Anda di halaman 1dari 43

I.

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Masjid adalah bangunan yang menjadi sentral peradaban bagi umat Islam.
Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah bagi umat Islam seperti shalat
lima waktu, pengajian, dan membaca Al Quran. Selain itu, masjid dapat digunakan
untuk kegiatan sosial serta berbagai kegiatan sejenis. Banyaknya kegiatan yang
dilakukan di masjid menuntut adanya sebuah kenyamanan dari penggunanya agar
segala bentuk kegiatan yang dilakukan di dalamnya dapat terlaksana dengan optimal.
Kenyamanan bangunan masjid dapat ditinjau dari berbagai aspek. Selain kenyamanan
termal dan visual, kenyamanan akustik menjadi satu parameter yang penting untuk
diperhatikan. Apabila dilihat dari sisi akustik, kegiatan-kegiatan seperti shalat
berjamaah, kajian umum, khutbah Jumat, membaca al Quran dan kegiatan lainnya
memiliki kesamaan yakni menghasilkan bunyi berupa ucapan atau percakapan. Suara
yang diperdengarkan saat imam memimpin shalat berjamaah ataupun saat khatib
berceramah di depan jamaah harus terdengar jelas dan terdistribusi merata di dalam
masjid. Ketersediaan keseimbangan dalam pemenuhan kualitas kemengertian ucapan
sekaligus suasana tenang menjadi poin utama untuk meningkatkan konsentrasi dalam
beribadah maupun aktivitas lain di dalamnya. Kenyamanan akustik di dalam sebuah
bangunan dipengaruhi oleh bentuk rancangan ruang dalamnya [1].
Keberadaan kubah pada akustik ruang masjid menentukan sebagian kualitas suara
didalam masjid. Kualitas suara menentukan Kenyamanan akustik untuk setiap
aktivitas di masjid seperti kemengertian ucapan sekaligus suasana tenang yang
menghasilkan konsentrasi dalam ibadah.
Renovasi pada kubah masjid Ulil Albab UII yang awalnya bertujuan untuk
membuat perubahan pada pencahayaan juga merubah material dan geometri
bangunan. Salah satu yang berubah adalah bagian kubah yang awalnya kubah dengan
bagian dalam rata menjadi kubah dengan bentuk bergerigi di dalamnya. Perubahan
bentuk geometri mempengaruhi kualitas akustiknya didalam ruangan masjid di
2

bawahnya [1]. Untuk mengetahui performa akustik yang memadai dalam beribadah di
dalam masjid perlu dilakukan simulasi dan analisis pada kubah, sehingga dihasilkan
nilai untuk beberapa parameter akustik yang dapat menggambarkan karakter ruang
masjid.

I.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini berupaya menganalisis perubahan kualitas akustik karna


pengaruh perubahan geometri kubah. Penelitian ini menggunakan pemodelan
simulasi CATT- Acoustic untuk pengujiannya.

I.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kualitas akustik kubah


Masjid Kampus UII dengan parameter T30,C50 dsn RASTI.

I.4 Batasan Masalah

Berikut batasan-batasan masalah yang terdapat dalam penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian ini mengambil lokasi di Masjid Ulil Albab Universitas Islam

Indonesia Yogyakarta yang memiliki jenis atap kubah bergerigi.

2. Penelitian ini tidak mengevaluasi penggunaan electro-acoustic pada masjid.

3. Data sekunder yang didapatkan tidak ada catatan khusus ketika pengambilan data
berlangsung.

4.Lingkungan akustik sama dengan saat pengukuran.

I.5. Manfaat

Dapat dijadikan referensi untuk renovasi masjid dengan perubahan kubah


bergerigi.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA


Penelitian ruang beratap kubah dalam hal ini umumnya diterapkan
pada masjid telah cukup banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian
mengamati kualitas speech intelligibility di dalam masjid. Penelitian ini
bertujuan mengeksplorasi fenomena dan sifat gelombang akustik terhadap
ruang beratap kubah, konfigurasi kaki kubah, dan dengan ada atau tidaknya
mihrab. Secara unik masjid adalah bangunan yang sangat penting bagi
masyarakat muslim. Masjid memiliki ukuran tertentu sehingga cukup untuk
memuat minimal 40 orang dan terletak dekat di antara tempat tinggal
masyarakat muslim.
Masjid di Indonesia dibangun dengan desain dan konfigurasi atap
yang beragam. Meski berbeda dari segi ukuran dan fungsi, terdapat pula
kesamaan karakteristik yang ada dengan konsisten pada semua masjid.
Terdapat dua elemen arsitektur penting pada masjid yang menjadi
pertimbangan dalam studi akustika, yaitu mihrab dan atap kubah. Mihrab
didesain untuk menyampaikan suara secara pasif dari depan ke belakang.
Pada umumnya, mihrab dibuat dengan bentuk atap setengah bola yang
terhubung dengan dinding melengkung berbentuk setengah tabung. Terdapat
beberapa macam desain kubah yang umum digunakan masjid-masjid. Setiap
jenis kubah memberikan kesan akustik yang unik untuk ruang di bawahnya.
Utami mengamati kualitas speech intelligibility pada Masjid
Darussholah dengan menggunakan parameter objektif AI, C50, %ALcons,
dan RASTI. Gaya kubah yang diteliti merupakan jenis desain yang unik
(Gambar 2.1 (a)), adapun kubah hemispher yang digunakan dalam penelitian
ini (Gambar 2.1 (b)) juga umum dijumpai di Indonesia.
4

Gambar 2.1. Jenis desain kubah. [2]


5

Utami menggunakan tiga metode sebagai perbandingan dan analisis


penelitiannya. Metode pertama adalah simulasi menggunakan pemodelan komputer
dan perhitungan numeris. Data geometri yang menjadi input bagi EASE digambar
dengan CAD. Keuntungannya adalah dihasilkan sebuah paket file berukuran kecil dan
sepanjang proses perancangan model tiga dimensi dapat cepat dan maksimal [2].

Menurut Utami dalam pemodelan komputer ini ada batasan lain berupa penambahan
jumlah muka bidang pada model sebanding dengan durasi perhitungan simulasi yang
juga bergantung pada kapabilitas komputasi. Selain itu upaya mencapai model optimal,
penyederhanaan dari keadaan sebenarnya dituntut untuk menghasilkan model yang
sesuai.
Syauqi secara khusus mempelajari kondisi akustik akibat pengaruh langit-langit
berbentuk kubah, khususnya pada ruang ibadah masjid. Studinya menemukan bahwa
langit-langit berbentuk kubah memiliki kecenderungan memusatkan energi bunyi
pada titik di bawahnya [3] Apabila panjang jari-jari kubah r lebih kecil dibandingkan

setengah tinggi bangunan 1/2 h, maka efek pemusatan energy bunyi tidak akan

mengganggu kondisi akustik ruang di bawahnya. Lalu dilakukan uji simulasi berupa

tiga model kubah berbeda, yaitu kubah setengah bola (r = 1/2 h), kubah tiga

perempat bola (r € 1/2 h), dan kubah seperempat bola (r X 1/2 h). Metode ray-

tracing pada kubah model seperempat bola menunjukkan efek pemusatan


energi terbanyak. Dihasilkan 319 berkas bunyi pantul yang sampai pada titik
penerima di bawahnya. Lanjut Syauqi, dalam hal kualitas kondisi akustik kubah tiga
perempat bola tidak terjadi efek pemusatan energi, sebab hanya dihasilkan 36 berkas
bunyi pantul yang sampai pada titik penerima. Akan tetapi model ini menghasilkan
waktu dengung paling lama dibandingkan kedua model lainnya, sehingga kualitas
kejernihan ucapan terukur paling buruk. Adapun kondisi akustik optimal dicapai
dengan model kubah setengah bola.
Putut meneliti sifat akustik masjid ulil albab UII setelah renovasi dengan
membandingkan data sebelum dan sesudah renovasi. Hasil menunjukan bahwa Perubahan
interior kubah, komponen dinding dan pilar-pilar masjid setelah renovasi mengakibatkan
perubahan sifat akustik. Hasil analisis data yang memberikan perbandingan nilai masing-
6

masing parameter menunjukkan bahwa T30 sebelum renovasi memiliki sifat reflektif
sedangkan setelah adanya renovasi masjid sifatnya lebih absorptif dan difuse.

