Anda di halaman 1dari 11

GENETIKA POPULASI DAN INTERAKSI GEN

Kelas B
Kelompok VII
Tisa Armalina Syarif (1310421070), Cici Arianti (1310421018), Endah
Murwandari (1310422026), Ahmad Effendi (1310422033), Selfela Restu Adina
(1310422038).

ABSTRAK

Praktikum mengenai Genetika Populasi dan Interaksi Gen dilaksanakan pada


hari Kamis, 03 September 2015 di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk memberikan keterampilan dan pemahaman
terhadap penentuan frekuensi gen dalam suatu populasi serta analisis statistik
yang digunakan, dan untuk melatih kemampuan dalam mengidentifikasi dan
menganalisis bentuk-bentuk penyimpangan semu hukum mendel sebagai
konsekuensi dari interaksi gen dan menentukan genotip serta fenotip tetuanya.
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode deskriptif dengan
dua percobaan, yaitu genetika populasi dan interaksi gen. Dari praktikum
didapatkan hasil pada percobaan genetika populasi hipotesis awal (H0) diterima.
Pada percobaan interaksi gen, hipotesa awal (H0) yang diterima diantaranya
percobaan hukum Mendel II, epistasis dominan, epistasis dominan ganda,
epistasis resesif, dan epistasis dominan resesif. Sedangkan hipotesa awal (H 0)
yang ditolak diantaranya percobaan epistasis resesif ganda dan epistasis ganda
komulatif.

Keyword : Epistasis, genetika populasi, hukum Mendel II, interaksi gen.

