Anda di halaman 1dari 31

TUGAS

PRAKTEK KEPERAATAN MEDIKAL BEDAH

DIBUAT
OLEH :

NAMA : OFLI WAIMESE


NPM : 12114201170097
KELAS :B

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI KEPERAWATAN

AMBON

2020
KASUS 1 :

Seorang pria berusia 44 tahun dirawat dengan diagnose medis TB aktif. Pernafasan 24x/menit, ronchi pada kanan
dan kiri paru, produksi sputum banyak. Indeks nassa tubuh 16, tampak pucat dan terlihat sesak disertai kelelahan.
Terpasang oksigen liter/menit, saturasi oksigen 93%.

POINT A :

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS

A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium
Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh
lainnya (Depkes, 2008).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang
pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak,
usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

2. Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalamsuhu 600C dalam 15-20 menit. Fraksi
protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam
dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2005)

Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada
dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu
sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara
yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia
melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung
meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005)

3. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:

a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu minggu sampai berbulan –
bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan
penurunan berat badan
4. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks
serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan
sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik
yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya
tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk
jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi
sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien

tuberkulosis adalah:

a. Sputum Culture

b. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA

c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)

d. Chest X-ray

e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium

tuberculosis

f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel

sel besar yang mengindikasikan nekrosis

g. Elektrolit

h. Bronkografi

i. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah


POINT B :

KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


DS: DO:
– Klien tampa pucat, – Pernafasan 24x/menit
dan terlihat sesak – Rochi : pada kanan
nafas. dan kiri
– Sputum banyak
– Merasa lelah
– Indeks masa tubuh 16
– Terpasang ksigen 8
liter/menit
– Saturasi ksigen 93%

POINT C :

ANALISA DATA

DATA ETIOLGI PROBLEM


DS: M Tuberculosis Bersihan Jalan Nafas Tidak
– Klien tampak Efektif
pucat dan terlihat Inhalasi Droplet
sesak nafas
Bakteri mencapai alveolus
DO :
Muncul reaksi radang
– Pernafasan 24x/menit
– Rochi : pada kanan dan
Terjadi pengeluaran secret
kiri
– Sputum banyak
Alkumulasi secret di jalan nafas
– Merasa lelah
– Indeks masa tubuh 16
Bersihan Jalan Nafas Tidak
– Terpasang ksigen 8
Efektif
liter/menit
– Saturasi ksigen 93%
POINT D :

PRIORITAS DIAGNOSA

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan alkumulasi secret

POINT E

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnose
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasioonal
keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan – Lakukan – Mengetahui
nafas tidak efektif keperaatan selama 3x24 jam pasien auskultasi selama obstruksi pada
b/d alkumulasi menunjukan fungsi pernafasan 2-4 jam saluran nafas
secret normal. Dengan kriteria hasil : – Berikan posisi dan
– Menunjukan pembersihan jaan kepala lebih manisfestasinya
nafas yang efektif tinggi dari posisi pada suara nafas
– Menunjukan status pernafasan kaki – Penurunan
yang di buktikan oleh indikatr – Lakukan suction diafragma dapat
gangguan. bila perlu membantu
 Kemudahan bernafas – Monitor tanda ekspansi paru
 Pergerakan sputum tanda vital tiap 4 lebih maximal
keluar dari jalan nafas jam – Peningkatan
 Suara nafas jerni – Lakukan mucus atau

 Irama frekuensi kolaborasi lender disaluran

pernafasan dalam pemberian O2 nafas dapat

rentan normal menyumbat


jalan nafas
– Peningkatan
frekuensi nafas
mengindikasika
n tingkat
keparahan
– Kebutuhan
oksigen yang
masuk ketubuh
dapat dibantu
dengan
tambahan
oksigen yang
diberikan.
LATIHAN II

Serang pria 60 tahun mengeluh batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu, batuk semakin sering muncul jika udara
dingin dan pada waktu malam hari. Menurut pasien secret yang keluar berwarna hijau dan sangat kental. Saat di
lakukan auskultasi didapatkan suara ronchi pada bagian basal paru destra

POINT A :

KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


DS: DO:
– Px mengeluh batuk – Auskultasi, ronchi (+)
berdahak 3 hari yang paru dextra
lalu
– Batuk semakin sering
jika udara dingin dan
pada waktu malam
hari
– Px mengatakan secret
berwarna hijau dan
sangat kental

POINT B :

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM


DS: Penumpukan secret pada Bersihan jalan napas
– Px mengeluh batuk jalan napas tidak efektif
berdahak 3 hari yang
lalu
– Batuk semakin sering
jika udara dingin dan
pada waktu malam hari
– Px mengatakan secret
berwarna hijau dan
sangat kental

