Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Kehamilan ektopik atau ekstrauterin adalah kehamilan dimana blastokista

berimplantasi selan pada lapisan endometrium cavum uterus. 1,2,3 Hampir 95%

kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya

terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks.4

2. Tipe kehamilan Ektopik

2.1 Kehamilan Ektopik tuba

Tanpa intervensi, perjalanan alami kehamilan tuba akan menghasilkan

salah satu dari tiga hasil: aborsi tuba, ruptur tuba, atau resolusi spontan.

Aborsi tuba adalah pengeluaran hasil konsepsi sampai pada akhir fimbrae.

Jaringan ini kemudian bisa regresi atau reimplant di rongga perut. Ruptur

tuba berhubungan dengan perdarahan intraabdomen yang signifikan dan

sering memerlukan intervensi bedah.1

2.2 Kehamilan Ektopik non-tuba

2.2.1 Kehamilan Ovarium

Implantasi ektopik dari sel telur yang dibuahi di

ovarium jarang terjadi. Modalitas pencitraan yang

ditingkatkan telah memfasilitasi diagnosis. Faktor risiko

serupa dengan kehamilan tuba, meskipun kehamilan

ovarium tidak berhubungan dengan riwayat salpingitis.

Diagnosis didasarkan pada deskripsi sonografi klasik dari

kista dengan cincin luar vaskular echogenik yang luas

terletak di dalam indung telur. Manajemen medis serta

pembedahan dapat digunakan untuk melindungi ovarium.


2.2.2 Kehamilan Interstisial

Disebut juga kehamilan kornu, kehamilan interstitial

terjadi di segmen tuba proksimal yang terletak di dalam

dinding rahim berotot. Pembengkakan lateral ke penyisipan

sekitar ligamentum adalah temuan anatomi yang khas.

Kehamilan yang brtimplantasi di kornu segmen tuba

cenderung timbul beberapa minggu kemudian pada

kehamilan, karena cornu uterus berotot maka lebih mampu

berkembang dan mengakomodasi kehamilan yang

membesar. Akibatnya, rupturnya kehamilan kornu biasanya

terjadi antara waktu 8 dan 16 minggu kehamilan dan sering

menyebabkan perdarahan masif, kadang-kadang

membutuhkan histerektomi. Angka kematian tercatat

mencapai 2,5%. Jika terdeteksi sebelum ruptur, manajemen

medis berpotensi berhasil. Jika pembedahan diperlukan

reseksi regio kornu.

2.2.3 Kehamilan Serviks

Kehamilan serviks terjadi pada 1 dari 9000 hingga

12.000 kehamilan, ketika ovum implantasi pada mukosa

serviks di bawah tingkat os internal serviks. Faktor risiko

yang unik untuk kehamilan serviks adalah riwayat dilatasi

dan kuretase, terlihat pada hampir 70% kasus. Dua kriteria

diagnostik diperlukan untuk konfirmasi kehamilan serviks:


1) adanya kelenjar serviks yang berbeda dengan tempat

perlekatan plasenta

2) sebagian atau seluruh plasenta harus terletak di bawah

pintu masuk pembuluh darah uterus atau refleksi

peritoneum pada anterior dan posterior permukaan uterus..

Manajemen medis dan bedah telah berhasil

mempertahankan serviks dalam kasus-kasus di mana

kesuburan pada masa mendatang tetap diinginkan.

2.2.4 Kehamilan Heterotopik

Kehamilan heterotopik (kehamilan kebetulan atau

kombinasi) adalah koeksistensi dari kehamilan ektopik dan

intrauterin. Insidensi sebelumnya diperkirakan 1 dari

30.000 kehamilan. Sebagai hasil dari reproduksi yang

dibantu, tingkat kehamilan heterotopik telah meningkat

hingga setinggi 1 dari 100 kehamilan dalam beberapa

kasus. Mekanisme yang telah diusulkan untuk menjelaskan

ini termasuk:

1) kekuatan hidrostatik mengantarkan embrio ke daerah

cornual atau tuba

2) ujung kateter mengarahkan transfer ke tuba ostia, atau

3) refluks sekresi uterus yang menyebabkan implantasi tuba

retrograde.

Selain pilihan manajemen bedah kehamilan ektopik saat

berusaha mempertahankan kehamilan intrauterin, terapi

medis dimana kalium klorida dapat disuntikkan ke dalam


kantung kehamilan adalah pilihan lain. Metotreksat

dikontraindikasikan karena efek merugikan potensial pada

kehamilan normal

2.2.5 Kehamilan Abdomen

Perkiraan kejadian kehamilan abdomen berkisar dari 1

dalam 10.000 hingga 1 dalam 25.000 kelahiran hidup.

