Anda di halaman 1dari 54

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perawatan pada Gigi Insisivus Atas (Anterior)


1. Mengatasi masalah gigi anterior yang telah dilakukan perawatan saluran
akar dan tumpatannya rusak

Sebelum dilakukan perawatan maka gigi ini harus di persiapkan


terlebih dahulu, perawatan pendahuluan yang dilakukan yaitu dengan cara
membersihkan sisa sisa perawatan saluran akar dari gigi pasien karena
tumpatannya sudah rusak agar tidak merusak bahan yang akan digunakan
nanti. Untuk gigi anterior,pilihan restorasi akhir agak terbatas; bila
memungkinkan, dibuat restorasi yang bersifat konservatif dengan komposit.
Hal tersebut cukup memadai bagi kerusakan yang tidak luas, atau sisa
jaringan giginya masih utuh. Pertimbangan estetik atau karena kerusakan
yang sangat luas, membutuhkan pembuatan mahkota dengan retensi pasak
inti. Perkembangan bahan adesif yang sangat pesat dan menjadi bahan yang
lebih kuat, menjadikan kemungkinan penggunaan resin komposit menjadi
terbuka luas pada gigi anterior yang telah dirawat endodontik baik sebagai
restorasi akhir atau sebagai inti.

Sistem pasak adalah sebuah restorasi yang terbuat dari bahan metal
dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah
retensi mahkota dan menyalurkan tekanan yang diterima secara merata ke
sepanjang akar gigi. Gigi yang telah dirawat saluran akar sering sekali
menggunakan sistem pasak untuk menambah kekuatan dari restorasi akhir.
Gigi yang dirawat endodonti akan menjadi lemah karena kekurangan
kandungan air dan kehilangan struktur dentin. Proses karies yang luas pada
gigi akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan kerapuhan pada gigi

1
oleh karena itu struktur gigi yang tertinggal membutuhkan dukungan
tambahan yaitu dengan pasak yang dapat memberikan retensi dan stabilitas
bagi restorasi

Untuk melakukan perawatan gigi anterior rahang atas dengan


membuatkan restorasi mahkota yang menggunakan pasak, perlu
dipertimbangkan hal-hal yang dapat menggagalkan perawatan. Kegagalan tersebut
antara lain adalah terjadinya fraktur akar gigi akibat kesalahan dalam
penentuan macam pasak yang digunakan ataupun faktor-faktor lainnya. bila
kegagalan ini terjadi pada gigi anterior rahang atas kegagalan tersebut sangat
berkaitan dengan faktor estetika dan fungsi bicara. untuk menghindari
kegagalan tersebut maka perlu perencanaan perawatan yang benar-benar tepat
untuk menentukan pasak macam apa yang akan digunakan sesuai dengan
kondisi jaringan akar gigi pasca perawatan saluran akar.

Macam mahkota pasak ditinjau dari cara pembuatannya:


Berdasarkan cara pembuatannya terdapat dua proses macam pasak, yaitu:
1. Pasak tuang
Pasak tuang merupakan pasak yang dibuat dari logam dengan cara
penuangan atau pengecoran menjadi satu kesatuan dengan inti dan
biasanya disebut pasak inti. 

Berdasarkan sisa jaringan mahkota yang tersisa terdapat pasak dengan


inti sebagian dan pasak dengan inti penuh.

2
 Diindikasikan mahkota pasak dengan inti sebagian :
 Untuk gigi dengan sisa jaringan mahkota yang masih ada dan
masih bisa dipertahankan
 Inti terdiri dari sebagian logam dan sebagian lagi sisa jaringan
mahkota gigi. 
Pada keadaan ini bentuk pasak tuang sangat menguntungkan karena didukung
sepenuhnya oleh sisa jaringan mahkota dan jaringan akar gigi dengan
perkataan lain luas jaringan yang mendukung pasak inti lebih besar
dibandingkan pasak inti yang hanya didukung oleh jaringan akar
gigi. Sedangkan pembuatan pasak inti penuh diindikasikan untuk gigi dengan
sisa jaringan mahkota yang tidak mungkin dipertahankan atau tidak ada sama
sekali sehingga bentuk ini betul-betul sepenuhnya terdiri dari logam tuang.

2. Pasak siap pakai. 

Macam pasak yang lain adalah pasak siap pakai buatan pabrik bentuk pasar
siap pakai bermacam-macam Dalam penggunaannya dapat dibagi dua bentuk
dasar yaitu 
1) Pasak siap pakai dengan pasak bentuk dinding pararel 
2) Pasak siap pakai dengan bentuk dinding konis
Pada penggunaan pasak siap pakai ada kecenderungan terjadi
fraktur akar gigi yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan pasak
tuang. Ini disebabkan antara lain saluran akar gigi harus menyesuaikan
bentuknya dengan pasak siap pakai yang mana keadaan ini tidak mungkin
akan tercapai.  Sedangkan penggunaan pasak tuang dibuat sesuai dengan
bentuk saluran akar yang akan menghasilkan kecepatan dan kestabilan
kedudukannya di dalam saluran akar gigi.

3
Di samping itu kecepatan dan kestabilan maksimal tidak
didapatkan pada pasar siap pakai karena hubungan antara pasak dan inti
bukan merupakan satu kesatuan terpadu dari bahan yang sama, dimana
pada umumnya inti dibentuk dengan bahan seperti amalgam atau resin di
dalam mulut pasien. Ketidakkokohan inti tersebut memungkinkan
terjadinya rotasi pasar atau tertekannya lebih ke dalam ke arah apikal
kedua efek yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan fraktur akar
gigi baik dalam arah vertikal maupun horizontal oleh beban punya di
dalam mulut.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dipahami kriteria penggunaan
pasak siap pakai yang menurut georig dan muninghuff ada 6 kriteria pasak
siap pakai yang ideal sebagai pedoman penggunaannya untuk
mendapatkan hasil perawatan yang maksimal yaitu:
1. Untuk mendapatkan retensi pasak yang maksimal panjang harus mencapai
2/3 akar gigi dan memungkinkan panjang pasak tersebut minimal sama
panjangnya dengan panjang mahkota klinis dari gigi yang dirawat di
samping itu harus diperhatikan sisa pengisian saluran akar yang tertinggal
minimal 4 mm. 

4
Untuk perawatan mahkota pasak dengan inti sebagian panjangnya
pasak cukup 1/2 panjang akar gigi dengan pertimbangan sisa jaringan
mahkota yang masih ada dapat memberikan daya tahan tambahan untuk
menahan beban yang disalurkan pada inti dan pasak.
2. Pasak dengan dinding parallel ternyata daya tahannya retensi lebih besar
daripada bentuk pasak dengan dinding tapered untuk menahan daya ungkit
waktu berfungsi pasar dengan dinding tapered walaupun bentuk
dindingnya pada umumnya sama dengan bentuk dinding saluran akar gigi
tetapi karena adanya kecenderungan bergerak ke arah apikal oleh gaya
yang ada di dalam mulut waktu berfungsi yang kemungkinan
menimbulkan internal dan dapat menyebabkan fraktur akar gigi dengan
arah longitudinal disamping itu juga bila terjadi sedikit kelonggaran pasar
dengan saluran akar gigi maka semua retensi terhadap pasak akan hilang
sama sekali
3. Pemasangan pasak siap pakai lebih bagus di sementasi daripada
menggunakan scrubnya ulir karena bentuk ulir dapat menimbulkan
internal stres terhadap gigi dan akhirnya terjadi fraktur akar gigi pada
pemasangan pasak siap pakai dengan cepat dengan penekanan yang tidak
memberi kesempatan sisa adonan semen keluar dengan sempurna dari
saluran akar gigi dapat menimbulkan tekanan hidrolik hidrolik yang dapat
pula menyebabkan fraktur akar gigi pasak siap pakai dengan scrub
frekuensinya lebih baik pada akar yang pendek bengkok dan divergen
4. Ukuran pasak siap pakai harus sesuai dengan ukuran reame yang terakhir
digunakan pada preparasi saluran akar gigi untuk memastikan
mendapatkan pasak yang akurat
5. Pada pemasangan pasak siap pakai kelebihan adonan semen harus ada
jalan keluarnya supaya tidak timbul tekanan hidrolik yang menyebabkan
pasar keluar kembali sehingga kedudukan pasar tidak cepat lagi pada
waktu semen mengeras

5
6. Permukaan pasak siapakah yang kasar memberikan retensi yang lebih
besar daripada permukaan yang licin dilihat dari proses pemasangan pasak
tuang dan pasak siap pakai terdapat hal yang menguntungkan pada
pemasangan pasak siap pakai yaitu pembuatan intinya dengan bahan
amalgam atau resin dilakukan di dalam mulut pasien lebih mudah dan
memperpendek kunjungan pasien
Seiring berjalannya waktu perkembangan bahan-bahan untuk
kedokteran gigi sangan luas, dengan melihat berbagai pertimbangan
keuntungan dan kerugian di setiap bahan maka beberapa tahun kemudian
sistem fiber reinforcement diperkenalkan dan mencoba meningkatkan daya
tahan resin komposit. Sedangkan fiber-reinforced composite (frc)
diperkenalkan tahun 1990-an dan memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan pasak metal konvensional, yaitu : memiliki estetis yang
baik, berikatan dengan struktur gigi, dan memiliki modulus elastisitas yang
hampir sama dengan dentin, namun masih membutuhkan preparasi dentin
setelah perawatan saluran akar.

