Anda di halaman 1dari 33

REMEDIASI PEMBELAJARAN FISIKA

Dosen Pengampu:
Dra. Haratua Tiur Maria S,M.Pd

DISUSUN OLEH:
WINDI OKTAVIANI PUTRI
F1051171031
Kelas VIA1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020

REMEDIASI DALAM PEMBELAJARAN


Pengertian Remediasi
1. Menurut KKBI remediasi adalah tindakan atau penyembuhan.
2. Menurut Mulyadi (2010) pengajaran remedial adalah pengajaan khusus yang
memperbaiki kemampuan peserta didik dari kesulitan kesulitan yang dihadapi.
3. Remediasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang berhasil (Sutrisno, Kresnadi, &
kartono, 2008: 22).
4. Remediasi merupakan usaha pengulangan pembelajaran dengan cara yang lain
setelah dilakukan diagnosa masalah belajar (Depdiknas, 2007).
5. Secara umum pengertian pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang diberikan
kepada peserta didik yang belum mencapai ketuntasan pada KD tertentu, dengan
menggunakan berbagai metode yang diakhiri dengan penilaian untuk mengukur
kembali tingkat ketuntasan belajar peserta didik.
 Sejarah Pembelajaran Remediasi
• Pada tahun 1978 Warnock melaporkan hasil penemuannya tentang ketiadaan
perbedaan antara pendidikan remedial dan pendidikan khusus. Pada tahun 1981,
undang undang pendidikan di amerika menghendaki pengkajian yang mendalam
terrhadapa pendidikan khusus dan kebutuhan kebutuhan siswa, sehingga jenis dan
hakekat bantuan tambahan yang diberikan itu dapat diidentifikasi secara cermat.
Sumber sumber belajar yang diperlukan dapat diperoleh dengan mudah serta sesuai
dengan tujuan diharapkan.
• Antusiasme yang di sampaikan bangsa bangsa di dunia terhadap konsepsi pendidikan
san pengajaran remedial mengundang keinginan untuk mendirikan organisasi dalam
bidang pendidikan remedial. Usaha mereka berfokus pada upaya pengintegrasian
siswa yang lemah mental dan fisik, disamping memberikan perhatian khusus terhadap
siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Konsep Dan Latar Belakang Remediasi
• Pendapat mengenai kemampuan intelektual rendah dalam diri seseorang merupakan
kondisi permanen yang tak dapat diubah. Usaha remediasi sudah tidak mungkin
dilakukan. Karena itu ussaha membina siswa untuk bisa kembali menempati
kedudukan yang sejajar dengan teman sebayanya sudah tidak bisa lagi diharapkan.
• Siswa yang lamban belajar pada umumnya sebagai akibat dari kegagalan dari proses
belajar. Kesimpulannya terdapat salah satu fungsi organ jasmani dan rohani yang
sedang mengalami kelainan dan dianggap sebagai sesuatu yang patologis. Menurut
pandangan ini siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat di diagnosis dan
kemudaian dapat diberikan latihan latihan khusus secara temporer. Siswa penderita
yang sedang berada di kelas itu dapat segera di Tarik ke kelas remedial untuk
diberikan penyembuhan penyembuhan (therapeye). Dan bila telah sembuh ia segera
dikembalikan ke kelas biasa (ordinary class)
Ada tiga implementasi dalam pembelajaran remediasi
1. Implementasi para ahli
• Budi Winarno (2002)
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh sekelompok individu yang sudah
ditunjuk dalam penyelesaian suatu tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
• Van Meter & Van Horn
Menurut ia implementasi ialah pelaksanaan tindak oleh individu, pejabat, instansi
pemerintah, maupun kelompok swasta dengan tujuan untuk menggapai cita-cita yang
telah digariskan dalam keputusan tertentu
2. Implementasi di Indonesia
Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi
cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan
bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar
atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali
dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.
3. Implementasi di luar negri (Finlandia)
Tidak ada standarisasi pendidikan di Finlandia karena berlawanan dengan kreatifitas.
Mereka percaya semakin standarisasi ditekankan, semakin sempit ruang kreatifitas. Di
Finlandia tidak ada standarisasi tes karena kemampuan tiap siswa tidak sama.
Melakukan tes baku untuk semua siswa sama sekali tidak menghasilkan mutu
pendidikan yang baik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tetapi untuk
perbaikan. Finlandia menganut automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap
memberi perhatian lebih untuk membantu siswa yang tertinggal, berupa les privat,
sehingga semua naik kelas.

BELAJAR TUNTAS
Belajar tuntas adalah sebuah filsafat tentang kegiatan belajar siswa dan seperangkat teknik
implementasi pembelajaran (Burns, 1987). Peserta didik yang belajar lebih lambat perlu
waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal
mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang
berurutan, mulai dari tingkat komprtensi awal mereka (Bloom).
Carroll memandang bakat sebagai jumlah waktu yang akan membawa seseorang untuk
mempelajari suatu materi yang diberikan, bukan sebagai kapasitas seseorang itu untuk
menguasainya.
Belajar tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik. Strategi ini menganut pendekatan
individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas),
tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan
individual siswa sedemikian rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya
potensi masing-masing siswa secara optimal (Depdiknaas, 2003-2004:13).
Prinsip Belajar Tuntas
Block (dalam Nasution, 1994: 92) memandang bahwa individu itu pada dasarnya memang
berbeda, namun setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan penuh asalkan diberi waktu
yang cukup untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan belajar individualnya. Jadi, yang
membedakan satu individu dengan individu lainnya dalam belajar adalah waktu. Artinya, ada
individu yang dapat menguasai sesuatu dengan penuhdalam waktu singkat dan ada yang
memerlukan waktu lebih lama, namun pada akhirnya individu akan mencapai penguasaan
penuh. Prinsip bahwa anak harus diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan
kecepatannya sendiri merupakan prinsip menghargai kodrat individu.
Implementasi Belajar Tuntas pada KKM
Dasar Hukum
1. Permendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan
dijelaskan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah
kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu
pada standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta
didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan. KKM yang harus
dicapai oleh peserta didik ditetapkan oleh satuan pendidikan.
2. Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah selanjutnya disebut Standar Proses merupakan kriteria mengenai
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan
pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.
Pengimplementasian KKM dalam pembelajaran tuntas yaitu KKM diperlukan untuk
mengetahui kompetensi yang harus dikuasai secara tuntas oleh peserta didik. Dalam hal ini
adalah nilai minimal yang harus dicapai oleh peserta didik (Pengetahuan (KI-3) dan
Keterampilan (KI-4) dinyatakan tuntas jika pencapaian minimal 60, sedangkan sikap spiritual
(KI-1) dan sikap sosial (KI-2) minimal B. Dimana menurut Banyamin S.Bloom jika kurang
dari 95% peserta didik di kelas yang mencapai taraf penguasaan yang ditentukan, maka hal
tersebut adalah kesalahan guru.

PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME DALAM FISIKA


Secara umum pengertian pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik/siswa
dengan pendidik/guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru
dan siswa yang saling bertukar informasi. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Ciri–ciri pembelajaran menurut Sugandi, dkk (2000:25) diantaranya adalah
1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis
2. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar
3. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi
siswa
4. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik
5. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi
siswa
6. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun
psikologis
Pengertian Fisika
 Gerthsen (1958)
Menurut Gerthsen fisika merupakan sebagai suatu teori yang menerangkan gejala-
gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara
kenyataan-kenyataannya. Permasalahan dasar untuk memecahkan persoalannya ialah
mengamati gejala-gejala tersebut.
 Deruxes (1986:12)
Menurut Deruxes fisika merupakan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha
menguraikan serta menjelaskan hukum alam dan kejadian-kejadian dalam alam
dengan gambaran menurut pemikiran manusia.

Secara umum Fisika ialah salah satu ilmu pengetahuan alam dasar yang banyak digunakan
sebagai dasar bagi ilmu-ilmu yang lain. Fisika Merupakan ilmu yang mempelajari gejala
alam secara keseluruhan. Fisika mempelajari materi, energi, dan fenomena atau kejadian
alam, baik yang bersifat makroskopis (berukuran besar, seperti gerak Bumi mengelilingi
Matahari) maupun yang bersifat mikroskopis (berukuran kecil, seperti gerak elektron
mengelilingi inti) yang berkaitan dengan perubahan zat atau energi.

Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama.
(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan.
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut
1. Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut
dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak
senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih.
2. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada.
3. Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan
diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan
akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar
dengan struktur dalamnya.
4. Akomodasi
Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Teori belajar Konstruktivisme sering digunakan dalam berbagai macam pembelajaran yang
bertujuan untuk membuat pengetahuan siswa menjadi lebih luas terutama dalam pembelajaan
fisika. Menurut undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar”.
KESULITAN BELAJAR FISIKA
Pengertian Belajar
• Belajar dalam KBBI yaitu berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,berlatih
,berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
• Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasrkan
praktek dan pengalaman tertentu(sagala, 2005).
• Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang.perubahan hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk
seperti penambahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,
kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu-individu yang
belajar(sudjana,2010).
• Secara umum belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan,
keterampilam maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang dipelajari.
Pengertian Fisika
• Fisika dalam KBBI yaitu ilmu tentang zat dan energi seperti panas, bunyi, cahaya dan
sebagainya
• Secara umum Fisika ialah salah satu ilmu pengetahuan alam dasar yang banyak
digunakan sebagai dasar bagi ilmu-ilmu yang lain. Fisika merupakan ilmu yang
mempelajari gejala alam secara keseluruhan. Fisika mempelajari materi, energi, dan
fenomena atau kejadian alam, baik yang bersifat makroskopis (berukuran besar,
seperti gerak Bumi mengelilingi Matahari) maupun yang bersifat mikroskopis
(berukuran kecil, seperti gerak elektron mengelilingi inti) yang berkaitan dengan
perubahan zat atau energi.
Belajar fisika merupakan proses membangun pengetahuan dalam mengkaji berbagai
fenomena fisika yang terjadi di alam semesta. Tujuan mempelajari ilmu fisika yaitu agar kita
dapat mengetahui bagian dasar dari benda dan mengerti interaksi antar benda-benda, serta
mampu untuk menjelaskan mengenai fenomena alam yang terjadi.
Kesulitan Belajar Fisika
Mata pelajaran Fisika menuntut intelektualitas yang relatif tinggi. Keterampilan berpikir
sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung,
memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis
(Mundilarto, 2002: 3-5).
Berdasar analisa emperis, kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran fisika, secara garis
besar dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Faktor internal, merupakan kesulitan belajar fisika yang berasal dari dalam diri siswa.
Misalnya; kemampuan berpikir, motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, serta kondisi fisik siswa.
2. Faktor eksternal, adalah kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa atau
lingkungan belajar siswa. Faktor ini sesungguhnya lebih dominan pola dan model
pembelajaran, serta metode pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas.
Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada
kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh karena itu bila terjadi
kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan akan terbawa ke pokok bahasan berikutnya,
atau bila terjadi miskonsepsi akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya.
Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu obyek yang
diamatinya yang sering bahkan selalu muncul sebelum pembelajaran, sehingga sering
diistilahkan konsepsi prapembelajaran.
1. Prakonsepsi adalah konsepsi yang berdasarkan pengalaman formal dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Miskonsepsi atau salah konsep merupakan konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuwan pada bidang yang
bersangkutan (Suparno, 2005).

TEKNIK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI


Pengertian Konsep
• Konsep
Suatu ide dan gagasan yang mendasari suatu objek yang ditungkan dalam suatu istilah
yang digunakan untuk memahami hal-hal lain dalam suatu fenomena, sehingga ide
dapat dimengerti oleh orang lain dengan jelas.
• Konsepsi
Cara pandang seseorang dalam menangkap suatu konsep.
• Konsep dibagi menjadi
a) Prakonsepsi
b) Miskonsepsi
Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penguasaan konsep
yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep,
pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep yang berbeda dan hubungan
hirarki konsep-konsep yang tidak benar.
Penyebab Miskonsepsi
1. Miskonsepsi dari Sudut Filsafat Kontruktivisme
Dengan adanya miskonsepsi itu, sebenarnya menunjukan bahwa pengetahuan
merupakan bentukan dari siswa bukan dari guru.
2. Guru
Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti fisika secara benar akan
menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi.
3. Buku Teks
• Buku Teks
• Buku Fiksi Sains (Science Fiction)
• Kartun (Cartoon)
4. Konteks
• Pengalaman Siswa
• Bahasa Sehari-hari
• Teman Lain
• Keyakinan dan Ajaran Agama
5. Siswa
• Konsep Awal Siswa
• Pemikiran Asosiatif Siswa
• Pemikiran Humanistik
• Reasoning yang Salah
• Intuisi yang Salah
• Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
• Kemampuan Siswa
• Minat Belajar Siswa
6. Metode Mengajar
Metode mengajar yang digunakan guru dapat memunculkan miskonsepsi siswa. Guru
perlu kritis dengan metode yang digunakan dan tidak membatasi diri dengan satu
metode saja.
Jenis-Jenis Miskonsepsi
1. “Pemahaman Konsep Awal”
Miskonsepsi jenis ini ialah konsepsi yang sering didasarkan pada pengalaman sehari-
hari. Baik yang ada di sekitar sekolah ataupun di luar lingkungan sekolah. Ketika
seseorang memasuki alam sekolah, ia akan menerima satu penjelasan secara ilmiah
yang tidak instuitif tentang yang dilihatnya pada masa lalu.
2. “Keyakinan Tidak Ilmiah”
Keyakinan tidak ilmiah adalah seluruh pandangan yang dipelajari oleh siswa daripada
sumber-sumber yang berbeda dengan pendapat para ahli. Satu cara yang muncul ialah
pengajaran secara mitos atau agama yang tidak ada bukti kebenaran secara ilmiah.
Evolusi dan Big Bang adalah dua teori yang satu tidak sesuai dengan konsep agama
dan yang kedua sesuai dengan pandangan agama.
3. “Pemahaman Konseptual Salah”
Miskonsepsi ini muncul ketika siswa berhubungan dengan pendapat para ahli dalam
suatu cara yang tidak menyebabkan siswa tersebut menyelesaikan paradoks atau
konflik akibat anggapan konsep awal dan keyakinan tidak ilmiah.
4. “Miskonsepsi Bahasa Daerah”
Yang muncul daripada penggunaan kata-kata yang berarti sesuatu kepada banyak
orang yang bukan pakarnya, hal yang sama akan sangat berbeda ketika dibahas dari
sudut pandang ilmiah.
5. “Miskonsepsi Berdasarkan Fakta”
Kesalahan yang terjadi pada masa kecil dan tetap tidak berubah hingga ke umur
dewasa.
Cara Mengidentifikasi Miskonsepsi
• Peta Konsep (Concept Maps)
Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan
menekankan gagasan- gagasan pokok yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat
mengungkapkan miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta konsep tersebut
• Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka dapat memudahkan dan menganalisis
dalam mencari kesalahan atau miskonsepsi.
• Tes Esai Tertulis
Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep fisika yang
memang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut dapat
diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa.
• Wawancara Diagnosis
Wawancara berdasarkan beberapa konsep fisika tertentu dapat dilakukan juga untuk
melihat konsep alternatif atau miskonsepsi pada siswa.
• Diskusi dalam kelas
Siswa di dalam kelas mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah
diajarkan atau hendak diajarkan.
Cara Mengatasi Miskonsepsi
Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
1. Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa.
2. Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.
3. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.

BERBAGAI TEKNIK REMEDIASI


Pengertian Remediasi
Pembelajaran ulang (remediasi pembelajaran) merupakan layanan pendidikan yang diberikan
kepada siswa untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan
yang ditetapkan. "Remedial teaching bertujuan untuk meningkatkan nilai siswa yang kurang
hingga siswa tersebut memiliki nilai di atas standar yang ditetapkan" (Cece Wijaya. 2007)
Teknik Remedial
Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain :
TES PRASYARAT
Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Apakah prasyarat
yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum.
Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
TES DIAGNOSTIK
Digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu.
Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan
pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atauperkalian
WAWANCARA
dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih
dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik
PENGAMATAN
dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari secara
cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui
jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik
Teknik Remediasi
Beberapa teknik dan strategi yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remediasi
antara lain,
(1) pemberian tugas/pembelajaran individu
(2) diskusi/tanya jawab
(3) kerja kelompok
(4) tutor sebaya
(5) menggunakan sumber lain. (Ditjen Dikti, 1984; 83).
Pemberian Tugas
Dalam pemberian tugas dapat dilakukan dengan berbagai jenis antara lain dengan pemberian
rangkuman baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok, pemberian advance
organizer dan yang sejenis.
1. Melakukan Aktivitas Fisik, Misal Demosntrasi, Atau Praktek Dan Diskusi
Ada konsep-konseps yang lebih mudah dipahami lewat aktivitas fisik, missal contoh,
memahai bahwa volume fluida tidak beuabah kalau berada di dalam wadah yang
berbeda bentuknya. Anda sebaiknya menggunakan berbagai media dan alat
pembelajaran sehingga dapat mengkonkritkan konsep yang dipelajarinya, selain itu
hendaknya Anda banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengunakan
media terebut, karena siswa pada umumnya perkemangan berpikir mereka berada
pada tingkat operasional konkrit. Mereka akan dapat mencerna dengan baik konsep
yang divisualisasikan atau dikonkritkan.
2. Kegiatan Kelompok
Diskusi kelompok dapat digunakan guru untuk membantu siswa yang
mengalamikesulitan belajar. Yang perlu diperhatikan guru dalam menetapkan
kelompok dalam kegiatan remedial adalah dalam menentukan anggota kelompok.
Kegiatan kelompok dapat efektif dalam membantu siswa, jika diantara anggota
kelompok ada siswa yang benar-benar menguasai materi dan mampu memberi
penjelasan kepada siswa lainnya.
3. Tutorial Sebaya
Kegiatan tutorial dapat dipilih sebagai kegiatan remedial. Dalam kegiatan ini seorang
guru meminta bantuan kepada siswa yang lebih pandai untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Siswa yang dijadikan tutor bisa berasal dari kelas yang
sama atau dari kelas yang lebih tinggi. Apabila menggunakan tutor yang sebaya
sangat membantu sekalai, karena tingkat pemahaman dan penyampaian tutor yang
sebaya lebih dimengerti oleh siswa yang bermasalah, selain itu mereka tidak merasa
canggung dalam menanyakan setiap permasalahan karena usia mereka sama sehingga
mudah dimengerti olehnya.
4. Menggunakan Sumber Lain
Selain dengan pembelajaran ulang, kegiatan kelompok, tutorial, guru juga dapat
menggunakan sumber belajar lain yang relevan dalam membantu siswa yang mengalami
kesulitan memahami materi pelajaran. Misalanya guru meminta untuk mengunjungi ahli atau
praktisi yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
Kesulitan Memecahkan Masalah Dan Penyelesaian Soal
Pada proses pembelajaran yang dilakukan, ada hambatan yang dialami oleh guru dan siswa.
Salah satu diantaranya adalah kendala yang di hadapi oleh para siswa, yaitu mereka
cenderung sulit untuk memecahkan masalah khususnya pada pelajaran fisika.
Dalam mengerjakan soal-soal fisika yang diberikan oleh guru, siswa lebih sering langsung
menggunakan persamaan matematis tanpa melakukan analisis, menebak rumus yang
digunakan dan menghafal contoh soal yang telah dikerjakan untuk mengerjakan soal-soal
lain.
Polya (1985) banyak dirujuk pemerhati matematika.Polya mengartikan pemecahan masalah
sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan
yang tidak begitu segera dapat dicapai.
Sumarmo (1994) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal
cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan
sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji
konjektur.Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan
masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical
power) terhadap mahasiswa.