Kehamilan abdomen bisa terjadi dari implantasi primer ke

permukaan peritoneum atau implantasi sekunder melalui

ruptur tuba atau aborsi tuba. Temuan fisik dan gejalanya

sangat bervariasi, tergantung pada usia kehamilan dan

tempat implantasi. Diagnosis ditegaskan terutama dengan

ultrasonografi.

Kehamilan perut biasanya ditemukan jauh sebelum

kelangsungan hidup janin, dan pengangkatan kehamilan

adalah terapi yang utama. Kelangsungan hidup janin hanya

terjadi pada 10% hingga 20% kasus; hingga setengah dari

mereka yang selamat memiliki kelainan bentuk yang

signifikan. Pasien diberikan pilihan untuk melanjutkan

kehamilan hingga viabilitas janin dengan kelahiran operatif

atau terminasi operatif kehamilan pada saat terdiagnosis.

Dalam kedua kasus, pengangkatan plasenta biasanya tidak

dilakukan karena risiko perdarahan yang tidak terkendali.

Membiarkan plasenta mengalami pelepasan spontan sering

kali merupakan manajemen yang dipilih. Perawatan


alternatif termasuk pemberian metotreksat dan embolisasi

pembuluh plasenta.1

3. Faktor risiko dan Patofisologi

Salah satu predisposisi kehamilan ektopik adalah adanya peradangan yang

nantinya akan mengakibatkan kerusakan pada tuba. Keruskan ini akan mengganggu

migrasi secara normal sel telur yang sudah dibuahi melalui tuba. Contoh spesifik dari

proses inflamasi adalah salpingitis. Infeksi klamdia akut juga dapat menyebabkan

peradangan pada intralumnal dan deposisi fibrin dan akan berujung pada terbentuknya

jaringan parut pada tuba.1

Insiden kehamilan ektopik telah meningkat secara konsisten dengan

meningkatnya infeksi klamidia. Pada infeksi klamidia dengan hasil kultur yang

negatif, antigen klamidia yang secara persisten tetap dapat memicu reaksi

hipersensitivitas tipe lambat dan membentuk jaringan parut. Respon inflamasi pada

infeksi klamidia bersifat indolen dengan puncak pada 7 hingga 14 hari. Sementara itu,

infeksi Neisseria gonorrhoeae yang menghasilkan endotoksin dapat menyebabkan

peradangan panggul dengan onset klinis yang cepat.1

Kehamilan setelah sterilisasi tuba jarang terjadi, tetapi ketika itu terjadi, ada

risiko besar bahwa kehamilan akan menjadi ektopik karena anatomi tuba terdistorsi

oleh ligasi tuba. Kekhawatiran sebelumnya bahwa penggunaan perangkat intrauterin

dan elektif terminasi kehamilan merupakan predisposisi risiko untuk kehamilan

ektopik telah dihilangkan. Riwayat infertilitas, penyakit primer tuba, dan induksi

ovulasi juga tampaknya menjadi faktor risiko pada kehamilan ektopik. Faktor risiko

tambahan termasuk kehamilan ektopik sebelumnya, merokok, operasi tuba

sebelumnya, paparan dietilstilbestrol, dan usia lanjut.1,2,5,6


Proses implantasi yang terjadi pada dasarnya sama dengan proses mplantasi

yang terjadi pada kavum uteri. Telur tuba nantinya akan bernidasi secara kolumner

atau interkolumner. Pada nidasi kolumner terlur akan berimplantasi pada ujung atau

sisi jonjot endosalping. Karena kurangnya vaskularisasi perkembangan telur akan

terbatas dan biasanya telur akan mati secara dini dan direabsopsi. Pada nidasi secara

interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Selanjutnya akan ada

pemisahan antara telur dari lumen tuba oleh laposan jaringan yang menyerupa

desidua lapisan jaringan ini dinamakan pseudokapsularis. Pembentukan jaringan

desidua pada tuba ini tidak sempurna bahkan terkadang bisa tidak nampak. Maka dari

itu villi korialis nantinya akan mudah menembus endosalping dan masuk ke dalam

lapisan-lapisan otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin masih dapat berlanjut hanya saja bergantung pada beberapa hal,

yaitu tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi

oleh invansi trofoblas.

Arias-Stella adalah fenomena dimana ditemukannya perubahan-perubahan

pada endometrium. Pada pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus

luteum gravidatis dan trofoblas uterus akan menjadi besar dan lembak serta

endometrium dapat berubah menjadi lapisan desidua.1,2


Gambar 1 : Tempat umum kehamilan ektopik1

Pada kehamilan ektopik dalam tuba sebagian besar kehamilan tuba akan terganggu

karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan konsepsi. Gangguan kehamilan ektopik

pada tuba biasanya terjadi pada minggu keenam sampai kesepuluh. Kemungkinan

terjadinya gangguan ini disebabkan beberapa hal, yaitu

Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Kurangnya vaskularisasi pada implantasi kolumner yang nantinya akan

menyebabkan ovum mati lalu terjadi resorbsi total. Penderita pada keadaan ini

tidak mengeluh apapun kecuali haid yang terlambat untuk beberapa hari.