Nilai clarity pada rentang frekuensi oktaf 1000 Hz di titik 1 memiliki nilai deviasi yang
paling besar dibandingkan dengan titik pengukuran lainnya, sebesar 6,22 dB untuk C50
dan 3,89 dB untuk C80 . Artinya bahwa renovasi berpengaruh besar terhadap nilai clarity
di titik tersebut. Sedangkan pada titik 20 memiliki nilai deviasi yang paling kecil
dibandingkan dengan titik pengukuran lainnya, hanya 0,75 dB untuk C50 dan 0 dB untuk
C80 . Artinya bahwa sebelum dan setelah renovasi tidak berpengaruh terhadap nilai clarity
di titik tersebut. Perbandingan parameter RASTI menunjukkan bahwa sebelum dan setelah
renovasi tidak mengalami perubahan nilai secara signifikan. Perubahan yang terasa berada
di barisan belakang lokasi penelitian yang dikarenakan adanya kemampuan absorpsi di
bagian kubah, pilar, lantai dan dinding [4].
7

BAB III
DASAR TEORI

III.1 Gelombang Akustik (Bunyi)


Bunyi terjadi karena adanya benda yang bergetar, sehingga menimbulkan gesekan
dengan zat di sekitarnya. Getaran atau gerakan objek tersebut menyentuh partikel zat yang
ada di sekitarnya. Zat ini bisa berupa gas, cairan atau padatan. Partikel zat yang pertama
bersentuhan (paling dekat dengan objek) akan meneruskan energi yang diterimanya ke
partikel-partikel di sebelahnya. Demikian seterusnya partikel-partikel zat akan saling
bersentuhan sebagai gelombang yang merambat. Oleh karena itu keberadaan zat di sekitar
objek yang bergetar seringkali disebut juga zat antara atau medium perambatan gelombang
bunyi. Dengan medium perambatan inilah bunyi dari objek yang bergetar (sumber bunyi)
dapat didengar oleh telinga manusia. Adapun dalam ruang hampa gelombang bunyi tidak
dapat dirambatkan. Medium perambatan digunakan bunyi memindahkan energi dari satu
partikel ke satu partikel yang lain. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.1 terbentuk
zat antara yang merenggang dan merapat.

Gambar 3.1. Perambatan Sinyal Audio (Gelombang Suara).[5]


III.2 Akustik Ruang
Akustik ruang adalah istilah dalam akustik untuk mendefinisikan bangunan atau
ruang-ruang yang memerlukan penanganan akustik secara cermat karena tuntutan
aktivitas di dalam ruangan. Adapun aktivitas yang memerlukan penanganan cermat
adalah aktivitas yang berhubungan dengan penyajian audio maupun visual. Bangunan
yang tergolong dalam akustik ruang atau room acoustic adalah auditorium,rumah
ibadah, studio rekaman, perpustakaan, rumah sakit, perkantoran, ruang kelas, dan
lain- lain. Pada tempat terbuka yang bebas penghalang (free sound atau free field)
bunyi yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi akan merambat ke segala arah. Ketika
menempuh jarak tertentu, kekuatan gelombang yang merambat akan terus menurun
seiring bertambahnya jarak tempuh [6].
8
Pada ruang tertutup, ketika bunyi merambat ke arah tertentu dan membentur
pembatas ruangan, tergantung pada karekteristik pembentuk elemen pembatas
tersebut ada kemungkinan bunyi akan dipantulkan (refleksi), dan/atau diserap
(absorpsi), dan/atau ditransmisikan. Sehingga, dalam suatu ruangan, bunyi yang
terjadi atau terdengar, sebenarnya adalah kombinasi dari bunyi asli dan bunyi
pantulan sebagaimana terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Perambatan Gelombang Suara pada Ruang Tertutup


[7].

III.2.1 Transmisi dan Refleksi


Ketika gelombang bunyi merambat dan bertabrakan dengan suatu batas medium
dengan nilai impedansi yang berbeda maka akan terjadi peristiwa transmisi dan refleksi.
Transmisi adalah peristiwa ketika gelombang menumbuk suatu medium akan diteruskan
oleh medium tersebut dan refleksi ketika gelombang menumbuk suatu medium akan
dipantulkan.

Gambar 3.3. Refleksi dan transmisi pada sebuah bidang [8]


9
Ada dua syarat kondisi batas yang harus dipenuhi untuk setiap waktu dan semua
posisi pada bidang batas, yaitu:
1. Tekanan akustik pada kedua sisi bidang batas harus sama.
2. Kecepatan partikel pada kedua sisi bidang batas harus sama.
Jika i adalah gelombang datang, r adalah gelombang pantul dan t adalah gelombang
transmisi maka hubungan persamaan berdasarkan batasan kondisinya adalah [kinsler]:

pi + pr = pt, pada x = 0 (3.1)

ui + ur = ut, pada x = 0 (3.2)

III.2.2 Koefisien Serapan (Absorption Coefficient)


Koefisien absorbsi bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi datang yang
diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Koefisien ini dinyatakan α dengan nilai
antara 0 dan 1. Nilai koefisien absorpsi 0 menyatakan tidak ada energi bunyi yang diserap
dan nilai koefisien absorbsi 1 menyatakan serapan yang sempurna.
Koefisien absorbsi (α) dinyatakan sebagai perbandingan antara energi bunyi yang diserap
oleh bahan tersebut dengan energi bunyi datang (Porges. G, 1977) .
Ada dua macam koefesien absorbsi bunyi, yaitu:
1. Koefesien absorbsi normal dengan simbol αn, yaitu koefesien absorbsi bunyi untuk
sudut datang bunyi tegak lurus (90o) pada bahan.
2. Koefisien absorbsi Sabine dengan simbol αs atau α, yaitu harga rata-rata koefisien
absorbsi bunyi untuk semua sudut.

Besarnya koefisien absorbsi suatu bahan ditentukan oleh beberapa kriteria:


1. Besarnya koefisien absobrsi bunyi suatu bahan bervariasi terhadap frekuensi bunyi
artinya, harga α suatu bahan akustik berbeda-beda untuk setiap frekuensinya.
2. Harga α satu jenis bahan akan berbeda bila ketebalan dan kerapatan volumnya
berbeda.
3. Suatu bahan dari jenis, ketebalan atau kerapatan yang sama akan menghasilkan
nilai α yang berbeda jika diletakkan atau diinstalasi pada bahan lain yang berbeda
karakteristiknya.
4. Harga α suatu bahan akan mengalami perubahan jika diberikan perlakuan terhadap
permukaannya, misalnya dicat semprot atau cat poles.
5. Harga α suatu bahan akan mengalami perubahan jika dipasang dengan rongga udara
10
di bawahnya.