PENDAHULUAN Hardy-Weinberg, dan aspek dasar


Perkembangan ilmu pengetahuan genetika lainnya.
semakin meluas seiring ber- Genetika populasi merupakan
kembangnya zaman, tak terkecuali salah satu dari komponen penting
dibidang genetika yang semakin pesat dasar genetika yang akan banyak
sejak ditemukannya hukum keturunan dibicarakan selanjutnya. Genetika
oleh Mendel pada permulaan abad populasi adalah dasar genetika yang
ke-20. Bahkan perkembangan ilmu mengkaji mengenai gen-gen yang ada
genetika berpengaruh besar terhadap dalam suatu populasi, dan
kemajuan ilmu lainnya seperti bidang menguraikannya pada tingkat
kedokteran, kriminologi, sosiologi, dan populasi tertentu. Genetika populasi
bidang ilmu lainnya. ini tak terlepas dari kesetimbangan
Semua kemajuan tersebut tidak Hardy-Weinberg (Suryo, 1994).
lepas dari komponen dasar dan aspek Menurut Suryo (1990) prinsip
keilmuan genetika sendiri, seperti ekuilibrium (kesetimbangan) Hardy-
frekuensi alel, frekuensi genotip, Weiberg, menegaskan bahwa didalam
genetika populasi, interaksi gen, populasi yang setimbang memiliki
hukum Mendel, kesetimbangan frekuensi gen maupun frekuensi
fenotip yang tetap dari suatu generasi pengembangan lebih lanjut dalam
ke generasi selanjutnya. Hal tersebut genetika dan ilmu lain kedepannya.
dijumpai dalam populasi yang besar, Adapun tujuan yang akan dicapai
dimana perkawinan berlangsung setelah praktikum ini diantaranya
secara acak (random) dan tidak ada untuk memberikan keterampilan dan
pilihan atau pengaturan dan faktor pemahaman terhadap penentuan
lainnya yang dapat merubah frekuensi frekuensi gen dalam suatu populasi
gen. serta analisis statistik yang digunakan,
Suatu sifat keturunan ditentukan dan untuk melatih kemampuan dalam
oleh sebuah gen tunggal pada mengidentifikasi dan menganalisis
autosom. Tetapi kadang-kadang bentuk-bentuk penyimpangan semu
dijumpai peristiwa yang tidak dapat hukum mendel sebagai konsekuensi
diterangkan bahwa peristiwa itu dari interaksi gen dan menentukan
ditentukan oleh sebuah gen tunggal genotip serta fenotip tetuanya.
melainkan karena adanya saling
mempengaruhi dari beberapa gen, METODE
keadaan ini dinamakan interaksi gen. Waktu dan Tempat
Pada umumnya setiap gen itu Praktikum mengenai Genetika
memiliki pekerjaan sendiri- sendiri Populasi dan Interaksi Gen
untuk menumbuhkan karakter. Tetapi dilaksanakan pada hari Kamis, 03
ada beberapa gen yang bereaksi atau September 2015 di Laboratorium
dipengaruhi oleh gen lain. Gen- gen Teaching IV Jurusan Biologi, Fakultas
itu mungkin pada koromosom sama Matematika dan Ilmu Pengetahuan
(berangkai), mungkin juga pada Alam, Universitas Andalas.
kromosom berbeda (Gardener, 1972).
Interaksi gen adalah bentuk Alat dan Bahan
penyimpangan semu dari Hukum Adapun alat dan bahan yang
Mendel. Penyimpangan ini tidak digunakan pada praktikum genetika
menghasilkan fenotip baru, namun populasi yaitu kaleng berisi kancing
menghasilkan fenotip hasil interaksi baju berwarna kuning dan hitam
dua pasang gen nonalelik. Peristiwa sebanyak 1000 keping. Sedangkan
interaksi gen ini pertama kali pada praktikum interaksi gen yaitu
dikemukakan oleh W. Bateson R.C. botol yang berisi kancing baju dengan
Punnet setelah mereka mengamati beberapa warna.
bentuk jengger pada ayam. Hal
tersebut yang mendasari mereka Cara Kerja
merumuskan tentang konsep interaksi Pada praktikum genetika populasi,
gen karena adanya penyimpangan diambil 2 keping kancing baju
hasil persilangan ayam dengan sebanyak 500 kali, lalu dicatat warna
Hukum Mendel (Goodenough, 1998). kancing yang muncul (kuning-kuning,
Berdasarkan latar belakang kuning-hitam, hitam-hitam), dihitung
tersebut dilakukan praktikum genetika frekuensi genotip, frekuensi alel,
populasi dan interaksi gen untuk setelag itu diuji dengan analisis chi-
membuktikan teori-teori agar lebih square.
akurat dan dapat diterima sehingga Sedangkan untuk praktikum
dapat bermanfaat dalan interaksi gen, dihitung dan dicatat
jumlah kancing baju yang ada pada diperkirakan rasionya (mendekati
masing-masing kaleng/botol (dalam penyimpangan hukum Mendel), dan
percobaan terdapat 6 percobaan, dianalisis dengan uji chi-square.
mewakili 6 jenis epistasis), setelah itu

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Genetika Populasi
Tabel 1. Analisa chi square pada Genetika Populasi
Fenotip O E O-E X2hitung
Kuning-Kuning 125 128 -3 0.07
Kuning-Hitam 256 253 6.5 0.169
Hitam-Hitam 119 122 -3 0.07
Jumlah 500 500 0 0.309
O = Nilai Observed E = Nilai Expected X2tabel (5%) = 5.99