DO:
– Auskultasi, ronchi (+)
paru dextra

POINT C :

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret pada jalan napas

POOINT D

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan ke – Monitor – Untk
tidak efektif b.d perawatan selama 3x24 TTV mengetahui
penumpukan secret jam diharapkan status – Monitor keadaan
pada jalan napas respirasi: jalan nafas paten respirasi dan umum
dengan criteria hasil : oksigenasi klien
– RR normal – Auskultasi – Penurunan
– Pergerakan bunyi napas bunyi
sputum keluar – Berikan O2 napas dapat
dari jalan napas dengan menunjuka
– Bebas dari suara menggunakan n
nafas tambahan nasal atelektasis
– Mampu – Suction sesuai – Untuk
mengindentifikasi indikasi mencatat
dan mencegah adanya
factor yang dapat suara napas
menghambat jalan tambahan
nafas. – Untuk
membantu
oasien
bernafas
lebih
baik/mengu
rangi sesak
nafas
– Merangsan
g batuk
atau
pembersiha
n jalan
napas suara
mekanik
pada factor
yang tidak
mampu
melakukan
karena
batuk
efektif atau
penurunan
tingkat
kesadaran.

LATIHAN III

Seorang pria umur 55 tahun didiagnosa medis Asma Bronchiale, mengelu sesak nafas. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan RR :36x/menit, terdapat pernafasan cuping hidung dan retraksi intercostal.

POINT A :
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Asma


1. Pengertian Asma

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas pada
rangsangan tertentu, yang mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid & Suprapto,
2013). Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten, bersifat reversibel dimana trakea dan bronchi
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan atau inflamasi (Padila, 2013)

Menurut Murphy dan Kelly (2011) Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas, yang revelsibel dan
kronis, dengan karakteristik adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasma saluran bronkial atau pembengkakan
mukosa setelah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi, morbiditas dan martalitas asma meningkat akibat dari
peningkatan polusi udara.

Jadi asma atau reactive air way disease (RAD) adalah penyakit obstruksi pada jalan napas yang bersifat
reversible kronis yang ditandai dengan bronchopasme dengan karakteristik adanya mengi dimana trakea dan
bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan atau inflamasi

2. Etiologi Asma

Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:

a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.


b. Pembengkakan membrane bronkus
c. Bronkus berisi mucus yang kental

Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:

a. Genetik

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi ini penderita sangat mudah terkena
asma apabila dia terpapar dengan faktor pencetus.

Adapun faktor pencetus dari asma adalah:

a. Alergen

Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan
polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta
blocker, kodein, dan sebagainya.
 Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak dengan
kulit.
b. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus
yang paling sering menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan
asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015)
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja
di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.
e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan asma
f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres harus
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya. (Wahid & Suprapto, 2013).

3. Patofisiologi Asma
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok, bulu binatang, hawa dingin
terpapar pada penderita. Benda benda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh
penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya
antibody yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E.
masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang
membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci).
Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine,
neutrophil chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan mediator kimia tersebut
akan merangsang peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama
bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada semua bagian bronkus akan menyebabkan
penyempitan bronkus
(bronkokontrikis) dan sesak nafas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga
menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga
penderita pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus dan
meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup
banyak (Harwina Widya Astuti 2010).
4. Manifestasi Klinis Asma
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma diantaranya ialah:
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
 Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
 Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
 Wheezing belum ada
 Belum ada kelainan bentuk thorak
 Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
 BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:

 Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


 Wheezing
 Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
 Penurunan tekanan parsial O2
 Stadium lanjut/kronik
 Batuk, ronchi
 Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
 Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
 Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
 Thorak seperti barel chest
 Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
 Sianosis
 BGA Pa O2 kurang dari 80%
 Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
 Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

5. Pemeriksaan Diagnostik Asma

a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan untuk melihat adanya:

a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal eosinopil.


b. Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat muscus plug.

2Pemeriksaan darah

a. Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi hipoksemia, hipercapnia, atau
sianosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang menandakan adanya infeksi.
d. Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan menurun pada saat bebas
serangan asma.
b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah:

a. Tes Fungsi Paru

Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian
aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi:

a. Penurunan forced expiratory volume (FEV)


b. Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
c. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
d. Kehilangan inspiratory capacity (IC)

(Wahid & Suprapto, 2013)

b. Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan
komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:

a. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah


b. Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
d. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
e. Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.

c. Pemeriksaan Tes Kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma secara spesifik

4. Elektrokardiografi

1. Terjadi right axis deviation


2. Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
3. Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi segmen ST
negatif

5 Scanning paru

Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013)

7 Pencegahan Asma
Menurut Sundaru & Sukamto (2014), usaha-usaha pencegahan asma antara lain: menjaga kesehatan, menjaga
kebersihan lingkungan, menghindarkan faktor pencetus serangan asma dan menggunakan obatobat antiasma.
Menghindari alergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari sensitisasi atau pencegahan primer. Beberapa
study terakhir menyatakan jika kontak dengan hewan peliharaan seperti kucing sedini mungkin tidak dapat
menghindari alergi, sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing mampu mencegah terserang alergi
lebih baik ketimbang menghindari hewan-hewan tersebut.