Abortus Tuba

Umumnya abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars

ampularis sedangkan kehamilan pada pars isthmika biasanya terjadi

penembusan dinding tuba oleh villi korialis kearah peritoneum. Perdarahan

yang terjadi pada keaadan ini terjadi karena adanya pembukaan pembuluh

darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi sehingga
melepaskan mudigah dari korialis pada dinding tersebut bersamaan dengan

robeknya pseudokapsularis. Perbedaan antara pelepasan pada pars ampularis

dan ishtimka adalah pars ampularis memiliki lumen yang lebih luas sehingga

lebih mudah untuk pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian

ishtmus dengan lumen yang lebih sempit.

Perdarahan akan terus terjadi pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak

sempurna pada abortus. Perdarahan mulai dari perdarah sedikit sampai

berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan nantinya akan keluar melalui

fimbrae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul pada kavum Douglas dan

akan membentuk hematokel retrouterina. Apabila fimbrae tertutup tuba fallopi

akan membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

Ruptur Tuba

Ruptur terjadi karena danya penyusupan dan perluasan hasil konsepsi

pada saluran lahir. Kasus ruptur intraperitoneal yang terjadi pada trimester

pertama lebih sering terjadi pada ovum yang berimplantasi pada isthmus,

sementara bila ovum berimplantasi pada intersisialis akan muncul gejala pada

kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur terjadi secara spontan misalnya pada

truma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina dapat menyebabkan

ruptur.

Ostium tuba yang tertutup dapat menyebabkan ruptur sekunder. Hal ini

dikarenakan dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas dan

nantinya akn pecah karena adanya tekanan darah dalam tuba. Ruptur juga

dapat terjadi di arah ligamentum latum dan berbentuk hematoma

intraligamenter. Kehamilan intraligamenter dapat terjadi dan janin dapat hidup


terus. Bila terjadi ruptur ke rongga perut nantinya seluruh hasil konsepsi dapat

keluar dari tuba dan dapat terjadi perdarahan kecil tanpa mengeluarkan janin

dari tuba. Pada keadaan ini dapat terjadi beberapa kemungkinana ibu hamil

tidak meninggal karena perdarahan dan nasib janinnya bergantung pada usia

kehamilan dan kerusakan jaringan pada ibunya. Apabila janin masih kecil dan

mati hasil konsepsi dapat direbsorpsi namun apabila janin mati dan sudah

besar akan terjadi perubahan menjadi litopedion. Bila janin dikeluarkan tidak

mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan plasenta yang utuh

kemungkanan tubuh terus pada rongga abdomen masih ada dan menjadi

kehamilan abdominal sekunder.1,2,5

4. Gejala klinis

Temuan pemeriksaan abdomen dan panggul sangat jarang ditemukan pada

banyak wanita sebelum tuba ruptur. Sebelum ruptur, diagnosis kehamilan ektopik

utamanya didasarkan pada temuan laboratorium dan ultrasonografi. Namun setelah

ruptur hampir tiga perempat wanita akan menunjukan nyeri pada pemeriksaan

abdomen dan panggul, dan nyeri diperparah dengan manipulasi serviks. Massa

panggul, termasuk terasa penuhnya posterolateral uterus, dapat diraba pada sekitar

20% wanita. Awalnya, kehamilan ektopik mungkin terasa lunak dan elastis,

sedangkan perdarahan berat menghasilkan konsistensi yang lebih kencang. Sering

kali, ketidaknyamanan menyulitkan palpasi massa. Tidak melakukan pemeriksaan

panggul sebenarnya dapat membantu mencegah pecahnya iatrogenik. Mengingat

teknologi yang tersedia dan proses alami pada kehamilan ektopik, peran pemeriksaan

fisik dalam diagnosis kondisi ini minimal.1,6

Demam biasanya tidak terjadi pada kasus kehamilan ektopik dengan adanya

demam biasanya muncul karena respon tubuh terhadap darah pada rongga peritoneal.
Suhu 38°C dapat menunjukan infeksi penyebab gejala pasien. Distensi atau

penurunan bising usus dapat ditunjukan pada kasus pasien dengan perdarahan

intrabdomen. Palpasi abdomen lunak muncul pada 50% sampai 90% kasus kehamilan

ektopik. Nyeri goyang portio disebabkan karena iritasi intaperitoneal. Massa adneksa

mungkin dapat ditemukan pada sepertiga kasus tetapi apabila tidak ada tanda belum

tentu kehamilan ektopik dapat disingkirkan. Rahim dapat membesar dan melunak

sepanjang trimester pertama dengan demikian menunjukan kehamilan intrauterin.