Pada percobaan genetika populasi ini, sebenarnya dapat dilihat pada


1000 keping kancing yang terdiri dari percobaan, setiap kegiatan
500 pasang alel merupakan bentuk pencuplikan tersebut merupakan
dari populasi yang besar. Besarnya representatif dari syarat-syarat Herdy-
populasi pada kasus ini sangat Weinberg.
berpengaruh terhadap kemungkinan Pada tabel 2. Juga dapat dilihat
terjadinya genetic drift (hanyutan fenotip kuning-kuning (KK) muncul
genetik) atau faktor lain yang sebanyak 125, kuning-hitam (KH) 256,
mempengaruhi kesetimbangan Hardy- dan hitam-hitam (HH) 119. Dari ketiga
Weinberg. Pencuplikan secara acak fenotip tersebut, terdapat dua fenotip
sepasang kancing mewakili homozigot yaitu KK dan HH dengan
perkawinan secara acak yang menjadi kemunculan KK lebih banyak daripada
syarat kesetimbangan Hardy- HH. Hal ini menandakan bahwa KK
Weinberg, pengembalian kembali merupakan fenotip homozigot
kancing ke dalam kaleng dominan (p) dan HH merupakan
menandakan tidak adanya fenotip homozigot resesif (q),
pengurangan individu akibat migrasi sedangkan fenotip KH merupakan
atau seleksi alam sehingga populasi fenotip heterozigot. Ketiga fenotip
selalu stabil. tersebut dengan frekuensi yang telah
Hal tersebut sesuai dengan dijabarkan diatas memenuhi syarat
Yatim (2003) yang menyatakan kesetimbangan Hardy-Weinberg yaitu
bahwa pencuplikan sepasang kancing p2+2pq+q2=1.
secara acak adalah analogi Untuk memperoleh nilai
penyamplingan suatu populasi pada expected (E) yang diharapkan,
sifat tertentu yang diamati. Suatu dilakukan perhitungan menurut
populasi memiliki frekuensi gen yang proporsinya tiap kelas fenotip,
stabil bila memenuhi persyaratan diperoleh nilai expected fenotip KK
Herdy-Weinberg, yaitu populasi 128, fenotip KH 253, dan fenotip HH
berukuran besar, terjadi perkawinan 122. Dari nilai tersebut didapatkan X2
yang acak, tidak terjadi mutasi, tidak hitung senilai 0.309, sedangkan nilai
terjadi migrasi, dan tidak terjadi X2 tabel yang dihitung dari total fenotip
seleksi alam. Semua peristiwa ini yaitu 3-1=2, senilai 5.99. Jadi hipotesa
awal diterima, karena nilai X2 hitung didapatkan dari percobaan tidak
lebih kecil daripada X2 tabel. Hal ini berbeda nyata dengan data yang
menunjukkan bahwa data yang diharapkan.

2. Interaksi Gen
2.1. Hukum Mendel II (Botol A)
Tabel 2. Analisa chi square H0 9:3:3:1
Fenotip O E O-E X2hitung
Biru 519 523.125 -4.125 0.0325
Kuning 182 174.375 7.625 0.3334
Putih 174 174.375 -0.37 0.000864
Hitam 55 58.125 -3.12 0.168
Jumlah 930 930 0 0.5347
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 7.815

Pada tabel 3 dapat dilihat percobaan mendel karena rasionya sama dengan
terdiri dari fenotip biru, kuning, putih, rasio pada hukum mendel yaitu
dan hitam, dengan nilai observed 9:3:3:1. Hal ini juga merupakan
yang didapatkan 519, 182, 174, dan bentuk atavisme dimana rasio sama
55 secara berurutan. Dari fenotip dengan rasio galur murni Hukum
tersebut didapatkan nilai X2 tabel mendel.
7.815 sedangkan nilai X2 didapatkan Perbandingan 9:3:3:1 merupakan
0.5347, ini membuktikan bahwa perbandingan yang relatif konstan dan
Hipotesa awal yaitu nilai nisbah diterima secara matematis. Akan
fenotip 9:3:3:1 diterima karena X2 tetapi persilangan dengan
tabel besar daripada X2 hitung. perbandingan berlaku dengan syarat
Berdasarkan data yang diperoleh yaitu pemisahan masing-masing gen
dapat dinyatakan bahwa pada botol A harus secara acak. (Strickberger,
tidak terjadi penyimpangan Hukum 1976).

2.2. Epistasis Dominan (Botol B)


Tabel 3. Analisa chi square H0 12:3:1
Fenotip O E O-E X2hitung
Biru 410 406.5 3.5 0.03
Kuning 99 101.6 -2.6 0.06
Hitam 33 33.8 -0.8 0.02
Jumlah 542 542 0 0.11
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 5.99