Berbagai studi menunjukkan bahwa ibu merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan paru anak,
dan bayi dari ibu perokok, 4 kali lebih sering mendapatkan mengi dalam tahun pertama kehidupannya. Ibu yang
merokok selama kehamilan akan dapat berefek pada sensitisasi alergen, walaupun hanya sedikit yang terbukti.
Sehingga disimpulkan merokok dalam kehamilan berdampak pada perkembangan paru, meningkatkan frekuensi
gangguan mengi pada bayi, tetapi mempunyai peran kecil pada terjadinya asma alergi di kemudian hari. Sehingga
jelas bahwa pajanan asap rokok lingkungan baik periode prenatal maupun postnatal (perokok pasif) mempengaruhi
timbulnya gangguan atau penyakit dengan mengi.
8. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena penyakit asma menurut (Wahid & Suprapto, 2013) yaitu:

a. Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang bersifat refrator
terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b. Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis

c. Hipoksemia

d. Pneumothoraks

e. Emfisema

f. Deformitas Thoraks

g. Gagal Jantung

9. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma yaitu:

a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:

 Menghilangkan obstruksi jalan napas.


 Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
 Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma dan pengobatannya.

b. Pengobatan pada asma

1. Pengobatan farmakologi

a) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya terbutalin/bricasama.

2. Santin/teofilin (Aminofilin)

b) Kromalin

Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada penderita anak. Kromalin biasanya
diberikan bersama obat anti asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.

c) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya
adalah obat diberikan secara oral.

d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka segera penderita diberi
steroid oral.

2) Pengobatan non farmakologi

a) Memberikan penyuluhan

b) Menghindari faktor pencetus

c) Pemberian cairan

d) Fisioterapi napas (senam asma)

e) Pemberian oksigen jika perlu

(Wahid & Suprapto, 2013)

3) Pengobatan selama status asmathikus

a) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit

c) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau
D5 mentenence (20 tpm) dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam

d) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan

e) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV

f) Antibiotik spektrum luas

(Padila, 2013)

POINT B :
KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


DS: DO:
– Pasien mengelu – Pemeriksaan fisik
sesak nafas RR : 36x/menit
– Terdapat pernafasan
cuping hidung dan
retraksi intercstal.

POINT C:

ANALISA DATA

DATA ETIOLGI PROBLEM


DS: Obstruksi jalan nafas Ketidakefektifitan jalan
– Klien mengelu nafas
sesak nafas
DO: Ketidakefektifitan jalan
– Pemeriksaan fisik nafas
RR : 36x/menit
– Terdapat
pernafasan cuping
hidung dan
retraksi intercstal.

POINT D:

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifitan jalan nafas b/d sumplai oksigen berkurang ( bronkosasme )

POINT E

INTERVENSI KEPERAATAN
No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil intervensi Rasional
1 1. Ketidakefektifi Setelah dilakukan tindakan Mandiri – Membantu klien
tan jalan nafas selama 3x24 jam diharapkan – Tinggikan memperpanjang
b/d sumplai adanya perbaikan jalan nafas. kepalah dan waktu ekspresi
oksigen Dengan kriteria hasil : bantu sehingga klien akan
berkurang – Mempertahankan mengubah bernafas lebih
ventilasi adekuat posisi efektifisien
( Bronkospasm RR :36x/mnt – Ajakan asien – Duduk tinggi
e) – Tidak mengalami pernafasan memungkinkan
sianosis atau tanda dalam ekstansi paru dan
hipoksia lainnya memudahkan
– Klien dapat melakukan Kolaborasi : pernafasan
pernafasan dalam – Berikan – Memaksimalkan
oksigen bernafas dan
tambahan menurunkan kerja
nafas.

LATIHAN IV :

Seorang perempuan usia 50 tahun datang ke IRD dengan keluhan nyeri dada kiri depan yang tidak berkurang
dengan istirahat. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh lain dan bisa ditunjuk. Tanda- tanda vital menunjukkan
suhu 38,6 OC, frekuensi nadi 90 x/menit. Klien takut dirinya mengalami sakit jantung koroner dan hanya
berbaring di tempat tidur.