Faktor Penyebab Kesulitan Pemecahan Masalah


1. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan dimana peserta didik tidak belajar sebagaimana
mestinya yang disebabkan oleh hambatan suatu gangguan tertentu dalam proses pembelajaran
sehingga peserta didik tidak dapat menghasilkan hasil belajar yang diharapkan
(Yudhawati,2011).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesulitan pemecahan masalah peserta didik .
Menurut Ogunleye, siswa tidak dapat menyelesaikan masalah meliputi tidak cukup praktikum
di laboratorium, bingung menulis konversi satuan, kurangnya buku fisika yang digunakan
sebagai referensi. Menurut Ikhwanuddin et al, kesulitan pemecahan masalah disebabkan oleh
pemahaman yang lemah tentang prinsip dan aturan fisika, kekurangan dalam memahami soal,
dan tidak cukup motivasi dari siswa.
2. Kesulitan Dalam Penyelesaian Soal
Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah menurut NCTM (1989: 209) adalah
sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan
unsur yang diperlukan;
b) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik;
c) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah
baru) dalam atau di luar matematika;
d) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal;
e) Menggunakan matematika secara bermakna.
Solusi dari Pemecahan Masalah Fisika
Pemecahan masalah menurut Polya
a) Pemahaman Soal (Understanding)
b) Pemikiran Suatu Rencana (Planning)
c) Pelaksanaan Suatu Rencana (Solving)
d) Peninjauan kembali (checking)
Indikator Kemampuan Penyelesaian Soal
a) Apabila kemungkinan  analisis di atas didukung oleh bukti atau indikator yang
cukup kuat bahwa kelemahan itu bersumber pada faktor hereditas (tingkat
kecerdasan atau intelegensi dan bakat)
b) Apabila kelemahan itu bersumber pada aspek organismik lainnya seperti sikap,
kebiasaan, minat atau motivasi belajar tertentu, termasuk juga terhadap guru, dan
lingkungannya
c) Apabila penyebab kelemahan itu ternyata terletak di luar diri siswa, dapat
diperkirakan juga bahwa kelemahan itu akan mungkin teratasi. Cepat atau
lambatnya bergantung pada kondisi di sekolah atau lingkungan yang
bersangkutan
3. Faktor Penyebab Kesulitan Penyelesaian Soal
Faktor internal :
1. Faktor afektifnya yaitu minat belajar dan motivasi belajar yang tergolong masih
rendah.
2. Faktor psikomotorik, untuk faktor psikomotor yaitu mata dan telinga, terlihat tidak
ada masalah yang terjadi pada siswa.
Faktor eksternal
1. Lingkungan sekolah
2. Lingkungan keluarga
Solusi Penyelesaian Soal Fisika
Untuk dapat menyelesaikan soal fisika perlu memperhatikan beberapa langkah
berikut:
a. Tenangkan diri. Ini cuma soal fisika, bukan akhir dunia Anda.
b. Baca seluruh soal Anda satu kali. Jika soalnya panjang, baca dan pahami
bagian-bagiannya sampai agak paham
c. Perhatikan pernyataan soal dan gambar pendukung.
d. Tandai apa yang ditanya atau diperintah soal.
e. Pahami rumus.
f. Langkah penyelesaian soal.
g. Langkah terakhir. Langkah terakhir adalah menyesuaikan jawaban yang kita
dapatkan dengan pilihan jawaban yang disediakan.

KESULITAN BELAJAR SISWA


Definisi Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya (Dalyono, 1997:229).
Menurut Sabri (1995:88) kesulitan belajar yaitu kesukaran siswa dalam menerima atau
menyerap pelajaran di sekolah.
“Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak
sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.”

1. Kasus Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar.
2. Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan
situasi belajar.
3. Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah.
4. Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif
keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan
lingkungannya.
Karakteristik
1. Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga mengganggu
kelancaran berbahasa, saat berbicara, dan menulis
2. Pada umumnya mereka tidak mampu menjadi pendengar yang baik, untuk berpikir,
untuk berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf bahkan perhitungan yang
bersifat matematika
3. Kemampuan mereka yang rendah dapat dicirikan melalui hasl tes IQ atau tes prestasi
belajar khususnya kemampuan-kemampuan terkait dengan kegiatan-kegiatan sekolah
4. Kondisi kelainan dapat disebabkan oleh perceptual handicapes, brain injury, minimal
brain dysfungction, dyslexia, dan developmental aphasia
5. Mereka tidak tergolong ke dalam penyandang tunagrahita, tunalaras, atau mereka
yang mendapatkan hambatan dari faktor lingkungan, budaya atau faktor ekonomi.
6. Mempunyai karakteristik khusus berupa kesulitan di bidang akademik, masalah-
masalah kognitif, dan masalah-masalah mosi sosial
Gejala
1. Menunjukkan prestasi belajar yang rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompok kelas.
2. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha
keras tetapi nilainya selalu rendah.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-
kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal, dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar.
5. Anak didik menunjukkan tingkah laku yang berlainan.
Faktor-Faktor
A. Faktor Intern
1. Sebab yang bersifat fisik : karena sakit, karena kurang sehat atau sebab cacat tubuh.
2. Sebab yang bersifat rohani : intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan
mental, tipe-tipe khusus seorangpelajar.
B. Faktor Ekstern
1. Faktor Keluarga, yaitu tentang bagaimana cara mendidik anak, hubungan orang tua
dengan anak. Faktor suasana : suasana sangat gaduh atau ramai. Faktor ekonomi
keluarga : keadaan yang kurang mampu.
2. Faktor Sekolah, misalnya faktor guru, guru tidak berkualitas, hubungan guru dengan
murid kurang harmonis, metode mengajar yang kurang disenangi oleh siswa. Faktor
alat : alat pelajaran yang kurang lengkap. Faktor tempat atau gedung.
3. Faktor kurilulum : kurikulum yang kurang baik, misalnya bahan-bahan terlalu tinggi,
pembagian yang kurang seimbang. Waktu sekolah dan disiplin kurang.
4. Faktor Mass Media dan Lingkungan Sosial, meliputi bioskop, TV, surat kabar,
majalah, buku-buku komik. Lingkungan sosial meliputi teman bergaul, lingkungan
tetangga, aktivitas dalam masyarakat.