2. Jenis mahkota pasak yang sesuai untuk pasien serta alasan pemilihan

Pasak inti atau disebut juga dengan pasak tuang menjadi pilihan perawatan untuk
kasus ini.

Pada penggunaan pasak siap pakai ada kecenderungan terjadi fraktur akar gigi
yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan pasak tuang. Ini disebabkan
antara lain saluran akar gigi harus menyesuaikan bentuknya dengan pasak siap pakai
yang mana keadaan ini tidak mungkin akan tercapai.  Sedangkan penggunaan pasak
tuang dibuat sesuai dengan bentuk saluran akar yang akan menghasilkan kecepatan
dan kestabilan kedudukannya di dalam saluran akar gigi.

6
Di samping itu kecepatan dan kestabilan maksimal tidak didapatkan pada pasak
siap pakai karena hubungan antara pasak dan inti bukan merupakan satu kesatuan
terpadu dari bahan yang sama, dimana pada umumnya inti dibentuk dengan bahan
seperti amalgam atau resin di dalam mulut pasien. Ketidakkokohan inti tersebut
memungkinkan terjadinya rotasi pasak atau tertekannya lebih ke dalam ke arah apikal
kedua efek yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan fraktur akar gigi baik
dalam arah vertikal maupun horizontal oleh beban punya di dalam mulut.
Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan keuntungan dan kerugian dari setiap
macam pasak yang ada serta kebutuhan pasien berdasarkan skenario, maka pasak inti
atau disebut juga dengan pasak tuang menjadi pilihan perawatan yang utama untuk
memenuhi kebutuhan dari pasien, dimana dengan melihat profesi seorang pasien
yaitu guru maka penting untuk mengutamakan estetika. Dengan begitu pemiilihan
pasak tuang sangat cocok untuk pasien tersebut.

3. Pertimbangan, Indikasi dan Kontraindikasi mahkota pasak


3.1 Pertimbangan yang mendasari pemilihan mahkota pasak
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa gigi yang telah dirawat
endodontic memerlukan suatu pasak :
1) Gigi yang telah dirawat endodontic menjadi non vital dan sehat, tetapi
jaringan non vital yang tersisa memiliki kelembaban yang lebih rendah
daripada gigi vital sehingga gigi menjadi rapuh
2) Pada gigi yang telah mengalami perawatan endodontic kontinuitas
jaringan telah terputus akibat dari pembuangan jaringan sehingga
mahkota menjadi rapuh apabila hanya dilakukan dengan mahkota jaket
saja
3) Suplai nutrisi pada gigi post endodontic ototmatis terputus sehingga
gigi menjadi rapuh
4) Gigi mengalami kehilangan mahkota akibat dari karies
3.2 Indikasi

7
 Pada gigi yang kecil (anterior)
 Kepentingan estetik
 Tidak terdapat peradangan pada jaringan periapikal
 Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar
 Terjadi perubahan warna dan kemungkinan gigi fraktur setelah
perawatan endodontic

 Hilangnya mahkota pada gigi yang telah di PSA


 Sebagai abutment GTC
3.3 Kontraindikasi
 Gigi dengan kekuatan fungsi yang besar (posterior)
 Kebersihan mulut yang buruk
 Kesehatan umum penderita tidak baik
 Kasus crossbite

 Akar gigi yang terlalu pendek atau tipis


 Adanya kelainan periapikal yang menetap

8
4. Prognosa Perawatan Mahkota Pasak
Bagaimana prognosa dari perawatan tersebut ?
Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan
hasil akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis
dan kehadiran faktor risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis
dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan. Faktor-faktor prognosis
adalah karakteristik yang memprediksi hasil akhir suatu penyakit begitu
penyakit itu muncul sedangkan faktor-faktor risiko adalah karakteristik
individu yang membuatnya berisiko tinggi menderita suatu penyakit.
Prognosis sering rancu dengan risiko. Pada beberapa kasus, faktor prognosis
dan faktor risiko sama. Misalnya pasien dengan diabetes atau perokok
berisiko lebih tinggi menderita penyakit periodontal, dan setelah mereka
terinfeksi maka secara umum mereka memiliki prognosis yang lebih buruk.
Gigi yang telah mengalami perawatan saluran akar / endodontik harus
memiliki prognosa yang baik, sehingga dapat mengembalikan fungsi seperti
semula dan dapat berperan baik sebagai gigi sandaran untuk gigi tiruan cekat
atau lepasan.
Diagnosis kasus ini adalah gigi 11 non vital pasca PSA. Rencana
perawatannya adalah restorasi mahkota pasak tuang. Prognosis dalam kasus
ini baik, karena gigi tidak mobility, pembengkakan (-), tidak ada kelainan
sistemik , pemeriksaan rontgen tidak ada penebalan lamina dura dan lesi
periapikal serta pasien kooperatif.

5. Bahan, Teknik dan Prosedur Pembuatan Mahkota Pasak


5.1. Macam-macam mahkota pasak
a. Mahkota pasak metal (cast metal post)

9
Berdasarkan pembuatannya, terdapat dua proses macam
pasak, yaitu pasak tuang (dibuat sendiri) dan pasak siap pakai
(buatan pabrik).

Pasak tuang merupakan pasak yang terbuat dari logam


dengan cara penuangan/pengecoran, menjadi satu kesatuan inti
(core) dan biasanya disebut pasak inti (post core). Berdasarkan sisa
jaringan mahkota yang tersisa terdapat pasak dengan inti sebagian
(pastial cast core) dan pasak dengan inti penuh (full cast core).

Macam pasak lain adalah pasak siap pakai ( buatan pabrik)


bentuk pasak siap pakai bermacam macam, dalam penggunaannya
terbagi dua bentuk dasar yaitu :

1) Pasak siap pakai dengan dinding pararel


2) Pasak siap pakai dengan bentuk dinding konis (tapered).
Pada penggunaan pasak siap pakai ada kecenderungan terjadi
fraktur akar gigi yang lebih besar dibandingkan dengan pasak
tuang.

b. Mahkota pasak non metal (fiber reinforced composite)

10
Berdasarkan pembuatannya restorasi pasak fiber secara
garis besar dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu : prefabricated
fiber reinforced composite post (pasak buatan pabrik) dan
customized fiber reinforced post (pasak buatan).

Pasak prefabricated FRC memiliki keuntungan diantaranya


memiliki modulus elastisitas yang mendekati dentin sehingga
meminimalisasi terjadinya fraktur. Selain itu, pasak jenis ini mudah
untuk dilakukan build-up dan re-treatment, juga memiliki estetis
yang baik terutama dari bahan serat glass. Kekurangannya pasak
buatan pabrik tetap memerlukan preparasi sehingga terjadi
pembuangan struktur dentin. Jenis pasak prefabricated fiber
reinforced composite terbagi berdasarkan serat yang dikandungnya
antara lain adalah pasak carbon fiber, glass, dan quartz fiber.

Pasak customized polyethylene fiber merupakan salah satu

jenis pasak yang yang direstorasi oleh operator sendiri.


Penggunaan pita polyethylene Fiber Reinforced Composite sebagai
pasak customized memerlukan semen luting resin dan resin
komposit. Sistem adhesif modern sangat mendukung untuk
melindungi dan memperkuat struktur gigi yang tertinggal karena
restorasi adhesif menciptakan preparasi yang minimal sehingga
dapat memelihara struktur gigi yang sehat.

11
5.2 Prosedur Pembuatan Mahkota Pasak
a. Teknik Direct
1. Langkah pertama yang dilakukan yaitu preparasi sisa
mahkota. Mahkota dipotong habis sehingga permukaan rata
dengan permukaan gusi,maka dengan sendirinya
permukaan akar mengikuti bentuk permukaan gusi.
Preparasi saluran akar dirintis terlebih dahulu dengan bor
bulat berdiameter 0,9 , 1.0 atau 1,2mm bergantung pada
besarnya garis tengah akar Sisa bagian tengah berbentuk
segi tiga digerinda habis dengan batu gerinda berbentuk
roda berdiameter 21mm dan setebal 3mm. Hasil dari
pembuangan mahkota adalah suatu permukaan akar yang
terdiri dari dua bidang yaitu bidang labial dan bidang
lingual yang membentuk sudut tumpul.
2. Lalu kemudian yaitu membuang bahan pengisi saluran akar
dengan instrumen kondensor yang dipanaskan atau juga
dapat digunakan bor non- end-cut sehingga tidak
mengurangi dentin yang tersisa.
3. Preparasi saluran akar : Dengan bor-bor fisur berdiameter
1,50 , 1,70 , 2,00 mm pada straight handpiece, saluran
perintis dilurus/ratakan dan dibesarkan sehingga
penampangnya berbentuk bulat panjang yang sumbu

12
panjangnya berjalan labio- lingual. Preparasi saluran akar
harus memenuhi syarat :
a. Diameter saluran akar dibuat kurang lebih 1⁄2 dari
ukuran penampang akar
b. Dalamnya saluran adalah 2/3 dari panjang akar atau
sedikitnya sama dengan panjang mahkota asli yang
diganti, diukur dari proksimal ke incisal.
c. Tidak ada undercut
Dudukan (seat,niche) dibuat sedalam 0,7-1mm, mempunyai
bentuk mengikuti keliling akar dan nantinya akan
membentuk pundak (shoulder) selebar kurang lebih 1/6

diameter akar. Dudukan ini dibuat dengan bor fissure pada


straight-handpiece.

4. Mengecek kembali panjang preparasi saluran akar melalui


gambaran radiografis.

