Anda di halaman 1dari 31

Referat

Sistokel

Oleh:

Nur Mila, S.Ked

1830912310091

Pembimbing

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

RSUD ULIN BANJARMASIN

Februari, 2020

DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL

2. DAFTAR ISI 1

3. BAB I: PENDAHULUAN 2

4. BAB II: ANATOMI DAN FISIOLOGI 3

5. BAB III: SISTOKEL 11

6. BAB IV: PENUTUP 27

7. DAFTAR PUSTAKA 28

1
BAB I

PENDAHULUAN

Sistokel adalah salah satu bentuk penyakit hernia pada wanita yang terjadi

saat dinding antara kandung kemih dan vagina lemah, menyebabkan kandung

kemih turun atau longgar menekan vagina. Pada wanita, dinding depan vagina

merupakan struktur penyokong kandung kemih. Tembok ini dapat melemahkan

atau melonggarkan dengan usia. Signifikan stres tubuh seperti melahirkan juga

dapat merusak bagian dari dinding vagina. Sistokel biasanya terjadi pada wanita

yang mengalami penurunan kadar hormon estrogen di dalam tubuhnya, terutama

pasca menoupause.

Kandung kemih terletak didalam rongga panggul. Kandung kemih adalah

sebuah organ berbentuk balon, organ otot berongga yang menyimpan urin. Saat

buang air kecil, otot polos pada kandung kemih berkontraksi untuk mendorong

urin keluar dari kandung kemih. Sistokel dapat terjadi bila dinding antara kandung

kemih wanita dan vaginanya melemah dan memungkinkan kandung kemih untuk

jatuh ke dalam vagina. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan

masalah pada saat mengosongkan kandung kemih.

Kandung kemih yang telah jatuh dari posisi normal dapat menyebabkan

dua jenis masalah, yang pertama yaitu kebocoran urin yang tidak diinginkan

(ikontinensia urine) dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Pada

beberapa wanita, kandung kemih jatuh membentang pembukaan ke dalam uretra,

menyebabkan kebocoran urin ketika wanita batuk, bersin, tertawa atau bergerak

dengan cara apapun yang menempatkan tekanan pada kandung kemih.

2
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Anatomi Tulang Panggul

Tulang pelvis merupakan komposisi dari tiga buah tulang yakni dua tulang

kokse (coxae), tulang sakrum(sacrum), dan tulang koksigeus(coccygeus). Tulang

kokse terdiri dari tulang ilium, tulang pubis, dan tulang iskium. Tulang pubis

terdiri dari ramus superior ossis pubis dan ramus inferior ossis pubis. Kedua rami

tersebut dibatasi oleh foramen obturatorium. Tulang koksegeus terbentuk dari tiga

atau empat vertebre yang berangsur mengecil dari atas atas kearah

bawah(Kahle,1997).

Gambar 2.1: Tulang pelvis (R.Putz dan R.Pabst, 2008) Tulang sakrum

terletak di antara tulang ilium, dilihat dari atas tampak bagian tengah adalah basis

3
yang terbentuk karena hubungan permukaan diskus intervertebralis dengan

vertebre lumbalis ke lima. Bagian basis yang menonjol kedalam disebut

promontorium.

Tulang panggul wanita berbeda dengan tulang panggul pria. Kerangka

tulang pria lebih kekar dan kuat, sedangkan kerangka perempuan lebih ditujukan

kepada pemenuhan fungsi reproduksi. Pada wanita bentuk thorak bagian bawah

lebih besar, panggul berbentuk ginekoid dengan ala iliaka lebih lebar dan cekung,

promontorium kurang menonjol, simphisis lebih pendek, lordosis lumbal lebih

jelas, dan inklinasi pelvis lebih besar(Wiknyosastro, 2002).

Tulang pelvis mempunyai empat buah sendi yakni dua sendi sakroiliaka

kanan dan kiri, sendi sakrokoksigeus, dan sendi sakrolumbalis. Persendian

tersebut diperkuat oleh ligamen-ligemen. Ligamen-ligamen ini saat kehamilan

menjadi lemah sehingga sendi menjadi tidak stabil terutama pada sendi

sakroiliaka mudah terjadi subluksasi, dan pada simfisis pubis sering terjadi

simfisiolisis.

B. Fisiologi Otot Dasar Panggul

Menurut Sapsford (2006), dasar panggul terdiri dari organ-organ pelvis

diluar peritoneum, fasia endopelvis, dan tiga lapisan grup otot yang terdiri dari

otot diaphragma pelvis yang merupakan bagian dari sekelompok otot yang dilapisi

fascea yang menutup pintu bawah panggul dan terletak pada lapisan yang

terdalam, otot diaphragma uroginetalis terletak pada lapisan tengah, dan lapisan

terluar adalah otot-otot sphingter rektum dan traktus uroginetalis.

4
12
1. Diafragma Pelvis (Otot Dalam)

Istilah otot dasar panggul (ODP) atau pelvic floor muscle atau diafragma

pelvis pubis
ditujukan pada
hingga sekelompok
ke tulang otot yang
koksegius. bekerja
Diafragma bersama
pelvis dan sebagai
terbentuk dari ototsekat
levator ani

yang memisahkan rongga(Sapsford,


dan otot koksigeus pelvis dari2006).
anatomikal perineum, membentang dari rami

pubis hingga
a. ke tulang koksegius.
Otot Diafragma pelvis terbentuk dari otot levator ani
levator ani

dan otot koksigeus (Sapsford,


Otot levator ani 2006).
terdiri dari tiga set otot yakni otot puborektalis,

Otot levator ani


pubokoksigeus, otot terdiri tiga set otot yaitu otot pubokoksigeus, otot
iliokoksigeus.

iliokoksigeus, dan otot puborektali.