TES DIAGNOSTIK
Menurut Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah
diagnostik dapat dilakukan dalam sebuah tes. Diagnostik pada pembelajaran melingkupi
konsep yang luas yang meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam
pembelajaran.
Suwarto (2012: 114) menjelaskan tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan atau miskonsepsi pada topik tertentu dalam pembelajaran sehingga
dari hasil tes didapat masukan tentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya.
Tes diagnostik dilakukan guru sebagai langkah awal dalam menentukan dimana proses
belajar mengajar telah atau belum dikuasai. Didalam penggunaannya tes diagnostik berusaha
mengungkap karakteristik dan kesulitan apa yang ada dalam pembelajaran sehingga dapat
dilakukan upaya untuk mengambil keputusan dalam mencari jalan pemecahan.
Kata “diagnosis” berasal dari bahasa Yunani, dari kata “diagignoskein”. Secara harfiah, kata
itu menurut Rupp et al (2010) memiliki makna untuk mengetahui secara tepat (to know
precisely), untuk memutuskan (to decide), dan untuk sependapat (to agree upon).
Yang & Embretson (2007) mengartikan diagnosis ke dalam tiga aspek yaitu: deskripsi
tentang karakteristik sesuatu atau fenomena, mengidentifikasi sifat dari sesuatu atau
penyebab dari fenomena, dan keputusan atau kesimpulan yang dibuat melalui deskripsi atau
analisis.
Beberapa ahli mengemukakan pengertian tes diagnostik. Menurut Arikunto, (2009:34). Tes
diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
pemberlakukan yang tepat.
Selanjutnya dalam buku Tes Diagnostik yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Tahun 2007 menyebutkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai
dasar untuk memberikan tindak lanjut
Dalam buku tes diagnostik yang diterbitkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun
2007 dikemukan sejumlah karakteristik dari tes diagnostik  yaitu:
a) Dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons
yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik
b) Dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan
yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa
c) Menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat)
d) Disertai rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi.
Pelaksanaan Tes Diagnostik
1. Tes Diagnostik 1
Dilakukan untuk mengetahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan prasyarat untuk
masuk pada materi pelajaran.
2. Tes Diagnostik 2
Dilakukan terhadap siswa yang sudah mulai masuk pada materi pelajaran tertentu. Tidak
semua siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik, tanpa merasakan adanya
masalah. Guru yang bijaksana, sesuai keperluan harus memberikan tes diagnostik untuk
mengetahui bagian mana dari kegiatan pembelajaran yang menimbulkan masalah bagi siswa.
Guru juga harus dapat mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya masalah tersebut. Hasil
identifikasi digunakan sebagai dasar untuk memberikan bantuan yang diperlukan
3. Tes Diagnostik 3
Dilakukan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajarantetapi sebelum diadakan tes ulangan
akhir semester atau ulangan kenaikan sehingga masih tersedia waktu untuk memberikan
perlakuan atau remidial seandainya ditemukan permasalahan atau kesulitan-kesulitan belajar.
Tes diagnostik dilakukan guru sebagai langkah awal dalam menentukan dimana proses
belajar mengajar telah atau belum dikuasai. Didalam penggunaannya tes diagnostik berusaha
mengungkap karakteristik dan kesulitan apa yang ada dalam pembelajaran sehingga dapat
dilakukan upaya untuk mengambil keputusan dalam mencari jalan pemecahan oleh siswa.
Fungsi Tes Diagnostik
Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa
2. Merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upayapemecahan sesuai masalah atau
kesulitan yang telahteridentifikasi
3. Tes diagnostik dirancang untuk mendeteksi kesulitan hasil belajar peserta didik
sehingga dalam menyusun tes diagnostik harus didesain sesuai dengan format dan
respon yang dimiliki oleh tes diagnostik. Selain itu tes diagnostik dikembangkan
berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin
menjadi penyebab munculnya masalah siswa, penggunaan soal-soal  tes diagnostik
berbentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu
menangkap informasi secara lengkap.
Jenis-jenis Tes Diagnostik
Tes diagnostik memiliki karakteristik:
(a) dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang
dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik.
(b) dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang
mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa
(c) menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),
sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga
mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan
penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban
tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.
(d) disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang
teridentifikasi.
Macam-macam tes diagnostik yang dapat digunakan diantaranya:
1. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda
2. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai alasan
3. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan
4. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda dan uraian
5. Tes diagnostik dengan instrumen uraian
Langkah-langkah Pengembangan
Menurut Depdiknas (2007:6) menunjukkan langlah-langkah pengembangan tes diagnostik:
1. Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasannya.
Untuk mengetahui tercapainya suatu kompetensi dasardapat dilihat dari munculnya sejumlah
indikator, karena itu bilasuatu kompetensi dasar tidak tercapai, perlu didiagnosisindikator-
indikator mana saja yang tidak mampu dimunculkan.
2. Menentukan kemungkinan sumber masalah
Dalam pembelajaran sains terdapat tigasumber utama yang sering menimbulkan masalah
yaitu: a)tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat; b) terjadinyamiskonsepsi; dan c)
rendahnya kemampuan memecahkanmasalah (problem solving). Di samping itu juga
harusdiperhatikan hakikat sains yang memiliki dimensi sikap,proses, dan produk. Sumber
masalah bisa terjadi pada masing-masingdimensi tersebut.
3. Menentukan bentuk dan jumlah soal yang sesuai
Ketika seorang guru ingin menemukan masalah yang dialamisiswanya, maka perlu dipilih
alat diagnosis yang tepat berupabutir-butir tes diagnostik yang sesuai. Butir tes tersebut
dapatberupa tes pilihan, esai (uraian), maupun kinerja (performa)sesuai dengan sumber
masalah yang diduga dan pada dimensimana masalah tersebut terjadi.
4. Menyusun kisi-kisi soal
Sebelum menulis butir soal dalam tes diagnostik harusdisusun terlebih dahulu kisi-kisinya.
Kisi-kisi tersebutsetidaknya memuat: a) kompetensi dasar beserta indikator yangdiduga
bermasalah; b) materi pokok yang terkait; c) dugaansumber masalah; d) bentuk dan jumlah
soal; dan e) indikatorsoal.
5. Menulis soal
Soal tes diagnostik tentu memiliki karakteristikyang berbeda dengan butir soal tes yang lain.
Jawaban ataurespons yang diberikan oleh siswa harus memberikan informasiyang cukup
untuk menduga masalah atau kesulitan yangdialaminya (memiliki fungsi diagnosis). Pada
soal uraian,logika berpikir siswa dapat diketahui guru dari jawaban yang iatulis, tetapi pada
soal pilihan.
6. Mereview soal
Butir soal yang baik tentu memenuhi validitas isi, untukitu soal yang telah ditulis harus
divalidasi oleh seorang pakar dibidang tersebut. Bila soal yang telah ditulis oleh guru
tidakmemungkinkan untuk divalidasi oleh seorang pakar, soaltersebut dapat direviu oleh
guru-guru sejenis atau setidaknya oleh guru-guru mapel serumpun dalam satusekolah.
7. Menyusun kriteria penilaian
Jawaban atau respon yang diberikan oleh siswa terhadapsoal tes diagnostik tentu bervariasi,
karena itu untukmemberikan penilaian yang adil dan interpretasi diagnosis yangakurat harus
disusun suatu kriteria penilaian. Kriteria penilaian memuat rentang skor yangmenggambarkan
pada rentang berapa saja siswa didiagnosissebagai mastery (tuntas) yaitu sudah menguasai
kompetensi dasar atau belum.

REMEDIASI PEMBELAJARAN FISIKA


Definisi miskonsepsi menurut beberapa ahli:
Menurut ahli dari Novak (1984:20) dalam jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Arida Pratiwi,
Wasisi (2013) mendefinsikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam
suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
Suparmo (1998:95) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan
konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarki konsep-konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuan.
Dari kedua pernyataan ahli tersebut dapat kita simpulkan : Miskonsepsi didefiniskan sebagai
konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuan. Konsepsi tersebut sering
dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuiif dalam upaya
memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari.
Dalam menangani miskonsepsi yang dimiliki siwa, kiranya perlu diketahui lebih dahulu
konsep-konsep alternaytif apa saja yang dimiliki siswa dan dari mana mereka mendapatkan
itu. Dengan demikian kita dapat memikirkan bagaiamana menanggulangi miskonsepsi
dengan cara yang tepat
1. Peta konsep
Novak (1985:94) mendifinisakn peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk
mempresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka
proporsi. Peta itu mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-
konsep dan menekanan gagasan-gagasan pokok. Miskonsepsi dapat didefeniniskan
dengan meliht hubungan antara dua konsep apakah benar atau tidak. Baisanya
miskonsepsi dapat dilihat dalam proporsi yang salah dan tidak adanya hubungan yang
lengkap antar konsep.
2. Tes essay
Guru dapat mempersiapkan tes essai yang memuat beberapa konsep fisika yang
emang mau diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut dapat diketahui
salah pengertian yang dibawa siswa dan salah pengertian dalan bidang apa. Setelah
ditemukan, bebrapa siswa dapat diwawancarai itulah akan diketahui dari mana salah
pengertian itu dibawa.
3. Interview klinis
Interview klinis dilakukan untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih
beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit di mengerti siswa, atau beberapa
konsep fisika yang esensial dari bahan yang akan diajarkan. Kemudian, siswa diajak
untuk mengkonsepsikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini
dapat dimengerti latar belakang munculnya miskonsepsi yang ada dan sekaligus
ditanyakan dari mana mereka memperoleh miskonsepsi tersebut.

Faktor penyebab terjadinya miskonsepsi


Pada miskonsepsi yang disebabkan oleh siswa,siswa berpikir asosiatif (tidak terarah) terlihat
dengan cara pengucapan jawaban yang diulang, melihat kesana kemari dan berpikir. Peserta
didik berintuisi yang salah bahkan ketika diwawancara.
Cara mengajar guru dan konteks juga menjadi penyebab dalam miskonsepsi tersebut, guru
menggunakan cara mengajar yang kurang tepat sehingga sulit untuk dipahami oleh peserta
didik .

ATURAN DAN JUKNIS REMEDIASI


Remedial Teaching adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan
atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan
dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama
mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan "treatment” pembelajaran
remedial.
Langkah-langkah pembelajaran remedial menurut permendiknas No 22, 23, 24 Tahun 2006
dan Permendiknas No 6, 2007 adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Kesulitan Belajar
2) Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran remedial
Teknik Pelaksanaan Remidial
Pelaksanaan pembelajaran remedial disesuaikan dengan jenis dan tingkat kesulitan peserta
didik yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Pemberian bimbingan secara individu.
2. Pemberian bimbingan secara kelompok.
3. Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
4. Pemanfaatan tutor sebaya, yaitu peserta didik dibantu oleh teman satu kelas yang
telah mencapai KKM, baik secara individu maupun kelompok.

