Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KROMOSOM

MODUL SEL DAN GENETIKA

NAMA : Emaculata Advensy Rara

NIM : I1011151072

KELOMPOK :D

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019
BAB I

DASAR TEORI

Kromosom adalah struktur dalam sel yang mengandung infomasi genetik.


Kromosom manusia nomal terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan kromosom
gonosom, baik XX maupun XY. Kromosom mempunyai bagian yang menyempit
sepasang yaitu sentromer dan membagi kromosom menjadi dua lengan yaitu lengan p
pada bagian atas dan lengan q di bagian bawah. Berdasarkan letak sentromernya
kromosom dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Pertama kromosom metasentrik
yaitu apabila sentromer terletak di tengah kromosom sehingga kromosom terbagi
menjadi dua lengan yang hampir sama panjang. Kedua kromosom submetasentrik yaitu
apabila sentromer terletak ke arah salah satu ujung kromosom sehingga kromosom
terbagi menjadi dua lengan yang tak sama panjang. Ketiga kromosom akrosentik yaitu
letak sentromer di dekat ujung kromosom sehingga satu lengan menjadi sangat pendek
dan yang lain sangat panjang. Terakhir adalah kromosom telosentrik yaitu apabila
sentromer terletak di ujung kromosom sehingga kromosom hanya terdiri dari satu
lengan saja.1
Dalam buku Internasional System for Human Cytogenetics Nomenclature
(ISCN) kromosom manusia dikelompokkan menjadi 7 kelompok utama:2

- Kelompok A (Kromosom 1-3) yaitu kromosom metasentrik berukuran besar dan


mudah dibedakan dengan yang lain karena ukurannya dan letak sentromernya
- Kelompok B (Kromosom 4-5) yaitu kromosom submetasentrik berukuran besar
- Kelompok C (Kromosom 6-12 dan X) yaitu kromosom metasentrik dan
submetasentrik berukuran sedang
- Kelompok D (Kromosom 13-15) yaitu kromosom akrosentrik berukuran sedang
dan memiliki satelit
- Kelompok E (Kromosom 16-18) yaitu kromosom metasentrik dan submetrasentrik
berukuran kecil
- Kelompok F (Kromosom 19-20) yaitu kromosom metasentrik berukuran sangat
kecil
- Kelompok G (Kromosom 21-22 dan Y) yaitu kromosom akrosentrik berukuran
sangat kecil dan memiliki satelit kecuali kromosom Y.

Kromosom pertama kali ditemukan pada akhir abad ke sembilan belas.


Kromosom berasal dari kata Yunani Chrom yang artinya warna dan soma berarti tubuh.
Kata ini dicetuskan oleh ahli-ahli anatomi Jerman yaitu Willhelm von Gottfried
Waldeyer-Hartz.3 Itulah awal mulanya bahwa benda-benda halus berbentuk batang
panjang atau pendek dan lurus atau bengkok yang terdapat dalam inti sel dan dapat
diwarnai adalah pembawa sifat keturunan.4
Dengan perkembangan teknik pewarnaan pada tahun 1980an dan 1990an,
kromosom terlihat seperti pita terang dan gelap yang disebut karyotype. Karyotype
dapat membantu mengidentifikasi kelainan kromosom dalam hal jumlahnya atau
struktur kromosom.2

Dalam sel tubuh manusia yang berinti sel, di dalamnya terdapat 46 kromosom.5
Dari ke-46 kromosom ada pasangan kromosom dengan morfologi serupa, sehingga
dikenal pasangan ke-1, pasangan ke-2 dan seterusnya hingga ke pasangan ke-23,
sehingga secara sistematis membagi kromosom pada sel somatik menjadi 2 tipe, yaitu:

Autosom (kromosom somatis), berjumlah 22 pasang (44 buah) dan tidak


berhubungan dengan penentuan jenis kelamin.Gonosom (kromosom seks) berjumlah
sepasang (2 buah) yaitu X dan X untuk wanita serta X dan Y untuk laki-laki.
Kromosom ini berhubungan dengan jenis kelamin.4
Gambar 1. Kromosom normal pada manusia. Kromoson seks wanita (1) dan
kromosom seks pria (2)

Secara garis besar, kelainan kromosom dapat dibedakan menjadi dua, kelainan
numerik dan kelainan struktural. Kelainan kromosom numerik merupakan hilangnya
atau bertambahnya satu set kromosom (secara keseluruhan) yang disebabkan terjadi
kesalahan dalam pemisahan kromosom homolog atau nondisjunction pada fase meiosis
I dan II. Kelainan kromosom struktural disebabkan karena kesalahan ketika proses
penyatuan yang terjadi pada crossing over pada meiosis I. Translokasi yaitu
berpindahnya materi kromosom antara kromosom yang satu dengan lainnya.