Sedikit terbuka serviks dengan darah atau jaringan desidua dapat ditemukan dan

disalahartikan sebagai aborsi yang terancam dan / atau spontan.1,5,6

5. Diagnosis

Gejala kehamilan ektopik dapat meniru banyak hal. Komplikasi kehamilan

dini (aborsi), polip plasenta, dan kista korpus luteal hemoragik sulit dibedakan dari

kehamilan ektopik. Perdarahan dini terjadi di atas 20% pada wanita dengan kehamilan

normal dan utuh, dokter harus berhati-hati untuk menghindari tindakan yang mungkin

membahayakan kehamilan lanjutan. Sejumlah gangguan terkait kehamilan, seperti

radang usus buntu dan batu ginjal, juga dapat menyerupai kehamilan ektopik

. Diagnosis kehamilan ektopik yang cepat dan akurat sangat penting untuk

mengurangi risiko komplikasi serius atau kematian. Lebih dari setengah wanita yang

meninggal akibat kehamilan ektopik mengalami keterlambatan dalam perawatan

karena diagnosis yang terlambat atau tidak akurat. Setiap wanita yang aktif secara

seksual dalam kelompok usia reproduksi yang mengalami nyeri, perdarahan tidak

teratur, dan / atau amenore harus memiliki kehamilan ektopik sebagai bagian dari

diagnosis banding awal.1,6

5.1 Anamnesis
Pasien yang memiliki kehamilan ektopik memiliki pola menstruasi

yang tidak normal. Poin penting dalam anamnesis termasuk riwayat

menstruasi, kehamilan sebelumnya, riwayat infertilitas, status kontrasepsi

saat ini, penilaian faktor risiko, dan gejala saat ini.

Trias gejala klasik kehamilan ektopik adalah nyeri, amenore, dan

perdarahan vagina. Kelompok gejala ini hadir pada sekitar 50% pasien dan

tipikal pada pasien dengan kehamilan ektopik yang ruptur. Nyeri perut

adalah gejala presentasi yang paling umum, tetapi keparahan dan sifat rasa

sakit sangat bervariasi. Tidak ada nyeri patognomonik untuk diagnostik

kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral dan dapat terjadi di

bagian atas atau perut bagian bawah. Rasa sakitnya bisa tumpul, tajam,

atau kram dan terus-menerus atau terputus-putus. Dengan ruptur, pasien

mungkin mengalami peredaan rasa sakit sementara.. Nyeri bahu dan

punggung, diduga akibat iritasi hemoperitoneal diafragma, dapat

mengindikasikan perdarahan intraabdomen.1,6

5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup pengukuran tanda vital dan

pemeriksaan perut dan panggul. Seringkali, temuan sebelum ruptur dan

perdarahan tidak spesifik, dan tanda-tanda vital terukur normal. Perut

mungkin tidak defens atau agak lunak.. Rahim mungkin sedikit membesar,

dengan temuan yang mirip dengan kehamilan normal. Nyeri goyang portio

mungkin ada atau tidak ada. Massa adneksa bisa diraba dalam hingga 50%

kasus, tetapi massa bervariasi pada ukuran, konsistensi, dan kelembutan.

Massa yang teraba mungkin korpus luteum dan bukan kehamilan ektopik.
Dengan pecah dan perdarahan intraabdomen, pasien dapat menjadi

takikardia diikuti oleh hipotensi. Bunyi usus berkurang atau tidak ada.

Perut buncit, dengan distensi. Adanya nyeri tekan serviks. Seringkali,

temuan panggul pemeriksaan tidak memadai karena rasa sakit dan tahanan.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa menjadi atau bahkan tidak sama