Otot Puborektalis ini yang melingkari anorektal bergabung dengan

spingter ani Gambar 2.2 : Otot


internal.Otot pelvis dilihat dari atas
puborektalismenarik (R.Putz
bagian dan R.Pabst,
depan 2008)
persimpangan

anorektal, ke arah depan, membantu penutupan anus. Puborektalis dengan


Otot Puborektalis ini yang melingkari anorektal bergabung dengan
spingter ani eksternal bekerja dalam satu kesatuan.
spingter ani internal.Otot puborektalismenarik bagian depan persimpangan

anorektal, ke arah depan, membantu penutupan anus. Puborektalis dengan

spingter ani eksternal bekerja dalam satu kesatua

5
13

Otot pubokoksigeus Otot pubococygeus(


Gambar 2.3menyatu Newman
dengan otot dari 2005)
sisi lain di belakang anus

Otot pubokoksigeus
membentuk ini menyatu
ligamen koksigeal dengan otot
dan melalui dari sisi
ligamen ini lain di belakanganus
melekat pada koksik

bagian depan.
membentuk Saat berkontraksi
ligamenkoksigeal otot pubokoksigeus
dan melalui ligamen ini cenderung menarik
melekat pada koksik ke
koksikbagian

arah Saat
depan. depanberkontraksi
dan mengangkat semua organ cenderung
otot pubokoksigeus pelvis, menekan rektum
menarik koksikdan
ke vagina.
arah

Biladan
depan ototmengangkat
pubokoksigeus
semuaberkontraksi
organ pelvis,secara keseluruhan
menekan akan
rektum dan menarik
vagina. ketiga
Bila otot

outlet tersebut berkontraksi


pubokoksigeus ke arah depan sehingga
secara mengkerutkan
keseluruhan lumen organ
akan menarik ketigapelvis,
outletdi

samping
tersebut ke menyangga
arah depan kandung
sehingga kemih dan kandungan.
mengkerutkan Sifat pelvis,
lumen organ kontraktil ini sangat
di samping

penting kandung
menyangga untuk memelihara kontinensiaSifat
kemih dan kandungan. urin, kontinensia
kontraktil faecal,
ini sangat dan
penting

mencengkeram
untuk memelihara vagina. Kelemahan
kontinensia atau kerobekan
urin, kontinensia otot pubovaginal
faecal, dan mencengkeramdan

penguluran saraf pudendal yang terjadi saat proses kelahiran bisa menyebabkan
vagina.

vaginaKelemahan
turun kebawah,
atau prolaps organotot
kerobekan pelvis dalam berbagai
pubovaginal dan bentuk dan tingkatan
penguluran saraf

kelemahan
pudendal ototterjadi
yang dasar saat
panggul misalnya
proses prolap
kelahiran uteri,
bisa systocele, urethrocele,
menyebabkan vagina turunatau

rectocele,
kebawah, dan akan
prolaps timbul
organ masalah
pelvis dalam berkenaan dengandan
berbagai bentuk fungsi seksualkelemahan
tingkatan karena otot

tersebut
otot dasar sulit mencengkeram
panggul denganuteri,
misalnya prolap optimal (Pangkahila,
systocele, 2005). atau rectocele,
urethrocele,

6
Otot iliokoksigeus melekat di dalam serabut anokoksigeus dan tepi luar

dari permukaan bawah koksik. Kontraksi otot iliokoksigeus cenderung menarik

koksik dari sisi ke sisi atau bila berkontraksi bersama kosik bergerak ke arah

fleksi, dan mengangkat rektum yang berada di levator plate.Levator plate adalah

istilahyang dipakai untuk menggabungkan lapisan pubokoksigeus dan lapisan

iliokoksigeus yang menyatu di belakang persimpangan anorektal dan masuk ke

koksik. Pada bagian depan otot dasar panggul membuka di antara dua

pubokoksigeus yang sering diistilahkan sebagai levator hiatus (Sapsford, 2006).

2. Diafragma Urogenital

Merupakan lapisan muskulomembran yang terletak superfisial dari

diafragma pelvis, dibentuk oleh aponeurosis otot transfersus perinei profondus

dan otot transfersus perinei superfisialis (menyebar diantara rami iskiopubis

mengelilingi duktus uroginetalis), dan spingter uretrovaginal. Fungsi diafragma

uroginetalis menekan uretra dan dinding depan vagina, menyangga tubuh perineal

dan introitus (Kisner, 2013).

3. Lapisan Terluar Dasar Panggul

Lapisan terluar dasar panggul dibentuk oleh otot-otot bulbospongiosus,

iskhiokavernosus, bulbokavernosus, dan transfersus perinei superfisalis (Sapsford

2006).

7
a. Otot bulbospongiosus: berasal dari badan perineal dan melingkari vagina dan

uretra. Otot bulbospongiosus ber insertio menyilang pada badan klitoris.

Bulbospongiosus menutup saluran vagina.

b. Otot iskhiokavernosus berasal dari tuberositas iskii,ber insersio pada

permukaan bawah dan sisi dari kaki klitoris. Gerakan kedua otot ini terhadap

klitoris memungkinkan terjadinya respon/ereksi seksual wanita.

c. Otot bulbokavernosus mempunyai fungsi untuk mengecilkan intruitus vagina,

disamping memperkuat fungsi otot spingter uretrae internus yang terdiri dari otot

polos.

d. Otot Transfersus perinei superfisialis: berasal dari tuberositas iskhii dan

melekat ke badan perineal.Otot ini merupakan struktur fibromuskular yang berada

pada bagian tengah perineum, antara anus dan vagina. Merupakan kerja otot

superfisial yang kompleks dan mempunyai fungsi yang efisien untuk

mengkontribusi stabilitas dan menopang kanal anal. Serat-serat dari levator ani

juga menyatu dengannya.

Sapsford (2006) menjelaskan pula, bahwa otot spingter urogenital terdiri

dari tiga bagian yakni:

1) Otot spingter uretra mengitari uretra regio tengah, berjalan melingkar kearah

posterior yang cenderung kurang sempurna pada orang dewasa. Otot tersebut

melekat pada jaringan fibrous yang disebut rhabdoSpingter.

8
2) Ototkompressor uretrae terletak di sebelah atas dari otot spingter uretrae,

berasal dari rami iskiopubis, berjalan ke arah tengah depan melintasi arkus

menyilang permukan depan uretra.