III.2.3 Koefisien Hamburan (Scattering Coefficient)


Sering dijumpai sebuah dinding tidak seluruhnya memiliki permukaan yang halus
tetapi juga memiliki hiasan, benjolan, atau bentuk gangguan tertentu. Jika detail
semacam ini lebih kecil dibandingkan panjang gelombang, maka tidak akan
mengganggu pantulan pada dinding (lihat Gambar 3.4 (a)). Pada kasus sebaliknya, jika
detail tersebut lebih besar dibanding panjang gelombang, masing-masing permukaan
harus dianggap sebagai bagian bidang atau lengkungan tambahan pada dinding, bunyi
datang akan dipantulkan sebagaimana cermin seperti ditunjukkan Gambar 3.4 (c).

(a) (b) (c)


Gambar 3.4. Hamburan dari ketidakteraturan permukaan: (a) d ≪ ß, (b)
d = ß, dan (c) d ≫ ß. [18]
Terdapat pula rentang panjang gelombang pertengahan yang mana setiap
proyeksi menambahkan sejumlah komponen gelombang bunyi terhambur di sekitar
medan bunyi terpantul (lihat Gambar 3.4 (b)). Apabila dinding memiliki struktur
permukaan yang tidak beraturan, dapat dicermati sejumlah fraksi energi bunyi datang
akan dihamburkan ke seluruh arah. Kasus semacam ini disebut sebagai pemantulan
bunyi di dinding terdifusi atau terbaur merata. Adanya keterbatasan di dalam
pengukuran langsung koefisien hamburan untuk seluruh bidang permukaan maka
digunakan asumsi mengacu penelitian yang dilakukan Rindel, sebagaimana
diperlihatkan di Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Koefisien hamburan untuk pemodelan akustik ruang. [10]

Scattering Deskripsi Permukaan


0,1 . . . . 0,19
Coefficient Besar, permukaan polos
0,2 . . . . 0,39 Besar, tersusun tak-datar
0,4 . . . . 0,59 Kecil, tersusun tak-datar
0,6 . . . . 0,89 Padatan besar-kecil, tersusun
0,9 . . . . 1,00 Padatan
tak-datar kecil-kecil, tersusun
tak-datar
III.2.4Impulse Response

Salah satu metode untuk mengetahui performansi akustik sebuah ruangan


adalah dengan melakukan pengukuran impulse response. Dari pengukuran ini akan
didapatkan gambaran interaksi antara sumber bunyi dengan permukaan dalam
ruangan, yang dapat digambarkan dalam pola urutan waktu pemantulan energi bunyi
pada setiap waktu atau setiap informasi bunyi pantulan (lihat Gambar 3.5).
p

Gambar 3.5. Grafik impulse response.

Dengan menggunakan pengukuran impulse response, dapat diketahui


parameter-parameter akustik seperti SPL (distribusi tingkat tekanan bunyi), Tx
(waktu dengung), EDT (early decay time), RASTI, C80 (kejernihan bunyi musik),
C50 (kejernihan bunyi percakapan), dan lain-lain.
Beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan impuls respon, yaitu
MLS (Maximum Length Sequence), IRS (Inverse Repeated Sequence), T-SP (Time-
Stretched Pulses) dan SineSweep [6].
III.3 Parameter Akustik
III.3.1 Reverberation Time (Waktu Dengung)
Waktu dengung sering dijadikan acuan awal dalam mendesain atau
mengevaluasi sebuah ruangan berdasar standar akustik yang berlaku. Formula
perhitungan waktu dengung yang banyak digunakan perancang ruangan ialah
formulasi Sabine. Formulasi yang diturunkan secara empiris ini, Sabine menyatakan
bahwa waktu dengung (T) berbanding lurus dengan Volume Ruangan
(V) dan berbanding terbalik dengan Luas Permukaan Ruangan (S) dan rerata Koefisien
Absorpsi permukaan ruangan (α).
0.161 ✕ V (3.6)
T =S✕α

Waktu dengung (T) sebagai parameter akustik yang umum digunakan terbagi
menjadi tiga, yaitu T10 (dikenal sebagai Early Decay Time, EDT), T20, dan T30.
Waktu dengung didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan oleh bunyi untuk
meluruh level tekanannya berturut-turut sebesar 10, 20, atau 30 dB, sejak sumber
bunyi dihentikan. Dikenal pula jenis waktu dengung T60 yang berarti waktu yang
dibutuhkan sumber suara untuk jatuh level tekanannya sebesar 60 dB. Pada
pengambilan data impulse response di lapangan, jenis T60 lebih sulit didapatkan sebab
adanya background noise (bising latar belakang) yang kadang cukup tinggi, sehingga
level tekanan bunyi tidak meluruh dan tetap berada di atas tingkat bising latar
belakang. Untuk itu digunakan beberapa metode untuk mendekati nilai T60, yaitu
dengan mengambil data peluruhan hingga beberapa dB yang mampu dicapai,
kemudian diekstrapolasi hasilnya secara linier ke tingkat tekanan bunyi turun hingga
60 dB.
Waktu dengung mengkarakterisasi peluruhan bunyi untuk menspesifikasi
efisiensi ruang dalam memenuhi permintaan kondisi akustik yang bergantung pada
aktivitas atau fungsinya. Untuk tujuan peribadahan, rentang optimum nilai waktu

dengung T60 ialah 3,0 – 3,5 detik untuk volume ruang lebih besar dari 10.000 m3
(Egan, 1994) [11].
III.3.2 Clarity (C50 )
‘Clarity index’ C (asalnya‘Klarheitsmaß’) dikenalkan Reichardt dkk. digunakan
untuk mengkarakterisasi performa musik di concert hall. Parameter clarity banyak
digunakan sebagai indikator pengaruh akustik ruang dalam kejernihan ucapan.
Didefinisikan bahwa C50 untuk percakapan. Clarity diturunkan dari impuls respon dan
didefinisikan sebagai perbandingan energi bunyi datang pada penerimaan posisi ukur
50 atau 80 milidetik pertama terhadap energi bunyi datang setelah 50 atau 80
milidetik:
50 md œ

C50 = 10 log10 [ ƒ p2(t) dt/ ƒ p2(t) dt] dB (3.7)

0 50 md

di mana p(t) adalah tekanan bunyi langsung terukur di ruang uji respon dan t adalah
waktu. [2]

III.3.3 Rapid Speech Transmission Index (RASTI)


Versi yang lebih sederhana dan menghemat waktu dari STI (Speech
Transmission Index) adalah ‘RApid Speech Transmission Index’ (RASTI) merupakan
sebuah metode untuk mengetahui kejelasan percakapan(artikulasi) yang terdapat
dalam suatu ruangan. RASTI memiliki nilai dalam % antara 0 sampai 100.Semakin
tinggi nilai RASTI maka semakin baik kejelasan percakapan yang terjadi didalam
ruangan tersebut. Pendekatan RASTI dapat diterima untuk beberapa situasi praktis,
yang mana perhitungan analisis secara detail tidak diperlukan.
Indikator kejelasan percakapan berdasarkannilai RASTI ditujukkan dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1 Nilai STI (RASTI) dengan nilai kualitasnya [12]

RASTI Kejelasan Suku kata

0,00 – 0,30 Buruk (bad)

0,30 – 0,45 Kurang (poor)

0,45 – 0,60 Cukup (fair)

0,60 – 0,75 Baik (good)

0,75 – 1,00 Sangat baik (excellent)