CONTOH IMPLEMENTASI REMEDIASI


Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik
untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang
ditetapkan. Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta
didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat
berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai
kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai
dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:
1. Adaptif
2. Interaktif
3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian
4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin
5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan
4. Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang
perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu
pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan
perlakuan (treatment)pembelajaran remedial.
1.    Diagnosis Kesulitan Belajar
a.    Tujuan
Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta
didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.
b.    Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat
(prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan,
dsb. Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum.
Bentuk Pelaksanaan Remedial
1.Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
2.Pemberian bimbingan secara khusus,
3.Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus
4. Pemanfaatan tutor sebaya
Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu.
Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk
melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat
indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK
yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah
peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD.
Contoh Implementasi Remediasi
Pembelajaran remedial tutor sebaya pada konsep bunyi di kelas VIIID SMP Negeri 17 Kota
Bengkulu.
Kesulitan dalam memahami istilah terjadi karena siswa tidak memahami dengan baik istilah-
istilah dalam fisika seperti frekuensi, panjang gelombang dan cepat rambat gelombang.
Sebagian siswa hanya menghafal saja tanpa memahami apa maksudnya. Kesulitan dengan
angka/rumus terjadi karena dalam pengajaran fisika tidak terlepas dari persamaan dan
perhitungan matematika. Operasi matematika yang sering digunakan meliputi penambahan,
pengurangan, pembagian, perkalian dan membuat perbandingan.  Penggunaan operasi
matematika ini sering menjadi hambatan bagi siswa, hal ini dikarenakan pemahaman
matematika kurang sehingga pengaplikasiannya dalam fisika terutama dalam penyelesaian
soal yang menggunakan persamaan menjadi sulit. Sedangkan kesulitan memahami konsep
dapat diatasi dengan menunjukkan aplikasinya dalam keseharian karena konsep ini lebih
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari 
Sistem pengajaran dengan tutor  sebaya akan membantu siswa yang kurang mampu atau
kurang cepat menerima pelajaran dari gurunya. Kegiatan tutor sebaya bagi siswa merupakan
kegiatan yang kaya akan pengalaman yang sebenarnya merupakan kebutuhan siswa itu
sendiri.
Dalam pelaksanaan perbaikan siswa tidak hanya mendapat penjelasan tentang materi
pelajaran, tetapi mereka juga mendapat bimbingan. Bimbingan menekankan bantuan bagi
siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk mencapai prinsip belajar tuntas yaitu: sistem
pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh
materi pelajaran yang diajarkan disekolah (Subroto.1996 : 96).
Tinjauan Tentang Materi Bunyi di SMP kelas VII
Bunyi adalah hasil dari suatu getaran. Bunyi yang kita dengar itu berasal dari benda yang
bergetar. Untuk sampai kependengar, bunyi merambat. Bunyi merambat dalam bentuk
gelombang longitudinal. Dalam perambatannya bunyi memerlukan zat antara. Zat perantara
dapat berupa zat padat, cair maupun gas. Bunyi tidak dapat merambat di ruang hampa udara.
Cepat rambat bunyi disetiap zat berbeda-beda. Semakin rapat partikel zat perantaranya, bunyi
semakin cepat merambat. Sehingga bunyi merambat paling cepat melalui zat padat, kemudian
zat cair, dan yang paling lambat pada zat gas.
Syarat-syarat agar bunyi dapat didengar:
a.       Ada sumber bunyi
b.      Ada zat perantara
c.       Pendengaran dalam keadaan sehat
d.      Frekuensi bunyi antara 20 Hz – 20.000 Hz
Resonansi
Resonansi terjadi apabila sebuah benda bergetar karena pengaruh getaran benda lain. Jadi,
resonansi merupakan peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena getaran benda lain.
Agar terjadinya resonansi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
a.       Frekuensi benda sama dengan frekuensi benda yang bergetar
b.  Berupa kolom udara setinggi kelipatan ganjil dari ¼ panjang gelombang sumber getar.
Pemantulan Bunyi
Bunyi yang datang kepermukaan keras akan dipantulkan oleh permukaan yang keras tersebut.
Hukum pemantulan bunyi: (1) Bunyi datang, garis normal, dan bunyi pantul terletak
sebidang, dan (2) sudut datang sama dengan sudut pantul.
Beberapa manfaat pemantulan bunyi antara lain sebagai berikut:
a.       Untuk menetukan kedalaman laut
b.      Untuk menentukan panjang lorong goa
Berdasarkan konsep dan uraian teoritis diatas, yang dimaksud dengan pembelajaran remedial
tutor sebaya dalam penelitian ini  yaitu kegiatan pengajaran yang bersifat membetulkan dan
diberikan kepada siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dalam konsep Bunyi dimana
siswa yang diremedial di tutor oleh teman sebayanya dan diberi bimbingan dan latihan yang
cukup selama pembelajaran konsep tersebut berlangsung.
Hasil belajar fisika adalah perubahan yang timbul pada diri siswa setelah peroses
pembelajaran yang berupa kemampuan berfikir dan pemahaman konsep Bunyi. Sedangkan
aktitivitas yang diharapkan, siswa dapat aktif dalam  mengikuti mata pelajaran fisika. Siswa
dapat berintraksi dengan baik dengan gurunya (tutor) maupun dengan siswa yang lain agar
terciptanya suasana kelas yang segar dan kondusif.
Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil
pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok individu (Arikunto, 2002: 29). Tes yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik dan tes hasil belajar.
Tes diagnostik dilakukan di awal (setelah pembelajaran rutin) dalam bentuk essay yang
bertujuan  untuk mengetahui pemahaman siswa. 
Seluruh tes yang dibuat disusun dengan validitas isi. Langkah-langkah yang ditempuh yaitu:
(1) Merujuk kurikulum, (2) Materi soal disesuaikan dengan bahan ajar, (3) Merujuk pada
bank soal, (4) Disesuaikan dengan jenjang kognitif SMP dan merujuk kepakaran.
Diagnosis
a.       Untuk mengukur pengetahuan siswa dilakukan evaluasi dengan menggunakan alat
yang bersifat seragam dan pada waktu yang sama.
b.      Alat evaluasi berupa tes diagnostik yang dibuat oleh pelaksana penelitian. Soal tes
dibuat berdasarkan tiga kesulitan yaitu kesulitan dengan angka atau kesulitan menggunakan
rumus, kesulitan memahami konsep serta kesulitan memahami istilah. Pelaksanaan tes
diawasi oleh peneliti dan guru bidang studi.
c.       Hasil evaluasi dikoreksi oleh pelaksana penelitian. Hasil tes menunjukkan nilai
(ketuntasan) serta kesulitan yang dialami siswa.
d.      Siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 akan dipilih untuk menjadi tutur apabila memiliki
hubungan yang baik dan akrab dengan siswa yang lain.
e.       Siswa yang memperoleh nilai < 75 akan mengikuti program perbaikan dengan remedial
tutor sebaya.

 Pembelajaran Remedial Tutor Sebaya


Kelompok siswa yang memperoleh nilai <75 akan mendapatkan pembelajaran remedial tutor
sebaya.
a.       Pembelajaran dalam bentuk pembelajaran remedial tutor sebaya.
b.      Pembelajaran diberikan berdasarkan kesulitan siswa
c.       Pembelajaran dilaksanakan pada jam pertemuan yang telah ditentukan diluar
jam pelajaran (jam tambahan)
d.      Siswa diberi penjelasan tentang materi pembelajaran dan latihan soal yang mengacu
pada kesulitan belajar siswa selama pembelajaran remedial tutor sebaya berlangsung.
Hasil Belajar
a.       Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa maka diadakan evaluasi. Alat evaluasi
yang digunakan berupa tes (tes hasil belajar). Tingkat kesulitan pada soal tes akhir tidak jauh
berbeda dengan soal tes diagnostik.
b.      Setelah dilaksanakan evaluasi pada pembelajaran remedial, lalu hasilnya dikoreksi.
Bagi siswa yang memperoleh nilai ≥75 dapat mengikuti pembelajaran biasa dan memperoleh
materi berikutnya dan bagi siswa yang mendapat nilai <75 tetap memperoleh bimbingan guru
(tutor) untuk mendapatkan perbaikan (pembelajaran remedial tutor sebaya) kembali sampai
mereka dinyatakan tuntas dengan hasil belajar yang mereka peroleh selama program
perbaikan (remedial tutor sebaya).
Pada sub konsep gelombang bunyi hasil belajar siswa setelah pengajaran gurunya diperoleh
nilai rata-rata 43,62 dan ketuntasan belajar siswa 17,5%, artinya siswa yang tuntas  dalam
belajarnya hanya 7 orang dan 33 orang yang tidak tuntas. Berdasarkan hasil tes diagnostik,
siswa yang belum tuntas mengalami kesulitan pada soal jenis pemahaman konsep,
pemahaman istilah, dan pada soal hitungan yang menggunakan rumus/ angka.
Pada soal hitungan, siswa mengalami kesulitan pada penerapan rumus, operasi matematika
yaitu perkalian dan pembagian serta lupa satuan. Siswa yang belum tuntas dalam tes
diagnostik mengikuti program remedial tutor sebaya, dan siswa yang tuntas diperbolahkan
untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya
Sedangkan pada sub konsep resonansi hasil belajar siswa setelah pembelajaran yang
dilakukan oleh gurunya diperoleh nilai rata-rata 49,87 dan ketuntasan belajar 22,5%, artinya
siswa yang tuntas dalam belajarnya sebanya 9  orang dan 31 orang yang tidak tuntas.
Berdasarkan hasil tes diagnostik untuk sub konsep resonansi, siswa yang belum tuntas
mengalami kesulitan pada jenis pemahaman istilah, pemahaman konsep dan soal hitungan
atau penerapan rumus/angka. Pada soal hitungan, siswa kesulitan pada penerapan rumus,
operasi matematika yaitu perkalian dan pembagian serta lupa satuan. Siswa yang belum
tuntas dalam tes diagnostik mengikuti program remedial tutor sebaya, dan siswa yang tuntas
diperbolahkan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Dari hasil belajar yang diperoleh dari tes diagnostik maupun tes hasil belajar remedial tutor
sebaya menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, artinya pembelajaran fisika dengan
remedial tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan itu dapat kita lihat
pada peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa baik pada hasil tes diagnostik maupun
pada tes hasil remedial tutor sebaya.
Adanya kerjasama antara guru dan siswa dalam memahami kesulitan belajar yang dialami
siswa, memberikan waktu dan pengulangan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar
untuk belajar kembali membuat siswa dapat belajar lebih baik dan hasil belajar mereka
meningkat.