sekali menyediakan informasi diagnostik yang berguna. Kedua hal ini

memiliki akurasi evaluasi klinis awal kurang dari 50%. Pemeriksaan

tambahan sering dilakukan dan diperlukan untuk membedakan kehamilan

intrauterin awal yang normal atau yang diduga ektopik atau abnormal

kehamilan intrauterin.1,5,6

5.3 Pemeriksaan Penunjang

Transvaginal sonography dan pengukuran serum β-hCG serial adalah

alat bantu diagnostik yang paling berharga untuk mengonfirmasi

kecurigaan kehamilan ektopik. Penilaian awal pada pasien yang secara

hemodinamik stabil harus mencakup tes kehamilan. Tes kehamilan negatif

tidak termasuk kedalam kemungkinan kehamilan ektopik. Tes kehamilan

urin, yang mendeteksi kadar hCG hingga 20 IU / L, sekarang umum

tersedia. Tes-tes ini mendeteksi hCG pada 14 hari setelah pembuahan dan

positif pada lebih dari 90% kasus kehamilan ektopik. Serum tes dapat

mendeteksi keberadaan hCG 5 hari setelah konsepsi, yaitu, sebelum siklus

menstruasi yang terlewat; Namun, karena pemeriksaan ini membutuhkan

waktu dan keahlian tambahan untuk melakukannya, pemeriksaan ini sering

tidak dimanfaatkan pada kasus gawat darurat.1,2

5.3.1 Serum Human Chorionic Gonadotropin


Jika tes kehamilan positifpada pasien yang diduga mengalami

kehamilan ektopik, sisa pemeriksaan harus fokus pada evaluasi viabilitas

dan lokasi kehamilan. Pada kehamilan normal, kadar β-hCG serum

meningkat secara log-linear hingga 60 atau 80 hari setelah menstruasi

terakhir, dimana nilainya berkisar 100.000 IU/L. Selama fase awal

kehamilan ini, peningkatan 53% atau lebih kadar serum β-hCG harus

diamati setiap 48 jam. Peningkatan kadar hCG kurang dari ini seharusnya

meningkatkan kecurigaan untuk abnormal kehamilan, baik intrauterin atau

ektopik. Hal menyulitkan pada kasus ini adalah bahwa sekitar 15% dari

kehamilan intrauterin normal dikaitkan dengan kurang dari 53%

peningkatan hCG, dan 17% kehamilan ektopik memiliki hCG dua kali

nilai normal. Meskipun peningkatan kadar β-hCG serum yang tidak

normal menunjukkan (tetapi tidak mendiagnosis) kehamilan abnormal,

pemeriksaan ini tidak mengidentifikasi lokasinya.1,5,6,7

5.3.2 Transvaginal Ultrasonography

Pemeriksaan tambahan lain untuk melengkapi pemeriksaan serial

kuantitatif hCG adalah Transvaginal ultrasonografi (TSV). Biasanya pada

pemeriksaan ini gestasional sac terlihat pada minggu 4,5 sampai minggu

kelima dari periode menstruasi terakhir. Yolk sac akan muncul antara

minggu kelima dan keenam dan kutub dari fetus dengan aktivitas jantung

pertama kali terdeteksi pada minggu ke 5,5 hingga minggu keenam.

Dengan sonografi transabdomen struktur ini sulit divisualisasikan.

Setiap institusi harus menetapkan nilai diskriminatif β-hCG (yaitu,

batas bawah serum hCG di mana TVS dapat dipercaya. memvisualisasikan

kehamilan). Tidak jarang pada pemeriksaan TVS menunjukkan kehamilan


intrauterin pada saat tingkat hCG adalah 1.000 hingga 2.000 IU/L.

Ultrasonografi transabdominal harus dapat mengidentifikasi kehamilan

intrauterin pada saat tingkat hCG mencapai 5.000 hingga 6.000 IU/L.

Tidak adanya kehamilan intrauterin dengan kadar β-hCG di atas nilai

diskriminatif menandakan kehamilan abnormal – aborsi ektopik, aborsi

incomplete, atau aborsi resolving complete. Ketelitian harus dilakukan

untuk membedakan antara kehamilan uterus dan kantung

pseudogestasional. Kantung satu lapis ini adalah hasil dari pengumpulan

cairan intrakavitasi yang disebabkan oleh peluruhan desidua biasanya

terletak di garis tengah rongga rahim, sedangkan kantung kehamilan yang

normal terletak secara eksentrik.1,6,7

Gambar 2: Kehamilan ektopik dengan kantung kehamilan ekstrauterin yang mengandung

embrio hidup. (A) Potongan transvaginal dari adneksa kanan menunjukkan kantung
ekstrauterin (panah) yang mengandung embrio (kaliper). (B) Potongan transvaginal sagital

