Dosen Pengampu:
Dra. Haratua Tiur Maria S,M.Pd
DISUSUN OLEH:
WINDI OKTAVIANI PUTRI
F1051171031
Kelas VIA1
BELAJAR TUNTAS
Belajar tuntas adalah sebuah filsafat tentang kegiatan belajar siswa dan seperangkat teknik
implementasi pembelajaran (Burns, 1987). Peserta didik yang belajar lebih lambat perlu
waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal
mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang
berurutan, mulai dari tingkat komprtensi awal mereka (Bloom).
Carroll memandang bakat sebagai jumlah waktu yang akan membawa seseorang untuk
mempelajari suatu materi yang diberikan, bukan sebagai kapasitas seseorang itu untuk
menguasainya.
Belajar tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik. Strategi ini menganut pendekatan
individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas),
tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan
individual siswa sedemikian rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya
potensi masing-masing siswa secara optimal (Depdiknaas, 2003-2004:13).
Prinsip Belajar Tuntas
Block (dalam Nasution, 1994: 92) memandang bahwa individu itu pada dasarnya memang
berbeda, namun setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan penuh asalkan diberi waktu
yang cukup untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan belajar individualnya. Jadi, yang
membedakan satu individu dengan individu lainnya dalam belajar adalah waktu. Artinya, ada
individu yang dapat menguasai sesuatu dengan penuhdalam waktu singkat dan ada yang
memerlukan waktu lebih lama, namun pada akhirnya individu akan mencapai penguasaan
penuh. Prinsip bahwa anak harus diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan
kecepatannya sendiri merupakan prinsip menghargai kodrat individu.
Implementasi Belajar Tuntas pada KKM
Dasar Hukum
1. Permendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan
dijelaskan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah
kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu
pada standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta
didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan. KKM yang harus
dicapai oleh peserta didik ditetapkan oleh satuan pendidikan.
2. Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah selanjutnya disebut Standar Proses merupakan kriteria mengenai
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan
pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.
Pengimplementasian KKM dalam pembelajaran tuntas yaitu KKM diperlukan untuk
mengetahui kompetensi yang harus dikuasai secara tuntas oleh peserta didik. Dalam hal ini
adalah nilai minimal yang harus dicapai oleh peserta didik (Pengetahuan (KI-3) dan
Keterampilan (KI-4) dinyatakan tuntas jika pencapaian minimal 60, sedangkan sikap spiritual
(KI-1) dan sikap sosial (KI-2) minimal B. Dimana menurut Banyamin S.Bloom jika kurang
dari 95% peserta didik di kelas yang mencapai taraf penguasaan yang ditentukan, maka hal
tersebut adalah kesalahan guru.
Secara umum Fisika ialah salah satu ilmu pengetahuan alam dasar yang banyak digunakan
sebagai dasar bagi ilmu-ilmu yang lain. Fisika Merupakan ilmu yang mempelajari gejala
alam secara keseluruhan. Fisika mempelajari materi, energi, dan fenomena atau kejadian
alam, baik yang bersifat makroskopis (berukuran besar, seperti gerak Bumi mengelilingi
Matahari) maupun yang bersifat mikroskopis (berukuran kecil, seperti gerak elektron
mengelilingi inti) yang berkaitan dengan perubahan zat atau energi.
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama.
(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan.
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut
1. Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut
dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak
senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih.
2. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada.
3. Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan
diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan
akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar
dengan struktur dalamnya.
4. Akomodasi
Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Teori belajar Konstruktivisme sering digunakan dalam berbagai macam pembelajaran yang
bertujuan untuk membuat pengetahuan siswa menjadi lebih luas terutama dalam pembelajaan
fisika. Menurut undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar”.
KESULITAN BELAJAR FISIKA
Pengertian Belajar
• Belajar dalam KBBI yaitu berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,berlatih
,berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
• Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasrkan
praktek dan pengalaman tertentu(sagala, 2005).
• Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang.perubahan hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk
seperti penambahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,
kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu-individu yang
belajar(sudjana,2010).
• Secara umum belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan,
keterampilam maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang dipelajari.