3) Otot spingter uretrovaginalis: bercampur dengan kompressor uretrae bagian

atas, berasal dari samping vagina depan. Otot ini berjalan ke arah belakang

melewati uretra dan vagina dan berinsersi di belakang vagina ke dalam otot yang

berseberangan dan pada badan perineal.

Kontraksi ketiga otot tersebut untuk menekan, menarik masuk dan

mengulur uretra. Dua otot yang di bawah berfungsi menghentikan miksi voluntar.

Pada nulliparae, rata-rata dibutuhkan waktu 1,96 detik untuk menghentikan laju

urin dalam saluran tengah tetapi pada multipara membutuhkan waktu lebih lama,

sekitar 4,4 detik.

C. Disfungsi Otot Dasar Panggul

Santosa(2008), mengatakan bahwa disfungsi otot dasar panggul

merupakan masalah kesehatan wanita, dapat menimbulkan berbagai gejala yang

akan mengganggu kualitas hidup seperti inkontinensia urin, inkontinansia alvi /

faecal, prolaps organ panggul, dan disfungsi seksual. 24

Berdasarkan dari berbagai penelitian para peneliti, disfungsi otot dasar

panggul kususnya pada otot pubokoksigeus, berkaitan dengan kehamilan dan

riwayat persalinan per vaginam,terutama bagi wanita yang telah berulang

melahirkan pervaginam, kepala lama dalam jalan lahir, kerobekan atau episiotomi

9
perinium untuk melebarkan jalan lahir. Pada dasarnya disfungsi otot dasar

panggul meliputi kerusakan akibat trauma pada ototdasar panggul.

Menurut Huge (2007), kehamilan sendiri diketahui memiliki efek negatif

terhadap integritas otot dasar panggul akibat pengaruh hormon progesteron dan

relaksin yang meningkat selama kehamilan. Akibat peningkatan hormon tersebut

akan menyebabkan kelemahan jaringan kollagen diseluruh tubuh sehingga

menyebabkan seluruh struktur jaringan lunak ikut melemah, termasuk pula pada

otot-otot yang mengelilingi abdomen dan pelvis. Dengan bertambah besarnya

janin dalam kandungan maka otot-otot abdominal terulur, otot dasar panggul yang

berfungsi untuk menahan isi pelvis juga melorot ke bawah, menyebabkan

mobilitas sendi pelvis menjadi lebih besar sehingga memperluas diameter kanal

persalinan, tetapi juga mudah timbul cidera seperti subluksasi sendi sakroiliaka

maupun simpisiolisis.

Pangkahila (2005), mengutarakan bahwa dalam proses persalinan terjadi

tekanan terhadap dinding vagina oleh bayi, khususnya oleh kepala bayi. Tekanan

yang kuat tersebut acap kali tahanan otot dasar panggul disekitar vagina melemah.

Perubahan ini wajar terjadi sebagai akibat peregangan yang bersifat mekanik.

Prevalensi terjadinya kerusakan otot levator ani berkisar antara 15-30% pada

wanita yang mengalami persalinan pervaginam (Santoso, 2008). Tahanan 25 otot

disekitar vagina yang lemah ini dapat dirasakan oleh suami sebagai melonggarnya

vagina ketika melakukan hubungan seksual. Pada istri sendiri kelemahan otot

dasar panggul dapat mengurangi rangsangan seksual yang diterima selama

melakukan hubungan seksual (Pangkahila, 2005).

10
BAB III

SISTOKEL

A. Definisi

Terdapat berbagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan prolaps

genital pada wanita. Prolaps adalah penurunan atau perubahan letak dari salah

satu organ panggul dari posisinya semula (Richter dan Varner, 2007). Turunnya

atau herniasi organ panggul melalui dasar panggul atau hiatus genitalis yang

disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani,

ligamentum-ligamentum dan fasia yang menyokong uterus, sehingga uterus turun

ke liang vagina dan mungkin sampai keluar dari vagina (Petros, 2007).

Sistokel adalah kondisi ketika jaringan pendukung antara kandung kemih

dan dinding vagina meregang dan melemah, menyebabkan kandung kemih

menonjol ke dalam vagina. Sistokel disebabkan karena karena perpindahan tempat

kandung kemih kebawah kearah orifisium vagina yang terjadi saat struktur yang

mendukung septum vesikovaginal cedera. Sistokel diklasfikasikan menjadi 3

grade (Brunner & Suddarth) menurut penampilan anatomisnya, yaitu :

I RINGAN- kandung kemih hanya menonjol sedikit ke liang vagina.

II SEDANG - penonjolan kandung kemih sudah melorot/turun sampai ke liang  vagina.

III BERAT- penonjolan kandung kemih sampai keluar dari liang vagina.

B. Epidemologi

11
Prolaps organ dasar panggul sangat umum terjadi, termasuk sistokel. Telah

diperkirakan bahwa selama 30 tahun ke depan, permintaan untuk pengobatan

prolaps organ panggul akan meningkat 45%, akibat peningkatan populasi wanita

yang lebih dari 50 tahun. Data kesehatan wanita di Amerika menemukan angka

kejadian prolaps organ panggul dinding anterior sebanyak 34,3%, prolaps dinding

posterior sebanyak 18,6%, dan prolaps uterus sebanyak 14,3% (Richter dan

Varner, 2007). Penelitian MacLennan dkk (2000), yang meneliti 1.547 perempuan

usia 15-79 menunjukkan bahwa 8,8% memiliki gejala prolaps dan 23% telah

menjalani beberapa bentuk operasi prolaps. Prolaps organ panggul menyebabkan

lebih dari 300.000 operasi di Amerika Serikat, biaya lebih dari 1 miliar dolar per

tahun (Handa, 2003). Lang dkk (2003) menyebutkan insiden prolaps organ

panggul dan inkontinensia urin terjadi puncaknya saat menopasue akibat berbagai

faktor. Bland dkk (1999), meneliti wanita usia 45-55 tahun ditemukan insiden

inkontinensia urin terkait prolaps sebanyak 66%. Rechberger (2007), menemukan

75% wanita menopause mengalami gangguan terkait hipoestrogen termasuk

penurunan tonus otot dasar panggul, inkontinensia urin, dan prolaps uteri.