Dari peneltian, diperoleh kesimpulan terjadi peningkatan hasil belajar siswa  kelas VIIID
SMP Negeri 17 Kota Bengkulu setelah pengajaran remedial tutor sebaya pada sub konsep
gelombang bunyi, resonansi dan pemantuantulan bunyi dilihat dari hasil tes diagnostik
maupun pada hasil tes hasil belajar remedial I dan II.

UTS REMEDIASI PEMBELAJARAN FISIKA


Bentuk-bentuk kesulitan dialami oleh siswa dalam belajar fisika adalah ketidakmampuan
memahami konsep dan pemecahan pertanyaan fisika meningkatkan keterampilan
memecahkan masalah belajar pada siswa pada dasarnya sangat penting untuk
diimplementasikan di ruang kelas untuk membantu mereka mengatasi masalah mereka
masalah belajar metode dimulai dengan menganalisis formulir kesalahan dihasilkan oleh
siswa dan menyelidiki penyebab. Dengan melakukan yang tepat diagnosis, upaya perbaikan
dapat dilakukan dengan metode yang akurat. Paling sering aktivitas yang dilakukan untuk
mengurangi kesalahpahaman adalah remediasi (reteaching). Remediasi adalah sebuah
proses untuk membantu siswa mengatasi masalah mereka kesulitan belajar, khususnya di
kesalahpahaman yang mereka miliki (Sutrisno, Kresnadi, & Kartono, 2007)
Pengajaran remedial adalah pembelajaran program bantuan disediakan untuk siswa, yang
mengalami masalah dan kesulitan dalam belajar dan siapa yang gagal mencapai
kelengkapan minimum standar (KKM), agar dapat lanjutkan ke modul berikutnya. Itu
peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia Nomor 104 tahun 2014
tentang Pedoman Penentuan dalam Belajar, menyatakan bahwa seorang siswa yang memiliki
tidak mencapai standar minimum kriteria, yaitu KKM, memberi yang lain kesempatan untuk
bergabung dalam pengajaran perbaikan setelah mendapatkan hasil belajar secara individu
menerapkan integrasi perbaikan ini pada momentum dan bahan impuls menunjukkan bahwa
metode pembelajaran ini adalah efektif dalam menurunkan level kesalahpahaman pada
siswa dan efisien dalam proses pembelajaran karena cocok dengan rencana semester yang
dirancang oleh guru (Silitonga, et al . , 2019).
Model generatif merupakan a model pembelajaran sebagai hasil studi dari aplikasi teoritis
generatif belajar, yang merupakan model kognitif pada bagaimana seseorang membangun
sendiri wawasan.
Umumnya, perbaikan adalah dilakukan setelah proses pembelajaran dan evaluasi hasil
belajar, yang mana akan diperlukan tambahan waktu untuk melakukannya

Ada lima (5) tahapan pembelajaran generatif model yang sepenuhnya berkontribusi pada
peningkatan pemahaman siswa konsep yang dipelajari.
Pada tahap orientasi, sebagai kegiatan pengantar, ditujukan untuk memfasilitasi dalam
fenomena yang memicu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ini dapat diprediksi bahwa
siswa dapat melakukannya menghubungkan konsep fisika yang telah belajar di sekolah
untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pada fenomena yang disajikan, guru diharapkan
memicu satu pertanyaan ditujukan kepada siswa untuk memelihara inisial konsepsi pada
siswa. Dalam implementasi integrasi perbaikan, potret kesalahpahaman siswa direkam
melalui analisis hasil pre-test dilakukan sebelum Kegiatan Pembelajaran.
Tahapan tantangan dan rekonstruksi dalam sintaksis generatif belajar dialihkan ke
terjadinya perubahan konseptual dari salah pra-konsepsi (Kesalahpahaman) dengan konsep
faktual menurut para ilmuwan. Tahap-tahap ini juga terlibat dalam konflik kognitif terjadi
yang merupakan bagian vital dalam implementasi konstruktivisme belajar. Akibatnya, siswa
dapat sepenuhnya dan berpartisipasi aktif dalam membangun wawasan mereka sendiri
(Bada & Olusegun, 2015; Bhattacharjee, 2015).
Tahap implementasi adalah fase paling krusial dalam memberi peluang kepada siswa untuk
berlatih menerapkan konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipelajari.
Pemahaman mencerminkan bahwa implementasi pembelajaran generatif dengan model
perbaikan terintegrasi secara signifikan efektif untuk dikoreksi kesalahpahaman pada siswa.
Ini adalah disebabkan karena kesalahpahaman yang ada diidentifikasi sebelum dan selama
pembelajaran dapat diperbaiki langsung pada proses belajar.

Pendidikan merupakan sarana untuk melahirkan manusia yang cerdas, terampil,


bertanggungjawab, berakhlak mulia, dan berbudi luhur. Kegiatan belajar mengajar sekarang
banyak kita jumpai dimana peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, Kesulitan
peserta belajar peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Maka dibutuhkan keahlian seorang guru mengatasi kesulitan yang dialami peserta didik.
Kesulitan pembelajaran fisika juga sering dijumpai dalam banyak sekolah di Indonesia,
dalam penelitian yang dilakuka Arief, Handayani, & Dwijananti (2012) mengatakan kesulitan
belajar fisika menjadi bahan keluhan peserta didik, hal ini diketahui dari program RSBI
SMAN 3 Semarang. Kesulitan belajar peserta didik akan berdampak kepada hasil belajar,
dimana hasil belajar merupakan suatu parameter yang dapat digunakan dalam menentukan
berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan yang telah dilaksanakan dalam satuan pendidikan
(Sari & Muzakkir, 2017).
Remedial teaching menjadi suatu bentuk pengajaran yang dapat memperbaiki hasil belajar
(Dewi & Kurniasih, 2017). Sedangkan menurut Mulyadi (2010) pengajaran remedial adalah
pengajaran khusus yang memperbaiki kemampuan peserta didik dari kesulitan-kesulitan yang
dihadapi. Peran guru dalam mencapai hasil kegiatan remedial yang maksimal yaitu harus
memahami, menguasai dan mengimplementasikan langkah-langkah kegiatan remedial.
Penelitian Hafid, Kartono, & Suhito, (2016) mengatakan bahwa penerapan Remedial
Teaching dapat mengatasi kesulitan belajar 8 dari 9 siswa atau 89% siswa, sehingga dapat
dikatakan bahwa Remedial Teaching efektif dalam mengatasi kesulitan belajar siswa dalam
kemampuan pemecahan masalah matematika.
Penerapan remedial teaching dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik diawali dengan
pendahuluan, diagnosa kesulitan belajar, pemberian bantuan, evaluasi dan tindak lanjut.
Aktivitas belajar berpusat pada peserta didik, sehingga peserta didik dapat lebih aktif. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran remedial teaching pada saat ini memiliki
pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik mata pelajaran fisika dibandingkan
pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukan Remedial teaching menjadi suatu
bentuk pengajaran yang dapat memperbaiki hasil belajar (Dewi & Kurniasih, 2017). Dalam
hal ini setidak-tidaknya semua guru bidang studi dapat menjadi guru pendidikan remedial.
Oleh sebab itu guru perlu menyusun perencanaan remedial teaching dan dilaksanakan bagi
anak yang memerlukan. Dari beberapa peranan guru dalam pendidikan remedial itu juga
perlu diperhatikan keberadaan peserta didik yang tidak hanya sebagai individu dengan segala
keunikannya, akan tetapi juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang berlainan baik
dari segi intelektual, psikologis dan biologis, maka akan menyulitkan guru dalam
menyampaikan materi pelajaran. Proses belajar mengajar perlu adanya kegiatan enrichment
(pengayaan) untuk peserta didik yang cepat memahami bahan pelajaran dan juga perlu ada
kegiatan remedial untuk peserta didik yang lambat dalam memahami materi pelajaran.

Pembelajaran merupakan interaksi komunikasi yang dilakukan baik secara langsung dalam
kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, dimana
sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan (Rusman, 2012:
94). Siswa yang dinyatakan tuntas akan mengikuti pengayaan sedangkan siswa yang belum
tuntas atau hasil belajarnya dibawah KKM mengikuti kegiatan remediasi.
KKM untuk mata pelajaran Fisika kelas X di SMA Negeri 5 Surakarta pada Tahun Pelajaran
2017/2018 adalah 75. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran dan wawancara dengan guru
Fisika kelas X MIPA 1 SMA Negeri 5 Surakarta dapat dapat diketahui bahwa guru lebih
sering menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran karena keterbatasan waktu dan
alat peraga. Guru tidak menggunakan LCD sebagai media pembelajaran, guru lebih sering
menulis materi di papan tulis dan menjelaskan materi tersebut lalu menunjuk siswa untuk
mengerjakan soal di depan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas X MIPA 1 SMA Negeri 5
Surakarta dapat dikemukakan bahwa siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran guru
yang hanya menulis dan menjelaskan materi saja karena menyebabkan mengantuk. Siswa
menginginkan pembelajaran yang sederhana dan mudah diterima serta dapat menjawab
pertanyaan siswa dengan jelas dan mengajari sampai bisa.