POINT I :

KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA BJEKTIF


DS : DO:
– Mengeluh nyeri dada TTV :
Suhu 38,6o C
kiri depan yang tidak
Nadi 90x/menit
berkurang dengan
istirahat.

POINT II

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : keluhan nyeri dada kiri depan Agen injuri biologis Nyeri akut
yang tidak berkurang dengan
istirahat

DO : TTV :
Suhu 38,6o C
Nadi 90x/menit

POINT III

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Injuri Biologis


POINT IV

INTERVENSI KEPERAATAN

Hari / Diagnosa Tujuan dan Rencana tindakan Rasional


tanggal
Keperawatan kriteria hasil
Jumat , Nyeri akut Setelah – Observasi – Mengetahui
17 /04 / 2020 berhubungan dilakukan TTV dan keadaan umum
dengan Agen asuhan tingkat nyeri pasien dan
Injuri Biologis keperawatan pasien tindakan
selama 3x24jam selanjutnya
nyeri pasien
berkurang – Nafas dalam
dengan kriteria – Ajarkan dapat
hasil pasien merilekskan
TTV dalam tertarik pasien dan
batas normal relaksasi mengalihka
Nyeri berkurang nafas dalam nyeri
dari skala
wajah rileks
– Edukasi – Mengoptimalk
pasien dan an pasien
keluarga untuk istirahat
untuk
membatasi
pengunjung
– obat oral getik
– kolaborasi dapat
dengan megurangi rasa
dokter nyeri
pemberian
analgetik

LATIHAN V

Seorang laki-laki berusia 60 tahun diantar ke klinik dengan keluhan batuk dan sesak nafas yang semakin berat
sejak 2 hari terakhir. Pada anamnesa didapatkan riwayat merokok dan di diagnose PPOK. Pemeriksaan fisik
didapatkan Tekanan Darah 150/90mmHg, Nadi 90x/mnt, frekuensi pernafasan 34x/mnt, edema tungkai.
POINT I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk sekelompok paru yang berlangsung
lamma dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya.
(sylvia, 2000 : 132)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara
secara kronis  dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat
progresif dan tidak sepenunya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru
terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman, 2010)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering diguanakan untuk sekelompok penyakir paru-paru yang berlangsung
lama dan ditanndai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan adalah bronkitis kronis, emfisiema paru-paru, asma bronchitis.
(Smeltzer 2007 : 198)
PPOK adalah penyakit paru kronik  yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif  non reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan
dari keduanya ( perhimpunan dokter paru indonesia , 2003 ).
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1.      Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam
bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun,
paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

2.      Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi
dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).

3.      Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai
macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang
menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

B. Anatomi Fisiologi
Sutu penghantar udara hingga mencapai paru paru adalah hidung,, laring, faring, trakea, bronus dan bronkiolus
a.       Hidung
Terdiri ats bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol dan wajah yang disangga oleh tulang hidung
dan kartilago. Hidung internal adalah rongga berlorong. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan udara yang dihirup ke paru paru.
b.      Faring
Udara dari rongga hidung msauk ke faring. Faring merupakan percbbangan 2 saluran, yaitu percabangan saluran
pernafasan (nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
c.       Laring
Tempatya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai
suara. Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makaknan
dan cairan.
d.      Trakea
Tenggorokan berupa pipa panjangnya sekitar 10-12 cm dengan diameter 2,5 cm, teletak sebagian di leher dan
sebagian di dada. Dinding tenggotokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin  tulang rawan dan pada bagiann
dalam rongga bersilia. Silia slia ini berfungsi menyaring benda benda asing yang msuk ke dlam saluran pernafasan.
e.       Bronkus
Percabangan dari trakea terbagi menjadi kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Bronkus kanan
lebih pendek lebar dan lebih dekat dengan trakea.
f.       Bronkiolus
Bronkiolus memiliki gelembung-gelembung halus yang siebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis
tidak bertulang rawan dan tidak bersilia. Mengandung kelenjar sub mukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut yang tidak terputus putus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas
g.      Alveolus
Tempat pertukaran O2 dan CO2. Alveolus berselaput tipis dan banyak bermuara kapiler darah yang memungkinkan
terjadinya difusi gas pernafasan.
h.      Paru-paru
Paru paru terletak pada rongga dada di bagian atas,di samping  dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.

C. Etiologi
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi.
1. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya
ppok. Secara fisiologi rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan metaplasia
skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton
& Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronchitiskronis hampir selalu menyebabkan
infeksi paru bagian bawah. Serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis cronik
diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri.
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat pereduksi seperti CO2, zat-zat
pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.