Sedangkan untuk di indonesia sendiri, angka kejadian prolapse organ panggul

belum ada, namun data dari Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah

Denpasar didapatkan rata-rata 20 kasus operasi karena prolaps uteri per tahun

dengan POP stadium I sebanyak 3,5%, stadium II sebanyak 21,2%, POP stadium

III sebanyak 50,6% dan POP stadium IV sebanyak 5,9% dari seluruh pasien

uroginekologi.

12
C. Etiologi

Bagian bawah panggul manusia terdiri dari otot-otot, ligamen serta

jaringan penghubung yang menopang kandung kemih dan organ panggul lainnya.

Turunnya kandung kemih dari posisi normal terjadi akibat melemahnya ikatan

atau sambungan antara otot-otot bagian bawah panggul dengan ligamen. Kondisi

tersebut bisa disebabkan oleh:

· Kehamilan dan persalinan normal. Ini adalah penyebab sistokel yang paling

sering, di mana pada saat proses persalinan, otot-otot dinding vagina akan

mengalami penekanan dan tarikan yang kuat.

· Berbagai aktivitas seperti sering mengangkat beban berat, sering mengejan

saat buang air besar, dan batuk kronis akan merusak dinding panggul bagian

bawah.

· Menopause. Esterogen yang berfungsi mempertahankan kekuatan dinding

vagina tidak lagi diproduksi pada saat terjadi menopause.

Penyebab prolaps organ panggul adalah multifaktorial. Luft (2006)

menjelaskan bahwa faktor risiko untuk terjadinya prolaps adalah umur, ras, indeks

masa tubuh, operasi histerektomi sebelumnya, paritas, dan lingkar pinggang. Di

antara wanita nulipara, prolaps terjadi sekitar 19%, dan 20% dari wanita dengan

histerektomi memiliki POP. Perempuan Afrika-Amerika memiliki sekitar

setengah risiko relatif terjadinya prolaps apapun, sedangkan perempuan Hispanik

memiliki sekitar tingkat 24% lebih tinggi dan 20% lebih tinggi terjadi sistokel.

13
Perempuan asian dan kepulauan pasifik ditemukan memiliki tingkat yang

lebih rendah terjadinya prolaps. Kegemukan, khususnya obesitas (BMI> 30), dan

lingkar pinggang lebih dari 88 cm juga dikaitkan dengan peningkatan risiko. Dari

segi usia, penelitian lain menemukan peningkatan tingkat prolaps dengan usia dan

menopause 51% menunjukkan beberapa derajat sistokel, 27% rektokel, dan 20%

dengan prolaps (Luft, 2006).

Patel dkk (2006), menggolongkan etiologi prolaps organ panggul menjadi

faktor intrinsik (kolagen, genetik, ras, proses penuaan, kondisi pasca menopause)

dan faktor ekstrinsik (kehamilan dan persalinan, riwayat histerektomi sebelumnya,

paritas, terapi sulih hormonal, dan pekerjaan).

D. Faktor Risiko

Sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sistokel

adalah:

· Genetika.

Beberapa wanita terlahir dengan jaringan penghubung yang lemah, sehingga

rentan menderita sistokel.

· Obesitas.

Wanita yang memiliki berat badan di atas normal memiliki risiko yang lebih

tinggi untuk terkena sistokel.

· Penuaan.

Risiko sistokel akan semakin membesar seiring dengan bertambahnya usia.

· Histerektomi.

14
Prosedur pengangkatan uterus dapat memperlemah penopang bagian bawah

panggul.

E. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya prolaps sangat sulit didefinisikan karena faktor

risiko POP bersifat multifaktorial. Tetapi sudah dapat dipastikan bahwa

abnormalitas kolagen, status hormon dan proses penuaan bekerja sama dalam
11
mempertahankan integritas dari struktur-struktur penyokong panggul (Rosenblum,

2005; Petros, 2007).

Gambar
Gangguan struktur 2.1 Struktur
pendukung Dasarpanggul
normal Pangguldapat terjadi sekunder

Otot-otot
terhadap berbagaipanggul
proses.membentuk tiga lapisan:
Cacat bawaan biasanyaatas, tengah
terjadi dananak
pada bawah (Petros
usia dini.

& Ulmsten,atau1997).
Iatrogenik traumaLapisan atas terdiri
serta pekerjaan fisik dari
yangbagian anterior
berat dapat dari otot
menyebabkan

pubokoksigeus
berbagai tingkat(PCM) anterior,
kerusakan ototdan lempeng
dasar levator
panggul. (LP)itu,posterior.
Selain Lapisan
wanita nulipara

tengah terdiri
mungkin dari ototdisfungsi
mengalami anus longitudinal (LMA),
dasar panggul sebuah
yang otot lurik pendek
berhubungan yang
dengan atrofi

tidak melekat
jaringan pada rektum menghubungkan
pascamenopause. lapisan otot atas
Kerusakan neuromuskular dan bawah.
dasar panggulLapisan
dapat

bawah terdiri dari otot-otot yang berlokasi pada membran perineum (PM), sfingter

ani eksternal (EAS) dan pelat postanal (PAP) (Rosenblum, 2005; Petros, 2007).

a. Lapisan otot bagian atas 15

Lapisan otot atas dalam orientasi horisontal. Lapisan otot membentang ke


disebabkan oleh sembelit kronis, hamil, melahirkan, histerektomi, tindakan

instrumentasi saat melahirkan. Sedangkan penuaan dikaitkan dengan hilangnya

elastisitas jaringan dan masa saraf. Penyangga dari liang vagina adalah jaringan

ikat endopelvik yang menyelubunginya dan bersatu di puncak vagina, yang

membentuk komplek ligamentum uterosakral kardinal. Jaringan ikat endopelvik

adalah penyangga utama yang sangat berdekatan dengan diafragma endopelvik,

yang tersusun oleh otot levator ani dan otot koksigeus. Otot-otot ini memberikan

diafragma penyangga untuk keluarnya uretra, vagina, dan rektum. Otot penyangga

memberikan tonus basal dan menyangga struktur organ panggul, ketika

berkontraksi akibat adanya tekanan intraabdomen yang meningkat, rektum,

vagina, dan uretra tertarik anterior ke pubis (Petros, 2007).