III.4 Akustika Ruang Geometris


III.4.1 Metode Ray-Tracing
Akustika ruang geometris merupakan cara sederhana untuk menjelaskan kondisi
akustik sebuah ruangan yang relatif besar dan berbentuk tidak biasa [13]. Dapat diterapkan
apabila dimensi ruang dan permukaan-permukaan yang membatasinya lebih besar
dibandingkan panjang gelombang bunyi. Pada kasus ini, gelombang bunyi memandang
bidang permukaan di dalam ruangan sebagai bidang tak hingga yang menciptakan
pantulan-pantulan. Semua pendekatan komputasi dalam penelitian ini menggunakan
pemodelan masjid yang berbasis pada metode akustika ruang geometris.
Mula-mula di dalam akustika geometris dikenalkan sebuah konsep “berkas
bunyi” atau “partikel bunyi”. Sebuah berkas bunyi merupakan garis 1 dimensi yang
berasal dari energi sumber bunyi yang bergerak. Dapat pula dipahami transfer energi
gelombang bunyi dapat dianggap pula sebagai sebuah partikel. Pada poin ini, berkas
bunyi adalah tidak koheren dan tidak berinterferensi dengan efek gelombang. Berkas
bunyi merupakan pembawa energi yang mewakili spherical- wave, meskipun dengan
sudut bukaan yang kecil tak berhingga, dΩ. Hukum dasar tentang jarak menyatakan

intensitas berkas bunyi berkurang sebesar 1/r2 (r = jarak dari berkas bunyi
sumber).

Gambar 3.7. Definisi sebuah berkas bunyi.

Metode ray tracing merupakan salah satu metode geometri klasik untuk simulasi
bunyi di sebuah ruangan. Metode ray tracing cocok untuk mempelajari rambatan bunyi
berfrekuensi tinggi beserta pantulannya dari permukaan bidang yang lebar. Metode ray
tracing menggunakan sejumlah besar berkas-berkas bunyi, yang berasal dari satu titik
tertentu dan terpancar ke segala arah. Sejumlah besar berkas bunyi pada metode ray
tracing dimaksudkan untuk mewakili porsi kecil dari gelombang bunyi berbentuk bola.
Berkas bunyi dilacak jejaknya di sekitar ruangan, sebagaimana energi yang hilang
disebabkan batasan di ruangan.
III.4.2 Metode Hibrida Pada Pemodelan Komputer
Beberapa kelemahan ditemukan oleh Vorlander dalam validitas dan aplikasinya
dari hukum pantulan, keduanya untuk metode ray-tracing dan sumber bayangan.
Vorlander menemukan dalam bahwa kombinasi dari kedua metode di atas
menggabungkan beberapa keuntungan dan menutup kekurangannya. Ide dari metode
hibrida ialah untuk mendapatkan tahapan efisien dalam menemukan sumber bayangan
dengan validitas probabilitas yang tinggi dengan ray-tracing dari sumber dan mencatat
bagian permukaan yang ditumbuknya. Setiap pola yang terdeteksi dengan cara ini
diasosiasikan dengan runtutan sumber bayangan yang valid, yang mana diidentifikasi
dengan melacak-balik pola dari partikel bunyi, kemudian diuji untuk ditentukan mana
yang memberikan kontribusi pada titik pendengar. Sekali sumber bayangan valid
ditemukan, energi dari respon impuls dapat ditentukan dengan menambahkan
kontribusi dari seluruh sumber bayangan dan menggunakan koefisien energi pantulan
dari elemen batas ruang yang terlibat.
Pada umumnya pantulan awal dihitung dengan mengkombinasikan metode sumber
bayangan dan ray-tracing. Pantulan akhir dihitung dengan proses ray- tracing, yang
mana menciptakan sumber kedua yang terdifusi. Pada proses ini berkas bunyi dikirim
dari posisi sumber, mendeteksi sumber bayangan hingga derajat pantulan tertentu,
kemudian mendeteksi sumber kedua pada permukaan dari ruangan di titik terjadinya
tumbukan.
Sumber bayangan yang terletak pada jarak tertentu dari titik penerima dicek
secara teliti untuk ditentukan mana yang memberikan kontribusi pada titik penerima.
Sumber bayangan yang terletak jauh diperlakukan secara statistik untuk menghasilkan
perkiraan peluruhan dengung yang benar. Sebagaimana ditentukan dengan metode ini,
pantulan awal sumber bayangan pertama jatuh pada posisi penerima setelah pantulan
akhir sumber bayangan kedua, akan terjadi overlap. Waktu dengung dapat
diperkirakan dari kurva respon impuls pada kejadian tersebut. Properti akustik ruang
lainnya dapat diturunkan dari integrasi respon impuls.
Pemodelan komputer yang digunakan pada penelitian ini ialah CATT- Acoustic.
Metode hybrid yang digunakan pada CATT-Acoustic pada dasarnya sama
sebagaimana metode hybrid yang dijelaskan di atas.
IV. PELAKSANAAN PENELITIAN
IV.1. Alat dan Bahan Penelitian

IV.1. 1 Laptop

Perangkat pengolahan data yang digunakan untuk mengolah data sinyal

akustik dapat dengan komputer yang bisa mengoperasikan software Sketchup Pro
untuk desain pemodelan dan CATT-acoustic sebagai pengolahan akustik data
berupa parameter yang di butuhkan.

IV.1. 2 CATT-Acoustic

CATT (Computer Aided Theatre Technique) disusun oleh Bengt-Inge


Dalenbäck sejak tahun 1986, awalnya CATT dikembangkan untuk desain tata
cahaya dan dekorasi pada teater. Pada tahun 1988 ia menyempurnakan CATT
agar dikonsentrasikan sebagai software prediksi akustik ruang. Pada Desember
1995 Dalenbäck mendapatkan Ph.D. untuk prediksi akustik ruang dan auralisasi,
bersamaan dengan itu CATT juga dikembangkan dan terus disempurnakan hingga
saat ini.

CATT-Acoustic (selanjutnya disebut CATT) merupakan program prediksi akustik


ruang berdasarkan metode Model Sumber Bayangan (ISM, Image Source Model)
untuk bagian awal detil kualitatif echogram, metode ray tracing untuk audience
area color mapping (peta area pendengar terwarna) dan Randomized Tail-
corrected Cone-tracing (RTC) untuk perhitungan detil menyeluruh yang juga
mengaktifkan auralisasi.

Sekilas tentang CATT, masukan data geometri dibuat menggunakan text- editor.
Ruang dibentuk dengan mendefinisikan kode-kode titik dan bidang, dimana
sebuah bidang tersusun dari minimal tiga titik. Geometri ruang dibatasi dengan
jumlah maksimal 5000 plane (bidang permukaan). Namun hasil pemodelan yang
baik kadang tidak dibuat dari model yang sangat detil, penyederhanaan dapat
dilakukan dengan prinsip-prinsip ilmu akustik ruang. Setiap bidang yang
dimodelkan dapat mewakili sifat bahan akustik pada keadaan sebenarnya. Dengan
memberi koefisien serap α dan hambur s, sifat bahan pada bidang pemodelan
dapat menyerupai atau mewakili pada keadaan sebenarnya.

Rentang frekuensi pada hasil perhitungan dibuat untuk delapan octave- band: 125
hingga 16k Hz. Apabila tidak ada data tersedia untuk 8k dan 16k Hz maka
diekstrapolasi dengan basis nilai pada 2k dan 4k Hz.