Pengertian Fisika
• Fisika dalam KBBI yaitu ilmu tentang zat dan energi seperti panas, bunyi, cahaya dan
sebagainya
• Secara umum Fisika ialah salah satu ilmu pengetahuan alam dasar yang banyak
digunakan sebagai dasar bagi ilmu-ilmu yang lain. Fisika merupakan ilmu yang
mempelajari gejala alam secara keseluruhan. Fisika mempelajari materi, energi, dan
fenomena atau kejadian alam, baik yang bersifat makroskopis (berukuran besar,
seperti gerak Bumi mengelilingi Matahari) maupun yang bersifat mikroskopis
(berukuran kecil, seperti gerak elektron mengelilingi inti) yang berkaitan dengan
perubahan zat atau energi.
Belajar fisika merupakan proses membangun pengetahuan dalam mengkaji berbagai
fenomena fisika yang terjadi di alam semesta. Tujuan mempelajari ilmu fisika yaitu agar kita
dapat mengetahui bagian dasar dari benda dan mengerti interaksi antar benda-benda, serta
mampu untuk menjelaskan mengenai fenomena alam yang terjadi.
Kesulitan Belajar Fisika
Mata pelajaran Fisika menuntut intelektualitas yang relatif tinggi. Keterampilan berpikir
sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung,
memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis
(Mundilarto, 2002: 3-5).
Berdasar analisa emperis, kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran fisika, secara garis
besar dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Faktor internal, merupakan kesulitan belajar fisika yang berasal dari dalam diri siswa.
Misalnya; kemampuan berpikir, motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, serta kondisi fisik siswa.
2. Faktor eksternal, adalah kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa atau
lingkungan belajar siswa. Faktor ini sesungguhnya lebih dominan pola dan model
pembelajaran, serta metode pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas.
Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada
kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh karena itu bila terjadi
kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan akan terbawa ke pokok bahasan berikutnya,
atau bila terjadi miskonsepsi akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya.
Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu obyek yang
diamatinya yang sering bahkan selalu muncul sebelum pembelajaran, sehingga sering
diistilahkan konsepsi prapembelajaran.
1. Prakonsepsi adalah konsepsi yang berdasarkan pengalaman formal dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Miskonsepsi atau salah konsep merupakan konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuwan pada bidang yang
bersangkutan (Suparno, 2005).
1. Kasus Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar.
2. Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan
situasi belajar.
3. Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah.
4. Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif
keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan
lingkungannya.
Karakteristik
1. Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga mengganggu
kelancaran berbahasa, saat berbicara, dan menulis
2. Pada umumnya mereka tidak mampu menjadi pendengar yang baik, untuk berpikir,
untuk berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf bahkan perhitungan yang
bersifat matematika
3. Kemampuan mereka yang rendah dapat dicirikan melalui hasl tes IQ atau tes prestasi
belajar khususnya kemampuan-kemampuan terkait dengan kegiatan-kegiatan sekolah
4. Kondisi kelainan dapat disebabkan oleh perceptual handicapes, brain injury, minimal
brain dysfungction, dyslexia, dan developmental aphasia
5. Mereka tidak tergolong ke dalam penyandang tunagrahita, tunalaras, atau mereka
yang mendapatkan hambatan dari faktor lingkungan, budaya atau faktor ekonomi.
6. Mempunyai karakteristik khusus berupa kesulitan di bidang akademik, masalah-
masalah kognitif, dan masalah-masalah mosi sosial
Gejala
1. Menunjukkan prestasi belajar yang rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompok kelas.
2. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha
keras tetapi nilainya selalu rendah.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-
kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal, dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar.
5. Anak didik menunjukkan tingkah laku yang berlainan.
Faktor-Faktor
A. Faktor Intern
1. Sebab yang bersifat fisik : karena sakit, karena kurang sehat atau sebab cacat tubuh.
2. Sebab yang bersifat rohani : intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan
mental, tipe-tipe khusus seorangpelajar.
B. Faktor Ekstern
1. Faktor Keluarga, yaitu tentang bagaimana cara mendidik anak, hubungan orang tua
dengan anak. Faktor suasana : suasana sangat gaduh atau ramai. Faktor ekonomi
keluarga : keadaan yang kurang mampu.