Pada tabel 4, dapat dilihat nilai dari percobaan tidak berbeda nyata
observed dari fenotip biru 410, fenotip dengan data yang diharapkan.
kuning 99, dan fenotip hitam 33. X2 Perbandingan yang didapat pada
hitung didapatkan 0.11, sedangkan X2 botol B ini telah menyimpang dari
tabel diperoleh dari hasil Db yaitu 3- Hukum Mendel dimana terjadi
1=2 senilai 5.99. Hal ini menunjukkan interaksi gen yang menyebabkan
bahwa X2 hitung lebih kecil dari X2 rasio telah berbeda dengan rasio
tabel, sehingga H0 dengan nilai nisbah mendel yaitu menjadi 12:3:1. Contoh
12:3:1 (epistasis dominan) dapat lainnya dapat dilihat pada persilangan
diterima dan data yang didapatkan pada ayam yang sifat salah satu
kemungkinan dari galur murninya yang tertutup disebut hipostasis
tereliminasi sehingga menjadi sama (Yatim, 1986). Suryo (1984) juga
dengan sifat fenotip lainnya. mengatakan bahwa modifikasi nisbah
Perbandingan 12:3:1 merupakan pada percobaan ini adalah 12:3:1
epistasis dominan dimana peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan
saat gen dominan menutupi gen ekspresi gen oleh suatugen dominan
dominan lain yang bukan alelnya. yang bukan alelnya, nisbah fenotip F2
Faktor pembawa sifat yang menutupi dengan adanya epistasis dominan.
disebut epistasis sedangkan sifat

2.3. Epistasis Dominan Ganda (Botol C)


Tabel 4. Analisa chi square H0 15:1
Fenotip O E O-E X2hitung
Biru 449 450 -1 0.02
Kuning 31 30 1 0.033
Jumlah 480 480 0 0.035
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 3.84

Pada tabel 5, ditentukan nilai dari percobaan tidak berbeda nyata


observed fenotip biru 449, fenotip dengan data yang diharapkan.
kuning 31. Nilai observed yaitu 480, Menurut Suryo (1990), dalam
dengan X2 hitung diperoleh 0.035, kasus epistasis dominan ganda akan
sedangkan X2 tabel diperoleh dari nilai menghasilkan F2 dengan kombinasi
Db yaitu n-1=2-1=1 senilai 3.84. perbandingan 15/16 dan 1/16. Dalam
Kejadian ini menunjukkan bahwa X2 kasus percobaan ini, fenotip biru
hitung lebih kecil dari X2 tabel, epistasis dominan terhadap fenotip
sehingga H0 dengan nilai nisbah 12:1 kuning (hipostasis), hal ini dapat
(epistasis dominan ganda) dapat terlihat pada perbandingan jumlah
diterima dan data yang didapatkan masing-masing fenotipnya yaitu
449:31.

2.4. Epistasis Resesif (Botol D)


Tabel 5. Analisa chi square H0 9:3:4
Fenotip O E O-E X2hitung
Biru 401 379.125 21.875 1.262
Putih 122 126.375 -4.375 0.151
Kuning 151 168.5 -17.5 1.817
Jumlah 674 674 0 3.230
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 5.99

Pada tabel 6, dapat dilihat fenotip biru 9:3:4 (epistasis resesif) dapat diterima
401, fenotip putih 122, dan fenotip dan data yang didapatkan dari
kuning 151. X2 hitung didapatkan percobaan tidak berbeda nyata
3.230, sedangkan X2 tabel diperoleh dengan data yang diharapkan.
dari nilai Db yaitu n-1=3-1=2 senilai Pada percobaan interaksi gen
5.99. Kejadian ini menunjukkan menggunakan botol D termasuk ke
bahwa X2 hitung lebih kecil dari X2 dalam epistasif resesif atau lebih
tabel, sehingga H0 dengan nilai nisbah dikenal dengan istilah kriptomeri yaitu
peristiwa persilangan dengan adanya bersama-sama dengan faktor penutup
faktor dominan tersembunyi oleh itu. Hal ini akan menghasilkan
suatu gen dominan lainnya dan sifat perbandingan 9:3:4 (Ardiawan, 2009).
tersebut baru akan tampak bila tidak

2.5. Epistasis Resesif Ganda (Botol E)


Tabel 6. Analisa chi square H0 9:7
Fenotip O E O-E X2hitung
Kuning 334 306 28 2.56
Hitam 210 238 -28 3.29
Jumlah 544 544 0 5.85
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 3.84

Pada tabel 7 diatas dapat dilihat ada karena X2 hitung lebih besar daripada
dua fenotip hitam dan kuning dengan X2 tabel (5.85 > 3.84). Menurut Burns
nilai observed 334 dan 210. X2 hitung (1976), jika X2 hitung lebih besar
didapatkan 5.85, sedangkan X2 tabel daripada X2 tabel, maka hipotesis
didapatkan dari nilai Db yaitu n-1=2- ditolak. Besarnya X2 hitung
1=1 senilai 3.84. Kejadian ini menandakan besarnya penyimpangan
menunjukkan bahwa X2 hitung lebih yang terjadi terhadap H0. Artinya
kecil dari X2 tabel, sehingga H0 asumsi ratio epistasis resesif berbeda
dengan nilai nisbah 9:7 (epistasis nyata dengan yang diharapkan dari
resesif). Nilai Hipotesa awal ditolak ratio tersebut.

2.6. Epistasis Ganda Komulatif (Botol F)


Tabel 7. Analisa chi square H0 9:6:1
Fenotip O E O-E X2hitung
Biru 385 307.1 77.9 19.7
Putih 131 204.7 -73.7 26.5
Hitam 30 34.1 -4.1 0.5
Jumlah 546 546 0 46.7
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 5.99

Pada tabel 8 diatas dapat dilihat ada resesif) ditolak. Burns (1979)
2
tiga fenotip, yaitu fenotip biru, hitam, mengatakan jika X hitung lebih besar
dan putih dengan nilai observed daripada X2 tabel, maka hipotesis
secara berurutan 385, 131, 30. X2 ditolak. Besarnya X2 hitung
hitung didapatkan 46.7, sedangkan X2 menandakan besarnya penyimpangan
tabel diperoleh dari nilai Db yaitu n- yang terjadi terhadap H0. Artinya
1=3-1=2 senilai 5.99. Kejadian ini asumsi ratio epistasis resesif berbeda
menunjukkan bahwa X2 hitung lebih nyata dengan yang diharapkan dari
besar dari X2 tabel, sehingga H0 ratio tersebut.
dengan nilai nisbah 9:6:1 (epistasis
2.7. Epistasis Dominan Resesif (Botol G)
Tabel 8. Analisa chi square H0 13 : 3
Fenotip O E O-E X2hitung
Biru 462 458.25 3.75 0.03
Putih 102 105.75 -3.75 0.13
Jumlah 564 564 0 0.16
O = Nilai Observed, E = Nilai Expected, X2tabel (5%) = 3.84

Pada tabel 9, dapat dilihat fenotip biru d. Percobaan Epistasis Resesif,


memiliki nilai observed 462 dan H0 9:3:4 diterima dengan X2
fenotip putih memiliki nilai observed hitung 3.230 < X2 tabel 5.99.
102. X2 hitung didapatkan 0.16, e. Percobaan Epistasis Resesif
sedangkan X2 tabel diperoleh dari nilai Ganda, H0 9:7 ditolak dengan
Db yaitu n-1=2-1=1 senilai 3.84. X2 hitung 5.84 > X2 tabel 3.84.
Kejadian ini menunjukkan bahwa X2 f. Percobaan Epistasis Ganda
hitung lebih kecil dari X2 tabel, Komulatif, H0 9:6:1 ditolak
sehingga H0 dengan nilai nisbah 13:3 dengan X2 hitung 46.7 > X2 tabel
(epistasis dominan resesif) dapat 5.99.
diterima dan data yang didapatkan g. Percobaan Epistasis Dominan
dari percobaan tidak berbeda nyata Resesif, H0 diterima dengan X2
dengan data yang diharapkan. Burns hitung 0.16 < X2 tabel 3.84.
(1979) menyatakan jika hasil X2 hitung
lebih kecil daripada X2 tabel (5%) DAFTAR PUSTAKA
maka peluang kejadiannya semakin Ardiawan, A. 2009. Interaksi Gen.
besar. X2 hitung yang kecil Departemen Penddikan Nasional
menandakan deviasi yang kecil pada Universitas Jendral Soedirman.
Purwokerto.
percobaan pada taraf kepercayaan
Burns, W. 1979. The Science of
5%. Genetic. Collier MacMillan
Publisher. London.
KESIMPULAN Gardener, L.V. 1972. Genetika
Dari praktikum dapat ditarik Tumbuhan. UGM Press.
kesimpulan sebagai berikut: Yogyakarta.
1. Pada percobaan genetika populasi, Goodenough, V. 1998. Genetika.
Soemartono Adisoemarto.
H0 1:2:1 diterima dengan X2 hitung
(Penerjemah). Erlangga. Jakarta
0.309 < X2 tabel 5.99. Strickberger, M.W. 1976. Genetics.
2. Pada percobaan interaksi gen, Mc Millan Publishing Company
a. Hukum Mendel II H0 9:3:3:1 Inc. New York.
diterima dengan X2 hitung Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada
0.5347 < X2 tabel 7.815. University Press. Yogyakarta
b. Percobaan Epistasis Dominan, Suryo. 1990. Genetika Manusia.
Gadjah Mada University Press.
H0 12:3:1 diterima dengam X2
Yogyakarta
hitung 0.11 < X2 tabel 5.99. Suryo. 1994. Genetika. UGM Press.
c. Percobaan Epistasis Dominan Yogyakarta.
Ganda, H0 15:1 diterima Suryo. 1998. Genetika. UGM Press.
dengan X2 hitung 0.035 < X2 Yogyakarta.
tabel 3.84.
Tjan. 1990. Genetika Dasar. FMIPA. Yatim, W. 2003. Genetika. Tarsito.
ITB. Bandung Bandung.
Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito.
Bandung
LAMPIRAN