dari uterus tidak menunjukkan bukti adanya kantung kehamilan. 1

5.3.3 Serum Progesteron

Konsentrasi serum progesteron juga telah digunakan sebagai tes skrining

untuk kehamilan ektopik. Ada variasi minimal dalam serum konsentrasi

progesteron antara 5 dan 10 minggu kehamilan; dengan demikian nilai tunggal

sudah cukup. Tingkat serum progesteron <5 ng / mL telah digunakan untuk

mengidentifikasi kehamilan yang tidak dapat hidup dengan spesifisitas yang

hampir sempurna dan dengan sensitivitas 60%. Sebaliknya, serum

progesteron> 20 ng / mL memiliki sensitivitas 95%, dengan spesifisitas sekitar

40% untuk mengidentifikasi kehamilan yang sehat. Serum nilai progesteron

tidak dapat membedakan antara kehamilan ektopik dan kehamilan

intrauterin.1,7

5.3.4 Kuretase Endometrium

Kuretase rongga rahim juga dapat membantu menyingkirkan kehamilan

ektopik tetapi hanya dilakukan setelah kemungkinan mengganggu kehamilan

yang utuh telah dipertimbangkan. Meskipun kehamilan intrauterin dan ektopik

dapat terjadi secara bersamaan, jarang terjadi kasus (kehamilan heterotopik),

identifikasi vili korionik dalam sampel jaringan mengidentifikasi lokasi

intrauterin kehamilan dan pada dasarnya mengesampingkan kehamilan

ektopik. Diagnosis dugaan kehamilan ektopik dilaporkan tidak akurat pada

hampir 40% kasus tanpa pengecualian histologis dari keguguran spontan.

Reaksi Arias-Stella, endometrium kehamilan hipersekresi terlihat pada

pemeriksaan histologis, terjadi dengan kehamilan ektopik dan intrauterin oleh

karena itu, tidak berguna dalam mengidentifikasi ektopik kehamilan.1


5.3.5 Culdocentesis

Culdocentesis dapat mengidentifikasi hemoperitoneum (darah dalam rongga

peritoneum) yang mungkin mengindikasikan kehamilan ektopik yang ruptur,

meskipun juga meindikasikan penyebab lain, seperti kista korpus luteum yang

ruptur. Jarum 18G dimasukkan ke posterior serviks, antara ligamentum

uterosakral dan ke dalam cul-de-sac rongga peritoneum. Aspirasi cairan

peritoneum bening (culdocentesis negatif) menunjukkan tidak ada perdarahan

ke dalam rongga perut tetapi tidak menghilangkan kemungkinan kehamilan

ektopik yang tidak ruptur. Aspirasi darah yang menggumpal dapat

mengindikasikan penetrasi pembuluh darah atau kehilangan darah yang cepat

ke dalam rongga peritoneum sehingga darah bekuan belum sempat menjalani

fibrinolisis. Aspirasi darah yang tidak membeku adalah bukti dari

hemoperitoneum (culdocentesis positif), dimana bekuan darah telah

mengalami fibrinolisis. Jika tidak ada aspirasi (kuldosentesis samar-samar),

tidak ada informasi diperoleh. Cairan purulen menunjukkan sejumlah

penyebab terkait infeksi, seperti salpingitis dan radang usus buntu.. Temuan

pada culdocentesis dapat secara pasti mengonfirmasi ada atau tidak adanya

kehamilan ektopik, penggunaannya dalam praktik klinis terbatas. Ketika

digunakan, hasil utama yang bermanfaat adalah bahwa culdosentesis positif

mengidentifikasi darah dalam rongga peritoneum dan mengonfirmasi perlu

evaluasi lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber perdarahan. Dengan

ketersediaan teknologi diagnostik lainnya, penggunaan culdocentesis telah

menjadi pemeriksaan yang kuno.1,2


Gambar 3: Culdocentesis.

5.3.6 Laparoskopi

Teknik yang paling akurat untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik

adalah dengan visualisasi langsung, pemeriksaan yang paling umum melalui

laparoskopi. Bahkan laparoskopi, memiliki tingkat kesalahan diagnosis 2%

hingga 5%. Misalnya, kehamilan tuba yang sangat dini mungkin tidak

diidentifikasi karena mungkin tidak adanya distensi tuba fallopi yang cukup

untuk dikenali sebagai kelainan (false negative). Sebaliknya, diagnosis positif

palsu dapat terjadi pada hematosalping (darah dalam tuba falopii) yang

disalahartikan sebagai kehamilan ektopik yang tidak ruptur atau aborsi tuba.1,2

6. Tatalaksana

Terdapat beberapa pilihan terapi yang dapat dipilih untuk menangani

kehamilan ektopik antara lain terapi bedah dan terapi obat. Bahkan terdapat

pilihan terapi yang hanya dapat dilakukan pada pasien yang tidak menunjukan

gejala dan tidak ada bukti adanya ruptur atau ketidakstabilan hemodinamik.