2. Faktor Sekolah, misalnya faktor guru, guru tidak berkualitas, hubungan guru dengan
murid kurang harmonis, metode mengajar yang kurang disenangi oleh siswa. Faktor
alat : alat pelajaran yang kurang lengkap. Faktor tempat atau gedung.
3. Faktor kurilulum : kurikulum yang kurang baik, misalnya bahan-bahan terlalu tinggi,
pembagian yang kurang seimbang. Waktu sekolah dan disiplin kurang.
4. Faktor Mass Media dan Lingkungan Sosial, meliputi bioskop, TV, surat kabar,
majalah, buku-buku komik. Lingkungan sosial meliputi teman bergaul, lingkungan
tetangga, aktivitas dalam masyarakat.
TES DIAGNOSTIK
Menurut Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah
diagnostik dapat dilakukan dalam sebuah tes. Diagnostik pada pembelajaran melingkupi
konsep yang luas yang meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam
pembelajaran.
Suwarto (2012: 114) menjelaskan tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan atau miskonsepsi pada topik tertentu dalam pembelajaran sehingga
dari hasil tes didapat masukan tentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya.
Tes diagnostik dilakukan guru sebagai langkah awal dalam menentukan dimana proses
belajar mengajar telah atau belum dikuasai. Didalam penggunaannya tes diagnostik berusaha
mengungkap karakteristik dan kesulitan apa yang ada dalam pembelajaran sehingga dapat
dilakukan upaya untuk mengambil keputusan dalam mencari jalan pemecahan.
Kata “diagnosis” berasal dari bahasa Yunani, dari kata “diagignoskein”. Secara harfiah, kata
itu menurut Rupp et al (2010) memiliki makna untuk mengetahui secara tepat (to know
precisely), untuk memutuskan (to decide), dan untuk sependapat (to agree upon).
Yang & Embretson (2007) mengartikan diagnosis ke dalam tiga aspek yaitu: deskripsi
tentang karakteristik sesuatu atau fenomena, mengidentifikasi sifat dari sesuatu atau
penyebab dari fenomena, dan keputusan atau kesimpulan yang dibuat melalui deskripsi atau
analisis.
Beberapa ahli mengemukakan pengertian tes diagnostik. Menurut Arikunto, (2009:34). Tes
diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
pemberlakukan yang tepat.
Selanjutnya dalam buku Tes Diagnostik yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Tahun 2007 menyebutkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai
dasar untuk memberikan tindak lanjut
Dalam buku tes diagnostik yang diterbitkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun
2007 dikemukan sejumlah karakteristik dari tes diagnostik yaitu:
a) Dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons
yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik
b) Dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan
yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa
c) Menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat)
d) Disertai rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi.
Pelaksanaan Tes Diagnostik
1. Tes Diagnostik 1
Dilakukan untuk mengetahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan prasyarat untuk
masuk pada materi pelajaran.
2. Tes Diagnostik 2
Dilakukan terhadap siswa yang sudah mulai masuk pada materi pelajaran tertentu. Tidak
semua siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik, tanpa merasakan adanya
masalah. Guru yang bijaksana, sesuai keperluan harus memberikan tes diagnostik untuk
mengetahui bagian mana dari kegiatan pembelajaran yang menimbulkan masalah bagi siswa.
Guru juga harus dapat mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya masalah tersebut. Hasil
identifikasi digunakan sebagai dasar untuk memberikan bantuan yang diperlukan
3. Tes Diagnostik 3
Dilakukan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajarantetapi sebelum diadakan tes ulangan
akhir semester atau ulangan kenaikan sehingga masih tersedia waktu untuk memberikan
perlakuan atau remidial seandainya ditemukan permasalahan atau kesulitan-kesulitan belajar.
Tes diagnostik dilakukan guru sebagai langkah awal dalam menentukan dimana proses
belajar mengajar telah atau belum dikuasai. Didalam penggunaannya tes diagnostik berusaha
mengungkap karakteristik dan kesulitan apa yang ada dalam pembelajaran sehingga dapat
dilakukan upaya untuk mengambil keputusan dalam mencari jalan pemecahan oleh siswa.