Kerusakan saraf seperti cedera saraf yang mempersarafi otot levator ani

menyebabkan atrofi dan disfungsi otot coccygeal, memberikan kontribusi untuk

kerusakan dasar panggul berupa inkontinensia uri dan fekal. Inkontinensia uri

ataupun fekal yang merupakan manifestasi dari kerusakan otot dasar panggul

tidak rutin terjadi segera setelah melahirkan, tapi sering hadir segera setelah

menopause, ketika terjadi perubahan hormonal. Hal ini menambah bukti lebih

lanjut bahwa perubahan dinamis dalam otot-otot panggul dan jaringan ikat

mengikuti perubahan hormonal, yang berkontribusi terhadap hilangnya penyangga

dari otot dasar panggul. Gejala awal yang terkait dengan disfungsi otot dasar

panggul pada wanita biasanya stres inkontinensia urin. Namun, gangguan pada

usus, kencing, dan fungsi seksual semuanya secara signifikan dapat dipengaruhi

oleh hilangnya penyangga otot dasar panggul (Richter dan Varner, 2007).

16
akibat dari operasi sebelumnya (Petros, 2007).

Menurut teori integral, kelainan atau gangguan dasar panggul dibagi

menjadiSistem
3 zona yaitu: zona anterior,
diagnostik zona tengah,
teori integral dan zonauntuk
bertujuan posteriormencari
yang masing-
dan

mengidentifikasi ligamen atau fasia dasar panggul yang rusak. Teori integral
masing memiliki gangguan pada organ tersendiri dengan keluhan yang berbeda
menyatakan bahwa kerusakan pada satu atau lebih struktur jaringan ikat dapat

menyebabkan prolaps, atau disfungsi dalam penutupan organ atau pembukaan.


(Petros, 2007).
Artinya, prolaps dasar panggul dan gejala lain yang terkait (Petros, 2007).

Sistem dagnostik teori integral menggunakan pendekatan tiga zona untuk


Gambar 2.5 Tiga Zona Gangguan pada Dasar Panggul
mengurai kompleksitas gejala, dengan mengisolasi struktur jaringan ikat yang

rusak yang menyebabkan gejala. Pendekatan ini memungkinkan ahli bedah untuk

2.1.6StadiumProlapsOrgan Panggul
menyimpulkan teknik bedah yang tepat untuk memperbaiki setiap struktur yang

rusak. Umumnya kerusakan struktur jaringan ikat menghasilkan kelemahan,

The International Continence Society membuat standar terminologi


kecuali untuk kasus khusus contohnya ketat yang berlebihan di zona tengah “zona

prolaps organ panggul wanita. Pada sistem ini, diskripsi anatomis dari lokasi

spesifik vagina menggantikan istilah tradisional. Sistem deskripsi ini mengandung


17
kritis elastisitas” yang mengakibatkan “sindrom vagina” biasanya merupakan

akibat dari operasi sebelumnya (Petros, 2007).

Menurut teori integral, kelainan atau gangguan dasar panggul dibagi

menjadi 3 zona yaitu: zona anterior, zona tengah, dan zona posterior yang masing-

masing memiliki gangguan pada organ tersendiri dengan keluhan yang berbeda

(Petros, 2007).

D. Diagnosis

Anamnesis

Dari hasil anamnesis biasanya pasien mengeluhkan adanya jaringan di

vagina yang banyak digambarkan sebagai sesuatu yang terasa seperti bola. Pada

kasus sistokel yang masih tergolong ringan (derajat 1), biasanya penderita tidak

akan merasakan gejala apa pun. Namun, ketika tingkat keparahan bertambah,

gejala-gejala lain yang mungkin akan dirasakan oleh penderita sistokel adalah:

 Meningkatnya rasa tidak nyaman di bagian kemaluan ketika batuk,

meregangkan tubuh, mengejan atau mengangkat sesuatu.

 Kesulitan buang air kecil.

 Nyeri atau urine keluar saat berhubungan seksual.

 Infeksi kandung kemih berulang.

 Kandung kemih terasa tidak kosong usai buang air kecil.

 Sensasi penuh atau ada tekanan pada panggul dan vagina.

 Punggung bagian bawah terasa nyeri.

18
 Munculnya tonjolan daging yang turun melalui mulut vagina, sehingga

penderita merasa seperti menduduki telur (pada kasus yang sudah parah).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk

pemeriksaan rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan

adalah spekulum SIms atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik

dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien meneran atua berdiri dan berjalan

sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan

kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih

penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi

hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen

semua pasien. Tanda-tanda menurunnya estrogen adalah : 1) Berkurangnya

ruggae mukosa vagina, 2) Sekresi berkurang, 3) Kulit perineum tipis, 4) Perineum

mudah robek.

Pada pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi

serius yang mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi,

strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan

pendarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau

kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks

purulen.

Pemeriksaan Penunjang

19
20

Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius

(infeksi, obstruksi saluran kemih, pendarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan


tidak ada leher rahim lagi. Titik ini menggambarkan letak ligamentum uterosakral
untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui
yang melekat pada serviks posterior (Richter dan Varner, 2007).
infeksi saluran kemih. Kultur lendir serviks diindikasikan untuk kasus yang
Kompartemen posterior diukur mirip dengan kompartemen anterior, istilah
disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau biopsi mungkin
yang bersesuaian adalah Ap dan Bp. Keenam pengukuran dapat dicatat sebagai
diperlukan jika diduga ada tanda keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda
urutan nilai yang sederhana (-3, -3, -8, -10, -3, -3, 11, 4, 3 untuk titik Aa, Ba, C,
obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan
D, Ap, Bp, panjang total vagina, hiatus genital, dan perineal body). Setelah
untuk menilai fungsi ginjal.
mengumpulkan hasil pengukuran spesifik titik tersebut, penentuan stadium dibuat
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis
berdasarkan porsi prolaps yang paling menonjol. Pemeriksaan POPQ merupakan
dan pemeriksaan fisik meragukan USG dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI
sebuah sistem pengukuran terstandar yang membuat penilaian lebih akurat dari
dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.
hasil suatu operasi dan juga membuat keseragaman, terpercaya, dan deskripsi
Stadium dari Prolaps
spesifik dari prolaps organ panggul (Richter dan Varner, 2007; Luft, 2006).