Pada pasien tanpa gejala dan tanpa kelainan ini, apabila pasien menjalani

pilihan terapi pasien harus bersedia diawasi dengan lebih ketat dan harus

sering menunjukan perkembangan yang baik. Risiko ruptur tetap dapat terjadi
dan harus diterima pasien dan bila hal ini terjadi pasien harus menjalani

operasi.1,2,6,7,8

6.1 Terapi Farmakologi

Methotrexate adalah terapi yang biasanya digunakan sebagai alternatif

terapi bedah. Metotreksat adalah antagonis asam folat yang secara

kompetitif menghambat pengikatan asam dihidrofolik dengan dihidrofolat

reduktase yang nantinya akan menurunkan aktivitas metabolik intraselular

asam folat. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan sel-sel plasenta,

embrionik dan janin yang membelah dengan cepat. Kandidat pasien yang

dapat menjalani terapi dengan metotreksat adalah wanita yang tidak

menunjukan gejala sudah dimotivasi dan bersedia patuh menjalani follow-

up.1,2

Terdapat dua jenis kontraindikasi relatif dan absolut untuk menjalani terapi

dengan metotreksat, antara lain:

 Kontraindikasi Absolut

o Ibu Menyusui

o Adanya bukti laboratorium kondisi defisiensi imun

o Alkoholisme, penyakit hati yang disebabkan alkohol atau

penyakit hati kronis lainnya

o Riwayat gangguan darah seperti Hipoplasia sumsum tulang,

leukopenia atau trombositopenia atau anemia

o Alergi metotreksat

o Penyakit paru aktif

o Ulkus peptikum

o Disfungsi hati ginjal dan hematologi


 Kontraindikasi Relatif

o Gestational sac lebih dari 3.5 cm

o Gerakan jantung embrionik.

Efek samping paling umum pada penggunaan metotreksat adalah mual,

munttah, diare, gangguan lambung, pusing dan stomatitis. Single dose

metotreksa intramuskular merupakan pilihan terapi yang paling banyak

digunakan pada kehamilan ektopik.

Pemantauan ketat sangat penting. Sebelum memulai pemberian

metoreksat dilakukan pemeriksaan kadar β-hCG nantinya setelah

pemberian pada hari keempat dan ketujuh dilakukan pemeriksaan ulang.

Perbandingan pada kedua hari ini dilakukan untuk membandingkan

apakah ada penurunan kadar β-hCG atau tidak. Apabila terdapat

penurunan sebesar 15% atau lebih kadar β-hCG diukur setiap minggu

sampai tidak terdeteksi. Jika kadar β-hCG tidak menurun pasien mungkin

memerlukan dosis kedua metotreksat apabila tidak ada kontraindikasi atau

operasi. Pada pasien yang tidak respon pada terapi dapat dilakukan bedah

intervensi.

Beberapa hari awal setelah pemberian metotreksat, lebih dari setengah

wanita mengalami nyeri perut yang dapat ditangani dengan NSAID. Nyeri

ini kemungkinan karena adanya distensi tuba, aborsi tuba dan mungkin

bahkan kedua kondisi tersebut dengan tambahan adanya pembentukan

hematoma.

Pemberian metotreksat multidosis juga terbukti berhasil, tetapi

pemberian secara dosis tunggal menurunkan risiko potensi komplikasi

dengan tingkat keberhasilan yang sama. Terapi lainnya yang dapat


digunakan pada pasien kehamilan ektopik adalah glukosa hiperosmolar,

kalium klorida, prostaglandins dan antagonis reseptor progesteron

mifepristone(RU-486). Pada beberapa kasus pilihan obat tersebut

diberikan secara sistemik tetapi terkadang pemberian suntikan secara

langsung pada lokasi kehamilan ektopik dilakukan.1,2,7,8

Protokol pemberian metoreksat:

A. Dosis Tunggal

- Berikan metoreksat dosis tunggal sebanyak 50mg/m2 pada hari

pertama

- Lakukan pemeriksaan kadar hCG pada hari keempat dan ketujuh

setelah pemberian.

Bila:

-Kadar hCG yang terukur menurun lebih besar dari 15%, lakukan

pengukuran tiap minggu sampai kadar menunjukan kondisi tidak

hami

-Kadar hCG menurun kurang dari 15%, berikan metotreksat ulang

dengan dosis 50mg/m2 intramuskular dan lakukan pemeriksaan

kadar hCG

-setelah pemberian metotreksat dosis kedua hCG tidak turun maka

pertimbangkan untuk terapi bedah.6

B. Dua dosis

- Berikan metoreksat dosis pertema sebanyak 50mg/m2 pada hari

pertama

- Berikan metoreksat dosis kedua sebanyak 50mg/m2 pada hari

keempat.
- Lakukan pemeriksaan kadar hCG pada hari keempat dan

ketujuh setelah pemberian.

- Bila

o Kadar hCG yang terukur menurun lebih besar dari 15%,

lakukan pengukuran tiap minggu sampai kadar

menunjukan kondisi tidak hamil.

o Kadar hCG menurun kurang dari 15%, berikan

metotreksat ulang dengan dosis 50mg/m2 intramuskular

pada hari ketujuh dan lakukan pemeriksaan kadar hCG

pada hari kesebelas

o Kadar hCG yang terukur pada hari ketujuh dan

kesebelas menurun 15%, lakukan pengukuran tiap

minggu sampai kadar menunjukan kondisi tidak hamil.

o Kadar hCG yang terukur pada hari ketujuh dan

kesebelas menurun kurang dari 15%, berikan

metotreksat ulang dengan dosis 50mg/m2 intramuskular

pada hari kesebelas dan lakukan pemeriksaan kadar

hCG pada hari keempatbelas

o Setelah pemberian dosis keempat metoreksat hCG tidak

menurun maka pertimbangkan terapi bedah.