Fungsi Tes Diagnostik
Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa
2. Merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upayapemecahan sesuai masalah atau
kesulitan yang telahteridentifikasi
3. Tes diagnostik dirancang untuk mendeteksi kesulitan hasil belajar peserta didik
sehingga dalam menyusun tes diagnostik harus didesain sesuai dengan format dan
respon yang dimiliki oleh tes diagnostik. Selain itu tes diagnostik dikembangkan
berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin
menjadi penyebab munculnya masalah siswa, penggunaan soal-soal tes diagnostik
berbentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu
menangkap informasi secara lengkap.
Jenis-jenis Tes Diagnostik
Tes diagnostik memiliki karakteristik:
(a) dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang
dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik.
(b) dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang
mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa
(c) menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),
sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga
mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan
penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban
tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.
(d) disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang
teridentifikasi.
Macam-macam tes diagnostik yang dapat digunakan diantaranya:
1. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda
2. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai alasan
3. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan
4. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda dan uraian
5. Tes diagnostik dengan instrumen uraian
Langkah-langkah Pengembangan
Menurut Depdiknas (2007:6) menunjukkan langlah-langkah pengembangan tes diagnostik:
1. Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasannya.
Untuk mengetahui tercapainya suatu kompetensi dasardapat dilihat dari munculnya sejumlah
indikator, karena itu bilasuatu kompetensi dasar tidak tercapai, perlu didiagnosisindikator-
indikator mana saja yang tidak mampu dimunculkan.
2. Menentukan kemungkinan sumber masalah
Dalam pembelajaran sains terdapat tigasumber utama yang sering menimbulkan masalah
yaitu: a)tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat; b) terjadinyamiskonsepsi; dan c)
rendahnya kemampuan memecahkanmasalah (problem solving). Di samping itu juga
harusdiperhatikan hakikat sains yang memiliki dimensi sikap,proses, dan produk. Sumber
masalah bisa terjadi pada masing-masingdimensi tersebut.
3. Menentukan bentuk dan jumlah soal yang sesuai
Ketika seorang guru ingin menemukan masalah yang dialamisiswanya, maka perlu dipilih
alat diagnosis yang tepat berupabutir-butir tes diagnostik yang sesuai. Butir tes tersebut
dapatberupa tes pilihan, esai (uraian), maupun kinerja (performa)sesuai dengan sumber
masalah yang diduga dan pada dimensimana masalah tersebut terjadi.
4. Menyusun kisi-kisi soal
Sebelum menulis butir soal dalam tes diagnostik harusdisusun terlebih dahulu kisi-kisinya.
Kisi-kisi tersebutsetidaknya memuat: a) kompetensi dasar beserta indikator yangdiduga
bermasalah; b) materi pokok yang terkait; c) dugaansumber masalah; d) bentuk dan jumlah
soal; dan e) indikatorsoal.
5. Menulis soal
Soal tes diagnostik tentu memiliki karakteristikyang berbeda dengan butir soal tes yang lain.
Jawaban ataurespons yang diberikan oleh siswa harus memberikan informasiyang cukup
untuk menduga masalah atau kesulitan yangdialaminya (memiliki fungsi diagnosis). Pada
soal uraian,logika berpikir siswa dapat diketahui guru dari jawaban yang iatulis, tetapi pada
soal pilihan.
6. Mereview soal
Butir soal yang baik tentu memenuhi validitas isi, untukitu soal yang telah ditulis harus
divalidasi oleh seorang pakar dibidang tersebut. Bila soal yang telah ditulis oleh guru
tidakmemungkinkan untuk divalidasi oleh seorang pakar, soaltersebut dapat direviu oleh
guru-guru sejenis atau setidaknya oleh guru-guru mapel serumpun dalam satusekolah.
7. Menyusun kriteria penilaian
Jawaban atau respon yang diberikan oleh siswa terhadapsoal tes diagnostik tentu bervariasi,
karena itu untukmemberikan penilaian yang adil dan interpretasi diagnosis yangakurat harus
disusun suatu kriteria penilaian. Kriteria penilaian memuat rentang skor yangmenggambarkan
pada rentang berapa saja siswa didiagnosissebagai mastery (tuntas) yaitu sudah menguasai
kompetensi dasar atau belum.