Dalam praktikum ini, dilakukan analisis karyotype kromoson seks untuk


menentukan jenis kelamin dan dalam pembahasannya akan dibahas mengenai salah
satu kelainan pada kromosom yaitu sindrom patau atau trisomy 13. Karyotype dapat
membantu mengidentifikasi kelainan kromosom dengan jelas, baik kelainan dalam
jumlah kromosom maupun struktur kromosom
BAB II

CARA KERJA

Pemeriksaan Sitogenetika6

1. Preparasi Kromosom
a. Bahan yang diperiksa : darah vena/kapiler yang dimasukkan ke dalam tube
heparin
b. Peralatan yang digunakan : spuit, tabung heparin, tabung falcon 10 cc, laminary
flow, 5osaic5se, pipet ependrof, tip pipet, centrifuge, waterbath, pipet ukur,
deck glass, mikroskop cahaya
c. Siapkan media MEM (medium dengan sedikit aminoacid dan vitamin) dan
RPMI 1640 (medium yang kaya amino acid dan vitamin yang biasa dipakai
untuk kultur limfoblas), kemudian pada masing-masing media ditambahkan
PHA 100 μl (yang berfungsi untuk memacu mitosis) dan FBS 10% pada
masing-masing media.
d. Teteskan masing-masing 7 tetes “buffy coat” atau 10 tetes darah dalam 2 tube
berisi 5 ml media yang berbeda (MEM dan RPMI 1640)
e. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ᴼ celcius selama 72-96 jam dengan sudut
kemiringan tabung 45ᴼ agar memberi peluang untuk tumbuhnya sel di
permukaan dalam incubator biasa atau incubator yang mengandung 5% CO2.
f. Kemudian ditambahkan 3 tetes colchicines, inkubasi diteruskan selama 30
menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 1000 rpm
g. Buang supernata, endapan diresuspensikan dan ditambahkan larutan hipotonik
hangat KCl 0,075 M, diresuspensikan sampai homogen dan diinkubasi 37
derajat celcius dalam waterbath selama 15-30 menit
h. Pusingkan 1000 RPM selama 10 menit, 5osaic5se5t dibuang dan ditambahkan
5 ml larutan fiksasi Carnoy’s (3 metanol : 1 acetic acid) pelan-pelan melalui
dinding tabung, kemudian dikocok. Pemberian larutan fiksasi diulang 3 kali
sampai didapatkan presipitat yang jernih.
i. Residu disuspensikan dengan larutan Carnoy’s secukupnya, sesuai banyaknya
6osaic, disebarkan pada gelas obyek dengan meneteskan 2 tetes 6osaic6s pada
lokasi yang berbeda
j. Dilakukan pengecatan solid dengan Giemsa 10% dalam larutan buffer phospat
Ph 6,8 selama 1 menit. Pengecatan solid hanya dipakai untuk skrining sel

2. GTG banding (G-banding)


Pengecatan ini menggunakan reagen sebagai berikut :
 H2O2 30%
 Larutan Tryspin 1% stok dalam Buffer Hanks
 Larutan Buffer Hanks (HBSS) Ph 6,8-7,2
 Phosphate Buffer Saline (PBS) Ph 6,8

Pengecatan Trypsin dilakukan tanpa penghangatan yaitu setelah membiarkan slide


menjadi tua lebih kurang selama 3-5 hari kemudian dicelupkan ke dalam larutan
trypsin 0,1% (yang dilarutkan dengan PBS Ph 6,8) selama sekitar 10-20 detik,
kemudian dicucidengan air mengalir selanjutnya dimasukkan ke dalam staining jar
yang berisi cat Giemsa 10% dalam phosphate buffer selama 4-10 menit. Setelah
dicat, slide dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan, kemudian siap dianalisis
di bawah mikroskop.

3. Analisis Kromosom
Siapkan format analisis untuk mencatat koordinat dan jumlah 6osaic6se yang
dihitung Analisis untuk semua kasus harus dengan pengecatan G-banding, paling
sedikit enam 6osaic6se dan penghitungan untuk 20 metafase. Bila didapatkan
kelainan 6osaic, analisis paling sedikit harus didapatkan perbedaan pada 3 metafase
dan bila didapatkan hanya 1 metafase yang berbeda maka perhitungan harus
ditambah paling sedikit 40 metafase.
BAB III

PEMBAHASAN

Trisomy 13 atau patau sindrom merupakan kelainan autosomal trisomy dimana


terdapat ekstra duplikasi pada kromosom 13.7 Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan
kelainan genetik dengan jumlah kromosom 13 sebanyak 3 buah. Sindrom malformasi
multikompleks yang berhubungan dengan trisomi 13 pertama kali dijelaskan oleh
Dr.Klaus Patau pada tahun 1960. Sindrom Patau merupakan kelainan autosomal ketiga
tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup setelah Sindrom Down (trisomi 21)
dan Sindrom Edwards (trisomi 18). Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-
12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu.8
Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-disjunction (kegagalan 1 pasang
atau lebih kromosom homolog untuk berpisah) saat pembelahan miosis I atau miosis
II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%),
dapat pula terjadi akibat translokasi genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe
klasik, translokasi, dan mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang
berat termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung, anomali
ginjal, dan anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa mikrosefal, cyclops
(mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan palatum, low set ears, dan
polidaktili.8
Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu :9
a. Trisomi 13 Klasik
Pada tipe ini, sel telur atau sperma menerima ekstra copy kromosom 13.
Biasanya sel telur dan sperma hanya memiliki 1 copy tiap kromosom. Saat
mereka bersatu, akan menghasilkan bayi dengan kromosom yang lengkap (46).
Bila sel telur atau sperma menerima 2 copy kromosom 13 dengan sel telur atau
sperma yang memiliki 1 copy, maka akan terbentuk trisomi 13 yang ditemukan
di seluruh sel. Tipe klasik ini merupakan bentuk tersering pada trisomi 13 yang
terjadi sekitar 75%.
b. Trisomi 13 Translokasi
Pada tipe ini, potongan atau seluruh bagian ekstra copy kromosom 13
berikatan dengan kromosom lain. Hasilnya dapat terlihat adanya bagian ekstra
kromosom 13 di dalam sel. Translokasi ini terjadi saat sel telur dan sperma
menyatu (3/4 kasus) dan sisanya terjadi pada salah satu orang tua. Translokasi
ini terjadi sekitar 20% kasus trisomi 13.
c. Trisomi 13 Mosaik
Pada tipe ini, terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46 kromosom
dan sel dengan ekstra copy kromosom 13. Fitur dan masalah yang terjadi pada
trisomi 13 mosaik lebih ringan karena tidak seluruh sel membawa kromosom
ekstra. Trisomi 13 tipe ini terjadi sekitar 5%.

Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan kelainan


struktur. Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom (aneuploidi).
Aneuploidi dapat terjadi akibat non-disjunction. Non-disjunction merupakan kegagalan
1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah saat pembelahan miosis I atau
miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal
(85%) dan sisanya terjadi saat miosis paternal. Trisomi non-disjunction lebih banyak
terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun. Ketika reduksi tidak terjadi, akan terdapat
tambahan kromosom pada seluruh sel yang menghasilkan trisomi.9,10
Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi), tegantung pada fasenya
yaitu pada sel pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya dapat terjadi
trisomi dan monosomi bila terjadi pada sel pertama atau sel dengan kromosom normal,
sel dangan trisomi dan monosomi bila terjadi setelah mitosis normal terjadi beberapa
tahap. Gabungan sel ini dinamakan mosaik sel. Trisomi 13 tipe mosaik terjadi sekitar
5% kasus.9,10
Gambar 2. Mekanisme non-discjuntion11
Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik. Translokasi
adalah berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke kromosom yang lain.
Kurang dari 20% kasus trisomi 13 terjadi akibat translokasi kromosom. Selama
translokasi, kromosom misalign dan bergabung dengan bagian sentromernya yang
berjenis akrosentris (jenis kromosom yang lengan pendeknya atau p sangat pendek dan
tidak mengandung gen). Hal ini disebut translokasi Robertsonian. Translokasi
Robertsonian terjadi terbatas pada kromosom akro sentris 13, 14, 15, 21, dan 22 karena
memiliki lengan pendek yang tidak mengandung gen. Translokasi Robertsonian pada
kromosom 13:14 terjadi sekitar 33% dari seluruh translokasi Robertsonian.9,10

Gambar 3. Mekanisme Translokasi Robertsonian11


Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada trisomi 13 meliputi :8
- Mikrosefal

- Mikroftalmia/anoftalmia

- Cyclops (mata tunggal)

- Sinoftalmia (2 mata bergabung menjadi 1)

- Absen atau abnormal struktur nasal atau proboscis

- Cleft bibir dan palatum

- Low set ears

- Polidaktili (post aksial)

- Hernia (umbilikal, inguinal)

- Undescended testis

- Abnormalitas skeletal ekstremitas

- Defek pada scalp (cutis aplasia)

Gambar 4. Manifestasi Sindrom Patau (trisomi 13)


Trisomi 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan USG dan
marker serum maternal yang dilakukan pada trimester I. Skrining dilakukan terutama
bila terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan kongenital. Bila terdapat
kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan pemeriksaan kromosom jaringan
janin dengan menggunakan amniosentesis atau biopsi vili korialis.8

Gambar 5. Hasil Pemeriksaan Kromosom Trisomi 13

Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi
yang ahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Terapi yang dilakukan
fokus untuk membuat bayi lebih nyaman. Anak yang tetap bertahan sejak lahir
mungkin membutuhkan terapi bicara, terapi fisik, operasi untuk mengatasi masalah
fisik, dan terapi perkembangan lainnya.9

Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin. Kebanyakan bayi dengan trisomi


13 memiliki kelainan jantung kongenital. Komplikasi yang mungkin terjadi :8
- Sulit bernapas atau apnea

- Ketulian
- Gagal jantung

- Kejang

- Gangguan penglihatan

- Masalah dalam pemberian makanan

Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati
(still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Rata-rata usia
bayi dengan trisomi 13 adalah 2,5 hari hanya 1 dari 20 bayi yang akan bertahan lebih
dari 6 bulan. Lebih dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryo. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2015


2. International Standing Committee on Human Cytogenesis Nomenclature (ISCN).
2009. An International Sysytem for Human Cytogenetics Nomenclature. Karger,
Switzerland.
3. Gardner, R.J McKinlay, Grant R Sutherland, Lisa G. Shaffer. Chromosome
Abnormalities and Genetics Counseling 4thEd. Inggris: Oxford University Press
Inc. 2012
4. Santosa, Heru. Memahami Genetika dengan Mudah. Yogyakarta: Nuha Offset.
2009
5. Knight, Julian C. Human Genetic Diversity 1stEd. New York: Oxford University
Press
6. Faradz SMH. Pengantar Sitogenetika, Genetika Molekuler, dan Alat bantu
Konseling Genetika.Laboratorium Bioteknologi FK UNDIP. 2002
7. Kenneth LJ. Trisomy 13 syndrome. Dalam : Smith’s Recognizable patterns of
human malformation. Edisi ke-6. Elsevier Saunders; 2006
8. Best, Robert G. and Gregg, Anthony Romaine. 2017. Patau Syndrome. Diakses
pada tanggal 24 Februari 2019. Available on
https://emedicine.medscape.com/article/947706-overview
9. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H.
editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009
10. Rios, A., Furdon, Susan A., Adams, D., and Clark, David A. 2004. Recognizing
the Clinical Features of Trisomy 13 Syndrome. Diakses pada tanggal 24 Februari
2019. Available on https://www.medscape.com/viewarticle/496393_1
11. Susmitha, Okta Della., dkk. Sindrom Patau (Trisomi kromosom 13). Lampung:
Majority Vol. 7 No.2. 2018

Anda mungkin juga menyukai