Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok 3/6D
Asma adalah gangguan peradangan krois saluran nafas yang dicirikan oleh
batuk, mengi, dada terasa berat dan kesulitan bernafas. Asma adalah gangguan
pada saluran bronkhial yang mempunyai ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme
pada saluran pernafasan) terutama pada percabangan trakeobronkhial yang dapat
diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin,
infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2012).
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas. Inflamasi yang
berlangsung terus-menerus menyebabkan hiperresponsivitas saluran napas.
Saluran napas penderita asma sangat peka terhadap berbagai rangsangan
(bronchial hyperreactivity), seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk
sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, aroma menyengat
(misalnya parfum), olahraga dan obat (aspirin dan penyekat beta). Luasnya
inflamasi dapat memicu penyumbatan saluran napas berupa bronkokonstriksi,
edema, dan hipersekresi mucus yang bersifat reversible sehingga menimbulkan
gejala klinis.
Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah
penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap
tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita asma (Depkes RI, 2007).
TRIGGER CASE
Sumber: Jawapos.com
Bagi orang tua perokok sejatinya perlu lebih waspada. Namun asap rokok
rentan memicu bronchopneomunea atau asma dan batuk terhadap anak-anak.
Pasien asma di Puskesmas Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara yang tidak
pernah absen dari pasien penderita bronchopneomunea atau penderita batuk dan
sesak asma. Setiap hari tidak kurang dari lima pasien di bawah usia 14 tahun
mendaptkan perawatan di ruang unit gawat darurat (UGD). Kepala Puskesmas
Teluk Lingga mengkonfirmasi sebagian besar pasien berasal dari keluarga
perokok aktif.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam kasus tersebut terdapat peran perawat sebagai “care giver” yaitu sebagai
pemberi asuhan keperawatan kepada klien. Pemberian penanganan dapat dinilai
dari kemampuan perawat dalam hal responsiveness (cepat pelayanan), emphaty
(kepedulian dan perhatian dalam memberikan pelayanan), dan tangible (mutu jasa
pelayanan). Pada kasus tersebut peran perawat sebagai care griver khususnya
dalam hal pelayanan secara cepat tergolong baik, karena perawat memberikan
pelayanan dengan cepat dan tepat, dapat dilihat pada kasus yaitu sesaat pasien
dimasukkan ke IGD, tim medis (termasuk perawat) bergegas menangani pasien
dengan mengamankan saluran pernafasan dengan cara memberikan nebulizer
untuk mengurangi sesak, karena saat keadaan pasien gawat darurat (termasuk
sesak) pertama kali yang harus diperhatikan adalah airway (jalan nafas) dimana
pada prinsip penanganan gawat darurat yang pertama kali dilakukan oleh seorang
perawat maupun tim medis lainnya yaitu memastikan jalan nafas pasien bebas dari
sumbattan apapun atau tidak terjadinya obstruksi. Jika tidak ditangani dengan
cepat pasien dapat mengalami kematian. Selain melakukan membebaskan jalan
nafas, dalam menangani pasien gawat darurat harus juga memperhatikan waktu
dalam menanganinya, dalam prinsip penanganan gawat darurat yaitu “Time
Saving it is Live Saving” seluruh tindakan yang dilakukan harus benar-benar
efektif dan efisien. Pelayanan gawat darurat dikatakan terlambat apabila
pelayanan terhadap pasein gawat darurat di rumah sakit lebih dari 15 menit
(Gustia, 2018).
Dapat disimpulkan bahwa peran perawat dalam kasus sesak nafas/ asma
adalah sebagai care giver “pemberi asuhan keperawatan”, yang telah dijelaskan
diatas peran perawat sangat penting dalam menangani pasien dengan sesak nafas/
asma dengan cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya risiko akibat terjadinya
gangguan pada saluran bronkhial. Waktu dalam menangani pasien sesak nafas
atau asma juga harus diperhatikan karena jika terlambat untuk ditangani akan
mengakibatkan kematian.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan pada pasien sesak nafas/asma
cek apakah ada wheezing atau tidak berikan oksigen lalu perawat berkaloborasi
dengan dokter dan tim medis lain untuk melakukan penangan lanjut pasien
tersebut. Pada anak biasanya digunakan tes bila berat badan lebih dari 20 – 30 kg
atrovennya 10 tetes, birotek 10 tetes plus Nacl 2 cc. Tetapi bila tidak ada riwayat
penyakit maka nebunya tidak pakai obat cukup pakai 1-2 cc Nacl untuk
mengencerkan dahak saja, biar encer terlebih dahulu kalo hasil lab nya negatif
karena batuknya karena alergi maka dirangsang hingga batuknya berkurang, dan
anak-anak biasanya obatnya dengan atroven sama birotek itu biasanya 5 tetes
atroven dengan 5 tetes birotek, sama 1 cc nacl, untuk obatnya yang dipakai
antroven, birotek, untuk dosis anak misalnya berat badan di bawah 20 kg biasanya
menggunakan antropen 5 tetes birotex 5 tetes kalo dewasa maka 10 tetes 10 tetes.
peran perawat sebagai edukator dalam implementasi keperawatan kasus asma
pada anak adalah pemberian edukasi kepada keluarga pasien. Peran perawat
sebagai evaluator dalam evaluasi keperawatan Peran perawat dalam pelaksanaan
evaluasi kasus asma bertujuan untuk melakukan pemeriksaan kembali setelah
dilakukkannya implementasi yang telah dilakukan. Peran perawat sebagai
evaluator dalam evaluasi keperawatan ini dihasilkan 4 kategori yaitu: 1)
mengevaluasi sesak nafas, 2) mengevaluasi wheezing, 3) mengevaluasi
pernafasan pasien dan 4) mengevaluasi respiration rate pasien. Mengevaluasi
sesak nafas pasien, kita periksa sesak nafasnya bisa berkurang atau tidak kita lihat
sesaknya berkurang atau ndak sesak nafas berkurang. mengevaluasi wheezing
yaitu dengan mengecek wheezingnya, masih terdengar atau tidak di dengar
wheezingnya. Dan juga melakukan evaluasi pernafasan pasien , 1. Apakah bisa
bernafas legakah pasien, 2. kemudian pernafasannya semenit bisa di bawah 24.
Dan yang selajutnya yaitu Hasil analisis evaluasi perawat pada kasus asma pada
anak adalah dengan melakukan evaluasi pernafasan pasien, Melakukan
perhitungan respiration rate pasien. Hasil analisis dari satu partisipan
menghasilkan bahwa evaluasi perawat pada kasus asma adalah dengan melakukan
evaluasi tentang respiration rate pasien.
DAFTAR PUSTAKA
D Tenda, Eric. (2014). Bronchial Thermoplasty Sebagai Terapi Asma. Vol. 1 No. 4.
Jawapos.com. (17 Februari 2018). Ayah Perokok Anak Rentan Terserang Sesak Asma (Online).
Diakses 25/03/20
https://www.jawapos.com/jpg-today/17/02/2018/ayah-perokok-anak-rentan-terserang-sesak-
asma/
Kusumaningrum, Ratih Bintari. (2015). Rencana Tindakan Tertulis Pasien Asma ( Wtitten
Asthma Action Plans: WAAPS) Sebagai Panduan Edukasi Untuk Menjarangkan Kunjungan
Asma Ke Unit Gawat Darurat. Vol. 3 No. 2. Malang: Universitas Brawijaya