IV.1. 3 SKETCHUP PRO 2016

Skethup adalah sebuah software 3D Design yang sering digunakan untuk


membuat gambar 3D.Gambar 3D mencakup peta, manusia, robot, denah dan
bangunan

IV.2. Tata Laksana Penelitian

Penelitian dimulai dengan data sekunder yang di dapat dari pihak terkait
yang membangun masjid UII . Data berupa denah dan gambar arsitektur
masjid sebagai acuan untuk membuat gambar 3 dimensi dengan skala yang
dibutuhkan agar pemodelan 3 dimensi dan bangunan sama. Pemodelan
menggunakan software sketchup dan hasilnya dieksport ke dalam CATT –
Acoustic. Kemudian di masukan data berupa nilai nilai yang
merepresentasikan material bangunan seperti pada bangunan masjid .
kemudian dilakukan simulasi dengan metode ray tracing yaitu pemantulan
pada area permukaan dari pemancaran masing-masing sinar dari lokasi
sumber. Hasil didapat berupa nilai parameter yang ingin diketahui yaitu T30
dan C50.
mulai
CATT

studi pustaka
koef absorbsi dan
scattering koefisien

gambar 3D
sketchup
posisi sumber
dan pendengar
dan acoustic
environment

Ekspor
catt
Analisis T30,C50
dan RASTI

selesai

IV.2.1 studi pustaka

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di masjid Ulil Albab UII yogyakarta.Bangunan


Masjid UII ini memiliki tiga lantai utama dan setiap lantai memiliki fungsi ruang
yang berbeda-beda. Lantai satu sebagai auditorium UII, lantai dua sebagai ruang
ibadah dan lantai tiga sebagai perkantoran Direktorat Pendidikan dan
Pengembangan Agama Islam (DPPAI) UII. Lokasi Masjid Ulil Albab UII terletak
strategis di pintu masuk

Universitas Islam. Gambar 4.1 memuat lokasi Masjid Ulil Albab UII.
Gambar 4. 1 Lokasi Masjid Ulil Albab UII

Penelitian di Masjid Ulil Albab dilakukan setelah adanya persetujuan izin


penelitian dari pihak Universitas Islam Indonesia (UII). Surat perizinan ditujukan
kepada Rektor UII, Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam
(DPPAI) dan Takmir Masjid Ulil Albab. Perizinan ini diperlukan agar kegiatan
penelitian tidak mengganggu kegiatan ibadah pada waktu penelitian dan
didapatkan data sekunder terkait desain arsitektur masjid.

Masjid Ulil Albab UII terdiri dari tiga lantai. Lantai satu digunakan sebagai
auditorium UII, lantai dua digunakan tempat ibadah dan lantai tiga digunakan
untuk perkantoran Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam
(DPPAI). Pengambilan data pengukuran langsung hanya dilakukan hanya di lantai
dua yakni tempat ibadah.

Data denah dan arsitektur didapatkan dari rancangan renovasi masjid UII yang
didapat dengan bekerja sama dengan pihak terkait. Data pada gambar untuk
menentukan ukuran skala pemodelan agar sama dengan bangunan masjid.

Gambar 4.2 Denah ruangan masjid[4]

IV.2.2 Gambar 3 Dimensi

Pembuatan gambar 3 dimensi dibuat dengan sketchup pro 2016. skala dan
desain yang didapat dari hasil studi pustaka di terapkan untuk pemodelan 3
dimensi. Pada tahap pemodelan dilakukan simplifikasi dengan mengabaikan
bentuk yang kecil .dengan batasan pengabaian adalah dengan perhitungan panjang
gelombang . dengan perhitungan sebagai berikut :
ƛ= V/f

ƛ : panjang gelombang (m)

V : kecepatan suara (344m/s)

F : frekuensi (Hz)

Frekuensi yang di hitung dalam penelitian ini hanya pada 1000 Hz karna
percakapan manusia terdapat pada frekuensi tersebut.

ƛ= 344m/s):1000 = 0.3 Meter

Maka pada bentuk bangunan yang kurang dari 34 cm dapat di abaikan karna tidak
mempengaruhi secara signifikan[14].

IV.2.2 menentukan koefisien absorbsi dan scattering koefisien material

Karena perubahan geometri dalam kubah, material dinding masjid dan


pilar- pilar yang telah direnovasi mengakibatkan perubahan sifat akustik di
lingkungan tempat ibadah. Dinding masjid setelah renovasi memiliki ubin, panel
absorber, dua lapis dinding kaca dan plesteran tembok yang memiliki tingkat
penyerapan suara tinggi, sehingga bunyi dari sumber yang mengenai dinding
dapat dapat diserap secara keseluruhan. Panel absorber dan panel difuser yang
dipasang memiliki dampak yang signifikan terhadap sifat akustik. Hal ini tentu
saja akan memberikan pemantulan bunyi yang mempengaruhi nilai T 30 , C 50 , C
80 dan RASTI.

Pada kubah masjid setelah renovasi memiliki desain artistik yang menggunakan
acoustic tiles yang memiliki sifat absorber. Hal tersebut menambah nilai artistik
ruang dan mempengaruhi parameter akustik. Faktor yang mempengaruhi
parameter akustik tersebut yaitu koefisiensi hamburan dan koefisiensi penyerapan.
Gambar 4. 3 Penampakan kondisi ruang ibadah

A. Koefisien absorbsi (α)

Koefisien absorbsi dinyatakan sebagai perbandingan antara energi bunyi yang


diserap oleh bahan tersebut dengan energi bunyi datang [6]. Koefisien ini
dinyatakan α dengan nilai antara 0 dan 1. Nilai koefisien absorpsi 0 menyatakan
tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien absorbsi 1 menyatakan
serapan yang sempurna.

Koefisien abrsobsi yang digunakan pada penelitian ini adalah koefiensi absorbsi
sabine yaitu ketika bunyi yang menyebar kesegala arah tanpa memperhatikan
bidang pantul.

Besarnya koefisien absorbsi suatu bahan ditentukan oleh beberapa kriteria:


1. Besarnya koefisien absobrsi bunyi suatu bahan bervariasi terhadap
frekuensi bunyi artinya, harga α suatu bahan akustik berbeda-beda untuk
setiap frekuensinya.
2. Harga α  satu jenis bahan akan berbeda bila ketebalan dan kerapatan
volumnya berbeda.
3. Suatu bahan dari jenis, ketebalan atau kerapatan yang sama akan
menghasilkan nilai α yang berbeda jika diletakkan atau diinstalasi pada
bahan lain yang berbeda karakteristiknya.
4. Harga α suatu bahan akan mengalami perubahan jika diberikan perlakuan
terhadap permukaannya, misalnya dicat semprot  atau cat poles.
5. Harga α suatu bahan akan mengalami perubahan jika dipasang dengan
rongga udara di bawahnya.

Gambar 3 dimensi yang telah dibuat dengan sketchup di eksport ke CATT


Acoustic. Dimasukan nilai koefisien absorbsi. Koefisien absorbsi mengacu pada
paterial yang digunakan yaitu sebagai berikut

TABEL 4.1 MATERIAL YANG DI GUNAKAN DI SETIAP OBYEK

Obyek Material

Lantai 1 Ubin marmer,karpet

Lantai 2 Ubin marmer

Pilar Kusen,kolom absorber

Dinding Panel absorber,dinding 2 lapis,panel diffuser

Jendela Jendela besar,kaca tebal

Kubah Absorber dan geometri bergerigi

Dari material yang ada maka ditentukan nilai absorbsi obyek seperti Tabel 2
merujuk pada kinsler fundamental acoustic [8 ].

TABEL 4.2 KOEFISIEN ABSORBSI SETIAP OBYEK


obyek Frekuensi (Hz)

125 250 500 1000 2000 4000

Lantai1 20 53 70 71 63 80

Lantai2 1 1 1 1 2 2

Pilar 29 10 5 4 7 9

Dinding 3 3 3 4 5 7

Jendela 18 6 4 3 2 2

Kubah 12 18 24 30 33 24

B. Scattering koefisien

kubah tidak memiliki permukaan yang halus tetapi juga memiliki hiasan/gerigi
seperti pda gambar.
Gambar 4.4 Kubah tampak depan dan tampak bawah

Permukaan kubah bagian dalam yang bergerigi dapat membuat suara


dihamburkan dengan menumbuk bentuk yang tidak merata.