Gambar 2.6 Deskripsi Anatomis POP-Q


The International Continence Society membuat standar terminologi

prolaps organ panggul wanita. Pada sistem ini, diskripsi anatomis dari lokasi

20
spesifik vagina menggantikan istilah tradisional. Sistem deskripsi ini mengandung

sembilan tempat pengukuran spesifik. Klasifikasi menggunakan 6 titik pada

vagina (dua titik pada kompartemen anterior, tengah, dan posterior yang diukur 19

jaraknya ke himen. Posisi anatomis dari keenam titik diukur dalam sentimeter

proksimal ke himen (dengan nilai negatif) atau distal dari himen (dengan nilai
21
positif) dengan himen sebagai titik nol. Tiga ukuran lainnya pada pemeriksaan

kuantitatif prolaps organ panggul (POP-Q) adalah hiatus genitalia, perineal body,

dan panjang total vagina (Richter, 2007).


Tabel 2.1 Penjelasan Titik Sistem POP-Q

Titik Penjelasan J arak

Aa Dinding anterior 3 cm dari himen -3 cm sampai +3 cm


Ba Bagian yang terikat dari dinding anterior -3 cm sampai +TVL
C Serviks atau puncak vagina ±TVL
D Forniks posterior ±TVL atau tidak ada
Ap Dinding posterior 3 cm dari himen -3 cm sampai +3 cm
Bp Bagian yang terikat dari dinding -3 cm sampai +TVL
posterior

Genital hiatus diukur dari tengah meatus uretra ekterna ke posterior tengah

himen. Perineal body diukur


Tabel dari pinggir
2.2 Stadium posterior
Prolaps Organ hiatus
Panggulgenital ke anus. Total

panjang vagina
Stadium 0 adalah
Tidak jarak terpanjang
terlihat vagina Titik
adanya prolaps. dalamAa,
sentimeter ke semuanya
Ap, Ba, Bp puncak vagina
-3
cmnormal
ketika dalam posisi dan titik(Richter,
C antara2007).
panjang vagina secara keseluruhan (TVL)
Stadium I Bagian yang paling distal dari prolaps > 1cm di atas himen
Pengukuran dinding vagina anterior menggunakan istilah Aa dan Ba,
Stadium II Bagian yang paling distal dari prolaps ≤ 1cm di bagian
dengan titik Ba bergerak
proksimaltergantung dari banyaknya
atau distal terhadap himen kompartemen anterior yang
Stadium
prolaps. III AaBagian
Titik yang palingtitik
menggambarkan distal dari anterior
a pada prolaps vagina
> 1cm 3di cm
bagian bawahke
proksimal
himen, namun tidak lebih dari 2 cm dibandingkan dengan
meatus uretra eksterna, yang sesuai dengan bladder neck. Dari definisi, cakupan
panjang vagina secara keseluruhan
Stadium IV Eversi vagina komplit sampai dengan hampir komplit. Bagian
yang paling distal dari prolaps mengalami protrusi sampai
21
(TVL -2) cm.
21

dari posisi titik ini adalah -3 sampai +3. Titik Ba menggambarkan titik yang

paling distal dari dinding anterior vagina dari Aa ke anterior vaginal cuff atau
Tabel
anterior dari bibir leher 2.1 Penjelasan
rahim. Titik Sistem
titik ini dapat berbedaPOP-Q
tergantung dari kerusakan
Titik Sebagai contoh,
penyangga. Penje lasan
titik J arak dan menjadi
Ba adalah -3 bila tidak ada prolaps,

Aasesuai
positif Dinding anterior
dengan 3 cm dari
panjang totalhimen -3 cm sampai
vagina pada pasien dengan+3eversi
cm vagina
Ba Bagian yang terikat dari dinding anterior -3 cm sampai +TVL
(Richter, 2007).
C Serviks atau puncak vagina ±TVL
D Kompartemen tengah terdiri atas titik C dan±TVL
Forniks posterior D. Titik
atau Ctidak
menggambarkan
ada

ujungApyangDinding
palingposterior 3 cm dari
tergantung padahimen
leher rahim-3 atau
cm sampai +3 cm
vaginal cuff setelah
Bp Bagian yang terikat dari dinding -3 cm sampai +TVL
histerektomi. Titik D adalah lokasi dari forniks posterior. Titik itu akan hilang jika
posterior
tidak ada leher rahim lagi. Titik ini menggambarkan letak ligamentum uterosakral

yang melekat pada serviks posterior (Richter dan Varner, 2007).

Tabel 2.2 Stadium Prolaps Organ Panggul

Stadium 0 Tidak terlihat adanya prolaps. Titik Aa, Ap, Ba, Bp semuanya -3
cm dan titik C antara panjang vagina secara keseluruhan (TVL)
Stadium I Bagian yang paling distal dari prolaps > 1cm di atas himen
Stadium II Bagian yang paling distal dari prolaps ≤ 1cm di bagian
proksimal atau distal terhadap himen
Stadium III Bagian yang paling distal dari prolaps > 1cm di bagian bawah
himen, namun tidak lebih dari 2 cm dibandingkan dengan
panjang vagina secara keseluruhan
Stadium IV Eversi vagina komplit sampai dengan hampir komplit. Bagian
yang paling distal dari prolaps mengalami protrusi sampai
(TVL -2) cm.