Faktor penyebab  dan faktor  resiko menurut Neil F Gordan (2002) yaitu :

1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi


2. Merokok
3.  Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
4. Berkurangnya fungsi paru paru
5. Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7.  Infeksi saluran pernafasan akut seperti pnemonia dan bronkitus
8.  Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya meliindungi paru-paru dari
kerusakan peradangan.

D. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru
dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat
berkurang sehingga sulit bernafas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru paruuntuk digunakan didalam tubuh. Konsumsi oksiigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paruparu. Berkurangnya fungsi paru paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fugsi
ventilasi paru.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan jugamenimbulkna kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru sebagai ventilasi, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada
sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi
terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (GOLD, 2009).

E. Tanda dan gejala


Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada
awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam
hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan
sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat
melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1.  kelemahan badan
2. batuk
3. sesak nafas
4. whezing
5. ekspirasi memanjang
6. produksi sputum yang bertambah

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik..
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan
semula
G. Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen
<85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap
lanjut timbul cyanosis.
2.  Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain: nyeri kepala,
fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3.  Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos
bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien
dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial
mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

POINT II

KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


DS : DO:
Klien mengatakan batuk dan – TTV : TD : 150/90
sesak nafas mmHg, N : 90x/mnt,
RR : 34x/mnt
– Klien didapatkan riwayat
merokok

POINT C

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


2. DS : Klien mengatakan batuk dan Peningkatan produksi Bersihan jalan nafas
sesak nafas sekret tidak efektif

DO :
 TTV : TD : 150/90 mmHg, N
: 90x/mnt, RR : 34x/mnt
 Klien didapatkan riwayat
merokok

POINT D

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret

POINT E

INTERVENSI KEPPERAWATAN

Tujuan dan
No Dx. Keperawatan Intervensi Rasional
kriteria hasil
Bersihan jalan nafas Tujuan : Setelah – Monitor TTV – mengetahui adanya
tidak efektif dilakukan abnormalitas
berhubungan dengan tindakan – mengetahui adanya
Peningkatan produksi keperawatan – monitor abnormalitas pada
sekret selama 3 x 24 jam respirasi respirasi pasien
maka bersihan pasien – memberi rasa
jalan nafas teratasi nyaman
dengan – mempertahankan
Kriteria Hasil : – berikan posisi kebutuhan O2
Frekuensi nafas semi flower
dalam batas – berikan O2 – membersihkan jalan
normal untuk nafas
mencegah
sesek nafas – mengencerkan
– ajarkan secret dan
relaksasi melebarkann saluran
nafas dalam nafas
– kolaborasi
dengan tim
medis

LATIHAN VI

Seorang anak laki-laki berusia 11 bulan dibaah rang tuanya ke RS dengan keluhan sesak nafas disertai panas dan
batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi pernafasan 56x/menit napas cuping hidung (+), retaksi
interkostral (+),. Perawat akan melakukan pemasangan oksigen.
POINT I

KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


DS: DO:
– Pasien datang dengan – RR : 56x/menit
keluhan sesak napas – Cuping hidung (+)
disertai panas dan batuk – Retraksi ICS (+)
pilek

POINT II

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM


DS : Curah jantung menurun Pola nafas tidak efektif
– Pasien datang dengan
keluhan sesak napas Suplai O2 tidak adekuat
disertai panas dan batuk
pilek Sesak nafas
DO :
– RR : 56x/menit
– Cuping hidung (+)
– Retraksi ICS (+)

POINT III

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

I. Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen berkurang


II.

POINT IV

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnose keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Mandiri – Duduk tinggi
efektif b.d suplai keperawatan selama 3x24 – Tinggikan kepala dan bantu memungkinkan
oksigen berkurang jam diharapkan adanya mengubah posisi. Berikan ekspansi paru dan
Perbaikan pola nafas posisi semi fowler. memudahkan
dengan criteria hasil : – Ajarkan pasien pernapasan pernapasan.
– Mempertahankan dalam. – Membantu pasien
ventilasi adekuat Kolaborasi : memperpanjang
dengan – Berikan oksigen tambahan. waktu ekspirasi
menunjukan sehingga pasien
RR=16-20 x/menit akan bernapas
dan irama napas lebih efektif dan
teratur. efisien.
– Tidak mengalami – Memaksimalkan
sianosis atau tanda bernapas dan
hipoksia lain. menurunkan kerja
– Pasien dapat napas
melakukan
pernafasan dalam.

Anda mungkin juga menyukai