Nilai koefisien hamburan diperkirakan ada pada nilai 30% dengan acuan [10] .
Nilai ini dapat berubah jika hasil dari validasi tidak dapat diterima.

IV.2.3 Menentukan posisi sumber, audience dan acoustic environment

a).posisi sumber

Posisi sumber (A0) diletakan di dalam kubah untuk mengetahui pengaruh


scattering koefisien yang berada pada kubah berbentuk gerigi . Peletakan sumber
(A0) ini akan mempersempit focus analisis hanya kepada bagian sekitar kubah.

Sebelum menentukan posisi sumber, dilakukan dahulu validasi yaitu dengan


mencocokan nilai T30 ketika sumber bunyi (A0) di letakan di depan mihrab/posisi
imam dengan pengukuran lapangan . Nilai T30 tidak berbeda jauh maka dapat
dilakukan penempatan posisi sumber.
Gambar 3. Penempatan sumber dan pendengar[8]

b) posisi pendengar

Penentuan titik pengukuran impulse response yang terdapat di Gambar 4.5

Dua puluh titik pengukuran tersebut untuk menyelidiki pengaruh kubah

dinding dan pilar-pilar masjid terhadap kualitas akustik dengan masing-masing

kondisi representasi tersebut. Kedua puluh titik tersebut mengikuti standar

pengukuran data impulse response dengan ISO 3382 yang ditujukan untuk

mendapatkan data akustik yang sesuai dengan lapangan. Kemudian kedua puluh

titik pengukuran tersebut memiliki jarak antar titik yakni 7 meter dan memiliki

kesimetrisan antar titik pengukuran. Data pengukuran langsung dan pemodelan


computer memiliki titik pengambilan data yang sama.
Ketinggian pendengar di asumsikan seperti kegiatan mengaji didalam masjid yaitu
dengan ketinggian 0.5 meter.

c) acoustic environment

pengukuran akustik environment dibutuhkan keadaan yang tidak banyak noise.


Noise yang dibutuhkan hanya kegiatan normal saat di lingkungan masjid .keadaan
akustik harus sama dengan keadaan ketika pengukuran lapangan berlangsung

Gambar 4. Acoustic environment

d) Background noise

Background noise di ambil pada saat pengukuran langsung. Background noise


yang dijadikan patokan adalah rerata pengukuran yaitu 49 dB. Pada saat
pengukuran background noise terdapat banyak noise yang tidak dibutuhkan saat
pengukuran. Terdapat suara bising yang berasal dari kegiatan calon mahasiswa
yang mengadakan kegiatan di dekat masjid [8].

C. Analisis parameter

1) Reverberation Time (T30)


Waktu dengung T30 adalah waktu yang dibutuhkan oleh energi bunyi untuk
meluruh hingga mencapai 30 dB sejak sumber bunyi dihentikan. Nilai T30 bagus
jika waktu peluruhan singkat.[9]

T30 pada pengukuran langsung setelah renovasi sangat baik jika di bandingkan
dengan T30 sebelum renovasi. Material material yang dirubah lebih absortif
sangat berdampak pada parameter T30.

2) Clarity

Clarity didefinisikan sebagai perbandingan antara energi refleksi awal dengan


energi rekfleksi akhir. Berdasarkan [iso] mengenai pengukuran parameter akustik
ruang, waktu tunda untuk percakapan yang digunakan memiliki batas bawah
waktu tunda dengan rentang waktu selama 50 ms, yang dikenal sebagai clarity of
speech (C50). Nilai ideal C50 dapat dikatakan baik apabila lebih dari 0 dB. Nilai
C 50 bernilai positif bila besar energi refleksi awal bunyi lebih besar daripada
energi refleksi akhir bunyi mengindikasikan bahwa tingkat kejernihan bunyi yang
baik.

Pengukurang langsung menunjukan nilai C50 bervariasi bergantung dari posisi


pendengar dan jarak.

3) RASTI

Dalam mencari tingkat kejelasan percakapan dalam Masjid parameter RASTI


digunakan untuk mengetahui seberapa baik kondisi tersebut. Ada pengelompokan
nilai-nilai RASTI yang dapat digolongkan apakah nilai RASTI yang didapatkan
tergolong buruk, kurang, cukup, baik atau sangat baik. Pengelompokkan tersebut
dapat dengan mudah diilustrasikan dalam bentuk tabel. Tabel 3 menunjukkan
pengelompokkan nilai RASTI dan tingkat kejelasannya[12].
TABEL 4.3 RENTANG NILAI RASTI dan KEJELASAN SUKU KATA

RASTI Kejelasan Suku kata

0,00 – 0,30 Buruk (bad)

0,30 – 0,45 Kurang (poor)

0,45 – 0,60 Cukup (fair)

0,60 – 0,75 Baik (good)

0,75 – 1,00 Sangat baik


(excellent)

Pada pengukuran langsung setelah renovasi, nilai RASTI sama ketika


dibandingkan dengan sebelum renovasi . Hal ini menunjukan bahwa pengaruh
renovasi terhadap nilai RASTI tidak terlalu berdampak.

IV.3. Rencana Analisis Hasil

Metode penelitian akustik untuk memperoleh parameter akustik ruang dapat


dilakukan dengan metode pengukuran di lapangan dan pemodelan melalui
simulasi komputer. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah
pemodelan melalui simulasi komputer (CATT-Acoustic) dan didukung dengan
validasi model berdasar pengukuran di lapangan. Skema penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut.

V. HASIL dan PEMBAHASAN


Pemodelan komputer dilakukan berbeda dengan pengukuran lapangan
dengan penematan sumber yang berbeda tetapi posisi pendengar yang sama.
Untuk membuat kondisi yang sama saat pengukuran langsung dilakukan
validasi T30 agar kondisi dapat memenuhi untuk simulasi.

A. Validasi Model
Model yang telah dibuat disimulasikan untuk mendapat data terukur T30,
kemudian dibandingkan.
Dilakukan beberapa kali pengukuran lapangan untuk T30, hasil tersebut
kemudian dirata-rata. Masing-masing hasil pada setiap titik dibandingkan
dengan data T30 keluaran simulasi pemodelan. Kemudian dilakukan analisis
t-test, untuk membuktikan bahwa hasil T30 pemodelan adalah valid terhadap
hasil rerata T30 lapangan.

TABEL 5.1 t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances


1.64 3.57
Mean 2.002667 2.374666667
Variance 0.228807 1.281355238
Observations 15 15
Pooled Variance 0.755081
Hypothesized Mean Difference 0
df 28
t Stat -1.1724
P(T<=t) one-tail 0.125457
t Critical one-tail 1.701131
P(T<=t) two-tail 0.250914
t Critical two-tail 2.048407

Hipotesis:

 H0 = Rata-rata T30 pengukuran langsung dan T30 pemodelan sama.


 H1 = Rata-rata T30 pengukuran langsung dan T30 pemodelan tidak
sama.

H0 di tolak jika nilai t-stat d luar t critical. Nilai t-stat menunjukan -1.1724
menunjukan t critical yang digunakan berupa t critical two-tail dengan -2.04 <
-1.1724 < 2.04 . H0 masuk dalam rentang t critical menunjukan bahwa H0
tidak ditolak, dengan demikian data rata-rata T30 pengukuran langsung dan
T30 pemodelan sama. Atau dengan kata lain, model valid.