Banyaknya siswa yang tidak tuntas merupakan salah satu indikator siswa belum paham
dengan materi Usaha dan Energi dan perlu dilakukan tindakan yaitu pembelajaran remediasi.
Menurut Asep dan Abdul (2012: 60) Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum
mencapai kriteria ketuntasan belajar. Cece Wijaya (2007: 51) menyatakan pentingnya
pengajaran remedial yaitu sebagai salah satu sarana pengembangan mutu sumber daya
manusia dan apabila tidak dilaksanakan dengan baik maka jumlah siswa yang menderita
kesulitan belajar akan semakin bertambah. Oleh karena itu, perlu menerapkan model
pembelajaran tertentu yang dapat memahamkan siswa pada materi saat kegiatan remedial
teaching.

Model pembelajaran SAVI merupakan model yang memanfaatkan semua indera dan
membuat seluruh tubuh terlibat dalam pembelajaran. Dengan aktivitas fisik, siswa dapat
menyampaikan pendapat, mendengarkan, dan mengamati fenomena sehingga siswa akan
berpikir untuk menganalisis dan memecahkan masalah. Tahapan pembelajaran tersebut
dijelaskan oleh Meier (2005: 106-108) yaitu tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap
pelatihan, dan tahap penampilan hasil. Hasil penelitian Pujiastuti, Waluya, & Mulyono (2018:
4) dengan judul “Tracing for the problem-solving ability in advanced calculus class based on
modification of SAVI model at Universitas Negeri Semarang” menyatakan bahwa
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah terbagi menjadi tiga kategori yaitu ada dua
siswa dalam kategori sangat baik, ada tiga siswa dalam kategori baik dan satu siswa dalam
kategori sedang setelah diberikan pembelajaran dengan model SAVI. Hal itu menunjukkan
penerapan pembelajaran model SAVI dan modifikasinya efektif dalam mendukung
pertumbuhan kemampuan pemecahan masalah siswa. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dengan metode Pre Experimental Design dengan menggunakan desain Pre-test
and Post-test Group. Observasi sebelum penelitian dilakukan untuk mengetahui kondisi awal
siswa saat pembelajaran Fisika materi Usaha dan Energi. Teknik ini digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai keadaan siswa yang dibelajarkan dengan model dan media
pembelajaran yang selama ini diterapkan. Penelitian ini menggunakan teknik validasi
instrumen tes.
Sebelum digunakan, instrumen tes di uji coba pada siswa kelas X MIPA 1 SMA Negeri 7
Surakarta. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan teknik satistik deskriptif yang mengacu
pada model analisis data Miles dan Huberman. Prosedur dan langkah-langkah penelitian
terdiri atas penelitian pendahuluan, pengembangan instrumen, pengumpulan data, dan
penulisan laporan. Data hasil belajar didapatkan melalui tes kemampuan kognitif Fisika pada
materi pokok Usaha dana Energi. Setelah dilaksanakan tes, peneliti melakukan uji validitas
soal sehingga didapatkan 16 soal valid dan dapat digunakan untuk ulangan harian. Ulangan
harian/ pre-test setelah pembelajaran materi pokok Usaha dan Energi siswa kelas X MIPA 1
Tahun Pelajaran 2017/2018.

Dari hasil analisis tersebut maka perlu adanya tindakan lanjutan untuk membantu siswa agar
mencapai ketuntasan belajar yaitu melaksanakan pembelajaran remediasi dengan model
pembelajaran SAVI. Setelah melaksanakan pembelajaran remediasi dan mendapatkan hasil
post-test maka dapat dilakukan analisis data untuk mengetahui keberhasilan penelitian.
Berdasarkan hasil ulangan harian/ pre-test pada materi pokok Usaha dan Energi siswa kelas
X MIPA 1 SMA Negeri 5 Surakarta tergolong rendah. Jumlah siswa yang tuntas adalah 1
siswa dengan persentase 3,125 % dan jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 31 siswa dengan
persentase 96,875 %. Selain itu, berdasarkan hasil observasi, siswa kurang percaya diri untuk
bertanya pada guru ketika siswa tidak paham dengan materi yang diajarkan. Siswa cenderung
hanya menerima penjelasan yang diberikan guru, sehingga ketika ada konsep yang kurang
jelas siswa tidak mendapat penjelasan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada peningkatan
kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X MIPA 1 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran
2017/2018 yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah siswa yang tuntas setelah mengikuti
remediasi pembelajaran Fisika menggunakan model pembelajaran SAVI pada materi Usaha
dan Energi. Persentase ketuntasan siswa meningkat dari sebelum pembelajaran remediasi
yaitu 3,125 % kemudian persentase ketuntasan.
Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagian – bagian dari
alam serta penerapan didalamnya. Hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah . Berdasarkan hasil observasi Program Pengalaman Lapangan (PPL)
yang dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan diketahui bahwa SMA Plus Negeri 7 Kota
Bengkulu telah menerapkan kurikulum 2013 sebagai dasar pembelajaran. Namun
kenyataannya, kegiatan pembelajaran fisika yang berlangsung di sekolah tersebut masih
berfokus pada guru (teacher center learning) bukan berfokus pada siswa (student center
learning). Ketika dilakukan wawancara dengan beberapa siswa di SMA Plus Negeri 7 Kota
Bengkulu, siswa mengaku bahwa fisika merupakan pelajaran yang sangat rumit seperti
halnya belajar matematika. Siswa cenderung menekankan penguasaan pada rumus-rumus
untuk memecahkan suatu persoalan dan latihan soal.
Model pembelajaran generatif memiliki banyak kelebihan yaitu salah satunya membuat siswa
menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran fisika, khususnya dalam mengungkapkan
pikiran atau pendapat atau pemahamannya terhadap konsep. Agar siswa menjadi lebih aktif
maka siswa perlu mengembangkan keterampilan berdiskusinya. Keterampilan berdiskusi
harus memenuhi beberapa hal antara lain lafal, bahasa, struktur bahasa, kelancaran berbicara,
hubungan topik pembicaraan dengan isi, jalannya pembicaraan, memberikan pendapat, dan
menanggapi pendapat orang lain .
Sebagai upaya untuk menjawab masalah yang terjadi dilakukan penelitian ini untuk melihat
miskonsepsi siswa pada materi usaha dan energi kemudian melakukan pembelajaran remedial
terpadu dengan menerapkan model pembelajaran generatif untuk melihat ada atau tidaknya
pengaruh terhadap perubahan konsepsi siswa.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh pembelajaran remedial
terpadu dengan menerapkan model pembelajaran generatif terhadap perubahan konsepsi
siswa pada materi usaha dan energi. Desain Pre-eksperimental merupakan eksperimen yang
belum sungguh-sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh. Hal ini
dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random .
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara guru,
pretest, dan postest. Validitas instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu validitas
konstruks. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, analisis
deskripstif data miskonsepsi dan analisis inferensial yang terdiri atas uji normalitas, uji
homogenitas varians dan uji hipotesis. Pada penelitian ini uji normalitas yang digunakan
yaitu chi kuadrat (chi square), sementara pada pengujian hipotesis yang digunakan yaitu uji-t
sampel related.
Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar bidang itu. siswa rata-rata
mengalami konsepsi yang berbeda di setiap nomor soal. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru membimbing dan memantau kegiatan pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran di kelas lebih berpusat pada siswa agar siswa belajar secara mandiri dan guru
berperan sebagai fasilitator. Siswa yang mengikuti proses pembelajaran remedial terpadu
dengan model pembelajaran generatif adalah siswa kelas X MIPA 3 yang dinyatakan
miskonsepsi.
Pada penelitian ini, pembelajaran remedial terpadu dilakukan dengan mengikuti tahapan
model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif terdiri dari 5 tahapan, yaitu
orientasi, pengungkapan ide, tantangan, penerapan, dan tahapan terakhir yaitu melihat
kembali.
Pada tahap orientasi siswa diberikan sebuah demonstrasi yang dapat merangsang siswa untuk
melakukan eksplorasi dan mendorong siswa mengungkapkan pendapat mereka mengenai
demonstrasi yang telah diberikan.
Pada tahap pengungkapan ide, guru menetapkan dan membimbing siswa menentukan konteks
untuk dibahas bersama. Percobaan ini dilakukan secara berkelompok, setelah selesai siswa
membuat laporan percobaan untuk berdiskusi bersama kelompok yang lain.
Pada tahap penerapan, guru memberikan latihan soal dan meminta siswa untuk
menyelesaikannya.
Dalam tahapan terakhir yaitu melihat kembali, guru memberikan pertanyaan tentang apa yang
baru saja dipelajari. Setelah melakukan proses pembelajaran mengikuti sintaks model
pembelajaran generatif. Soal yang diberikan saat posttest sama dengan soal yang diberikan
pada pretest sebelumnya. siswa rata-rata mengalami konsepsi yang berbeda di setiap nomor
soal.
Kegiatan pembelajaran remedial terpadu dengan model pembelajaran generatif dapat
mengubah atau menurunkan miskonsepsi siswa. Uji hipotesis dalam penelitian ini adalah dua
pihak, dimana diketahui bahwa standar deviasi antara pretest dan posttest berbeda, tetapi
kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika kedua standar deviasi tidak
sama, tetapi kedua populasi berdistribusi normal, maka pengujian dengan analisis parametrik
menggunakan uji t. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh
yang signifikan pembelajaran remedial terpadu menerapkan model pembelajaran generatif
terhadap perubahan konsepsi siswa pada materi usaha dan energi. Berdasarkan hasil analisis
data penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : (1) siswa mengalami
miskonsepsi materi usaha dan energi pada konsep usaha dan (2) pembelajaran remedial
terpadu menerapkan model pembelajaran generatif dapat mengubah miskonsepsi siswa pada
materi usaha dan energi.
Pelaksanaan Remediasi pada Pembelajaran Fisika di Kalimantan Barat