Dari peneltian, diperoleh kesimpulan terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas VIIID
SMP Negeri 17 Kota Bengkulu setelah pengajaran remedial tutor sebaya pada sub konsep
gelombang bunyi, resonansi dan pemantuantulan bunyi dilihat dari hasil tes diagnostik
maupun pada hasil tes hasil belajar remedial I dan II.
Ada lima (5) tahapan pembelajaran generatif model yang sepenuhnya berkontribusi pada
peningkatan pemahaman siswa konsep yang dipelajari.
Pada tahap orientasi, sebagai kegiatan pengantar, ditujukan untuk memfasilitasi dalam
fenomena yang memicu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ini dapat diprediksi bahwa
siswa dapat melakukannya menghubungkan konsep fisika yang telah belajar di sekolah
untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pada fenomena yang disajikan, guru diharapkan
memicu satu pertanyaan ditujukan kepada siswa untuk memelihara inisial konsepsi pada
siswa. Dalam implementasi integrasi perbaikan, potret kesalahpahaman siswa direkam
melalui analisis hasil pre-test dilakukan sebelum Kegiatan Pembelajaran.
Tahapan tantangan dan rekonstruksi dalam sintaksis generatif belajar dialihkan ke
terjadinya perubahan konseptual dari salah pra-konsepsi (Kesalahpahaman) dengan konsep
faktual menurut para ilmuwan. Tahap-tahap ini juga terlibat dalam konflik kognitif terjadi
yang merupakan bagian vital dalam implementasi konstruktivisme belajar. Akibatnya, siswa
dapat sepenuhnya dan berpartisipasi aktif dalam membangun wawasan mereka sendiri
(Bada & Olusegun, 2015; Bhattacharjee, 2015).
Tahap implementasi adalah fase paling krusial dalam memberi peluang kepada siswa untuk
berlatih menerapkan konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipelajari.
Pemahaman mencerminkan bahwa implementasi pembelajaran generatif dengan model
perbaikan terintegrasi secara signifikan efektif untuk dikoreksi kesalahpahaman pada siswa.
Ini adalah disebabkan karena kesalahpahaman yang ada diidentifikasi sebelum dan selama
pembelajaran dapat diperbaiki langsung pada proses belajar.
Pembelajaran merupakan interaksi komunikasi yang dilakukan baik secara langsung dalam
kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, dimana
sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan (Rusman, 2012:
94). Siswa yang dinyatakan tuntas akan mengikuti pengayaan sedangkan siswa yang belum
tuntas atau hasil belajarnya dibawah KKM mengikuti kegiatan remediasi.
KKM untuk mata pelajaran Fisika kelas X di SMA Negeri 5 Surakarta pada Tahun Pelajaran
2017/2018 adalah 75. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran dan wawancara dengan guru
Fisika kelas X MIPA 1 SMA Negeri 5 Surakarta dapat dapat diketahui bahwa guru lebih
sering menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran karena keterbatasan waktu dan
alat peraga. Guru tidak menggunakan LCD sebagai media pembelajaran, guru lebih sering
menulis materi di papan tulis dan menjelaskan materi tersebut lalu menunjuk siswa untuk
mengerjakan soal di depan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas X MIPA 1 SMA Negeri 5
Surakarta dapat dikemukakan bahwa siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran guru
yang hanya menulis dan menjelaskan materi saja karena menyebabkan mengantuk. Siswa
menginginkan pembelajaran yang sederhana dan mudah diterima serta dapat menjawab
pertanyaan siswa dengan jelas dan mengajari sampai bisa.
Banyaknya siswa yang tidak tuntas merupakan salah satu indikator siswa belum paham
dengan materi Usaha dan Energi dan perlu dilakukan tindakan yaitu pembelajaran remediasi.
Menurut Asep dan Abdul (2012: 60) Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum
mencapai kriteria ketuntasan belajar. Cece Wijaya (2007: 51) menyatakan pentingnya
pengajaran remedial yaitu sebagai salah satu sarana pengembangan mutu sumber daya
manusia dan apabila tidak dilaksanakan dengan baik maka jumlah siswa yang menderita
kesulitan belajar akan semakin bertambah. Oleh karena itu, perlu menerapkan model
pembelajaran tertentu yang dapat memahamkan siswa pada materi saat kegiatan remedial
teaching.