B. Reverberation Time (T30)


1) Reverberation Time T30 pengukuran langsung
Reverberation Time T30 atau waktu dengung sangat ditentukan oleh volume
suatu ruangan dan komposisi material yang terdapat di dalam ruangan, Pada
saat penelitian waktu dengung akan dipengaruhi oleh posisi sumber dan
pendengar. T30 yang didapatkan masjid pada pengukuran langsung dengan
posisi sumber berada pada mihrab memiliki rentang yang kecil yakni 1,15 s-
3,56 s seperti ditunjukan pada Gaambar 5

Gambar 5. T30 setelah renovasi

Pada frekuensi 1000 Hz T30 berada pada rentang yang kecil. Nilai terkecil
berada pada titik 3 yang dekat dengan suber suara. Titik pengukuran 16,18,20
dengan posisi jauh dari sumber suara mendapat nilai T30 yang cukup besar.
T30 pada titik – titik yang berada di bawah kubah pada rentang 1,49 s – 1,89
menunjukan nilai T30 cukup bagus.
Hasil T30 pengukuran langsung menunjukan waktu yang di butuhkan
bunyi untuk dapat di dengar dalam ruangan realtif cepat pada hampir semua
titik . Hal ini dikarnakan sifat material setelah renovasi memiliki sifat
absorptif yang lebih besar daripada sifat reflektif. Bahan pembentuk material
dan tambahannya membuat sifat absorbtif cenderung naik.

2) Reverberation Time T30 pemodelan komputer


Pada pemodelan computer sumber suara diletakan di dalam kubah. Posisi ini
cukup jauh dengan titik pendengar dengan posisi terdekat berada pada titik 8
yang berada di bawah kubah seperti terlihat pada table 5. Waktu dengung
yang didapatkan dari pemodelan computer menggunakan CATT Acoustic
bervariatif yakni pada rentang 0,11 – 4,11 dengan nilai T30 terbesar berada
pada titik 14 dan terkecil pada titik 16.

TABEL 5.2 T30 PADA SETIAP TITIK


TITI simulas POSISI
K i denganTIANG
1 3.57 JAUH
2 2.69 DEKAT
3 2.57 JAUH
6 2.84 JAUH
7 2.66 JAUH
8 3.06 JAUH
9 2.57 JAUH
10 3.06 DEKAT
12 2.92 DEKAT
13 3.01 JAUH
14 4.11 DEKAT
15 2.69 DEKAT
16 0.11 DEKAT
17 2.47 DEKAT
18 0.35 JAUH
20 0.51 JAUH
Pada titik yang berada di bawah kubah didapatkan nilai t30 yang cukup besar.
Seperti pada titik 8 terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. T30 pada titk 8 pemodelan komputer


Titik 8 yang berada paling dekat dengan sumber suara mendapatkan nilai t30
yang besar. Artinya pada titik 8, suara membutuhkan waktu 3,06 detik untuk
dapat didengar dengan baik oleh telinga manusia. Hal ini juga terjadi pada
titik 3,7,9 dan 13 karna T30 cukup besar.
Terdapat anomali pada titik 16,18 dan 20. Jarak yang jauh dengan posisi
sumber seharusnya membuat T30 titik tersebut besar. geometri masjid juga
berpengaruh terhadap terhalangnya titik 16,18 dan 20 terhadap sumber karna
terdapat lantai 2 di antara sumber suara dan pendengar di titik tersebut. Nilai
T30 yang kecil menunjukan sumber suara langsung mengarah ke titik tersebut
tanpa terpantul hal ini dimungkinkan karena model 3dimensi pada titik 16,18
dan 20 terdapat kebocoran sehingga pada saat pemodelan menggunakan ray
tracing akan langsung menunju titik tersebut.

3) Perbandingan T30
Hasil perbandingan data diwakilkan denga frekuensi oktaf 1000 Hz karna
pada 1000 Hz pendengan manusia berada pada sensitivitas yang cukup peka
dalam mendengarkan.
Teradapat perbedaan yang signifikan pada pengukuran dan pemodelan

4.5
4
3.5
3
T
3 2.5
0
( 2
pengukuran
s 1.5
) simulasi
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Titik Pengukuran

Gambar 7. Grafik perbandingan T30 pengukuran langsung dengan pemodelan


Nilai T30 pada pengukuran langsung cenderung naik sedangkan T30 pada
pemodelan lebih tinggi. Perbedaan terjadi karna posisi sumber yang berbeda.
Pada pengukuran posisi sumber berada di mihrab dan pada pemodelan posisi
sumber berada pada kubah. Perbedaan bukan hanya karna jarak sumber
dengan pendengar. Obyek/material dan geometri ruang yang berada dekat
dengan kedua sumber berbeda.
Pada pengukuran langsung obyek yang dekat dengan sumber sebagian besar
hanya pada lantai 1 yaitu dinding, pilar dan lantai karpet. Berdasarkan table 1
material yang digunakan memiliki sifat – sifat absortif, Dengan adanya factor
jarak, obyek/material dan geometri ruang yang baik maka T30 yang didapat
mempunyai nilai kecil.
Pada pemodelan komputer obyek yang dekat dengan sumber yaitu
kubah, pilar dan lantai 2. Material-material yang digunakan bervariasi. Lantai
2 yang terbuat dari ubin mempunyai koefisen absorbsi yang kecil sehingga
suara akan lebih reflektif. Pilar yang terbuat dari kolom dengan material
absorber dan kubah yang mempunyai material absorber dan geometri yang
dapat menimbulkan hamburan. Geomteri kubah masjid uii berbentuk gerigi
seperti terlihat pada gambar 2.

Scattering koefisien mempengaruhi nilai T30. Semakin besar scattering


koefisien maka semakin besar nilai T30. T30 yang besar membuat ruangan
lebih bergema. Hasil pada gambar 7 menunjukan bahwa titik 3,7,8,9 dan 13
mendapatkan T30 yang cukup besar di banding hasil pada pengukuran
langsung. Maka yang paling mempengaruhi hal ini adalah Geometri kubah
yang bergerigi. Suara yang dihasilkan sumber suara di absorbsi sebagian oleh
material kubah dan di hamburkan oleh bentuk gerigi kubah. Jika scattering
koefisien terlalu besar T30 yang didapat pada titik 3,7,8,9 dan 13 akan terlalu
besar sedangkan jika scattering koefisien terlalu kecil maka suara tidak akan
jelas pada titik tersebut. T30 yang didapat pada titik 8 sebesar 3.06
menunjukan bahwa scattering koefisein pada kubah tidak besar dan tidak
terlalu kecil karna suara masih dapat diterima dengan jelas,

C. Clarity
1) Clarity (C50) pengukuran langsung

Dari hasil pengukuran setelah renovasi, nilai C50 mengalami perubahan


yang cukup signifikan. Grafik mengenai nilai C50 setelah renovasi
ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. C50 pengukuran langsung

Nilai rentang C50 pada frekuensi 1000 Hz berkisar -4,6 dB sampai 4,14dB
dengan nilai terendah pada titik 18 dan nilai tertinggi pada titik 3. Titik 18
merupakan titik terjauh dari sumber . Nilai C50 yang didapatkan pada titik
tersebut buruk karna jauh dari 0. Titik 3 merupakan titik terdekat dengan
sumber. Nilai yang didapatkan titik 3 baik artinya suara dengan jelas
terdengar.
Pada titik-titik yang berada di bawah kubah nilai berada pada rentang -2,59
dB - 4,54 dB. Nilai C50 kurang dari 0 menunjukan bahwa pantulan suara
lebih besar dari suara yang langsung didengar. Nilai C50 baik pada titik yang
dekat dengan sumber yaitu titik 3 yaitu 4,54 dan titik yang berada di tengah
kubah yaitu pada titik 8 dan 13 yaitu 0,89 dB dan 1,81 dB. Pada titik 7 dan 9
berada pada dekat sisi luar seperti terlihat pada gambar 3 memiliki C50 -0,98
dB dan -2,59 dB.