13
5. Pasak buatan pabrik yang sesuai ukuran dimasukkan ke
dalam kavitas saluran akar. Pasak ini terbuat dari bahan
alloy atau carbon-fiber.
6. Membuat inti dari bahan resin. Pola inti ini dibuat sesuai

dengan bentuk preparasi mahkota jaket, hanya dalam


ukuran yang sedikit lebih kecil.

7. Preparasi inti dengan menggunakan diamond bur untuk


preparasi crown.
8. Pasak dan inti dikeluarkan dari kavitas dan dikirim ke lab
untuk proses casting.
9. Proses try-in dilakukan dengan memasukkan casting
dengan tekanan yang ringan. Memeriksa kembali ada
tidaknya undercut.
10. Setelah melakukan try-in, pasak inti di adaptasikan
dengan margin struktur gigi dengan bor diamond.

11. Setelah adaptasi yang baik, dilakukan penyemenan dengan


Zinc PO4. Semen yang digunakan adalah semen ZnPo4- .

14
Sebelum dilakukan penyemenan, baik pasak inti logam
maupun saluran akar harus benar-benar bersih. Kemudian
dibuat adukkan semen yang homogen dengan konsistensi
yang agak encer. Semen dimasukkan ke dalam saluran akar
dan juga pada pasak logamnya kemudian pasak logam ini
dimasukkan ke dalam saluran akar dengan gerakan
memompa (pumping action). Tujuan memompa ini adalah
untuk mengeluarkan udara yang terperangkap.

b. Teknik Indirect

Teknik indirect pada prinsipnya sama saja dengan

teknik direct, hanya saja pembuatan pasak inti untuk


pengecoran dilakukan di luar mulut. Perbedaan prosedurnya
yaitu sebelum membuat pasak dan inti, kavitas saluran akar
dicetak terlebih dahulu menggunakan bahan cetak elastomer.
Kemudian dibuat model positif sebagai model kerja untuk
pembuatan pasak dan inti.

15
12. Instruksi Pasca Perawatan Mahkota Pasak
 Instruksi yang diberikan kepada pasien pasca pemasangan mahkota antara
lain :
1. Dimana pasien diminta untuk tidak menggigit sesuatu yang keras
dan dingin dengan sengaja selama 24 jam setelah pemasangan.
2. Perhatikan oral hygiene, keadaan mulut yang bersih dan sehat
sangat diperlukan untuk pasien pemakaian mahkota ini.

Pasien diminta untuk datang kembali 3 – 7 hari setelah pemasangan untuk


diperiksa oklusi, keadaan sela gusi dan kebersihan mulutnya.

B. Perawatan pada Gigi Tiruan Jembatan (Posterior)

1. Klasifikasi Gigi Tiruan Jembatan


a. Fixed-fixed Bridge/Rigid Fixed Bridge/Fixed Bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan
setiap unit individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran.
Memiliki dua atau lebih gigi penyangga. GTJ tipe ini menghasilkan
kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga mendistribusikan
tekanan lebih merata pada restorasi, serta memberikan efek splinting yang
sangat baik.
Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting pada gigi
goyang dengan kondisi periodontal kurang baik.

16
b. Fixed-Movable Bridge/Semifixed Bridge
Pada GTJ ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua, menggunakan
konektor rigid dan nonrigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan
ke tulang dan tidak dipusatkan ke retainer. GTJ tipe ini memungkinkan
pergerakan terbatas pada konektor di antara pontik dan retainer. Konektor
tersebut dapat memberikan dukungan penuh pada pontik untuk melawan
gaya oklusal vertikal, dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon
terhadap gaya lateral. Hal ini mencegah gerakan satu retainer yang
mentransmisikan gaya torsional secara langsung ke retainer lainnya
sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer. Diindikasikan pada span
panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment pada penggantian
beberapa gigi yang hilang

c. Spring Bridge
Konektor GTJ tipe ini berupa loop atau bar. Loop tersebut
menghubungkan retainer dan pontik di permukaan palatal. GTJ ini
merupakan protesa tissue-borne karena gaya mastikasi yang diterima akan
diabsorbsi oleh mukoperiosteum palatal sebelum mencapai gigi

17
penyangga.6 Spring bridge membutuhkan retensi yang kuat, oleh karena
itu biasanya dibutuhkan gigi penyangga ganda. Diindikasikan pada
penggantian kehilangan gigi, dengan kondisi terdapat diastema (multiple
diastema) dan tetap mempertahankan diastema tersebut. Selain itu juga
diindikasikan bila gigi penyangga tidak berada di sebelah ruang
edentulous, contohnya pada penggantian gigi insisif sentral atas yang
menggunakan premolar sebagai gigi penyangga
d. Cantilever Bridge
Pontik GTJ tipe ini hanya memiliki satu atau beberapa gigi penyangga
di satu sisi. Pontik dan retainer akan mengalami/menerima gaya
rotasi/ungkit dan akan sangat terbebani jika mendapat beban oklusal.
Untuk meminimalkan efek ungkit, pontik biasanya dibuat lebih kecil
daripada gigi asli dan kontak ringan saat oklusi dan artikulasi. GTJ tipe ini
tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila
terkena gaya lateral, maka gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau
drifting. Tidak diindikasikan pula pada penggantian gigi dengan gigi
penyangga nonvital sebagai terminal abutment 1,15. Cantilever bridge
biasanya memiliki multiple abutment dan retainer harus dihubungkan
secara rigid pada satu sisi diastema 7,3. GTJ tipe ini diindikasikan untuk
penggantian satu gigi hilang, contohnya pada penggantian insisif lateral
yang menggunakan kaninus sebagai gigi penyangga. Penggantian gigi
kaninus yang menggunakan premolar pertama dan kedua sebagai gigi
penyangga11, dan penggantian gigi molar ketiga jika masih terdapat gigi
antagonisnya, dengan catatan bentuknya lebih menyerupai gigi premolar.

18
e. Compound bridge
Merupakan gabungan dua atau lebih tipe GTJ. Diindikasikan pada
penggantian gigi hilang yang membutuhkan gabungan beberapa tipe GTJ.

f. Adhesive Bridge/Resin-Bonded Fixed Partial Denture/Maryland


Bridge
Merupakan tipe GTJ yang sangat konservatif karena preparasi yang
sangat minimal. Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email.
GTJ tipe ini terdiri dari satu atau beberapa pontik yang didukung retainer
tipis yang direkatkan dengan semen dengan sistem etcing bonding ke
email gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal. Gigi penyangga
harus memiliki mahkota klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan
retensi dan resistensi yang maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh
goyang dan inklinasi mesiodistalnya harus kurang dari 15 derajat.

19
Retensinya berupa mikromekanik antara permukaan email dengan
permukaan dalam retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada GTJ span
pendek, abutment yang tidak membutuhkan restorasi, dan penggantian
kehilangan gigi anterior pada anak-anak, karena anak-anak masih
memiliki ruang pulpa yang besar. Kontraindikasi GTJ tipe ini adalah
penggantian gigi anterior yang deep over bite.

 Untuk Pemilihan jenis GTJ sesuai dengan kasus yaitu digunakan


Adhesive Bridge/Resin-Bonded Fixed Partial Denture/Maryland
Bridge.
 Dengan pertimbangan mempertahankan kedua gigi abutment yang
tidak karies dan tegak serta tidak memiliki kelainan apapun maka gigi
tersebut tidak memerlukan restorasi berlebihan.
 GTJ tipe ini memungkinkan gigi yang bebas karies tersebut dipreparasi
secara minimal (pembuangan struktur gigi minimal) untuk
mendapatkan retensi dan estetik yang optimal tanpa membahayakan
pulpa.
 GTJ tipe ini juga diindikasikan untuk pasien muda dengan ruang pulpa
masih besar.
2. Desain Gigi Tiruan Jembatan
Komponen GTC yang menggantikan gigi yang hilang :
a. Pontic
 Pontik yang berkontak dengan residual ridge:

20
- Saddle/saddle-ridge-lap pontic, merupakan pontik yang
berkontak langsung dengan edentulous ridge.
- Modified ridge-lap pontic, merupakan kombinasi antar
pontik tipe saddle dan hygienic memiliki permukaan fasial
yang menutupi residual ridge dan bagian lingual tidak
berkontak dengan ridge, sehingga estetiknya untuk
mengganti gigi hilang pol daerah yang tampak saat
berfungsi.
- Contical pontic, merupakan pontic yang hanya memiliki
satu titik kontak pada titik tengah residual ridge, sehingga
mudah dibersihkan.
- Orate pontic, merupakan pontic yang sangat estetis, dasar
pontic membuat dan masuk kedalam cekungan
( concavity ) residual ridge.
 Pontik yang tidak berkontak dengan residual ridge:
- Sanitary/hygienic pontic, merupakan pontik yang mudah
dibersihkan karena tidak berkontak langsung dengan
edentulous ridge. Pontik tipe ini diindikasikan untuk gigi
posterior RB atau pasien dengan oral hygiene buruk.
- Modified sanitary chygienic pontic/posel pontic,
merupakan modifikasi sanitary pontic. Diindikasikan untuk
gigi.
b. Retainer, merupakan komponen GTC yang direkatkan dengan
semen pada gigi penyanggah yang telah disiapkan dan berfungsi
sebagai stabilitasi dan retensi.
a) Retainer ektrakorona : retiner yang retensinya berada
dipermukaan luas mahkota gigi penyangga.

21
b) Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian
dalam mahkota gigi penyangga.
c) Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak
yang telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat
dengan sempurna.
c. Konektor, merupakan komponen yang menghubungkan reteiner-
reteiner, pontik-pontic dan reteiner-pontic.
a. konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya
pergerakan pada komponen GTJ. Merupakan konektor yang paling
sering digunakan.
b. konektor non-rigid : konektor yang memungkinkan terjadinya
pergerakan terbatas pada komponen GTJ.
d. Abutment, merupakan gigi yang mendukung GTJ sebagai tempat
retainer direkatkan dengan semen. Abutment juga dapat berupa
akar gigi yang telah mendapat perawatan saluran akar dengan
sempurna dan tidak terdapat kelainan-kelainan pada ujung akarnya
serta tidak menjadi terminal abutment. Abutment yang mendukung
GTJ dapat juga berupa implan.

Design GTJ berd. Kasus kehilangan Gigi

22
- Kehilangan : Molar pertama RB
- Abutmen : Premolar kedua dan molar kedua
- Retainer : Metal ceramic crown pada premolar dan full vener gold
crown pada molar
- Pontik : All – meteal hygience
- Abutment pontic root rotation : 1.5
- Konsiderasi : Threequarter crown bisa pada premolar jika mahkota
lebih panjang dari rata-rata dan pasien setuju.

3. Prognosis Perawatan Gigi Tiruan Cekat


3.1 Pengertian
Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil
akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan
kehadiran faktor risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis
dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan. Faktor-faktor prognosis
adalah karakteristik yang memprediksi hasil akhir suatu penyakit begitu
penyakit itu muncul sedangkan faktor-faktor risiko adalah karakteristik
individu yang membuatnya berisiko tinggi menderita suatu penyakit.
Prognosis sering rancu dengan risiko. Pada beberapa kasus, faktor
prognosis dan faktor risiko sama.

3.2 Faktor yang diperhatikan dalam menentukan prognosis GTC

a. Faktor general

- Laju karies
- Pemahaman pasien dalam kontrol plak
- Kemampuan fisik dalam menjaga OH sendiri
- Kondisi sistemik
b. Faktor lokal

23
- Overlap gigi anterior berpengaruh pada distribusi beban gigi
- Angulasi akar
- Morfologi akar
- Rasio mahkota akar dan variabel lainnya
c. Faktor prosthetik dan restoratif
- Seleksi abutment
- Karies
- Gigi non vital
- Resorpsi akar
3.3 Tipe-tipe prognosis
a. Sangat baik (excellent prognosis), tidak ada kehilangan tulang,
kondisi gingiva sangat baik, kooperasi pasien baik dan tidak ada
penyakit sistemik/faktor lingkungan tertentu.
b. Baik (good prognosis, jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan
berikut :
- Sokongan tulang yang tersisa cukup
- Kemungkinan untuk mengontrol faktor etiologi dan merawat gigi
geligi cukup
- Pasien cukup kooperatif, tidak ada faktor sistemik/lingkungan atau
jika ada terkontrol baik
c. Sedang (fair prognosis), jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan
berikut :
- Sokongan tulang yang tersisa tidak cukup
- Beberapa gigi goyang, keterlibatan furkasi grade 1
- Memungkinkan perawatan yang baik, pasien cukup kooperatif
- Terdapat beberapa faktor sistemik/lingkungan.
d. Buruk (poor prognosis), jika memenuhi satu atau beberapa
ketentuan berikut:
- Kehilangan tulang moderate-advance

24
- Mobilitas gigi
- Keterlibatan furkasi grade 1 dan 2
- Area tsb sulit dirawat dan/atau kooperasi pasien diragukan
- Ada faktor sistemik/lingkungan
e. Dipertanyakan (questionable prognosis), jika memenuhi satu atau
beberapa ketentuan berikut:
- Kehilangan tulang advanced,
- Keterlibatan furkasi grade 2 dan 3,
- Mobilitas gigi,
- Area tersebut tidak dapat diakses,
- Ada faktor sistemik/lingkungan
f. Tidak ada harapan (hopeless prognosis), jika memenuhi satu atau
beberapa ketentuan berikut:
- Kehilangan tulang advanced,
- Area tersebut tidak dapat dirawat,
- Indikasi ekstraksi,
- Ada faktor sistemik tidak terkontrol/lingkungan

Selain jenis prognosis di atas, ada juga jenis prognosis yang lain,
yakni Provisional prognosis. Prognosis tersebut dibuat setelah terapi fase
1 dilakukan dan dievaluasi. Prognosis ini dibuat karena hanya ada
beberapa prognosis yang cukup akurat yaitu sangat baik, baik dan tidak
ada harapan; sedangkan prognosis sedang, buruk dan dipertanyakan
sangat tergantung dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi.

Dengan prognosis ini, operator dimungkinkan melakukan perawatan pada


gigi yang meragukan dengan harapan responnya akan baik dan
memungkinkan gigi tersebut dipertahankan.

25
Berdasarkan kasus, pasien berumur 35 tahun, yang mana umur pasien
masih tergolong muda dan kooperatif, selain itu pasien tidak memiliki
kelainan sistemik, dan pada saat pemeriksaan rontgen, tidak ada penebalan
lamina dura, tidak ada lesi periapikal dan posisi gigi sisa posterior yang besar
dan tegak. Kondisi gigi yang akan digunakan sebagai abutment (45 dan 47)
tidak karies dan tegak. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pasien cukup baik
untuk dilakukan perawatan sehingga prognosis yang didapat sangat baik
(excellent prognosis).

4.Prosedur Perawatan Gigi Tiruan Cekat

4.1. Prosedur Diagnostik

Penegakan diagnosa dilakukan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis


untuk mengumpulkan informasi yang penting dalam perawatan gigitiruan cekat.
Informasi yang dapat diperoleh melalui anamnesa meliputi identitas pasien, keluhan
pasien, riwayat kesehatan umum, riwayat kesehatan gigi dan mulut meliputi
perawatan yang pernah dilakukan khususnya pengalaman pasien terhadap perawatan
prostodontik sebelumnya serta harapan pasien terhadap gigitiruan yang akan dibuat.
Dokter gigi juga harus mengevaluasi sikap mental pasien terhadap perawatan
gigitiruan.

Prosedur pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan


intra oral. Pemeriksaan ekstra oral meliputi asimetris wajah, bentuk bibir, sendi
temporomandibular dan otot-otot pengunyahan. Pemeriksaan intra oral dilakukan
untuk mengevaluasi kondisi jaringan lunak rongga mulut, gigi dan struktur
pendukung. Pemeriksaan jaringan lunak rongga mulut meliputi lidah, dasar mulut,
vestibulum, pipi, palatum keras dan palatum lunak. Pemeriksaan terhadap gigi
meliputi gigi yang hilang, oral hygiene, warna gigi, oklusi gigi, kontak premature,
kondisi gigi yang tinggal apakah terdapat karies, restorasi, mobility, elongasi,
malformasi, atrisi, fraktur dan vitalitas gigi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap

26
kondisi ginggiva dan perlekatan jaringan periodonsium. Seluruh hasil pemeriksaan
klinis dituliskan pada dental chart.

Pemeriksaan radiografik berfungsi untuk mengevaluasi struktur tulang alveolar


gigi penyangga, evaluasi morfologi, panjang dan jumlah akar gigi penyangga,
evaluasi tebal dinding pelindung pulpa, memeriksa adanya lesi karies, sisa akar gigi,
gigi terpendam, resorpsi maupun sclerosis tulang alveolar dan kelainan periapikal,
serta mengevaluasi perawatan gigi yang telah dilakukan baik tambalan maupun
perawatan saluran akar.

Penegakan diagnosa dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah


dilakukan, kemudian ditentukan rencana perawatan yang dirinci selengkap mungkin
mencakup perawatan pendahuluan dan penentuan desain perawatan yang akan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien mencakup penentuan gigi penyangga dan
menentukan desain GTC.

4.2. Pencetakan Anatomis

Pencetakan anatomis dilakukan untuk mendapatkan model


studi atau model diagnostik dengan menggunakan bahan irreversible
hidrokolloid dan sendok cetak fabrik. Model diagnostik yang
dihasilkan, kemudian dipasang pada artikulator dalam keadaan
sentrik oklusi dengan menggunakan facebow dan catatan interoklusal
untuk membantu dalam mendiagnosa dan menentukan rencana
perawatan. Model diagnostik digunakan untuk pemeriksaan relasi
oklusal, survey lengkung rahang untuk menentukan arah pasang,
menentukan arah kesejajaran dan ketebalan preparasi, menentukan
tipe mahkota yang dibuat untuk retainer dari suatu bridge serta
membantu menjelaskan prosedur perawatan yang akan dilakukan
kepada pasien.

27
4.3. Penentuan Desain Gigi Tiruan Cekat

Penentuan desain dari gigi tiruan cekat (GTC) merupakan salah


satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita
mendapatkan prognosa yang baik untuk kedepannya  Cara penentuan desain
GTC dengan cara mengetahui indikasi dan kontraindikasi, menentukan macam
dukungan dari setiap sadel, menentukan macam retainer, dan terakhir menentukan
macam konektor yang akan digunakan. Komponen-komponen gigi tiruan tetap terdiri
dari pontik, retainer, konektor dan abutment. Desainer harus didasarkan pada
pengetahuan dan ketrampilan operator dan proses pembuatan desain harus
memperhatikan faktor-faktor estetis, stabilisasi, retensi, oklusi, kenyamanan, mudah
dibersihkan dan faktor biaya.

4.4. Pemilihan Warna Gigitiruan Cekat

Pemilihan warna gigitiruan cekat dilakukan dengan menggunakan shade


guide. Tahap pertama, tentukan value dengan memilih 1 dari 5 kelompok value yang
mendekati warna gigi asli. Kemudian tentukan chroma dari 3 pilihan pada kelompok
value yang telah ditentukan. Tahap terakhir, tentukan hue gigi asli apakah gigi lebih
kemerahan atau lebih kekuningan dari sampel warna yang dipilih. 23,25 Warna gigi
harus ditentukan sebelum preparasi gigi penyangga pada siang hari atau di bawah
daylight standard dan hindari warna-warna cerah di daerah sekitar bawah pemilihan
warna, yaitu tidak memakai lipstik, kacamata berwarna, dan pakaian berwarna
cerah.25

28
(Salah satu contoh Shade guide pada pemilihan warna GTC)

Warna yang dipilih untuk restorasi kemudian dicatat pada colour


communication form. Jika memungkinkan, warna yang sama juga digunakan pada
restorasi sementara untuk melakukan evaluasi dan menilai kepuasan pasien. Warna
yang dipilih harus diverifikasi pada pertemuan selanjutnya.23,25

(Contoh Colour communication form pada pemilihan warna GTC)

4.5. Preparasi Gigi Penyangga


Preparasi gigi adalah suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan jaringan
permukaan gigi yang akan menjadi penyangga gigitiruan cekat dengan tujuan untuk,

29
menyediakan tempat bagi bahan retainer atau mahkota, memungkinkan
pembentukan retainer sesuai bentuk anatomi gigi asli, menghilangkan daerah
undercut, mendapatkan arah pasang gigitiruan cekat, membangun bentuk retensi dan
menghilangkan jaringan yang rusak oleh karies jika ada.
Prinsip dasar preparasi gigi penyangga dilandasi oleh berbagai pertimbangan
utama, antara lain pertimbangan mekanis, biologis dan estetik. Pertimbangan
mekanis berhubungan dengan integritas dan daya tahan restorasi. Kemudian
pertimbangan biologis berhubungan dengan kesehatan jaringan rongga mulut.
Sedangkan pertimbangan estetik yang berhubungan dengan penampilan pasien.

(Restorasi yang optimum harus memenuhi syarat biologis, mekanis dan estetik)
Banyaknya preparasi yang dibutuhkan bervariasi pada tipe mahkota dan
permukaan gigi yang berbeda. Reduksi juga dipengaruhi oleh posisi dan susunan
gigi dalam rahang, hubungan oklusal, estetik, pertimbangan periodontal dan
morfologi gigi. Preparasi gigi penyangga dilakukan sesuai dengan tahap-tahap
berikut:
a. Pengasahan permukaan oklusal/insisal

Reduksi permukaan oklusal pada gigi posterior atau insisal pada gigi

30
anterior bertujuan untuk menciptakan ruangan bagi lapisan material restorasi
gigitiruan cekat yang tebal dan kuat. Lapisan bahan yang tebal dapat
mengatasi keadaan yang membutuhkan koreksi oklusi seperti adanya keausan
permukaan oklusal/insisal akibat pengunyahan.
b. Pengasahan permukaan proksimal
Pengasahan jaringan gigi pada daerah proksimal bertujuan untuk
menghilangkan kecembungan yang dapat menghalangi arah pemasangan (path
of insertion). Dinding proksimal direduksi agar mendekati kesejajaran melalui
pembentukan sedikit sudut konvergen ke arah oklusal. Sudut ini dijaga agar
tidak terlalu konvergen (overtapered) agar mendapatkan retensi yang cukup.
Selain itu,
preparasi pada dinding proksimal tidak boleh membentuk undercut karena
dapat menghalangi arah pemasangan gigitiruan cekat. Ketebalan preparasi
berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer.

c. Pengasahan permukaan fasial/ lingual

Pengasahan pada dinding fasial dan lingual berguna untuk


menyediakan tempat bagi ketebalan yang cukup dari material restorasi agar
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya overcontour. Pengambilan jaringan
dilakukan seperti pada proses reduksi dinding-dinding proksimal.

d. Pembulatan sudut-sudut preparasi dan pembentukan akhiran servikal


Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang
merupakan
pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut
yang tajam akan menimbulkan tegangan (stress) pada restorasi dan sulit dalam
pemasangan gigitiruan cekat. Akhiran servikal preparasi (finishing line) harus
mempunyai bentuk yang jelas tergantung pada kondisi gigi penyangga dan
material gigitiruan cekat yang digunakan. Akhiran servikal ini berguna untuk

31
menghindari terjadinya kegagalan restorasi akibat tidak rapatnya kontak antara
restorasi gigitiruan cekat dengan akhiran servikal. Akhiran servikal preparasi
dapat berbentuk feather edge, chisel edge, bevel, chamfer, shoulder atau
shoulder bevel.

Bentuk akhiran servikal preparasi: (a) knife edge, (b) bevel, (c) chamfer,
(d) shoulder, (e) shoulder bevel.

e. Pembuatan grooves, pinholes dan boxes

Pembuatan grooves, pinholes dan boxes pada preparasi bertujuan untuk


menambah retensi bagi restorasi dengan cara mencegah terlepasnya restorasi ke arah
yang berlawanan dengan arah insersi. Pembuatan grooves, pinholes dan boxes
sebagai retensi tambaan sangat penting dalam mengatasi hasil preparasi dengan
retensi yang kurang memadai seperti preparasi yang overtapered dan hasil preparasi
yang kehilangan morfologi alaminya.
Salah satu keuntungan dalam pembuatan gigi tiruan adhesive bridge yaitu
pembuangan struktur giginya minimal, terbatas pada email, tidak terjadi trauma
pada pulpa abutment. Oleh karena itu, tidak diperlukan banyak preparasi sampai
melibatkan dentin sehingga preparasi relatif tidak akan menyulitkan pasien karena
tidak lagi menimbulkan banyak trauma.
Prosedur atau langkah-langkah preparasi gigi 47:

32
a) Reduksi Oklusal
 Buat guiding groove pada bagian oklusal menggunakan cylindrical
diamond bur yang mempunyai diameter 1,5 mm.
 Buat 2 guiding groove pada sisi bukal dan 2 pada sisi lingual.
 Asah bagian oklusal dengan panduan kedalaman groove yang telah
disiapkan.
 Bentuk anatamo tetap dipertahankan
 Bentuk cusp lereng bukal/lingual tetap ada meskipun lebih rendah
dari gigi tetangganya
 Jarak dengan gigi antagonis 1,5mm.

b) Reduksi Proksimal
 Gunakan tapered cylindrical diamond bur yang berdiameter 1mm.
 Letakkan bur sejajar sumbu gigi dan pada gigi yang akan
dipreparasi
 Gerakkan dalam arah bukal ke lingual
 Hasil akhir titik kontak hilang, undercut servikal ke oklusal tidak
ada
 Dapat dilewati sonde lurus
c) Reduksi Bukal
 ada 2 tahap yaitu ½ kea rah oklusal dan ½ kea rah servikal

33
 ½ ke arah servikal sejajar dengan sumbu gigi gunakan tapered
cylindrical diamond bur sehingga undercut hilang
 ½ kea rah oklusal direduksi miring ke oklusal sesuai anatomi gigi
tersebut

d) Reduksi Lingual
 Gunakan tapered cylindrical diamond bur
 Ujung bur pada tepi servikal
 Arah bur sejajar sumbu gigi
 Gerakkan bur dari mesial ke distal dan sebaliknya sesuai dengan
lengkung anatomi
 Hasil akhir tidak ada undercut dalam jurusan servikal ke oklusal
e) Pembuatan sudut axial
 Ada 4 buah sudut :
- Sudut mesio/distobukal
- Sudut mesio/distolingual
 Gunakan pointed tapered cylindrical diamond, sejajar sumbu gigi
 Hasil akhir hilangnya undercut daerah sudut axial dalam jurusan
servikal ke oklusal
f) Preparasi chamfer pada Lingual

34
 Letakkan tinker bur atau tapered cylindrical round ended
dioamond bur
 Arah bur sejajar dengan sumbu gigi
 Gerakkan sesuai outline gigi, sehingga diperoleh bentuk chamfer
sekeliling tepi servikal
 Bevel 45o ke oklusal
g) Preparasi Bahu 90o pada Bukal
 Letakkan tapered cylindrical flat ended diamond bur
 Arah bur sejajar dengans umbu gigi
 Gerakkan sesuai outline gigi, sehingga diperoleh bentuk bahu tepi
servikal bukal
 Preparasi akan bergabung dengan preparasi linguan
 Bevel 45o ke oklusal
h) Penghalusan
 Gunakan bur yang halus (fine finishing bur)
 Preparasi sudah memenuhi syarat, hanya tinggal penghalusan
 Preparasu jangan ditekan, hanya sekedar dipoles saja
 Hilangkan bagiannyang tajam terutama di sudut pertemuan 2
bidang

35
i) Menentukan arah masuk jembatan
 Perhatikan kesejajaran mesio-distal molar dua dan premolar dua.
Pandangan dari arah bukal
 Perhatikan kesejajaran bidang buko-lingual. Pandangan dari arah
oklusal, gunakan kaca mulut.
 Bagian-bagian yang terlihat kurang sejajar direduksi dengan
pointed tapered cylindrical diamond bur.

Preparasi Gigi 45 :

a) Reduksi oklusal
b) Reduksi proksimal
c) Reduksi bukal
d) Reduksi lingual
e) Pembulatan sudut axial
f) Preparasi akhiran servikal
g) Bevel ke oklusal dan penghalusan

36
4.6. Retraksi Gingiva
Retraksi gingiva atau disebut juga tissue dilation adalah usaha pendorongan
gingiva ke arah lateral disertai prosedur pembersihan dan pengeringan sulkus yang
dilakukan sebelum pencetakan fisiologis dengan tujuan untuk memudahkan bahan
cetak mengalir ke servikal gigi sehingga didapat hasil cetakan tepi akhir preparasi
yang akurat. Retraksi gingiva ini bersifat reversible dan secara umum masa relaps
terjadi dalam jangka waktu 24-48 jam.
Retraksi gingiva dilakukan pada gingiva yang sehat tanpa adanya inflamasi,
hipertrofi ataupun resesi yang berlebihan. Pendarahan harus di cegah pada saat
retraksi gingiva karena pendarahan dapat mengakibatkan bahan cetak tidak mengalir
maksimal ke dalam sulkus gingiva sehingga cetakan fisiologis tidak akurat.
Pendarahan dapat dicegah dengan haemostatikum.
Retraksi gingiva dapat dilakukan secara khemis, mekanis, gabungan khemis
dan mekanis maupun dengan pembedahan. Retraksi gingiva secara khemis
merupakan teknik yang sangat efisien dan efektif, namun dikontraindikasikan bagi
pasien dengan penyakit sistemik. Bahan kimia yang sering digunakan adalah
adrenalin, epinephrine 0,1%, epinephrine 8%, zink khlorida 8%, zink khlorida 40%
dan asam tannik 20%. Retraksi gingiva secara mekanis menggunakan mahkota
sementara yang dipakai pada kasus yang sedang dikerjakan dan harus dilakukan
secara hati-hati untuk mengurangi trauma. Retraksi gingiva secara bedah
diindikasikan pada jaringan gingiva yang patologis atau terinflamasi seperti
hipertrofi gingiva.
Retraksi gingiva dianggap berhasil jika menguakkan margin gingiva dari
permukaan gigi yang di preparasi berkisar 0,35-0,50 mm, celah yang terjadi
memungkinkan masuknya bahan cetak melampaui pinggir servikal, ketebalan bahan
cetak pada tepi subgingiva terjamin dan bersifat reversible.

4.7. Pencetakan Fisiologis

37
Cetakan fisiologis yang baik merupakan salah satu faktor penting pada
pembuatan gigitiruan cekat untuk menghasilkan gigitiruan cekat yang beradaptasi
sempurna pada jaringan gigi sehingga tidak menyebabkan kebocoran, semen tidak
larut, tidak menimbulkan karies pada gigi penyangga dan memberikan estetik yang
baik. Cetakan fisiologis yang baik harus mencakup seluruh gigi yang dipreparasi,
sulkus gingiva dari gigi yang dipreparasi dan rahang secara keseluruhan.
Sendok cetak fisiologis pada umumnya terbuat dari resin akrilik
swapolimerisasi atau visible light cured resin akrilik. Tebal sendok cetak fisiologis
sekitar 2-3 mm untuk menghindari distorsi bahan cetak. Jarak ruangan antara sendok
cetak dan gigi harus 2-3 mm. Beberapa bahan yang digunakan untuk mencetak
jaringa keras dan lunak pada pencetakan fisiologis antara lain reversible
hidrocolloid, polimer polysulfide, silikon kondensasi, polyether dan silikon adisi.
Hasil cetakan harus dibilas, dikeringkan dan didisinfeksi ketika dikeluarkan dari
rongga mulut serta harus segera diisi dengan dental stone. Pengisian cetakan yang
terbuat dari polimer polysulfide tidak lebih dari 1 jam. Cetakan yang terbuat dari
bahan polyether atau silikon memiliki stabilitas dimensi yang tinggi dan dapat
disimpan lebih lama sebelum pengisian cetakan.

4.8. Restorasi sementara

Restorasi sementara (provisional restorations) dibuat untuk sementara waktu


selama menunggu pencetakan mahkota permanen dengan tujuan untuk melindungi
pulpa gigi yang telah dipreparasi dari iritasi thermis, khemis dan bakteri, melindungi
margin preparasi, mencegah migrasi gigi yang telah di preparasi maupun ekstrusi
gigi antagonis ke ruangan edentulus, mengembalikan fungsi mastikasi dan estetik
terutama pada gigi anterior. Syarat restorasi sementara yang optimal, harus
memenuhi beberapa faktor yang saling berhubungan yaitu faktor biologis,
mekanikal dan estetik.

38
(Faktor yang harus dipertimbangkan pada
pembuatan restorasi sementara.
Daerah merah gelap
menggambarkan syarat bio- logik,
mekanikal dan estetik yang harus
terpenuhi untuk menghasilkan
mahkota sementara yang optima)
Restorasi sementara dapat diklasifikasikan berdasarkan metode
pembuatannya yaitu buatan pabrik atau buatan sendiri. Restorasi sementara buatan
pabrik umumnya digunakan sebagai restorasi tunggal dapat terbuat dari bahan
polycarbonate, cellulose acetate, alumunium, tin-silver dan nickel-chromium dan
tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran gigi. Restorasi sementara buatan pabrik
membutuhkan beberapa penyesuaian seperti penyesuaian oklusal, reconturing
aksial, dan bagian dalam mahkota harus dilapisi dengan resin autopolimerisasi
sebelum dilakukan penyemenan. Restorasi sementara yang dibuat sendiri oleh

39
dokter gigi diruang praktik terutama untuk restorasi beberapa gigi yang terbuat dari
berbagai jenis resin dengan metode langsung maupun metode tidak langsung.23

(Restorasi sementara buatan pabrik yang terbuat dari bahan


(a)polycarbonate dan (b) nickel-chromium)

(Restorasi sementara buatan sendiri dari bahan resin)

40
Zinc oxide eugenol merupakan bahan semen yang paling umum
digunakan untuk penyemenan mahkota sementara karena memiliki kekuatan
yang rendah sehingga dapat dengan mudah untuk melepaskan mahkota
sementara.
Dalam pembuatan adhesive bridge, preparasi dilakukan tanpa membuang
banyak jaringan gigi dan pulpa masih sehat dan terlindungi, sehingga biasanya
dalam prosedur adhesive bridge tidak dilakukan restorasi sementara.

4.9. Pasang Percobaan Gigitiruan Cekat


Merupakan tahap yang paling penting, untuk menilai hasil gigi tiruan cekat
yang telah diproses. Apabila gigitiruan cekat terbuat dari bahan keramik berlapis
logam, maka pasang percobaan logam dilakukan terlebih dahulu sebelum pelapisan
keramik. Hal ini memiliki beberapa keuntungan antara lain :
1) Keakuratan gigitiruan cekat dapat diperiksa, apabila diperlukan perubahan,
maka dapat dilakukan tanpa menambah waktu dan biaya
2) Daerah disekitar gigi penyangga dapat diperiksa dan perubahan dapat
dilakukan apabila diperlukan tanpa membahayakan keramik karena
penyolderan.
3) Oklusi dapat diperiksa dan disesuaikan tanpa merusak lapisan keramik.
Pemeriksaan pada pasang percobaan ini meliputi adaptasi margin
retainer, kontak dengan gigi yang berdekatan, retensi, stabilisasi, adaptasi
pontik pada jaringan lunak, oklusi, fonetik, bentuk warna dan posisi gigi serta
persetujuan pasien.

4.10. Pemasangan Sementara Gigitiruan Cekat

Penjelasan kepada pasien sangat penting dilakukan sebelum pemasangan


sementara gigitiruan cekat mengenai tujuan dari prosedur, jangka waktu
pemasangan dan segera kembali apabila ada gejala ataupun semen terlepas.

41
Pemasangan sementara gigitiruan cekat bertujuan agar pasien dan dokter gigi
dapat menilai fungsi dan penampilan gigitiruan dalam waktu lebih dari satu kali
kunjungan. Pemasangan sementara harus dilakukan dengan hati-hati. Sebelum
penyemanan, GTJ adhesive akan dietsa dibersihkan dengan pumis dan pasta
profilaksis lalu dipoles, kemudian dikeringkan, lalu diisolasi. Apabila penyemenan
menggunakan zinc oxide eugenol, akan sulit untuk melepaskan semen sementara
yang dilakukan. Jika abutment GTC terlepas, akan menimbulkan rasa sakit dan
ketidaknyamanan bagi pasien. Apabila pasien tidak segera kembali untuk
penyemenan ulang, maka karies dapat berkembang dengan sangat cepat.
4.11. Pemasangan Tetap Gigitiruan Cekat

Dokter gigi harus menanyakan pendapat dan pengalaman pasien mengenai


fungsi gigitiruan cekat selama pemasangan sementara dan hubungan oklusal
diperiksa ulang. Apabila pasien puas, maka gigitiruan cekat akan disemen
permanen. Setelah semen mengeras, periksa kembali adaptasi marginal dan
bersihkan kelebihan semen yang terdapat
pada sulkus ginggiva dan bawah pontik.

Edukasi pasien tentang prosedur oral hygiene dan pasien diminta untuk
berlatih di bawah bimbingan dokter gigi sampai dilakukan secara tepat. Bagi
pasien dengan gigitiruan jembatan (bridge) instruksikan untuk melakukan
prosedur kontrol plak terutama di sekitar pontik dan konektor dengan
menggunakan alat pembersih rongga mulut tambahan seperti dental floss
untuk mencegah penumpukan plak di bawah pontik.

5. Kegagalan pada Gigi Tiruan Jembatan dan penanganannya


Kehilangan retensi, karena kekuatan pengungkit pada jembatan, salah
satu penyebab umum di mana retainer pada salah satu gigi penyangga menjadi
longgar. Penyebab kegagalan paling umum pada adhesive bridge yang
menggunakan preparasi minimal pada gigi penyangga yaitu kehilangan

42
retensi sebagian atau sepenuhnya. dikemukakan oleh beberapa orang bahwa
jika jembatan dapat dibersihkan dan disemen ulang tanpa perawatan lebih
lanjut, itu dikatakan sebagai kegagalan sebagian. ini adalah sudut pandang
yang masuk akal dan ketika bridge dengan preparasi minimal dibuat, pasien
harus diingatkan bahwa sementasi ulang mungkin diperlukan sebagai bagian
dari perawatan normal dan tidak boleh dianggap sebagai kegagalan. Terdapat
beberapa bukti bahwa bridge dengan preparasi minimal akan memiliki retensi
yang lebih lama saat telah dilakukan sementasi ulang.
5.1. Kegagalan sementasi.
Kegagalan sementasi bisa sebagian atau seluruhnya, biasanya terjadi
karena retainer yang tidak memadai. Jika mahkota gigi pendek, preparasi
sebaiknya dibuat full crown dan dapat ditambah auxilliary groove.
Preparasi sedapat mungkin mendekati paralel dengan sudut konvergensi 5-
6°. Selain itu kegagalan dapat terjadi karena teknik sementasi yang tidak
baik.
Apabila suatu GTC menjadi longgar karena teknik sementasi, maka
dapat dianggap bahwa baik gigi abutment maupun permukaan sebelah
dalam dari retainer tidak kering atau bersih, atau bahwa semen tidak
tercampur dengan baik. Insersi prothesa pada saat semen mulai setting,
akan menghasilkan semen yang lemah dan GTC tidak terpasang dengan
sempurna.
Selain itti semen dapat terlarut karena salah satu dari tiga alasan
berikut ini: margin sudah terbuka sejak mulanya, retainer telah mengalami
deformasi sehingga membuat margin terbuka, atau sebuah lubang telah
kelihatan melalui permukaan okltisal dari retainer.
5.2. Kegagalan mekanis
5.2.1 Fraktur porselen
Untuk mencegah kerusakan jenis ini pada jembatan
logam-keramik, kerangkanya harus dirancang dengan benar

43
dengan ketebalan logam yang memadai untuk menghindari
distorsi, terutama dengan jembatan longspan. Jika ada risiko
area pontik mengalami pelenturan, porselen harus dibawa ke
bagian lingual dari pontik untuk membuat posisi pontik lebih
kaku.
Mahkota atau bridge all-porcelain yang patah harus diganti.
Biasanya penyebab gigi tiruan ini patah akibat adanya pukulan
5.2.2 Kegagalan sambungan solder disebabkan oleh:
 Cacat atau inklusi pada solder itu sendiri
 Kegagalan solder untuk mengikat ke permukaan logam
 Sambungan solder tidak cukup besar untuk kondisi di
mana ia ditempatkan.
Masalah, terutama dengan bridge logam-keramik,
adalah bahwa konektor yang disolder harus dibatasi dari
melanggar batas sisi bukal terlalu banyak untuk menghindari
munculnya logam, terbatas secara gingiva untuk menyediakan
akses untuk pembersihan dan dibatasi secara insisional untuk
tempat pencetakan dari gigi yang terpisah. Terlalu banyak
batasan dapat menyebabkan solder yang tidak memadai dan
gagal.
Bila memungkinkan lebih baik untuk menggabungkan
bridge banyak unit dengan sambungan solder berada di tengah
pontik sebelum porselen ditambahkan. Ini memberi area
permukaan yang jauh lebih besar untuk sambungan solder, dan
ini juga diperkuat oleh penutup porselen. Sambungan solder
yang gagal adalah bencana besar jembatan meral-keramik dan
seringkali berarti seluruh jembatan harus dilepas dan dibuat
kembali.

44
5.2.3 Distorsi
Distorsi semua jembatan logam dapat terjadi, misalnya
ketika pontik wash-through dibuat terlalu tipis atau jembatan
dilepas dengan tekanan paksa. Bila ini terjadi, maka haruslah
demikian gigi tiruan harus dibuat kembali.
Dalam distorsi bridge metal-keramik dari kerangka
dapat terjadi selama fungsi sebagai hasil dari trauma.
5.2.4 Keausan oklusal dan perforasi
Bahkan dengan gesekan normal permukaan oklusal gigi
posterior melemah secara substansial seumur hidup. Mahkota
emas dibuat dengan 0,5 mm atau lebih emas dapat dikenakan
selama periode tertentu dua atau tiga dekade. Jika perforasi
telah terjadi hasil dari keausan normal dan terlihat sebelumnya
karies telah berkembang mungkin diperbaiki dengan
pemulihan yang tepat.
5.2.5 Kehilangan facing
Bahkan jika mereka hanya bertahan beberapa tahun
sebelum perubahan warna atau pemakaian, mereka dapat
diganti dan merupakan alternatif yang cukup memuaskan dan
lebih murah daripada harus mengganti seluruh restorasi.
5.3. Iritasi dan Resesi Gingiva
Kemungkinan penyebab iritasi gingiva di sekitar GTC adalah retensi
plak karena kebersihan mulut pasien jelek. Hal ini karena mereka tidak
pernah diberi instruksi khusus cara merawat gigi tiruannya, atau karena
desain GTC yang menyebabkan kesulitan pembersihannya.
Resesi gingiva dapat terjadi secara umum (menyeluruh) atau lokal.
Jika tidak ada pertimbangan estetik maka hal ini bisa diterima. Namun
demikian sebaiknya dilakukan perawatan periodontal
5.4. Kerusakan Jaringan Periodontal

45
Kerusakan jaringan periodontal ditandai dengan gigi-gigi yang
drifting atau hanya terbatas pada gigi pilar. Hal tersebut karena desain
GTC yang tidak baik atau pada pembuatannya, misal perhitungan yang
tidak tepat pada kekuatan gigi pilar dan jumlah gigi pilar yang dipakai.
Pinggiran subgingiva dan daerah soldir memperhebat retensi plak
sehingga dapat timbul gingivitis. Trauma oklusogenik dapat menyebabkan
kerusakan tulang, dalatn gabungan dengan pembentukan plak dapat
menuju ke arah mobilitas yang niakin parch dan berlanjut hilangnya gigi.
GTC harus selalu diperiksa dan kemungkinan harus dibuat kembali
scat terjadi overloading pada jaringan periodontal gigi pilar. Overloading
dapat dihindari dengan diagnosa yang benar dan perencanaan restorasi.
Apabila rentangan terlalu panjang, atau tidak terdapat cukup gigi yang
cocok sebagai gigi pilar, maka tidak boleh dibuatkan restorasi yang cekat
(GTC).
Untuk mengurangi beban yang terjadi selama pengunyahan, maka
ukuran dari dataran kunyah dapat dikurangi, bentuk embrassure dapat
diubah, dan/atau kontur dari retainer dapat diubah. Apabila terlalu sedikit
gigi abutment yang dipakai, maka GTC harus dilepas dan dibuat kembali
dengan penambahan gigi abutment. Jika semua itu tidak tersedia, maka
gigi abutment yang telah dipreparasi harus dikontur kembali guna
mendapatkan dukungan dan retensi dari protesa lepasan. Hilangnya
prosesus alveolaris dapat dihambat atau dihilangkan dengan perawatan
periodontal, memantapkan kembali bidang oklusal yang benar, atau
ekuilibrasi oklusi yang sudah ada.
5.5. Karies
Karies dapat merusak GTC melalui beberapa cara : secara langsung
pada tepi retainer dan secara tidak langsung melalui GTC yang longgar.
Selanjutnya dapat menyebabkan terbukanya pulpa dalam waktu 3-4 bulan.

46
Casting yang pendek akan menjadikan tepi servikal dari permukaan
gigi yang telah dipreparasi terbuka. Dentin atau email yang kasar ini akan
menghimpun debris, dan akibatnya timbul karies. Margin yang terbuka
apapun penyebabnya, memungkinkan masuknya saliva dan organisme-
organisme kariogenik, dan untuk itu perlu dibuatkan protesa Baru.
Kebersihan mulut haruslah ditekankan dan terapi pencegahan harus
dikerjakan jika retainer yang dipakai tidak menutup semua permukaan
mahkota gigi.
Pengikisan atau keausan dapat menimbulkan celah melalui perniukaan
oklusi, sehingga akan menyingkap semen atau jaringan gigi dan bisa
terjadi karies. Apabila terdeteksi tepat pada waktunya, maka sebuah
tambalan atau inlay sudah cukup untuk mengembalikan gigi menjadi
normal.
Bila daerah embrassure tidak dapat dibersihkah, akibat bentuk pontik
yang jelek (over crowding), dan hal ini dapat mengakibatkan karies, maka
satu-satunya penyelesaian adalah melepas GTC dan membanguh lagi
dengan desain yang betul.
Karies yang kecil pada permukaan labial atau bukal sebuah gigi yang
menyangga partial veneer crown, atau pada permukaan proksimal
pendukung inlay retainer, bisa direstorasi tanpa mengganggu casting.
Dalam hal ini pertimbangan harus dilakukan. Jika terdapat keraguan sama
sekali terhadap stabilitas retainer atau kedalaman karies, maka GTC harus
dilepas dan gigi dipreparasi kembali.
Pada rongga mulut yang memperlihatkan indeks karies yang relatif
tinggi, maka partial veneer crown, pinledges, restorasi-restorasi type
MacBoyle, dan inlay tidak boleh dipakai kecuali jika kita merasa yakin
betul bahwa kecenderungan kearah karies telah ditahan, atau sedang
dikontrol dengan prophylaxis, perawatan dengan stannous fluoride, dan
diet yang tepat. Jika tidak, retainer dengan garis marginal yang panjang

47
akan menjadikan peka terhadap reccurent caries dalam jangka waktu yang
lebih pendek dibanding dengan umur penggantian yang normal.
Bila temporary protection untuk gigi pilar yang dipreparasi telah
menyingkap leher gigi karena overextension, atau karena telah dipakai
terlalu lama, maka area ini bisa terserang karies. Dalam keadaan seperti
ini, mempreparasi kembali gigi pilar dan melebarkan tepi servikal
preparasi hingga titik yang kurang peka haruslah dipertimbangkan.
Karies pada tepi retainer biasanya ditumpat dengan menggunakan
bahan tumpatan konvensional. Logam kohesif dan amalgam diindikasikan
untuk permukaan oklusal, atau bila untuk keperluan estetik, komposit atau
material yang sejenis dapat digunakan. Jika karies berlangsung cepat di
bawah restorasi, maka sebaiknya GTC dilepas.
5.6. Nekrosis Pulpa
Pulpa bisa degenerasi karena preparasi gigi yang terlalu cepat atau
karena tidak semptirnanya pelumasan selama preparasi berlangsung. Gigi
yang tidak tertutupi selatna konstruksi GTC akan terkena terpaan saliva
dan berakibat iritasi. Karies dibawah retainer kadang kadang tidak dapat
ditemukan lewat radiografi. Pemeriksaah margin dengan kaca mulut dan
explorer melengkapi pemeriksaan radiografi.
Terapi endodontik dimungkinkan tanpa harus melepas GTC. Apabila
terapi tersebut tidak bisa dilakukan, maka protesa harus dipotong, pontik
dan retainer yang bersangkutan dilepas, dan gigi abutment diekstraksi.
Jika gigi pilar telah mati dan gigi yang terlibat adalah gigi anterior
maka dapat dilakukan apicoectomy dan dipasang retrograd amalgam.
Untuk menambah kekuatan gigi diberi post untuk mencegah fraktur. Jika
gigi posterior yang nekrosis maka diperlukan perawatan saluran akar.

6. Pasca Perawatan:
6.1 Intruksi :

48
Untuk memelihara GTJ yang telah dipasangkan :
1. Penyikatan yang baik (tekanan ringan dan sikat yang lunak)
2. Pemakaian dental floss, oral irigating dan alat pembersih yang
berfungsi.
3. Untuk gigi posterior mungkin untuk tekanan pengunyahan lebih
diperhatikan untuk terawatnya gigi tiruan cekat yang baru dipasang.
4. Anjurkan pasien untuk datang kembali melakukan kontrol.
6.2 Kontrol
yang akan dilakukan berupa :
1. Pemeriksaan Subkjektif : Menanyakan apakah ada keluhan dari pasien
setelah GTC dipasang dan dipakai
2. Pemeriksaan Objektif : Melihat keadaan lumak disekitar daerah GTC .
Apakah ada peradangan atau tidak . Memeriksa retensi, stabilisasi, dan
oklusi pasien.

49
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk perawatan gigi anterior rahang atas pasien dipilih restorasi
mahkota pasak dikarenakan gigi insisivus pasien sudah pernah
dilakukan perawatan saluran akar. Rencana perawatannya adalah
restorasi mahkota pasak tuang. Prognosis dalam kasus ini baik, karena
gigi tidak mengalami mobilitas, tidak terdapat pembengkakan, tidak
ada kelainan sistemik, pemeriksaan rontgen tidak ada penebalan
lamina dura dan lesi periapikal serta pasien kooperatif. Prosedur
pembuatan mahkota pasak terdiri dari teknik direct dan indirect.
Setelah pemasangan, pasien diinstruksikan untuk tidak menggunakan
mahkota pasak untuk menggigit sesuatu yang keras dan dingin dengan
sengaja selama 24 jam setelah pemasangan. Oral hygiene harus
diperhatikan, keadaan mulut yang bersih dan sehat sangat diperlukan.
Ada banyak jenis-jenis perawatan dari GTJ yang dapat digunakan
untuk menggantikan gigi 47 dari pasien, untuk kasus ini dipilih GTJ
Adhesif dengan pertimbangan mempertahankan kedua gigi abutment
yang tidak karies dan tegak serta tidak memiliki kelainan apapun maka
gigi tersebut tidak memerlukan restorasi berlebihan. Berdasarkan
kasus kehilangan gigi, retainer yang dapat digunakan adalah metal
ceramic crown pada premolar dan full veneer gold crown pada molar.
Untuk pontik dapat digunakan all-metal hygiene. Prognosis dari kasus
ini dikatakan sangat baik dimana pasien masih tergolong muda dan
kooperatif, selain itu pasien tidak memiliki kelainan sistemik dan pada
saat pemeriksaan rontgen tidak ada penebalan lamina dura, tidak ada

50
lesi periapikal dan posisi gigi sisa posterior yang besar dan tegak.
Kondisi gigi yang akan digunakan sebagai abutment (45 dan 47) tidak
karies dan tegak. Prosedur pembuatan GTJ dimulai dengan melakukan
pencetakan fisiologis pada RA dan RB untuk membuat model studi,
selanjutnya mendesain preparasi gigi pada model studi. Melakukan
preparasi gigi penyangga secara bertahap dan reduksi oklusal, reduksi
labial, reduksi proksimal, reduksi lingual, pembuatan sudut aksial,
pembuatan akhiran chamfer pada lingual dan shoulder pada bukal, dan
yang terakhir dilakukan penghalusan gigi penyangga. Selanjutnya
dilakukan pencetakan gigi yang sudah dipreparasi menggunakan
elastomer dan terakhir dilakukan sementasi. Kegagalan pembuatan
GTJ yang dapat terjadi yaitu kegagalan sementasi, fraktur porselen,
iritasi gingiva, nekrosis pulpa gigi penyangga dan karies pada gigi
penyangga. Pasca perawatan GTJ, pasien diinstruksikan untuk
melakukan penyikatan gigi yang baik ( tekanan ringan dan sikat yang
lunak), memperhatikan tekanan kunyah pada GTJ yang baru dipasang.
Terakhir, pasien diinstruksikan untuk kembali melakukan kontrol.

B. Saran
Sebelum menentukan perawatan, anamnesa dan diagnosis merupakan
hal yang wajib untuk dilakukan oleh seorang dokter gigi. Dengan
begitu dokter gigi akan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pasien.
Hal ini akan sangat membantu dalam menentukan perawatan jenis apa
yang akan kita lakukan serta prognosisnya bagaimana sehingga
perawatan tersebut dapat terlaksana dengan maksimal.

51
Daftar Pustaka

1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47754/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
2. https://jdmfs.org/index.php/jdmfs/article/viewFile/336/336
3. http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126182-R17-PRO
202+Distribusi+dan+frekuensi-Literatur.pdf
4. Studi kasus FKG UGM
file:///C:/Users/USER/Downloads/9030-18641-1-PB.pdf
5. Determinasi Prognosis UWK
https://www.academia.edu/5333587/DETERMINASI_PROGNOSIS?
auto=download
6. Jurnal FKG USU :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47754/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
7. Bence Richard, Buku Pedoman Endodontik Klinik, penerjemah E.H Sundoro
& Narlan,1990
https://www.scribd.com/doc/137565747/Mahkota-Pasak-Welly
8. PrajitnoHR. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan. Pengantar Dasar dan Rancangan
Pembuatan. Cetakan 2.Jakarta;Penerbit Buku Kedokteran EGC;1994.p.147-53
9. Penanganan kekurangan ruang gigi premolar pada daerah edentulus yang
sempit. Alzeressy Putri Sinaga, Hubban Nasution, Serelady Maredlyn Sitorus.
Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara, Indonesia.2019
10. Frekuensi dan Distribusi Lesi Periapikal Berdasarkan Elemen Gigi, Lokasi
Kelainan, Jenis Kelamin, dan Ukuran Lesi. Department of Oral and
Maxillofacial Surgery, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta
10430, Indonesia

52
11. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/e7a779e56d367eb04df2
8dea413a6026.pdf
12. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1963/BAB%20I-
IV.pdf?sequence=1

13. Sembiring, N. Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak


Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam. Tesis USU.
2016. Available
at:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47754/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
14. Jurnal kedokteran gigi universitas indonesi volume 3 no. 4 tahun 1996.
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://staff.ui.ac.id/system/files/users/gatot.sutr
isno/material/6-
ceramicpreparasi.pdf&ved=2ahUKEwiEqvT_97DoAhWj8HMBHWG-
A10QFjABegQICRAB&usg=AOvVaw3UQUIFtbDTvGLReFHoUmRC
15. https://id.scribd.com/doc/111807518/mahkota-pasak

53
5
4

Anda mungkin juga menyukai