Model pembelajaran SAVI merupakan model yang memanfaatkan semua indera dan
membuat seluruh tubuh terlibat dalam pembelajaran. Dengan aktivitas fisik, siswa dapat
menyampaikan pendapat, mendengarkan, dan mengamati fenomena sehingga siswa akan
berpikir untuk menganalisis dan memecahkan masalah. Tahapan pembelajaran tersebut
dijelaskan oleh Meier (2005: 106-108) yaitu tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap
pelatihan, dan tahap penampilan hasil. Hasil penelitian Pujiastuti, Waluya, & Mulyono (2018:
4) dengan judul “Tracing for the problem-solving ability in advanced calculus class based on
modification of SAVI model at Universitas Negeri Semarang” menyatakan bahwa
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah terbagi menjadi tiga kategori yaitu ada dua
siswa dalam kategori sangat baik, ada tiga siswa dalam kategori baik dan satu siswa dalam
kategori sedang setelah diberikan pembelajaran dengan model SAVI. Hal itu menunjukkan
penerapan pembelajaran model SAVI dan modifikasinya efektif dalam mendukung
pertumbuhan kemampuan pemecahan masalah siswa. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dengan metode Pre Experimental Design dengan menggunakan desain Pre-test
and Post-test Group. Observasi sebelum penelitian dilakukan untuk mengetahui kondisi awal
siswa saat pembelajaran Fisika materi Usaha dan Energi. Teknik ini digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai keadaan siswa yang dibelajarkan dengan model dan media
pembelajaran yang selama ini diterapkan. Penelitian ini menggunakan teknik validasi
instrumen tes.
Sebelum digunakan, instrumen tes di uji coba pada siswa kelas X MIPA 1 SMA Negeri 7
Surakarta. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan teknik satistik deskriptif yang mengacu
pada model analisis data Miles dan Huberman. Prosedur dan langkah-langkah penelitian
terdiri atas penelitian pendahuluan, pengembangan instrumen, pengumpulan data, dan
penulisan laporan. Data hasil belajar didapatkan melalui tes kemampuan kognitif Fisika pada
materi pokok Usaha dana Energi. Setelah dilaksanakan tes, peneliti melakukan uji validitas
soal sehingga didapatkan 16 soal valid dan dapat digunakan untuk ulangan harian. Ulangan
harian/ pre-test setelah pembelajaran materi pokok Usaha dan Energi siswa kelas X MIPA 1
Tahun Pelajaran 2017/2018.
Dari hasil analisis tersebut maka perlu adanya tindakan lanjutan untuk membantu siswa agar
mencapai ketuntasan belajar yaitu melaksanakan pembelajaran remediasi dengan model
pembelajaran SAVI. Setelah melaksanakan pembelajaran remediasi dan mendapatkan hasil
post-test maka dapat dilakukan analisis data untuk mengetahui keberhasilan penelitian.
Berdasarkan hasil ulangan harian/ pre-test pada materi pokok Usaha dan Energi siswa kelas
X MIPA 1 SMA Negeri 5 Surakarta tergolong rendah. Jumlah siswa yang tuntas adalah 1
siswa dengan persentase 3,125 % dan jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 31 siswa dengan
persentase 96,875 %. Selain itu, berdasarkan hasil observasi, siswa kurang percaya diri untuk
bertanya pada guru ketika siswa tidak paham dengan materi yang diajarkan. Siswa cenderung
hanya menerima penjelasan yang diberikan guru, sehingga ketika ada konsep yang kurang
jelas siswa tidak mendapat penjelasan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada peningkatan
kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X MIPA 1 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran
2017/2018 yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah siswa yang tuntas setelah mengikuti
remediasi pembelajaran Fisika menggunakan model pembelajaran SAVI pada materi Usaha
dan Energi. Persentase ketuntasan siswa meningkat dari sebelum pembelajaran remediasi
yaitu 3,125 % kemudian persentase ketuntasan.
Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagian – bagian dari
alam serta penerapan didalamnya. Hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah . Berdasarkan hasil observasi Program Pengalaman Lapangan (PPL)
yang dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan diketahui bahwa SMA Plus Negeri 7 Kota
Bengkulu telah menerapkan kurikulum 2013 sebagai dasar pembelajaran. Namun
kenyataannya, kegiatan pembelajaran fisika yang berlangsung di sekolah tersebut masih
berfokus pada guru (teacher center learning) bukan berfokus pada siswa (student center
learning). Ketika dilakukan wawancara dengan beberapa siswa di SMA Plus Negeri 7 Kota
Bengkulu, siswa mengaku bahwa fisika merupakan pelajaran yang sangat rumit seperti
halnya belajar matematika. Siswa cenderung menekankan penguasaan pada rumus-rumus
untuk memecahkan suatu persoalan dan latihan soal.
Model pembelajaran generatif memiliki banyak kelebihan yaitu salah satunya membuat siswa
menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran fisika, khususnya dalam mengungkapkan
pikiran atau pendapat atau pemahamannya terhadap konsep. Agar siswa menjadi lebih aktif
maka siswa perlu mengembangkan keterampilan berdiskusinya. Keterampilan berdiskusi
harus memenuhi beberapa hal antara lain lafal, bahasa, struktur bahasa, kelancaran berbicara,
hubungan topik pembicaraan dengan isi, jalannya pembicaraan, memberikan pendapat, dan
menanggapi pendapat orang lain .
Sebagai upaya untuk menjawab masalah yang terjadi dilakukan penelitian ini untuk melihat
miskonsepsi siswa pada materi usaha dan energi kemudian melakukan pembelajaran remedial
terpadu dengan menerapkan model pembelajaran generatif untuk melihat ada atau tidaknya
pengaruh terhadap perubahan konsepsi siswa.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh pembelajaran remedial
terpadu dengan menerapkan model pembelajaran generatif terhadap perubahan konsepsi
siswa pada materi usaha dan energi. Desain Pre-eksperimental merupakan eksperimen yang
belum sungguh-sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh. Hal ini
dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random .
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara guru,
pretest, dan postest. Validitas instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu validitas
konstruks. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, analisis
deskripstif data miskonsepsi dan analisis inferensial yang terdiri atas uji normalitas, uji
homogenitas varians dan uji hipotesis. Pada penelitian ini uji normalitas yang digunakan
yaitu chi kuadrat (chi square), sementara pada pengujian hipotesis yang digunakan yaitu uji-t
sampel related.
Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar bidang itu. siswa rata-rata
mengalami konsepsi yang berbeda di setiap nomor soal. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru membimbing dan memantau kegiatan pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran di kelas lebih berpusat pada siswa agar siswa belajar secara mandiri dan guru
berperan sebagai fasilitator. Siswa yang mengikuti proses pembelajaran remedial terpadu
dengan model pembelajaran generatif adalah siswa kelas X MIPA 3 yang dinyatakan
miskonsepsi.
Pada penelitian ini, pembelajaran remedial terpadu dilakukan dengan mengikuti tahapan
model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif terdiri dari 5 tahapan, yaitu
orientasi, pengungkapan ide, tantangan, penerapan, dan tahapan terakhir yaitu melihat
kembali.
Pada tahap orientasi siswa diberikan sebuah demonstrasi yang dapat merangsang siswa untuk
melakukan eksplorasi dan mendorong siswa mengungkapkan pendapat mereka mengenai
demonstrasi yang telah diberikan.
Pada tahap pengungkapan ide, guru menetapkan dan membimbing siswa menentukan konteks
untuk dibahas bersama. Percobaan ini dilakukan secara berkelompok, setelah selesai siswa
membuat laporan percobaan untuk berdiskusi bersama kelompok yang lain.
Pada tahap penerapan, guru memberikan latihan soal dan meminta siswa untuk
menyelesaikannya.
Dalam tahapan terakhir yaitu melihat kembali, guru memberikan pertanyaan tentang apa yang
baru saja dipelajari. Setelah melakukan proses pembelajaran mengikuti sintaks model
pembelajaran generatif. Soal yang diberikan saat posttest sama dengan soal yang diberikan
pada pretest sebelumnya. siswa rata-rata mengalami konsepsi yang berbeda di setiap nomor
soal.