Menurut saya, pelaksanaan remediasi pada pembelajaran fisika di Kalimantan Barat sudah
sesuai dengan aturan tahapan pelaksanaan remediasi yang ada. Menurut Badar dan Suseno
(2017:364-367) Langkah-langkah pembelajaran remedial secara umum akan dipaparkan
berikut ini.
Identifikasi Permasalahan Pembelajaran 
Penting untuk memahami bahwa “tidak ada dua individu yang persis sama di dunia ini,”
begitu juga penting untuk memahami bahwa peserta didik pun memiliki beragam variasi baik
kemampuan, kepribadian, tipe dan gaya belajar maupun latar belakang social budaya. Oleh
karenanya guru perlu melakukan identifikasi terhadap keseluruhan permasalahan
pembelajaran.
Secara umum identifikasi awal bisa dilakukan melalui: 
 observasi (selama proses pembelajaran)
 penilaian autentik (bisa melalui tes/ulangan harian atau penilaian proses).
Permasalahan pembelajaran dapat dikategorikan kedalam tiga focus perhatian sebagai
berikut:
 Permasalahan pada keunikan peserta didik.
 Permasalahan pada materi ajar.
 Permaslahan pada strategi belajar.

Perencanaan
Setelah melakukan identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak, guru telah
memperoleh pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai untuk membuat
perencanaan.
Dengan melihat bentuk kebutuhan dan tingkat kesulitan yang dialami peserta didik, guru bias
merencanakan kapan waktu dan cara yang tepat untuk melakukan pembelajaran remedial.
Pada prinsipnya pembelajaran remedial bias dilakukan:
Segera setelah guru mengidentifikasi kesulitan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Menetapkan waktu khusus di luar jam belajar efektif.
Dalam perencanaan guru perlu menyiapkan hal-hal yang mungkin diperlukan dalam
pelaksanaan pembelajaran remedial, seperti: 
 Menyiapkan media pembelajaran.
 Menyiapkan contoh-contoh dan alternative aktifitas.
 Menyiapkan materi-materi dan alat pendukung.

Pelaksanaan 
Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan program
pembelajaran remedial. Ada tiga focus penekanan:
 Penekanan pada keunikan peserta didik.
 Penekanan pada alternative contoh dan aktivitas terkait materi ajar.
 Penekanan pada strategi/metode pembelajaran.

Penilaian Autentik
Penilaian autentik dilakukan setelah pembelajaran remedial selesai dilakukan. Berdasarkan
hasil penilaian, bila peserta didk belum mencapai kompetensi minimal yang diterapkan guru,
maka guru perlu meninjau kembali strategi pembelajaran remedial yang diterapkannya atau
melakukan identifikasi terhadap peserta didik dengan lebih seksama. Apabila peserta didik
berhasil mencapai atau melampaui tujuan yang ditetapkan, guru berhasil memberikan
pengajaran remedial yang kaya dan bermakna bagi peserta didik, hal ini bias diterapkan
sebagai rujukan bagi rekan guru lainnya atau bisa diperkaya lagi. Apabila ditemukan kasus
khusus di luar kompetensi guru, guru dapat mengkonsultasikan dengan orangtua untuk
selanjutnya dilakukan konsultasi dengan ahli.

Kesulitan dalam Pembelajaran Fisika


nilai fisika siswa rendah banyak disebabkan karena kurang teliti dalam menyelesaikan soal-
soal yang menuntut konversi satuan, sulitnya siswa mangaplikasikan definisi/konsep kedalam
cerita nyata, siswa tidak konsisten terhadap definisi/konsep yang dimaksud dalam soal, serta
kurang cerdasnya siswa dalam menyikapi tipe soal yang mengecoh dan bentuk soal yang
merugikan (karena berurutan dan saling berkaitan).
( Amalia, & Viridi, S. 2009. Analisis Penyebab Rendahnya Nilai Fisika pada Materi Gerak
Melingkar di SMA Negeri 6 Bandung. Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menegah,Vol.1,
No.3, hal.1-6. )

Langkah-Langkah yang Harus dilakukan :

1. Meneliti kembali kasus


Meneliti kembali kasus adalah mendiagnosis kasus kesulitan belajar dengan kriteria di bawah
minimal yang dicapai dari hasil belajarnya. Meneliti kembali kasus dengan permasalahannya
merupakan tahapan paling fundamental dalam pengajaran remedial karena merupakan
landasan titik tolak langkah-langkah berikutnya.
Adapun tujuan penelitian kembali kasus ini adalah agar memperoleh gambaran yang jelas
mengenai kasus tersebut, serta cara dan kemungkinan pemecahannya. Berdasarkan atas
penelitian kasus akan dapat ditentukan siswa-siswa yang perlu mendapatkan pengajaran
remedial. Kemudian ditentukan besarnya kelemahan yang dialami dan dalam bidang studi
apa saja mengalami kelemahan.
2. Menentukan tindakan yang harus dilakukan
Menentukan tindakan yang harus dilakukan yaitu menentukan alternatif pilihan yang relevan
dengan karakteristik kasus yang ditangani. Langkah ini merupakan lanjutan dari langkah
pertama. Dari hasil penelaah dan penelitian kembali kasus yang dilakukan pada langkah
pertama itu akan diperoleh karakteristik kasus yang ditangani tersebut, yaitu dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga golongan yaitu berat, cukup, dan ringan. Dikatakan kasus berat
jika siswa belum memiliki cara belajar yang baik, juga memiliki hambatan emosional. Kasus
yang cukup adalah jika siswa telah mampu menemukan pola belajar tetapi belum dapat
berhasil karena ada hambatan psikologis. Sedangkan pada kasus ringan jika siswa belum
menemukan cara belajar yang baik.
Setelah karakteristik harus ditentukan, maka tindakan pemecahan perlu dipikirkan, yaitu
sebagai berikut:
a. Kalau kasusnya ringan, tindakan yang ditentukan adalah memberikan pengajaran remedial.
b. Kalau kasusnya cukup dan berat, maka sebelum diberikan pengajaran remedial harus diberi
layanan konseling lebih dahulu, yaitu untuk mengatasi hambatan-hambatan emosional yang
mempengaruhi cara belajarnya.
3. Pemberian layanan bimbingan dan konseling.
 Layanan bimbingan dan konseling adalah proses bantuan atau pertolongan yang diberikan
oleh guru/ konselor kepada siswa melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik
antara keduanya, agar siswa memiliki kemampuan atau kecakapan dalam melihat dan
menemukan masalahnya serta mampu menyelasaikan masalahnya sendiri. Memberikan
arahan atau interaksi antara guru dan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang menjadi
hambatan mental emosional dalam menghadapi kegiatan belajar.
4. Pelaksanaan pembelajaran remedial
Pelaksanaan pembelajaran remedial merupakan suatu program yang diberikan guru untuk
memperbaiki prestasi belajar siswa yang dibawah kriteria ketuntasan minimal. Program ini
sebagai upaya guru untuk menciptakan suatu situasi yang memungkinkan individu atau
kelompok siswa (dengan karakter) tertentu lebih mampu meningkatkan prestasi seoptimal
mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan.
5. Melakukan pengukuran kembali terhadap prestasi belajar
Melakukan pengukuran kembali terhadap prestasi adalah dengan mengadakan tes terhadap
perubahan pribadi siswa untuk mengetahui proses pengajaran remedial secara menyeluruh.
Langkah ini adalah melakukan pengukuran terhadap perubahan pada diri siswa yang
diberikan pengajaran remedial. Apakah ia sudah mencapai apa yang direncanakan pada
kegiatan pelaksanaan remedial atau belum. Maka untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan
pengukuran terhadap prestasinya kembali dengan alat post-tes atau tes sumatif yang seperti
dipergunakan pada proses belajar mengajar yang sesungguhnya.
6. Melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik
Melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik adalah menafsirkan dengan membandingkan kriteria
seperti pada proses belajar mengajar yang sesungguhnya. Adapun dari hasil penafsiran itu
dapat terjadi 3 kemungkinan dan rekomendasi yang dapat diberikan yaitu:
a. Kasus menunjukkan peningkatan prestasi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang
diharapkan, maka selanjutnya diteruskan ke program berikutnya.
b. Kasus menunjukkan peningkatkan prestasi, namun belum memenuhi kriteria yang       
diharapkan, maka diserahkan pada pembimbing untuk diadakan pengayaan.
c. Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam hal prestasi, maka perlu       
didiagnosis lagi untuk mengetahui letak kelemahan pengajaran remedial untuk selanjutnya
diadakan ulangan dengan alternatif yang sama.
7. Pengayaan (Tugas Tambahan)
Pengayaan adalah memperkaya ilmu pengetahuan atau memperluas ilmu pengetahuan siswa
dengan memberi tugas tambahan, baik tugas yang dikerjakan di rumah maupun tugas yang
dikerjakan di kelas. Langkah ini sama dengan langkah ketiga dan bersifat pilihan (optimal)
yang kondisional. Sasaran pokok langkah ini ialah agar hasil remedial itu lebih sempurna
dengan tindakan pengayaan.

Anda mungkin juga menyukai