit harus didapatkan perbedaan
pada 3 metafase dan bila didapatkan hanya 1 metafase yang berbeda maka
perhitungan harus ditambah paling sedikit 40 metafase.

Referensi :
Faradz SMH. Pengantar Sitogenetika, Genetika Molekuler, dan Alat bantu
Konseling Genetika.Laboratorium Bioteknologi FK UNDIP. 2002
Daftar Pustaka

1. Isna Rasdianah Aziz. Kromosom Tumbuhan Sebagai Marka Genetik. Junal


Teknosains. Volume 13, Nomor 2. p125. 2019
2. Malinda Meinapuri. Polimorfisme Gen Apolipoprotein E Pada Penderita
Sindrom Down Trisomi 21. Jurnal Kesehatan Andalas. p14. 2013

Anda mungkin juga menyukai