Kegiatan pembelajaran remedial terpadu dengan model pembelajaran generatif dapat
mengubah atau menurunkan miskonsepsi siswa. Uji hipotesis dalam penelitian ini adalah dua
pihak, dimana diketahui bahwa standar deviasi antara pretest dan posttest berbeda, tetapi
kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika kedua standar deviasi tidak
sama, tetapi kedua populasi berdistribusi normal, maka pengujian dengan analisis parametrik
menggunakan uji t. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh
yang signifikan pembelajaran remedial terpadu menerapkan model pembelajaran generatif
terhadap perubahan konsepsi siswa pada materi usaha dan energi. Berdasarkan hasil analisis
data penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : (1) siswa mengalami
miskonsepsi materi usaha dan energi pada konsep usaha dan (2) pembelajaran remedial
terpadu menerapkan model pembelajaran generatif dapat mengubah miskonsepsi siswa pada
materi usaha dan energi.
Pelaksanaan Remediasi pada Pembelajaran Fisika di Kalimantan Barat
Menurut saya, pelaksanaan remediasi pada pembelajaran fisika di Kalimantan Barat sudah
sesuai dengan aturan tahapan pelaksanaan remediasi yang ada. Menurut Badar dan Suseno
(2017:364-367) Langkah-langkah pembelajaran remedial secara umum akan dipaparkan
berikut ini.
Identifikasi Permasalahan Pembelajaran
Penting untuk memahami bahwa “tidak ada dua individu yang persis sama di dunia ini,”
begitu juga penting untuk memahami bahwa peserta didik pun memiliki beragam variasi baik
kemampuan, kepribadian, tipe dan gaya belajar maupun latar belakang social budaya. Oleh
karenanya guru perlu melakukan identifikasi terhadap keseluruhan permasalahan
pembelajaran.
Secara umum identifikasi awal bisa dilakukan melalui:
observasi (selama proses pembelajaran)
penilaian autentik (bisa melalui tes/ulangan harian atau penilaian proses).
Permasalahan pembelajaran dapat dikategorikan kedalam tiga focus perhatian sebagai
berikut:
Permasalahan pada keunikan peserta didik.
Permasalahan pada materi ajar.
Permaslahan pada strategi belajar.
Perencanaan
Setelah melakukan identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak, guru telah
memperoleh pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai untuk membuat
perencanaan.
Dengan melihat bentuk kebutuhan dan tingkat kesulitan yang dialami peserta didik, guru bias
merencanakan kapan waktu dan cara yang tepat untuk melakukan pembelajaran remedial.
Pada prinsipnya pembelajaran remedial bias dilakukan:
Segera setelah guru mengidentifikasi kesulitan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Menetapkan waktu khusus di luar jam belajar efektif.
Dalam perencanaan guru perlu menyiapkan hal-hal yang mungkin diperlukan dalam
pelaksanaan pembelajaran remedial, seperti:
Menyiapkan media pembelajaran.
Menyiapkan contoh-contoh dan alternative aktifitas.
Menyiapkan materi-materi dan alat pendukung.
Pelaksanaan
Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan program
pembelajaran remedial. Ada tiga focus penekanan:
Penekanan pada keunikan peserta didik.
Penekanan pada alternative contoh dan aktivitas terkait materi ajar.
Penekanan pada strategi/metode pembelajaran.
Penilaian Autentik
Penilaian autentik dilakukan setelah pembelajaran remedial selesai dilakukan. Berdasarkan
hasil penilaian, bila peserta didk belum mencapai kompetensi minimal yang diterapkan guru,
maka guru perlu meninjau kembali strategi pembelajaran remedial yang diterapkannya atau
melakukan identifikasi terhadap peserta didik dengan lebih seksama. Apabila peserta didik
berhasil mencapai atau melampaui tujuan yang ditetapkan, guru berhasil memberikan
pengajaran remedial yang kaya dan bermakna bagi peserta didik, hal ini bias diterapkan
sebagai rujukan bagi rekan guru lainnya atau bisa diperkaya lagi. Apabila ditemukan kasus
khusus di luar kompetensi guru, guru dapat mengkonsultasikan dengan orangtua untuk
selanjutnya dilakukan konsultasi dengan ahli.