Kompartemen posterior diukur mirip dengan kompartemen anterior, istilah

yang bersesuaian adalah Ap dan Bp. Keenam pengukuran dapat dicatat sebagai

urutan nilai yang sederhana (-3, -3, -8, -10, -3, -3, 11, 4, 3 untuk titik Aa, Ba, C,

22
D, Ap, Bp, panjang total vagina, hiatus genital, dan perineal body). Setelah

mengumpulkan hasil pengukuran spesifik titik tersebut, penentuan stadium dibuat

berdasarkan porsi prolaps yang paling menonjol. Pemeriksaan POPQ merupakan

sebuah sistem pengukuran terstandar yang membuat penilaian lebih akurat dari

hasil suatu operasi dan juga membuat keseragaman, terpercaya, dan deskripsi

spesifik dari prolaps organ panggul (Richter dan Varner, 2007; Luft, 2006).

E. Penatalaksanaan

Non Bedah

Pendekatan terapi non-bedah biasanya dipertimbangkan pada wanita

dengan prolaps ringan sampai sedang, mereka yang menginginkan kehamilan di

masa depan, mereka yang operasi mungkin tidak menjadi pilihan, atau mereka

yang tidak menginginkan intervensi bedah (Richter dan Varner, 2007) .

Pendekatan manajemen konservatif meliputi perubahan gaya hidup atau

intervensi fisik seperti pelatihan otot dasar panggul. Pendekatan ini digunakan

terutama dalam kasus-kasus prolaps ringan sampai sedang. Tujuan dari

pendekatan terapi konservatif untuk pengobatan prolaps adalah: mencegah

memburuknya prolaps, mengurangi keparahan gejala, meningkatkan kekuatan,

daya tahan, dan dukungan dari otot dasar panggul, menghindari atau menunda

intervensi bedah (Richter dan Varner, 2007).

Intervensi gaya hidup mencakup penurunan berat badan dan pengurangan

kegiatan-kegiatan yang meningkatkan tekanan intra abdomen. Belum ada uraian

kasus, studi prospektif, atau uji coba terkontrol secara acak yang menguji

23
efektivitas dari pendekatan ini untuk pengobatan prolaps (Richter dan Varner,

2007).

Latihan otot dasar panggul dapat membatasi perkembangan prolaps ringan

dan gejala yang berkaitan, namun tingkat respon yang lebih rendah ketika prolaps

melampaui introitus vagina. Penggunaan alat-alat mekanis seperti pessaries

biasanya dipikirkan untuk diberikan pada wanita karena alasan medis tidak dapat

menjalani operasi, keinginan untuk menghindari operasi, atau memiliki tingkat

signifikan prolaps yang membuat pendekatan non-bedah lainnya tidak layak.

Beberapa praktisi memperluas indikasi untuk menyertakan prolaps terkait

kehamilan serta prolaps dan inkontinensia pada wanita lansia. Laporan

menunjukkan bahwa usia yang lebih tua dari 65 tahun, kehadiran komorbiditas

berat medis, dan aktivitas seksual, dikaitkan dengan keberhasilan pengguna alat

pessaries. Keinginan untuk operasi dikaitkan dengan memendeknya panjang

vagina (+ 6 cm) akibat prolaps, introitus vagina lebar, gangguan aktivitas seksual,

inkontinensia stres, prolaps kompartemen posterior stadium III-IV. Beberapa

literatur merekomendasikan pessaries sebagai pengobatan lini pertama untuk

wanita dengan POP, dan ada sedikit konsensus dan manajemen penggunaan

pessaries. Sebagian besar informasi tentang penggunaan pessaries terutama

berasal dari studi deskriptif dan retrospektif, dengan sampel yang relatif kecil,

rekomendasi pabrik (Richter an Varner, 2007).

Pessaries memberikan dukungan organ panggul pada puncak vagina.

Tidak jelas apakah pessaries dengan pemakaian teratur dapat mencegah

perkembangan POP. Sebuah studi kohort prospektif membahas masalah ini pada

24
56 wanita yang cocok dengan pessaries, dimana 33,9 % (n = 19) terus digunakan

selama minimal 1 tahun. Data dasar dan follow up pemeriksaan panggul

dilakukan menggunakan sistem POPQ. Tidak ada uji coba terkontrol secara acak

dari penggunaan pessaries pada wanita dengan prolaps organ panggul. Demikian

juga, tidak ada pedoman konsensus mengenai perawatan pessaries, peran estrogen

lokal, atau jenis alat pencegah kehamilan diindikasikan untuk jenis prolaps

tertentu. Hasil yang efektif dan memuaskan telah dilaporkan untuk stadium II atau

stadium yang lebih besar menggunakan pessaries Gelhorn dan cincin diafragma.

Setelah 2 sampai 6 bulan, 77% sampai 92% wanita puas dengan penggunan

pessaries tersebut (Richter dan Varner, 2007).

Bedah

Tujuan utama dari operasi adalah untuk mengurangi gejala, yang mungkin

disebabkan oleh prolaps. Selain itu juga untuk mengembalikan anatomi vagina

sehingga fungsi seksual dapat dipertahankan atau ditingkatkan tanpa efek

samping atau komplikasi yang signifikan. Kadang-kadang, ketika fungsi seksual

tidak diinginkan, operasi obliteratif atau konstriktif lebih tepat dan juga bisa

meringankan gejala. Tidak ada aturan tetap kapan operasi diindikasikan. Hal ini

dikacaukan oleh pengamatan bahwa banyak keluhan mungkin tidak secara

khusus terkait dengan kelainan anatomis melainkan diperburuk oleh kecemasan.

Secara umum, operasi harus ditawarkan kepada pasien yang telah mencoba terapi

konservatif dan tidak puas atas hasil, serta yang tidak menginginkan terapi

konservatif. Prolaps menjadi simtomatik ketika berada pada stadium lebih dari II

dengan perkembangan jelas. Semua pasien harus diberi alternatif mencoba

25
perawatan konservatif terlebih dahulu sebelum pendekatan operasi (Richter dan

Varner, 2007; Petros, 2007).