1. Genetika Populasi
Tabel 1. Kemunculan Fenotip Genetika Populasi
Fenotip Kemunculan
Kuning-Kuning (KK) 125
Kuning-Hitam (KH) 256
Hitam-Hitam (HH) 119
Jumlah 500

Frekuensi Alel :

Frekuensi genotip :

= (0.506)2 + 2 (0.506 x 0.494) + (0.494)2


= 0.256 + 0.499 + 0.244

Expected :
KK = p2 x 500
= 0.256 X 500 = 128
HH = q2 x 500
= 119
KH = 500 – (128 + 119) = 253

2. Interaksi Gen
2.1. Hukum Mendel II (Botol A)
Tabel 2. Kemunculan Fenotip Botol A
Botol A Biru Kuning Putih Hitam
1.1 176 57 62 18
2.1 163 60 62 19
3.1 180 65 50 18
Jumlah 519 182 174 55
Db = n-1
= 4-1 = 3  7.815  X2tabel (5%)
2.2. Botol B
Tabel 3. Kemunculan Fenotip Botol B
Botol B Biru Kuning Hitam
1.1 122 39 9
2.1 134 29 11
3.1 154 31 13
Jumlah 410 99 33
Db = n-1
= 3-1 = 2  5.99  X2tabel (5%)
2.3. Botol C
Tabel 4. Kemunculan Fenotip Botol C
Botol C Biru Kuning
1.1 151 11
2.1 148 10
3.1 150 10
Jumlah 449 31
Db = n-1
= 2-1 = 1  3.84  X2tabel (5%)
2.4. Botol D
Tabel 5. Kemunculan Fenotip Botol D
Botol B Biru Putih Hitam
1.1 136 43 40
2.1 135 46 58
3.1 130 33 53
Jumlah 401 122 151
Db = n-1
= 3-1 = 2  5.99  X2tabel (5%)
2.5. Botol E
Tabel 6. Kemunculan Fenotip Botol E
Botol E Kuning Hitam
1.1 117 84
2.1 89 64
3.1 128 62
Jumlah 334 210
Db = n-1
= 2-1 = 1  3.84  X2tabel (5%)
2.6. Botol F
Tabel 7. Kemunculan Fenotip Botol F
Botol F Biru Putih Hitam
1.1 184 47 12
2.1 201 84 18
Jumlah 385 131 50
Db = n-1
= 3-1 = 2  5.99  X2tabel (5%)

2.7. Botol G
Tabel 8. Kemunculan Fenotip Botol G
Botol G Biru Kuning
1.1 216 52
2.1 246 50
Jumlah 462 102
Db = n-1
= 2-1 = 1  3.84  X2tabel (5%)

Anda mungkin juga menyukai