2) Perbandingan Clarity (C50)


Dari hasil pemodelan computer C50 yang didapat pada titik di dalam kubah di
bandingkan dengan pengukuran langsung pada titik di bawah kubah seperti
terlihat pada gambar 9.

5
4
C 3
5
0 2
1
( pengukuran
d 0
B Pemodelan
2 4 6 8 10 12 14
) -1
-2
-3
Titik Pengukuran

Gambar 9. Perbandingan C50 pemodelan dan pengukuran

Nilai C50 di dalam kubah saat pemodelan lebih baik karna semua titik
memiliki nilai C50 positif. Titik 7,8,9 dan 13 memiliki C50 yang hampir sama
yaitu pada rentang 3,8 dB – 4,4 dB. Pada titik 3 memiliki C50 terkecil di
banding titik lainnya yaitu sebesar 0,4 dB.
Pengaruh geometri sangat signifikan terhadap nilai C50. titik yang
berada di tengah kubah mendapatkan C50 yang baik dengan nilai C50 lebih
dari 0.

D. RASTI (Rapid Speech Transmission Index)


1) RASTI pengukuran langsung
Gambar 10. Rasti pengukuran langsung

Nilai RASTI setelah renovasi memiliki rentang nilai rata-rata diantara 0.40–
0.73. Dari Gambar 10, sebagian besar titik pengukuran memiliki nilai RASTI
dengan kondisi yang cukup (fair). Hanya terdapat 3 titik yang dengan kondisi
yang baik (good) sisanya dalam kondisi cukup. Ke-3 titik tersebut berada di
titik 2, 3,dan 4 yang posisinya berada di barisan yang paling dekat dengan
posisi sumber suara. Nilai RASTI tertinggi berada di titik 2 sedangkan nilai
RASTI terendah berada di titik 17.

2) RASTI Pemodelan Komputer


0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
RASTI 0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Titik Pengukuran

Gambar 11. RASTI Pemodelan Komputer

Nilai RASTI pada pemodelan computer berada pada rentang 0,40 – 0,77. Dari
gambar 11, sebagian besar titik pengukuran memiliki nilai RASTI dengan
kondisi yang cukup (fair). Terdapat 3 titik yang memiliki RASTI buruk (poo)
yaitu pada titik 10, 16, dan 18.

Pada posisi di bawah kubah yaitu pada titik 3,7,8,9 dan 13 rerata memiliki RASTI
yang cukup dan baik. Nilai RASTI berada pada rentang 0,53 – 0,61.

3) Perbandingan RASTI

0.9
0.8
0.7
0.6
R
A 0.5
S 0.4
T pemodelan
I 0.3 pengukuran
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Titik Pengukuran
Gambar 12. Perbandingan RASTI

Perbandingan data RASTI pengukuran langsung dan pemodelan computer


relatif sama atau relatif tidak ada perubahan secara signifikan yang
diakibatkan oleh perubahan geometri kubah. Nilai RASTI di bawah kubah
pada pengukuran langsung memiliki 4 titik dengan kondisi yang baik (good)
yaitu 0.72 , 0.57, 0.56, 0.53, 0.49 masing-masing pada titik 3,7,8,9 dan 13.

Sedangkan pemodelan memiliki 3 titik dengan kondisi baik (good) yaitu 0.53,
0.57, 0.61, 0.61, 0.61 masing-masing pada titik 3,7,8,9 dan 13

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
T30 pada titik dibawah kubah bernilai 2,57 s, 2,66 s, 3,06 s, 2,57 s dan 3,01 s
masing-masing pada titik 3, 7, 8, 9 dan 13. Hal ini menunjukan waktu untuk suara
meluruh sebesar 30 dB singkat . Hal ini dikarnakan Sumber yang diletakan di
dalam kubah membuat suara akan terserap sebagian karna material absorbtif
dan dihamburkan dikarnakan ada scattering koefisien dengan bentuk kubah
bergerigi.

scattering koefisien berpengaaruh pada kualitas akustik pada suatu


ruang. T30 mempunyai nilai kecil jika scattering koefisien kecil.
C50 pada titik di bawah kubah bernilai positif yaitu 0,4 dB, 3,8 dB, 4,3 dB, 4,4 dB
dan 4 dB masing-masing pada titik 3,7,8,9 dan 13. Hal ini menunjukan pendengar
yang berada di bawah kubah mendapatkan kejernihan suara yang baik dan
kejernihan suara dipengaruhi oleh jarak dan geometri kubah.

Perbandingan RASTI pengukuran dan pemodelan terhadap geometri


kubah tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan nilai RASTI
menurun pada posisi di bawah kubah tetapi masih dikategorikan bagus (good)
[1] Heinrich Kuttruff. Room Acoustics. Taylor & Francis e-Library, Spo
Press,London. 2000
[2] Sentagi Sesotya Utami. An Acoustical Analysis of Domes Coupled to
Rooms, with Special Application to The Darussholah Mosque, in East Java,
Indonesia. Thesis, Department of Physics and Astronomy, Brigham Young
University,2000.
[3] Syauqi Maulidzar. Studi Kondisi Akustik Akibat Pengaruh Langit-Langit
Berbentuk Kubah Pada Ruang Ibadah Masjid. Skripsi, Departemen Teknik
Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung,
2004.
[4] putut nurdianto, Analisis perubahan Karakteristik Akustik Setelah
renovasi di Masjid Semi-terbuka Ulil Albab. Skripsi, Departemen Teknik
Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2018.
[5] Christina E. Mediastika. Akustika Bangunan: Prinsip-prinsip dan
Penerapannya di Indonesia. Erlangga, Jakarta, 2005.
[6] Nanan Suheri. Karakterisasi Tingkat Privasi Bicara dalam Ruangan
Perkatoran Tapak Terbuka (Open-Plan Office) Mengacu pada ISO 3382-
3:2012, % ALCONS, dan Privacy Index. Skripsi, Jurusan Teknik Fisika,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013.
[7] Christina E. Mediastika. Akustika Bangunan: Prinsip-prinsip dan
Penerapannya di Indonesia. Erlangga, Jakarta, 2005.
[8] Lawrence E. Kinsler [et al.]. Fundamentals of Acoustics. John Wiley &
Sons, Inc., United States of America, 2000.
[9] Heinrich Kuttruff. Room Acoustics. Taylor & Francis, New York, 2009.
[10] J. H. Rindel. “ODEON and the scattering coefficient”. ODEON
Workshop, Mariehamn, Åland, Finland, 2 Juni 2004.
[11] Zühre Sü dan Semiha Yilmazer. “The Acoustical Characteristics of the
Kocatepe Mosque in Ankara, Turkey”. Architectural Science Review, 51.1:21-
30, 2006.
[12] Bruel dan Kjaer. “RASTI”. Technical Review, 3, 1985.
[13] J. S. Bradley. “Predictors of speech intelligibility in rooms”. Journal of
the Acoustical Society of America, 80:837-845, 1986.
[14] Michael Vorlander. Auralization. Springer, RWTH Aachen University,
Germany, 2000.

Anda mungkin juga menyukai