Pendekatan operasi melalui vagina, perut, dan laparoskopi, atau kombinasi

pendekatan. Tergantung pada tingkat dan lokasi prolaps, operasi mungkin

melibatkan kombinasi dari perbaikan vagina anterior, apeks vagina, posterior

vagina dan perineum. Operasi bersamaan dapat direncanakan untuk inkontinensia

urin atau feses. Bedah dipilih berdasarkan jenis dan tingkat keparahan prolaps,

pelatihan dan pengalaman, preferensi pasien, dan hasil bedah yang diharapkan

atau diinginkan dokter bedah (Richter dan Varner, 2007).

Prosedur untuk prolaps dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok: (1)

restoratif, yang menggunakan struktur pendukung endogen pasien; (2)

kompensasi, yang mencoba untuk mengganti kekurangan dukungan dengan

bahan graft permanen; dan (3) obliteratif, menutup vagina sebagian atau

seluruhnya (Richter dan Varner, 2007).

Pengelompokan ini prosedur operasi ini tidak sepenuhnya berdiri sendiri.

Sebagai contoh, cangkok dapat digunakan untuk memperkuat perbaikan

kolporafi, atau untuk mengganti dukungan yang kurang. Penggunaan graft dalam

substitusi sacrocolpopexy untuk penghubung jaringan (kardinal dan ligamen

uterosakral) yang biasanya akan menopang puncak vagina. Selain tujuan utama

mengurangi gejala yang berhubungan dengan prolaps seperti, kencing, defekasi,

harus dipertimbangkan fungsi seksual dalam memilih prosedur yang tepat

(Richter dan Varner, 2007).

26
BAB IV

PENUTUP

Kandung kemih jatuh secara klinis dikenal sebagai prolaps sistokel atau

kandung kemih, yang terjadi pada wanita.Ini adalah suatu kondisi dimana

kandung kemih-struktur sistem kemih yang menyimpan urin-bergerak keluar dari

posisi dan terkulai ke dalam vagina. Hal ini dapat terjadi ketika struktur jaringan

antara kandung kemih dan vagina melemah menyebabkan ia jatuh ke vagina.

Kandung kemih yang telah jatuh dari posisi normal dapat menyebabkan

dua jenis masalah - kebocoran urin yang tidak diinginkan dan pengosongan

kandung kemih yang tidak lengkap. Pada beberapa wanita, kandung kemih jatuh

membentang pembukaan ke dalam uretra, menyebabkan kebocoran urin ketika

wanita batuk, bersin, tertawa atau bergerak dengan cara apapun yang

menempatkan tekanan pada kandung kemih.

Kandung kemih yang jatuh dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan

dapat menyebabkan masalah kandung kemih pengosongan. Dua masalah umum

yang muncul ketika kandung kemih jatuh terjadi adalah kebocoran yang tidak

diinginkan dari urin dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Norton PA (1993) Pelvic floor disorders: the role of fascia and ligaments.
Clin Obstet Gynecol 36:926–938

2. Chen L, Ashton-Miller JA, DeLancey JOL (2009) A 3D finite element


model of anterior vaginal wall support to evaluate mechanisms underlying
cystocele formation. J Biomech 42:1371–1377

3. Cosson M, Rubod C, Vallet A, Witz JF, Dubois P, Brieu M (2013)


Simulation of normal pelvic mobilities in building an MRIvalidated
biomechanical model. Int Urogynecol J 24:105–112

4. Luo J, Chen L, Fenner DE, Ashton-Miller JA, DeLancey JOL (2015) A


multicompartment 3-D finite element model of rectocele and its interaction
with cystocele. J Biomech.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0021929015001311.
Accessed April 27, 2015

5. Roberts WH, Habenicht J, Krishingner G (1964) The pelvic and perineal


fasciae and their neural and vascular relationships. Anat Rec 149:707–720

6. Ashton-Miller JA, Howard D, DeLancey JO (2001) The functional anatomy


of the female pelvic floor and stress continence control system. Scand J Urol
Nephrol Suppl 207:1–7

7. Enhörning G (1961) Simultaneous recording of intravesical and intra-


urethral pressure: a study on urethral closure in normal and stress incontinent
women. Acta Chir Scand 276:1–68

28
8. Papa Petros P, Ulmsten U (1990) An integral theory of female urinary
incontinence. experimental and clinical considerations. Acta Obstet Gynecol
Scand 153:7–31

9. DeLancey JO (1992) Anatomic aspects of vaginal eversion after


hysterectomy. Am J Obstet Gynecol 166:1717–1724

10. Petros PEP, Woodman PJ (2008) The integral theory of continence. Int
Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct 19:35–40 Tansatit T, Apinuntrum P,
Phetudom T, Phanchart P (2013) New insights into the pelvic organ support
framework. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 166:221–225

11. Federative Committee on Anatomical Terminology (1998) Terminologia


anatomica, international anatomical terminology.

12. Georg Thieme Verlag, Stuttgart DeLancey J (1994) Structural support of


the urethra as it relates to stress urinary incontinence: the hammock
hypothesis. Am J Obstet Gynecol 170:1713–1723

13. De Landsheere L, Munaut C, Nusgens B, Maillard C, Rubod C, Nisolle M


et al (2013) Histology of the vaginal wall in women with pelvic organ
prolapse: a literature review. Int Urogynecol J 24: 2011–2020 Tamakawa M,
Murakami G, Takashima K, Kato T, Hareyama M (2003) Fascial structures
and autonomic nerves in the female pelvis: a study using macroscopic slices
and their corresponding histology. Anat Sci Int 78:228–242

14. Albright TS, Gehrich AP, Davis GD, Sabi FL, Buller JL (2005) Arcus
tendineus fascia pelvis: a further understanding. Am J Obstet Gynecol
193:677–681

29
15. Occelli B, Narducci F, Hautefeuille J, Francke JP, Querleu D, Crépin G et
al (2001) Anatomic study of arcus tendineus fasciae pelvis. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol 97:213–219

30

Anda mungkin juga menyukai