- Jika kadar hCG pada kondisi plateau atau meningkat saat

follow-up pertimbangkan pemberian metotreksat untuk terapi

kehamilan ektopik persisten.6

C. Dosis Multiple
- Beriksn metotreksat img/Kg secara intramuskular pada hari

ke 1,3,5,7 berselingan dengan asam folat pada dengan dosis

0,1mg/kg secara intramuskular pada hari ke 2,4,6,8.

- Lakukan pemeriksaan kadar hCG pada hari pemberian

metotreksat dan lanjutkan sampai kadar hCG menurun 15%

dari pemeriksaan sebelumnya.

o Jika penurunan lebih dari 15%, hentikan pemberian

metotreksat dan lakukan pemeriksaan kadar hCG

mingguan sampai menunjukan nilai tidak hamil

(kemungkinan membutuhkan 1,2,3 atau 4 dosis)

o Jika hCG tidak menurun setelah pemberian dosis

keempat, pertimbangkan terapi bedah

- Jika kadar hCG pada kondisi plateau atau meningkat saat

follow-up pertimbangkan pemberian metotreksat untuk

terapi kehamilan ektopik persisten.6

6.2 Terapi Pembedahan

Teknik pembedahan konservatif telah dikembangkan untuk menjaga

tuba fallopi. Bila pengangkatan dengan laparoskopi telah dilakukan, terapi

yang dilakukan bersamaan dengan penegakan diagnosis definitif ini dapat

meminimalisasi morbiditas, biaya dan waktu perawatan di rumah sakit.

Pada salpingostomi linear(Gambar B) dokter akan menginsisi pada

tuba fallopi sampai di atas tempat implantasi(Gambar A) mengeluarkan

hasil konsepsi dan membiarkan luka insisi sembuh secara sekunder.

Berbeda dengan reseksi segmental(Gambar C) dimana dilakukan

pengangkatan sebagian tempat dari tuba yang terkena. Salpingektomi


adalah pengangkatan seluruh tuba. Prosedur ini dilakukan pada kasus-

kasus dengan keadaan dimana hanya sedikit tuba yang terkena dampak

atau pada tuba normal. GG

Kedua terapi antara bedah konservatif ataupun terapi farmakologi pasien

harus dilakukan pemeriksaan serial kadar β –hCG kuantitatif. Hal ini

dilakukan untuk memonitor regresi dari kehamilan.1,8

7. Prognosis
Sebagian wanita dapat menjadi steril atau dapat mengalami kehamilan

ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik berulang

dilaporkan antara 0-14,6%. Dengan meningkatnya kemajuan terapi yang ada

kemungkinan ibu untuk hamil kembali semakin meningkat, tetapi hal ini harus

didukung dengan kepandaian untuk menegakkan diagnosis dini agar dapat

diintervensi secepatnya.1,2

Kematian ibu karena kehamilan ektopik yang tetganggu akan cenderung

menurun apabila diagnosis dilakukan secara dini dan persediaan darah cukup.

Bila pertolongan terlambang maka akan meningkatkan angka kematian.

Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan mati dan tidak bisa

dipertahankan karena berada ditempat yang semestinya dia tumbuh.1,2


BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang telah dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Faktor-faktor

penyebab terjadinya kehamilan ektopik terdari dari faktor pada lumen tuba,

faktor pada dinding tubah dan faktor luar tuba serta faktor risiko yang dialami

pasien.

Gambaran klinis pada pasien dengan kehamilan ektopik adalah sebuah

trias yang mudah ditemukan yaitu nyeri abdomen, amenore dan perdarahan

pervaginam. Walau sulit untuk menegakan diagnosis dengan gejala klinis

tanpa adanya bukti perdarahn tetapi pada pasien yang dengan hasil tes

kehamilan positif dan memilik faktor risiko besar harus dicurigai sebagai

kehamilan ektopik.

Manejemen terapi pada kehamilan ektopik dapat berupa terpai

farmakologis maupun terapi bedah. Penegakan diagnosis definitif dapat

dilakukan bersamaan dengan terapi bedah dengan laparoskopi. Pemeriksaan


kadar β-HCG dilakukan pada terapi farmokologi atau pun terapi bedah. Hal ini

dilakukan untuk mengevaluasi regresi dari kehamilan.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai