Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
Penulisan buku ini didasarkan pada sejumlah pemikiran sebagai berikut:
1. Sejak agama Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad SAW, telah
memberikan perhatian besar bagi pemecahan problematika sosial.
2. Hasil kajian para ulama dan cendikiawan Muslim termuka dan kredebel yang
membuktikkan dengan jelas, bahwa ajaran Islam memiliki konsep
kemasyarakatan yang jauh lebih unggul dari pada konsep kemasyarakatan
lainnya.
3. Bersumber Al Quran dan hadits terdapat informasi tentang pelaksanaan
pendidikan yang melibatkan peran serta masyarakat.
4. Kalangan para ahli bersepakat tentang adanya hubungan timbale balik antara
pendidikan dan masyarakat.
5. Terjadinya fenomena atau peristiwa yang terjadi dimasyarakat yang di
dalamnya mengandung nilai-nilai pendidikan yang actual dan konsektual
6. Adanya teori pendidikan yang bermunculan
7. Peran orang tua yang otoriter kurang demokratis pada anak.
B. Tujuan
1. Memberikan dasar-dasar ajaran Islam dalam proses sosialisasi peserta didik
2. Menganalisis berbagai problematika sosial dari aspek pendidikan
3. Memberikan alternative pemecahan masalah-masalah pendidikan berdasarkan
teori sosiologi yang didasarkan pada ajaran Islam
4. Menyediahkan bahan di bangku perkuliahan
5. Menunujukkan bahwa ajaran Islam memiliki konsep sosiologi pendidikan yang
tidak kalah dengan konsep sosiologi pendidikan yang terdapat di masyarakat
C. Ruang Lingkup
Manusia sebagai makhluk individual dan makhluk sosial dan budaya, kelompok
sosial, pembangunan sosial, sentra-sentra pengembangan sosial, perubahan sosial

1
proses sosiolisasi, aspek-aspek sosial dalam ajaran Islam, visi, misi, tujuan
pendidik, kurikulum, pendidik, bahan ajar, proses belajar mengajar,
pengembangan sarana prasarana, pendanaan, dan evaluasi pendidikan yang
berbasis pada pandangan sosiologi dan nilai-nilai ajaran Islam.

BAB II

Pengertian Tujuan Ruang Lingkup Dan Sejarah Sosilogi Pendidikan Islam

A. Pengertian Sosilogi Pendididkan Islam


Kosakata sosiologi secara etimologis berasal dari kata socio dan logy yang
berarti ilmu tentang sosial. Sedangkan secara terminologis, sebagaimana
dikemukakan Astrid S. Susanto, sosiologi adalah ilmu yang hendak mengerti dan
menjelaskan tindakan-tindakan sosial dari manusia yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat.
Dengan demikian sosiologi adalah ilmu yang objeknya segala sesuatu yang
tampak, menggejala dan menjadi realita dalam kehidupan sosial, seperti struktur
dan stratifikasi sosial corak dan sifat masyarakat, yakni masyarakat yang terbuk
dan tertutup atau berada diantara keduanya pola komunikasi dan interaksi yang
terjadi di dalamnya, nilai-nilai budaya dan tradisi yang berkembaang di dalamnya,
keadaan tingkat sosial, ekonomi, politik, hokum, pendidikan, kebudayaan dan
peradaban yang terdapat di dalamnya, serta tingkat keterbitan dan keamananan
yang terdapat di dalamnya.
Sosiologi berbeda dengan hal-hal yang bersifat idealis, normative dan
pemikiran jika yang bersifat idealis, normative dan pemikiran merupakan sesuatu
yang ideal di atas, dan sesuatu yang harus diwujudkan dalam kenyataan (das
sollen) sedangkan sosiologi adalah sesuatu yang tampak dan mengejala (das sein).

2
Selanjutnya kata pendidikan secara etimologi berasal dari kata didik yang
mendapat awalan pe dan akhiran an kata pendidikan menurut kamus umum bahasa
Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan sebagianya) yang berhubungan dengan
mendidik, pengetahuan tentang mendidik dan batin dan sebagainya, dalam bahasa
arab menurut para ahli kosakata pendidikan digunakan seabgai terjemahan dari
kata tarbiyahnya yang berarti pendidikan, pengajaran, pembinaan kehidupan,
memberi makan dan menumbuhkan. Kosakata tarbiyah selanjutnya dibedakan
dengan kata ta’lim yang berarti pemberitahuan tentang sesuatu, nasihat, perintah,
pengarahan, pengajaran, pelatihan, pembelajaran, pendidikan dan pekerjaan
sebagai magag.
Dari sekian banyak kosakata yang berkaitan dengan pendidikan sebagaimana
dikemukakan di atas dapat di simpulkan bahwa kosa kata dalam islam jumlahnya
jauh lebih banyak dibandingkan dengan kosa kata pendidikan di luar islam. Yakni
kosa kata di dalam islam sebanyak 13 macam bahakan dapat di tambah lagi,
sedangkan kosakata di luar islam hanya sekitar tiga atau empat istilah saja. Yaitu
education, learning, teaching dan instruction. Hal ini menunjukkan bahwa
perhatian islam terhadap pendidikan jauh lebih besar dibandingkan perhatian
agama lainya.
Selanjutnya secara terminologis para ulama mendefinisikan pendidikan
bermacam-macam Ki. Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, (kekuatan intlek dan tubuh anak)
batin, karakter, pikiran,sedangkan dalam pengertian taman siswa, seluruh aspek
kemampuan yang terdapat dalam diri manusia itu tidak boleh di pisah-pisahkan
agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Jadi jika pendapat-pendapat tentang pendidikan tersebut di hubungkan dengan
yang lainnya, tampak di dalamnya diarahkan pada pembinana dan pengembangan
potensi, bakat dan kemampuan manusia sehingga tampak dalam kemampuan fisik,
pancaindra, akal, sikap dan hati nuraninya yang disesuaikan dengan kebutuhan

3
masyarakat sekitarnya dengan cara demikian maka para peserta didik akan dapat
hidup sesuai lingkungan sosialnya.
Sedangkan pengartian kosakata islam secara harfiah berasal dari kata salima
yang berarti aman, damai, selamta, dan patuh. Sedangkan pengertian sosiologi,
pendidikan dan islam di hubungkan antara satu dan lainnya maka dapat
dikemukakan catatan sebagai berikut.
1. bahwa baik pada kosakata sosiologi, maupun pada kosakata islam, masing-
masing terdapat unsur manusia, baik sebagai mahluk individual maupun
sebagai makhluk sosial. Pada kosa kata sosiologi yang dipelajari adalah
manusia sebagai adalah gejala-gejala sosial, sedangkan pada kosakata sosiologi
pendidikan yangmenjadi sasaran adalah manusia sebagai makhluk individual
dan sosial agar didik sesuai dengan perkembangan masyarakat.
2. Kosakata sosiologi, pendidikan dan islam selalu terkait dengan aktivitas
kemasyarakatan. Dengan demikin, baik sosiologi, maupun pendidikan dan
islam selalu selalu ditujukan untuk menerbitkan dan memajukan masyarakat.
Selanjutnya, ketika kosakata sosiologi pendidikan menjadi satu kosakata,
maka ia memiliki pengertian yang secara khusus sesuai dengan konteksnya
masing-masing.
B. Tujuan Sosiologi Pendidikan Islam
Secara sepintas telah dikemukakan di atas, bahwa tujuan sosiologi pendidikan
ini adalah untuk memecahkan berbagai masalah pendidikan dengan menggunakan
pendekatan sosiologi, atau sebaliknya memaksimalkan peran sosiologi pendidikan
dalam memecahkan masalah-masalah yang terdapat di dalam kehidupan
masyarakat, Abu Ahmadi lebih lanjut menjelaskan tujuan sosiologi pendidikan ini
sebagai berikut:
1. Untuk memahami peranan sosiologi dalam menjelaskan kegiatan sekolah serta
pengaruhnya terhadap masyarakat. terutama apabila Sekolah ditinjau dari segi
kegiatan intlektual. Dengan demikian, sekolah harus menjadi suri teladan di
dalam masyarakat sekitarnya dan lebih luas lagi, atau dengan singkat

4
mengadakan sosialisasi intelektual untuk memajukan kehidupan di dalam
masyarakat.
2. Untuk memahami seberapa jauh guru dapat membina kegiatan sosial peserta
didiknya untuk mengembangkan keperibadian anak.
3. Untuk mengetahui pembinaan ideologi pancasila dan kebudayaan nasional
Indonesia di lingkungan pendidikan dan pengajaran.
4. Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan masyarakat sekitarnya, agar
supaya pendidikan mempunyai kegunaan praktis di dalam masyarakat, dan
Negara seluruhnya
5. Menyelidiki faktor-faktor kekuatan masyarakat.
6. Memberi kontribusi/sumbangan positif bagi perkembangan ilmu pendidikan.
7. Memberi pegangan terhadap penggunaan prinsip-prinsip sosiologi untuk
mengadakan sosiologi sikap dan kepribadian anak.

Berdasarkan tujuan yang telah di sebutkan maka sosiologi pendidikan islam


ini memiliki tujuan untuk memecahkan berbagai masalah pendidikan yang
terdapat di dalam masyarakat. Peran tersebut di dalam Al- qur’an (QS Al- Hadid
57 :9).

C. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan Islam


Secara umum ruang lingkup sosiologi pendidikan islam ada tiga
1. Ruang lingkup yang terdapat dalam ilmu sosial yaitu struktur,stratifikasi sosial,
tujuan dan cita-cita
2. Ruang lingkup yang terdapat dalam pendidikan yaitu berbagai aspek dan
komponen yang terdapat dalam pendidikn: visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan
ajar, mutu lulusan dll
3. Hubungan antara ruang lingkup yang terdapat dalam masyarakat dengan ruang
lingkup yang terdapat dalam sosiologi. Hubungan tersebut di dasarkan pada
nilai-nilai ajaran islam yang bersumber pada ajaran Al- Qur’an dan hadis.

5
D. Sejarah Sosiologi Pendidikan Islam
Menurut Abu Ahmadi bahwa ilmu sosiologi pendidikan ini di mulai dari
Lester F. Ward yang dianggap sebagai pencetus gagasan timbulnya studi baru ini.
Sedangkan polopor sosiologi pendidikan dalam arti formal ialah John dewey yang
menerrbitkan buku school and socitytahun 1899. Kajian sosiologi ini lebih
menonjol setelah lahirnya karya Democracy and Education pada tahun 1961 oleh
F.R. Clow David Snedden.
Selanjutnya sosiologi mulai di kuliahkan pertama kali oleh Henry Suzzalo
pada tahun 1910 di teacher college, Universitas Columbia. tapi baru pada tahun
1917 terbit texbook sosiologi pendidikan yang pertama kali karya Walter R smith.
Selanjutnya pad tahun 1916 di Universitas New York dan Columbi didirikan
jurusan Sosiologi pendidikan selanjutnya terbentuk himpunan sosiologi Amerika
pada 1923, sejak tahun itu di terbitkan buku tahunan sosiologi pendidikan.
Selanjutnya pada 1936 terbit the journal of education sociology dibawah pimpinan
E. George Payne selanutnya pada tahun 1936mulai di terbitkan majalah social
Education dan pada tahun 1940 dimuat pula artikel yang mepunyai hubungan
dengan sosiologi pendidikan dan baru pada tahun 1967 sosiologi pendidikan
diberikan pertama kali di IKIP sekarang menjadi UNJ.
Dengan demikian, jika dilihat dari awal pertama kali mata kuliah sosiologi
pendidikan ini di berikan yakni pada tahun 1910 di Techer Colleng sebagai mana
di sebutkan bahwa mata kuliah ini sudah tergolong tua, yakni sudah lebih dari
100tahun. Namun jika di lihat dari awal di kuliahkannya mata kuliah ini di IKIP
tahun 1967 maka mata kuliah ini masih tergolong agak muda.
E. Pendekatan dan Metode
Pendekatan yang di gunakan dalam sosiologi pendidikan islam ini
memadukan antara pendekatan empiris dan normatif. Pendekatan empiris di
gunakan karena sosiologi pendidikan islam memiliki focus kajian pada hal-hal
yang tampak dalam realitas, sesuatu yang bersifat tampak dan das sein, yakni
Sesutu yang nyata, apa adanya. Untuk itu sosiologi pendidikan isalm ini

6
menggunakan pendekatan yang terdapat dalam ilmu sejarah, antropologi dan
arkeologis. Cara kerja atau metodenya adalah deskriptif analisis, yakni mengamati,
mencatat mengkatagorisasikan, mencari persamaan dan perbedaan, menyimpulkan
dan mendokumentasikannya berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang dapat di
lihat, di sentuh, dipegang, dan di simpan. Data-data dan fakta tersebut berupa
dokumen, perjanjian, maklumat, peraturan perundang-undangan manusskrip,
gambar, photo, ornament,dan berbagai peninggalan sejarah lainnya.
Sedangkan pendekatan normative di gunakan karena sosiologi pendidikan
islam bukan hanya sosiologi yang di dasarkan pada nilai-nilai yang berkembang di
masyarakat, tetapi nilai-nilai yang diturukan dari ajaran yang terdapat dalam kitab
suci atau sabda Nabi. Nilai-nilai tersebut misalnya nilai-nilai yang berkenaan
dengan sesuatu yang harus diamalkan dan dipraktikkan oleh pimpinan dan
masyarakat. Nilai-nilai yang harus diamalkan oleh pimpinan misalnya
1. Nilai keadilan satu kata dengan perbuatan jujur
2. Nilai keterpercayaan (amanah)
3. Suka menolong
4. Tanggung jawab
5. Pemaaf
6. Memerhatikan
7. Kepentingan masyarakat
8. Nilai yang harus di amalkan oleh masyarakat misalnya nilai kepatuhan dan
ketundukan kepada pimpinan.
F. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas dapat
dikemukakan catatan penutup sebagai berikut:
Pertama, sosiologi pendidikan islam adalah penggunaan teori-teori sosiologi
yang berdasarkan ajaran islam guna menyelesaikan masalah-masalah pendidikan,
seperti hubungan pendidikan dengan dunia usaha dan industry, pendidikan dan
pengangguran, tawuran pelajr, komersialisasi pendidikan, hubungan sekolah, guru

7
dan masyarakat, biaya pendidikan, dan lain sebaginya. Semua masalah tersebut
baru dapat diselesaikan dengan tuntas jika menggunakan teori-teori sosiologi.
Kedua, sosiologi pendidikan sebagai salah satu disiplin ilmu sosial memiliki
tujuan, ruang lingkup dan metodologi kajiannya yang semakin jelas, sehingga ilmu
ini semakin diakui keberadaannya dan semakin mengalami perkembangan dari
waktu ke waktu. atas kenyataan ini, maka tidak mengherankan jika sosiologi
pendidikan islam saat ini telah menjadi salah satu mata kuliah yang diajarkan pada
program pasca sarjana di perguruan tinggi islam

BAB III

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DALAM PANDANGAN ISLAM DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN

A. Profil Manusia Menurut Islam


Kajian terhadap manusia menurut H.M. Quraish Shihab termasuk terlambat di
bandingkan dengan kajian terhadap bidang studi lainnya. ia lebih lanjut
mengatakan, bahwa membahas tentang masalah manusia terlambat dilakukan
karena pada mulanya perhatian manusia hanya tertuju pada penyelidikan tentang
alam materi. Pada zaman primitive nenek moyang kita disibukkan oleh usaha
menundukkan atau menjinakkan alam sekitarnya, seperti upaya membuat senjata-
senjata melawan binatang-binatang buas, menemukan api, pertanian, peternakan,
dan sebagainya, sehingga mereka tidak punya waktu luang untuk memikirkan diri
mereka sendiri sebagai manusia.
Kajian terhadap manusia mulai muncul seiring dengan lahirnya berbagi
macam ilmu terapan yang di butuhkan oleh manusia, seperti ilmu politik, ilmu
ekonomi, ilmu pendidikan, ilmu kesehatan, ilmu psikologi, ilmu kebudayaan, ilmu
manajemen, dan sebaginya. Kajian terhadap manusia mulai dikaji secara seksama,

8
karena hasil kajian terhadap manusia itu dibutuhkan sebagai dasar bagi perumusan
berbagai ilmu tersebut. Namun demikian, hasil hasil kajian mereka terhadap
manusia tersebut cenderung ekstrim dan terbatas. Sehingga kurang dapat
menggambarkan keadaan manusia seutuhnya. Para ahli ilmu sosial, misalnya
menyimpulkan bahwa manusia adalah mahluk sosial.
Melalui kitab suci yang diturunkannya, Al- Qur’an Allah Swt.
Memperkenalkan tiga kosakata tentang manusia yaitu al- bayar, al- insan, dan al-
Naas ketiga kosakat yang berhubungan dengan manusia ini dapat dijelaskan
selengkapnya sebagai berikut.
1. Al- Basyar

Kata al- basyar terambil dari akar kosakata yang pada mulanya berarti
penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kosakata yang sama
lahir kosa kata basyar yang berarti kulit. Manusia dinamai al- basyar karena
kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatangyang lain

2. Al- Insan

Kosakata al- insan berasal dari kata al-lus yang berarti jinak, harmonis, dan
tampak, kosakata al-insan selanjutnya digunakan Al- qur’an untuk menunjuk
kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Yaitu manusia
yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, akibat perbedaan fisik,
mental dan kecerdasan.
Kosakata al- insan ini digunakan oleh Al- Qur’an untuk menjelaskan manusia
dalam berbagi aspeknya sebagai berikut.

a. Kosakata al- insan berkaitan dengan sifat, karakter dan keadaan manusia
sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya, bergantung pada orang lain,
dan tidak memiliki apa-apa segala yang dimilikinya hanya anugrah dari
tuhan (QS Al- Nisa 4:28)

9
b. Kosakata al- insan berkaitan dengan asal-usul kejadian manusia (QS Al-
Hijr15:26)
c. Kosakata al-insan berkaitan dengan manusia yang menyukai nilai-nilai
moral dan akhlak muliya yang harus di laksanakannya. (QS Al-Angkabut
29:8)
d. Kosakata al-insan berkaitan dengan manusia sebagai makhluk yang
memiliki potensi untuk didik, yaitu fisik pancaindra, akal pikiran,
hatinurani dan spiritual. (QS Al- Rahman 55:3)
e. Kosakata al- insan menunjukkan manusia sebagai makhluk yang akan
mengalami kebangkitan dari dalam dan dihidupkan kembali untuk
selanjutnya mendapatkan pengadilan dari tuhan. (QS Al-Qiyamah 75:3)
f. Kosakata al-insan menunjukkan manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk
ciptaan Tuhan (QS Al-Thin 95:4)
g. Kosakata al-insan menunjukkan manusia sebagai makhluk yang harus
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan segala
sesuatu yang bermanfaat berupa amal saleh untuk keberuntungannya di
dunia dan akhirat(QS Al-Ashr103:2)
h. Kosakata al-insan menunjukkan manusia sebagai makhluk yang dlam
rangka (QS Al-Balad 90:4)
3. Al- Nas
Kosaka al- nas ini menunjukkan manusia dalam kedudukan dan dan peranya
sebagai berikut.
a. Manusia Sebagai makhluk yang suka berbuat munafik (QS Al-Baqarah
2:8-13)
b. Sebagai makhluk yang diperintahkan agar beribadah kepada allah Swt,
baik ibadah dalam arti yang khusus, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji
(QS Al- bah 2:21)
c. Sebagai makhluk yang suka durhaka (QS Al- Baqaroh 2:24)
d. Sebagai makhluk yang licik dan curang (QS Al- Baqaroh 2: 44)

10
e. Sebagai makhluk yang diperintahkan agar makan minum, atau
mengkonsumsi segala sesuatu yang baik (QS Al- Baqaroh 2:168)
f. Sebagai makhluk yang memiliki kecendrungan kepada hal-hal yang
negatif (QS Al- Baqaroh 2:96)
g. Sebagai makhluk yang memiliki kecenderungan kepada hal-hal yang
positif seperti: selalu mengorbankan dirinya semata-mata untuk
mengharapkan keridhaan allah Swt (QS Al- Baqaroh 2:207)
h. Sebagai makhluk yang memiliki naluri, instink atau gharizah yang
menyukai lawan jenis (QS Ali ‘imron 3:14)
i. Sebagai makhluk yang menangkap atau menerima pelajaran dari tuhan
melalui berbagai perumpamaan yang diberikan tuhan kepadanya (QS Al-
Hasyr 59:21)
j. Sebagai makhluk yang memiliki naluri bermasyarakat yakni terdiri dari
laki-laki dan perempuan, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa.

Selanjutnya jika kosakata al- basyar, al- insan dan al- naas ini dibandingkan
antara satu sama lainya tampak memperlihatkan hal-hal sebagai berikut.

1. Pada kosakata al- basyar yang ditonjolkan aspek fisik biologis manusia, yakni
makhluk yang butuh makan , minum, pakaian dan lain-lainya.
2. Pada kosa kata al- insan yang di tonjolkan adalah aspek psikologis, intelektual,
moral dan spiritual.
3. Pada kosa kata al-naas yang di tonjolkan aspek sosiologis, yaitu sebagai
makhluk yang bermasyarakat

Namun demikian ketiga sifat tersebut tampak masing-masing


mengambarkan hubungan yang erat satu sama lainya. Misalnya baik pada kosakata
ketiganya tersebut terdapat keterangan tentang adanya asal-usul dan proses
kejadian manusia, adanya sifat-sifat atau kecenderungan kepada yang baik dan
buruk.

11
B. Unsur Sosiologis Manusia
Pada uraian tersebut di atas, sepintas sudah tampak jelas adanya unsur
sosiologis manusia, yaitu ketika membahas kosakata al-naas pada kosakata al-
naas ini selain terkait dengan penjelasan tentang asal-usul, proses kejadian, dan
sifat-sifatnya jugak di tegaskan bahwa secara sosiologis manusia terdiri dari jenis
klamin, suka bangsa, bahasa, budaya, struktursosial, nilai-nilai, tradisi, budaya,
dan lain sebagainya yang beraneka ragam. Perbedaan ini merupakan sebuah
kekayaan dan sekaligus bahan-bahan yang di bututuhkan manusia untuk mencapai
berbagai kebutuhannya itu, manusia harus melakukan komunikasi dan intraksi
antara satu dan lainya, membentuk sebuah komunikasi dan masyarakat.
Dengan demikian, manusia secara naluriah adalah makhluk yang
membutuhkan keberadaan orang lain, dan untuk itulah, ia perlu bermasyarakat,
atas dasar ini pula Ibnu Khaldun berpendapat, bahwa walaupun tidak ada ayat al-
qur’an yang menyuruh manusia bermasyarakat, manusia dengan sendirinya akan
bermasyarakat, karena bermasyarakat itu merupakan bagian dari naluri asalnya.
Namun demikian, tidak semua manusia menyadari tentang potensi
sosiologisnya, sehingga ia cenderung bersikap individualistic, kurang peduli pada
masyarakat dan tidak melihat bahwa keberlangsungan dan kertertiban masyarakat
amat berpengaruh kepada keberlangsungan dengan ketentraman hidupnya.
Hukum-hukum sosial secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Perubahan yang di mulai dari perubahan dalam diri manusia
2. Maju mundur dari jatuh bangunya masyarakat amat bergantung pada akhlak
atau moraliitas masyarakat.
C. Impikasi Konsep Manusia Terhadap Konsep Pendidikan
Konsep manusia sebagai makhluk biologis, intelektual, spitual, moral, dan
sosial perspektif ajaran islam sebagaimana di uraikan di atas, dpat diajarkan dasar
yang kokoh guna membangun konsep pendidikan. Visi, misi, tujuan, sasaran,
kurikulum, bahan ajar, proses pembelajaran, sara prasarana, pembiayaan,
pengelolaan, evaluasi, dan lainya harus di susun bertolak dari konsep manusia

12
yang akn dikenai sasaran dari seluruh komponen pendidikan. Keharusan adanya
manusia yang terbina seluruh potensinya secara unggul, berdaya saing dan dapat
melaksanakan ibadah memimpin masyarakat, dapat di gunakan sebagai dasar bagi
perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pendidikan. Pendidikan harus menjadi
sarana yang paling efektif dalam membangun manusia yang unggul dan bersaing
tinggi itu adalah manusia yang unggul fisik, pancaindra, akal akal fikiran, hati
nurani, moralitas, dan spritualnya maka kurikulum dan bahan ajar yang di susun
jugak harus memuat mata pelajaran dan bahan ajar yang terkait dengan pembinaan
fisik, pancaindra manusia, di perlukan olahraga, kesehatan dan ketrampilan,
logika, dan sebagainya. Untuk pembinaan hati nurani, moralitas, dan spritualnya di
perlukan mata pelajaran tentang moralitas, etika, akhlak mulia, kesenian, budaya
dan agama.
D. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, bahwa islam memiliki konsep manusia yang lebih lengkap di
bandingkan dengan konsep manusai yang dimiliki agama lain, atau yang di miliki
berbagai disiplin ilmu yang dimiliki para ahli lainya. Hal yang deikian terjadi,
karena konsep manusia yang dikemukakan dalam islam berseumber dari tuhan
yang membikin manusia itu sendiri. Konsep manusia yang berasal dari manusia
sendiri tidak akan mampu menandingi konsep manusia yang berasal dari tuhan.
Manusia adalah makhluk yang serba terbatas. Sebaliknya, karena tuhan adalah
maha sempurna, maka dapat ipastikan, bahwa konsep manusia yang dihasikan dari
tuhan itu, aka melahirkan konsep manusia yang sempurna.
Kedua, jika konsep manusia yang sempurna itu di gunakan untuk menjelaskan
konsep pendidikan, maka konsep pendidikan yang akan dihasilakannya jugaka
akan sempurna. Untuk itu stdi konsep manusia dari manapun dapat dilakuka,
namun pada akhirnya agar didialongkan atau divalidasi berdasarkan konsep
manusia menurut tuhan, karena boleh jadi konsep manusia yang berasal dari

13
berbagai sumber itu, justru akan membantu dalam menjelaskan konsep manusia
yang dikehendaki tuhan itu perbedaan konsep pendidikan islam dengan konsep
pendidikan barat, antara lain disebabkan karena perbedaan konsep manusia yang
mendasarinya. Konsep manusia dari islam bersifat utuh dan lengkap, mencakup
aspek fisik, pancaindra, akal, hati nurani dan spritualitas(rsa percaya ppada tuhan.
Sedangkan konsep manusia dari barat, bersifat tidak utuh. Yaitu melihat manusia
hanya dari aspek fisik, pancaindra, akal dan hati nurani saja, tanpa aspek
spritualitas.
Ketiga, islam memandang, bahwa manusia selain sebagi makhluk individual,
jugak sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, melainkan memerlukan bantuan dari orang
lain. Dari sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan bantuan
orang lain. Atas dasar ini, maka pendidikan harus membantu manusia agar mampu
melakukan komunikasi sosial, dan sekaligus memerhatikan hal-hal yang bersifat
sosiologis guna diterapkan dalam kegiatan pendidikan.

BAB IV

MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM

A. Pengertian Masyarakat
Masyarakat sebagaimana dikemukakan Astrid S. Susanto adalah suatu
kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh di
katakana stabil. Sehubungan dengan ini, maka dengan sendirinya masyarakat
merupakan kesatuan yang dalam bingkai strukturnya (proses sosial) diselidiki oleh
sosiologi.

14
Di dalam masyarakat ini terdapat kumpulan individu yang terdiri dari latar
belakang jenis kelamin, agama, suku, bahasa, budaya, tradisi, tatus sosial,
kemampuan ekonomi, pendidikan, keahlian, pekerjaan, minat, hobi, dan
sebagainya yang berbeda-beda.
B. Pendidikan
Pendidikan berasaldari kata didik yang berarti bimbungan, arahan, pembinaan,
dan pelatian, kemudian mendapat awalan pen dan akhiran an, yang berarti
memberikan bimbingan, arahan, pelajaran, dan sebagainya. Dalam bahasa ingris
terdapat kata education yang berarti yang berarti pendidikan dan kata teaching
yang berarti pengajaran.
C. Hubungan Masyarakat dan Pendidikan
Masyarakat dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik, fungsional simbiotik
dan equal. Dari satu segi masyarakat meengaruhi pendidikan, dan dari sisi lain
pendidikan memengaruhi masyarakat. Mengenai aspek apa saja hubungan timbal
balik antara masyarakat dan pendidikan tersebut dapat dikemukakan secra singkat
sebagai berikut.
1. Tentang peran masyarakat terhadap pendidikan
Abdullah Idi, dalam bukunya sosiologi pendidikan, individu, masyarakat dan
pendidikan, menjelaskan, bahwa sumbungan masyarakat terhadap pendidikan
adalah sebagi tempat melakukan sosialisasi, control sosial, pelestarian budaya,
seleksi pendidikan dan perubahan sosial, serta sebagai lembaga pendidikan.
Beberapa peran ini dapat dikeukakan sebagai berikut.
a. Masyarakat sebagai tempat sosialisasi
b. Masyarakat sebagai control sosial
c. Masyarakat sebagai pelestarian budaya
d. Masyarakat sebagai seleksi pendidikan
e. Masyarakat sebagai tempat belajar
f. Sebagai lembaga pendidikan life skill
2. Peran pendidikan terhadap masyarakat

15
Dalam realitas dijumpai masyarakat yang kebudayaan dan peradabannya sudah
maju, seperti masyarakat yang tinggal di perkotaan dan masyarakat yang masih
tertinggal, seperti yang ada dipedesaan. Kehidupan masyarakat perkotaan dalam
bidang ekonomi, transportasi, komunikasi, pemukiman, makanan, minuman,
pakaian, hibura, seni, kebudayaan, dan peradabanya jauh bebeda dengan
masyarakat di pedesaan.
Peran pendidikan terhadap masyarakat ini lebih lanjut dapat dilihat
sebagai berikut:
a. Pendidikan sebagai sumber ilmu pengetaahuan dan keterampilan
b. Pendidikan sebagai pencetak ilmuan
c. Pendidikan sebagai agen perubahan sosial
d. Pendidikan sebagai pencetak tenaga kerja
e. Pendidikan sebagai pengawas masyarakat
D. Penutupan
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, dapat
dikemukakan catatan penutup sebagai berikut:
Pertama, bahwa antara masyarakat dan pendidikan terdapat hubungan mutual
simbiotik yang amat erat. Masyarakat selain menjadi objek juga menjadi subjek
pendidikan. Masyarakat mewaranai corak pendidikan yang dilaksanakan.
Masyarakat sebagai penyelenggaraan pendidikan, trutama pendidikan nonformal,
masyarakat sebagai penedia berbagai sarana dan prasarana pendidikan, dan
masyarakat pula sebagai pengguna para lulusanpendidikan. Sedangkan
pendidikan, selain sebagai penyedia sumber daya manusia terdidik yang
dibutuhkan oleh masyarakat, jugak pencetak tenaga kerja, tempat melahirkan, para
ilmuan, agen prubahan sosial, dan pengawasan masyarakat.
Kedua, bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berbasis
masyarakat, yaitu pendidikan yang memberdayakan masyarakat, melibatkan
masyarakat mencerdaskan dan memberikan keuntungan bagi masyarakat,

16
pendidikan menyediakan ilmu pengetahuan, wwawasan, keterampilan, dan
pengalaman yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Ketiga, bahwa dalam mewujudkan hubungan yang baik antara masyarakat dan
pendidikan, maka perlu dibangun sebuah kerja sama yang harmonis antara
pendidikan dan masyarakat secara permanen, berkesinambungan dan fungsional.
dengan kerja sama ini, maka pendidikan dapat menolong bagi kemajuan
masyarakat, dan masyarakat dapat menolong bagi kelangsungan hidup pendidikan.

BAB V
TINJAUAN SOSIOLOGI TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN DALAM
PERSEPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah sesuatu berupa keadaan yang ideal yang terdapat
pada peserta didik yang ingin dicapai oleh pendidikan. Misalnya, agar peserta
didik menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa,
serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, bahasa dan keterampilan yang
dibutuhkan guna menompang kesuksesan hidupnya di masyarakat. Dilihat dari
segi ruang lingkupnya, terdapat tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum adalah tujuan yang lebih besar yang ingin dicapai oleh
pendidikan secara umum, misalnya menjadikan sumber daya manusi Indonesia
yang unggul.
Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang lebih sempit yang ingin dicapai
setiap kali jenjang suatu pendidikan telah dicapai dalam bahasa ingris, tujuan
khusus yang terbatas ini disebut aim sedangkan daam bahasa arab tujuan khusus
yang yang terbatas ini di sebut al-ahdao tujuan yang ingin di capai pada
pendidikan taman kanak- kanak misalnya, adalah agar menjadi anak didik yang
secara fisik, pancaindra, intlektual, dan siosial siap untuk memasuki sekolah dasar,

17
serta memiliki keterampilan dasar dalam calistung (membaca, menulis, dan
berhitung) serta kemampuan bersosialisasi.
Demikian pula tujuan yang ingin di capai pada pendidikan tingkat sekolah
dasar adalah agar mnejadi anak didik yang memiliki dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan guna memasuki sekolah, secar hierarkis, tujuan
adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi sebuah lembaga
pendidikan, atau visi misi dari program pendidikan secar keseluruhan.
B. Tujuan Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat
Di dalam undang- undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional (sisdiknas) dinyatakan, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar mennjadi manusia yang beriman dan
bertaka kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, shat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Di kalangan para ulama pendidikan islam terdapat rumusan tujuan pendidiakn
islam sebagai berikut:
1. Menjelaskan posisi manusia di antara makhluk lain dan tanggung jawabnya
dalam kehidupan ini
2. Menjelaskan hubungan manusia dengan masyarakat dan tanggung jawabnya
dalam tatanan hidup bermasyarakat
3. Menjelaskan hubungan manusia dengan alam semesta
4. Menjelaskan hubungan manusia dengan allah sebagai pencipta alam semesta.
C. Upaya-Upaya Mewujudkan Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat
Secara ideal tujuan pendidikan islam adalah memerintahkan mengembangan
masyarakat atau berwawasan sosial, namun dala peraktiknya belum semua
lembaga pendidikan islam memerhatikannya masih ter dapat lembaga pendidikan
islam yang tujuannya hanya bersifat keagamaan. Mereka pandai dalam ilmu

18
agama, cakap dalam beribadah mahir membaca al- qur’an saleh dalam
kesehariannya namun kurang peduli pada masyarakat, bahkan tidak mengetahui
cara-cara agar berguna bagi masyarakat. Hal ini perlu dianalisis dengan melakukan
upaya-upaya sebagai berikut.
1. Memberikan wawasan kemasyarakatan yang berdasarkan al- qur’an da hadis.
2. Memberikan wawasan contoh dan peraktik mengamalkan aat-ayat dan hadis-
hadis yang berkaitan dengan kehidupan sosial.
3. Menunjukkan contoh-contoh tentang kegiatan sosial yang berdasarkan nilai-
nilai ajaran islam contoh penanggulan banjir.
D. Penutup
Jadi dapat di simpulkan sebagai berikut: Pertama, ujuan pendidikan islam
adalah suatu keadaan ideal yang ingin diwujudkan melalui kegiatan pendidikan
baik formal maupun non formal maupun informal seperti terwujudnya manusia
yang memiliki keseimbangan antara keunggulan dalam bidang iman-takwa dengan
ilmu pengetahuan, teknologi dan bahasa serta memiliki keinginan yang kuat untuk
mendarmabaktikannya bagi kepentingan masyarakat, bangsa atas Negara atas
dasar panggilan tuhan.
Kedua, tujuan pendidikan adalah merupakan pelaksanaan dari visi dan misi
pendidikan yang dirumuskan. Untuk itu antara visi, misi dan tujuan pendidikan
memiliki hubungan substansial dan fungsional.
Ketiga, tujuan pendidikan islam yang berdasarkan al- qur’an dan al- sunnah
sanat memerhatikan kepentingan masyarakat, bahkan pendidikan islam itu sendiri
adalah pendidikan yang berwawasan kemasyarakatan atas dasar ajaran isla. Tujuan
pendidikan islam selain menekankan lahirnya individu yang memiliki kimanan
dan ketakwaan yang kokoh, juga memiliki perhatian dan keinginan yang kuat
untuk memajukan masyarakat.

19
BAB VI
TINJAUAN SOSIOLOGIS TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengantar
Kurikulum merupaka sala satu komponen pendidikan yang paling dominan.
Selain berperan sebagai kendaraan yang menantrakan seseorang kepada suatu
tujuan jugak dapat berperan sebagai jalan yang harus ditempuh guna mencapai
tujuan pendidikan.
B. Pengertian Kurikulum
Jika dilakukan secara seksama, akan dijumpai bahwa pengertian kurikulum
dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Pada mulanya pengertian
kurikulum lebih di dasarkan pada fungsinya sebagai kendaraan atau jalan yang
harus di lalui guna mencapai tujuan pendidikan, atau cara dan kegiatan yang harus
di lalui guna mencapai tujuan pendidikan, atau cara dan kegiatan yang harus di
tepuh untuk mencapai suatu gelar aau ijazah atas dasar itu maka pengertian
kurikulum diartikan sebagi jaln yang harus di tempuh guna mencapai tujuan, jaln
tersebut maksudnya adalah sejumlah mata pelajaran yang harus dikaji secar
seksama guna mengantarkan seseorang pada tujuan pendidikan yang harus di
tempuh.
Perkembangan dari waktu ke waktu dari keadaan yang sederhana kepada
keadadn yang lebih maju. Perembangan pengertian kurikulum tersebut antara lain
disebabkan karna beberapa hal
1. Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. Semakin meningkatnya harapan masyarakat terhadap sekolah
3. Semakin berkembangnya konsep pendidikan dari yang semula sebagai aktivitas
memberikan ilmu pengetahuan, menjadi aktivitas yang memberikan
pengalaman kepada peserta didik agar dapat melakukan berbgai aktivitas di
masyarakat.
a. Konsep kurikulum
b. Struktur kurikulum

20
c. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan kurikulum
C. Penutup
Dapat di simpulkan dari analisis dan uraian di atas pertama, secara sosiologis
kurikulum lahir dari dan untuk masyarakat, isi muatan, struktur, bentuk, konsep
dan prinsip-prinsip kurikulum hanya akan berguna dan menolong masyarakat,
apabila kurikulum tersebut dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kedua, bahwa dalam merespons berbagai kebutuhan masyarakat, kurikulum
dapat melakukan peran sebagai penyeleksi, yaitu sungguh kurikulum itu harus
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan di ambil dari masyarakat, namun sesutau
yang di ambil dan diberikan kepada masyarakat itu adalah sesuatu yang bernilai
edukatif. Hal yang demikian, perlu di lakukan, karena masyarakat itu sendiri
memerlukan nilai-nilai yang positif bagi masa depannya.

BAB VII
REORIENTASI PERAN DAN FUNGSI GURU DALAM MASYARAKAT
GLOBAL
Guru merupakan komponen penting dalam pendidikan yang memiliki peran dan
fungsi yang sangat strategis. Namun saat ini peran dan fungsi guru tengah mengalami
perubahan secara drastic dan mendasar sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian perlu adanya reorientasi visi dan misi
guru.
A. Reorentasi Visi dan Misi Guru yang Orisinil
Sejalan dengan permasalahan maka ke depan perlu kembali ke dalam visi dan
misi seseorang guru yang orisinil, sebagai berikut:
1. Visi dan misi ulul albab adalah menjadi orang yang memiliki keseimbangan
antara daya pikir dan daya nalar dengan daya dzikir dan spiritual.

21
2. Visi dan misi al-ulama adalah sebagai ulama ia menjadi seorang yang
mendalami ilmu pengetahuan melalui kegiatan penelitian terhadap alam jagat
raya.
3. Visi dan misi ahl al-dzikr adalah orang yang memiliki otoritas keahlian yang
dapat memberikan penilian, menjadi tempat bertanya dan senantiasa mengingat
orang lain dari berbuat salah
4. Visi dan misi al-rasikhuna fi al-ilm adalah orang yang mampu member makna,
menangkap pesan dan ajaran serta melakukan pencerahan intlektual dan moral.
Implikasinya:
1. Seorang guru tidak hanya akan menjadi pandai bicara tetapi tahu cara kerja
pikiran.
2. Seorang guru akan menjadi teladan yang baik.
3. Seorang guru akan memandang berbagai ilmu pengetahuan sebagai satu
kesatuan.

BAB VIII
TINJAUAN SOSIOLOGIS TENTANG MASUKNYA PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM KE DALAM KURIKULUM SEKOLAH UMUM
A. Masuknya Pendidikan Islam ke dalam Kurikulum Sekolah Umum
1. Upaya pendidikan agam Islam kedalam kurikulum sokolah umum sebenarnya
sudah sejak zaman kolonial Belanda, akan tetapi tidak pernah membuahkan
hasil.
2. Lebih intensif lagi terjadi setelah kemerdekaan RI, yang mengusulkan agar
pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah negeri. Pada saat itu Ki Hajar
Dewantara selaku Mentri Pendidikan.
3. Keputusan BP-KNIP No. 15 Tahun 1945 tertangagl 22 Desember 1945
menegaskan bahwa dalam rangka memajukan pendidikan dan pengajaran yang
ada di langgar-langgar perlu diperhatikan. Selanjutnya tanggal 27 Desember

22
1945 perlu adanya pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yakni hendaknaya pengajaran mendapat tempat yang teratur, madrasah-
madrasah hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan yang nayata.
4. SK Mentri PPK No. 104/Bhg. Tanggal 1 Maret 1946 terbentuklah panitia
penyidik pengajaran yang bertugas untuk merencanakan susunan batu untuk
tiap-tiap sekolah, menetapkan bahan – bahan pengajaran yang sifatnya praktis.
5. Lahirnya peraturan Mentri PPK dan Mentri Agama No. 1142/BHG A
(Pengajaran) tanggal 2 Desember 1946 dan 1258/KJ9 Agama tanggal 12
Desember 1946
6. Proses lahirnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 adanya kebebasan orang
tua untuk menentukkan apakah anaknya mengikuti pelajaran agama atau tidak
7. Pada masa orde baru kedudukan pendidikan agama diwajibkan
8. Pendidikan agama Islam benar-benar masuk ke dalam kurikulum sekolah
umum setelah keluarnya Undang-Undang RI No.2 Tahun 1989.
9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran wajib.
Pertimbangan masuknya pendidikan agama Islam ke dalam sekolah umum
yaitu dari segi sosial, politik dan ideology, agama, hak-hak manusia, budaya, peran
dan fungsinya. Segi sosial bahwa masyarakat Indonesia terdiri berbagai lapisan
dan strata sosial yang amat pluralistic, antara satu dan lainnya harus hidup saling
berdampingan, toleran, merasa senasib seperjuangan sebagai sebuah bangsa. Segi
politik dan ideology bahwa di dalam masyarakat Indonesia kelompok-kelompok
agama yang berbasis ideologinya gama, nasionalis, komunis. Segi agama bahwa di
Indonesia memilik 5 agama dan di dalam agama didapati semua tenggangan. Segi
hak-hak manusia bahwa siapa pun tidak boleh memaksa untuk dianut oleh
seseorang karena beragama merupakan hak manusia. Segi budaya bahwa
lingkungan sosial dan budayanya yang kuat. Segi fungsi dan perannya bahwa
agama bukanlah termasuk pengetahuan dan pengajaran melainkan termasuk
pendidikan.

23
BAB IX
TINJAUAN SOSIOLOGIS TENTANG CORAK PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SEKOLAH
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam sebagaimana dikemukakan dia atas meliputi al-
quran/hadits, Fikih, Akidah/Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Pendidikan
agama Islam pada madrasah selai sebagai nilau atau ajaran yang harus dipahami,
dihyati, dan diamalkan dan juga harus menjadi sebuah bidang keahlian yang
bersangkutan.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi corak Pendidikam Agama Islam
Faktor yang mempengaruhi corak Pendidikan agama Islam yakni adanya latar
belakang kecerdasan, kedalaman ilmu, ideology, politik , lingkungan sosial, dan
lainnya pada para ulama. Sehingga pendidikan agama Islam yang
dikemabangkannya sering kali memberikan corak yang berbeda.

BAB X
PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
A. Pengantar
Dalam kajian literature sosiologi dikenal ada dua macam perubahan, yaitu:
1. Perubahan Budaya adalah berkaitan dengan perubahan dengan ide-ide dan
nilai-nilai yang dianut masyarakat.
2. Perubahan Sosial adalah berkaitan dengan pola hubungan masyarakat dan
perkembangan kelembagaannya.
Perubahan keduanya memiliki hubungan timbal balik.
B. Pengertian Perubahan Sosial
Kata perubahan berasal dari kata ubah yang mendapatkan awalan per dan
akhiran an. Menurut W.J.S Perdarman mengartikan bahwa perubahan adalah
sebagai keadaan yang berubah dari keadaan yang semula ke dalam bentuk lain.

24
Sedangkan kata sosial atau masyarakat adalah kumpulan manusia yang bertempat
tinggal di suatu wilayah tertentu terkait oleh aturan yang disepakati bersama dalam
rangka mencapai tujuan bersama.
Sehingga pengertian perubahan sosial adalah sebagai peralihan dari suatu
keadaan masyarakat pada suatu keadaan yang baru.
Perubahan sosial adalah sesuatu kenyataan yaitu yang dapat dibuktikan gejala-
gejala seperti depersonalisasi, adanya frustasi dan apathy, pertentangan pola
perbedaan perpaduan-perbedaan mengenai norma-norma susila yang hingga kini
diangga mutlak.
C. Sebab Akibat Perubahan Sosial
Sebab perubahan sosial adalah majunya IPTEK, pengunaan IPTEK,
Perubahan-perubahan di sekitar dan pertumbuhan harapan dan tuntutan manusia.
Sedangan akibat dari sebab itu adalah terjadinya teknologisasi kehidupan,
kecenderungan perilaku masyarakat sebagai orang lain, masyarakat padat
informasi, kehidupan semakin sistematik dan terbuka. Sehingga sebab dan akibat
tersebut perlua danaya antisipasi dan dijawab oleh dunia pendidikan.
D. Kegunaan Memahami Perubahan Sosial Bagi Pendidikan
Pemahaman perubahan sosial bagi pendidikan adalah untuk mengetahui akar
persoalan perubahan dan bentuk apa yang harus dilakukan pada masyarakat yang
berubah tersebut dan sebagai bekal dalam perubahan tersebut.
E. Petunjuk Ajaran Islam dalam Menghadapi Perubahan Sosial
1. Berorientasi pada masa depan, terdapat dalam surat al Hasyer ayat 18
2. Berbasis riset dan data, terdapat dalam surat Al-Isra’ ayat 36
3. Bersikap kritis terhadap segala setiap informasi sebelum diterimanya sebagai
kebenaran
4. Bersikap militansi moderat
5. Berorientasi pada tercapainya mutu yang unggul
6. Bersikap progresif
7. Bersikap seimbang dan holistic

25
8. Belajar dan meningkatkan kemampuan.
Selain itu, Islam juga memberikan petunjuk dan strategi dalam menghadapi
perubahan sosial yaitu dimulai dengan mengubah diri sendiri terlebih dahulu.

BAB XI
TUJUAN SOSIOLOGIS TENTANG KEPEMIMPINAN DI PONDOK
PESANTREN
A. Pengertian dan macam-macam pola kepemimpinan pomdok pesantren
Kata pola dalam bahasa Indonesia berrati gambar yang dipakai contoh;corak
batik;potongan kertas. Dalam bahasa Inggris berasal dari kata pattern yang berarti
pola, mal, susunan gambar dan warna, pola contoh, teladan.
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang berarti bimbingan atau tuntun
serta kata yang yang mendapatkan awalan ke dan akiran an. Dalam bahasa Arab
kata kepemimpinan berdekatan dengan kata al imamiyah, raiyah, sulthoniyah al
khilafah dan al mulkiyah.
Selanjutnya dalam konteks manajemen, kepemimipinan adalah berlangsung
diawali dengan tindakan memengaruhi anggota atu bawahan, diakhiri pada
tercapainya tujuan organisasi atau kepuasan anggota.
Kata pondok dalam kamus bahasa Indonesia berrti rumah untuk semantara
waktu;tempat yang digunakan untuk merendahkan diri: rumah yang agak kurang
baik;asrama atau madrasah. Sedangkan pesantren adalah asrama tempat murid
mengaji. Kata pesantren berasal dari kata santri yang mendapatkan awalan pe dan
akhiran an.
Dari pengertian di atas yang ditinjau dari segi bahasa dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud pola kepemimipinan pondok pesantren adalah model
gambaran, ukuran, contoh, atau teladannya digunakan dalam mengarahkan,
mengelola, membina, dan mengembangkan lembaga pendidikan keagaman dan
sebagai acuan dalam menengelola pesantren dalam rangkah mencapai tujuannya.

26
Sehingga pola kepemimpinan pondok pesantren ini memiliki ciri-ciri khusus yang
membedakan dengan pola kepemipinan pada lembaga lain. Ciri- ciri tersebut yang
ada saat ini adalah:
1. Individual, karismatik, religio feodalistik
Menurut Mastuhu bahwa yang dimaksud dengan kepemimipinan kharismatik
adalah kepemimipinan yang bersandar pada kepercayaan santri atau masyarakat
umum sebagai jamaah, bahwa kiai merupakan pimpinan pesantren yang
mempunyai kekuasaan yang berasal dari Tuhan.
2. Kolektif pasif
Menurut Kasyful Anwar ciri kolektif pasif dapat diartikan sebagai proses
kepemimpinan kolaboratif yang saling menguntungkan yang memungkinkan
seluruh elemen sebuah institusi turut ambil bagian dalam membangun sebuah
kesepakatan yang mengakomodasi tujuan bersama.
3. Laisses faire
Pola kepemimpinan ini memiliki tatanan kerja organisasinya kurang jelas dan
pembagian kerja antara unit kerja tidak dipisahkan secara tajam
4. Birokratik
Pada dasarnya pola kepemimpinan ini merukapakan kebalikan dari pola
kepemimpianan Laisses faire.
B. Model kepemimpinan pondok pesantren di masa depan
Perlu adanya pertimbang dalam menetapkan model kepemimpinan pondok
pesantren di masa depan, sebagai berikut:
1. Peran dan fungsi tradisional pesantren yaitu sebagai tempat menimba dan
memperdalam ilmu agama dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat,
sebagai tempat tranmisi dan transformasi tradisi dan budaya Islami, sebagai
tempat mencetak para ulama yang andal.
2. Peran dan fungsi sosial dan modernitas pesantren yaitu menjadi pusat
penyuluhan kesehatan, pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat
pendesaan, pusat usaha-usaha penyelelamatan dan pelestarian lingkungan

27
hidup, dan lebih penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi
masyarakat.

BAB XII
PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGHASILKAN INSAN AKADEMIS
YANG BERINTEGRITAS
A. Pendahuluan
Ada tiga alasan yang menjadi alasan mengapa topic tentang pendidikan
seharusnya menghasilkan insane yang akademis berintegritas, berikut alsannya:
1. Bahwa insan akademis berinegritas sangat dibutuhkan untuk kemajuan bangsa
dan negara
2. Bahwa kebudayaan Islam dan peradaban Islam ditandai dengan lahirnya
sejumlah insane akademis dan berintegritas.
3. Terjadinya keberhasilan dunai pendidikan dalam arti seluas-luasnya
B. Lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam Sejarah
Upaya untuk menghasilkan insane akademis dan berintegritas telah menjadi
komitmen dari seluruh lembaga pendidikan, baik formal, informal maupun non
formal yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Lembaga-lembaga pendidikan
tersebut adalah:
1. Al shuffah adalah lembaga pendidikan pertama kali yang didirikan oleh
Rasullah
2. Masjid adalah selain untuk tempat ibadah juga dapat digunakan tempat
penyelenggaraan pendidikan agama melalui ceramah dan kajian-kajian Islam
serta halaqoh.
3. Kuttab adalah lembaga pendidikan yang dibangun oleh masyarakat
4. Al ribath dan Az zawiyah adalah lembaga pendidikan yang dibangun oleh sufi
5. Al badiah adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa arab yang
klasik

28
6. Madrasah adalah lembaga pendidikan formal yang dibangun oleh masyarakat
dan pemerintah
7. Al qushr adalah lembaga pendidikan bagi calon sultan
8. Bait Al hikmah adalah tempat bagi penerjemah buku –buku filsafat Yunani
9. Bait al ulama adalah rumah pribadi para guru karean sudah tidak ammapu
datang ke lembaga
10. Al maktabah adalah tempat penyimapanan buku dan tempat membaca
11. Toko buku adalah tempat mendapatkan buku yang dibutuhkan dengan
membelinya
C. Pola gerakan intelektual dalam Islam
Ada empat model gerakan intlektual dalam Islam dari zaman kalsik sampai
post modern, yaitu:
1. Pola gerakan bersifat integrated
Dengan pola gerakan ini antara fisik, pancaindra, akal, hati, nurani, spriyual dan
sosial yang integrated maka insan akademis pada masa klasik adalah insan
akademis berintegritas dan ensiklopedik.
2. Pola gerakan bersifat separated dan dikotomi
Pola ini memiliki ciri-ciri mengikuti metode kajian yang telah dibangun pada
zaman klasik, lebih mengkonsentrasikan pemikiran intlektualnya pada bidang
ilmu agama Islam yang mengambil pola ulum al din.
3. Pola gerakan pada zaman modern memiliki ciri-ciri yaitu menganggap bahwa
ilmu-ilmu keislaman yang ada sekarang adalah sebgai hasil ijtihad, berprinsip
menerima pendapat lama yang masih sesuai dengan mengambil pendapat baru
yang lebih sesuai lagi dnegan zamannya, mengambil bentuk al fikrah islamiyah.
4. Pola gerakan pada masa post modern lebih mengedepankan ilmu agama
dikonstruksi kembali sesuai dengan kebutuhan zaman.
D. Sebagai pemicu lahirnya insane akademis dan berintegritas
Faktor yang memicu lahirnya insane akademis yang berintegritas adalah
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada

29
dalam Islam sendiri. Sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi lingkungan
geografid negara Islam yang memiliki banyak warisan budaya Yunani dan Persia.

BAB XIII

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL DAN


PERANANNYA DALAM MENANGGULANGI RADIKALISME,
TERORISME, DAN KONFLIK SOSIAL

Pembahasan dalam bab ini mengenai konsep pendidikan agama yang berbasis
multikultural serta pemahamannya dalam menanggulangi terorisme, radikalisme, dan
konflik social besertadengan konsep lainnya yakni, demokrasi, persamaan,
kebebasan, dan pluralisme.

A. Multikulturalisme
Multikulturalisme secara sederhana dapat dirumuskan sebagai system nilai
atau kebijakan yang menghargai keragaman dalam suatu masyarakat yang
didasarkan pada kesediaan untuk menerima dan menghargai keberadaan kelompok
lain yang berbeda suku, etnik, gender, agama.
Multikulturalisme dibangun pada tiga prinsip. Pertama, pengakuan terhadap
manusia yang tumbuh dan besar dalam suatu masyarakat yang memiliki tatanan
adab dan budaya yang berbeda dari masing-masing daerah. Kedua, kebudayaan
yang beraneka ragam memperlihatkan adanya visi dan makna yang berbeda
mengenai kehidupan. Berdasarkan tiga prinsip tersebut, multikulturalisme pada
hakikatnya merupakan politik kebudayaan dalam rangka memperjuangkan nasib
kelompok masyarakat (minoritas) yang memiliki perbedaan budaya. Agar tidak
saling mengganggu, maka dibutuhkan adanya budaya lain sebagai pengikat,
penghubung, dan pengaman eksistensi, yakni demokrasi, persamaan, kebebasan,

30
dan pluralisme. Di lain sisi, banyak perdebatan di kalangan para pakar, sehingga
diperlukan penyesuaian terhadap nilai-nilai ajaran islam.
1. Demokrasi
Penerapan demokrasi di Indonesia telah mengalami perdebatan di kalangan
tokoh islam. Pasalnya, demokrasi tidak sesuai dengan ajaran islam. Pendiri
Majelis Mujahidin Indonesia berpendapat bahwa demokrasi berasal dari Barat
yang sekularis dan liberalis hingga berpaham syirik karena menyekutukan
kedaulatan Tuhan dengan kedaulatan rakyat. Tetapi Muhammad Natsir
menerima konsep demokrasi dengan mensyaratkan prinsip kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang disebutnya sebagai teo-demokrasi, atau demokrasi
berdasarkan Ketuhanan.
Demokrasi meniscayakan kedaulatan sepenuhnya di tangan rakyat, sedangkan
islam merupakan kedaulatan yang berada di tangan Tuhan. Islam menginginkan
agar kedaulatan Tuhan tidak diganggu oleh kedaulatan manusia. Untuk
mengatasi hal tersebut, demokrasi yang ideal di Indonesia yakni demokrasi
yang memadukan antara kehendak Tuhan dengan kehendak manusia. Hingga
tidak terjerumus ke dalam bentuk teokrasi, liberalisasi individual, dan otoriter.
2. Persamaan
Timbul perdebatan mengenai persamaan apa saja yang harus disamakan. Para
teoritikus politik dan sosial berupaya membedakan ketidaksamaan secara
alamiyah dan konvensional. Hingga diterimalah ketidaksamaan secara alamiah
yang mencakup seks, umur, kekuatan, dan sebagainya.
Para intelektual muslim di Indonesia menyamakannya dengan konsep al-
musawah yang merupakan karakter yang bersifat alamiah. Berdasarkan firman
Allah QS. Al-Hujurat ayat 13 dapat diketahui bahwa manusia punya kedudukan
yang sama di mata Tuhan, yang membedakan hanyalah keimanan, ketakwaan,
dan akhlaknya. Dalam pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa islam
merupakan agama yang egalitarianisme.
3. Kebebasan

31
Kebebasan dapat didefinisikan sebagai tidak adanya suatu paksaan atau
rintangan. Kalangan muslim juga menentang konsep kebebasan karena terlahir
dari tradisi liberal budaya barat yang menginginkan apa saja tanpa dibatasi
moral, agama, dan lain-lain. Masykuri berpendapat bahwa kebebasan
berhubungan dengan persamaan dan saling melengkapi, dan mengartikan
bahwa kebebasan adalah tiadanya halangan dan paksaan namun hanya dalam
beberapa hal. Yang dihubungkan oleh pendapat para pakar muslim bahwa
kebebasan yang dimiliki manusia tidak bersifat mutlak, yang memiliki batas-
batas tertentu. Kebebasan yang melanggar batas akan menyebabkan rusaknya
kebebasan itu sendiri.
Dengan demikian islam menghendaki kebebasan yang bertanggung jawab,
dibatasi oleh hukum, adat istiadat, dan moral.
4. Pluralisme
Secara harfiah pluralisme merupakan keragaman, dan perbedaan atas segala
sesuatu yang terjadi di muka bumi, baik terjadi alami maupun tidak. Pluralisme
yang asli merujuk pada problem masyarakat plural, yang penduduknya tidak
homogen, dimana kadang beberapa faktor ini menyatu yang cenderung
meningkatkan konflik.
Istilah pluralisme tidak diterima begitu juga oleh kalangan muslim. Islam
lebih memberikan perhatian terhadap pluralisme sosial. Islam memandang,
pluralisme adalah sistem nilai yang memandang eksistensi kemajemukan secara
positif dan optimistik, dan menerimanya sebagai suatu kenyataan dan sangat
dihargai. Dengan demikian, islam memandang pluralisme sebagai hukum alam
yang tidak akan berubah dan tidak bisa ditolak.
B. Nilai Multikultural dalam Pendidikan Islam
Pendidikan agama islam yang berbasis multikultural adalah pendidikan yang
melihat perbedaan suku, agama, dan ras merupakan bagian dari skenario dan
rekayasa penciptanya, satu paket dengan raga ciptaan alam raya. Ragam perbedaan

32
tersebut merupakan fasilitas ekstra eksklusif yang Tuhan sediakan bagi hambaNya
yang bernama manusia.
Perlunya memasukkan nilai-nilai multicultural dalam pendidikan untuk
menanggulangi bahaya radikalisme dan terorisme. Perlu adanya rumusan tentang
visi, misi, fungsi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, tenaga pendidikan, dan
kependidikan, sarana prasarana, budaya sekolah, dan evaluasi pendidikan agama
islam yang berbasis multicultural dengan pilar-pilarnya yang telah disesuaikan
dengan nilai-nilai ajaran islam.
1. Visi, Misi, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Visi pendidikan agama islam dapat dirumuskan sebagai sarana yang strategis
dan efektif bagi peserta didik. Misi adalah sejumlah kegiatan atau agenda yang
harus dikerjakan untuk mencapai dan mewujudkan visi tersebut. Fungsi
pendidikan agama adalah membentuk manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan tujuan pendidikan agama adalah
untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama dengan menyerasikan
penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dalam kenyataannya, visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan agama belum
sepenuhnya dapat diwujudkan. Menurut Zubaedi, pendidikan agama dan
pendidikan moral yang diajarkan di sekolah belum membentuk manusia yang
berkarakter. Padahal, visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan agama islam
yang berkaitan dengan pendidikan akhlak merupakan misi utama ajaran islam.
Untuk menanggulanginya, pendidikan agama islam harus ikut bertanggung
jawab dalam menyelamatkan Indonesia dari keterancamannya sebagai negara
bankruft.
2. Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam
Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Menengah
Atas terdiri dari mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih,

33
Sejarah Islam yang dilakukan secara integrated, dan diberikan pada kelas X,
XI, XII.
Berdasarkan materi yang diberikan, terdapat ciri-ciri kurikulum dan bahan
ajar pendidikan agama islam sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi struktur atau organisasinya.
b. Dilihat dari segi isinya.
c. Dilihat dari segi orientasinya.
d. Dilihat dari segi fungsinya.
3. Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Tenaga pendidik dan kependidikan memiliki peran dan fungsi yang amat
penting. Apabila tidak ada tenaga pendidik, pendidikan tidak akan berjalan.
Untuk pendidikan agama yang berbasis multikultural, guru harus memiliki
wawasan multikultural dengan berbagai nilai pendukungnya.
Berkenaan dengan pernyataan bahwa guru masih ada yang memiliki sikap
radikalisme, maka perlu dilakukan upaya mempersiapkan guru agama yang
professional dan berwawasan multikultural, dengan merekrut guru yang
memiliki wawasan multikulturalisme, melakukan pembinaan, pengarahan, dan
pengawasan secara berkelanjutan terhadap guru.
4. Sarana Prasarana dan Lokus Pendidikan Agama Islam
Sarana prasarana dan lokus pendidikan merupakan bagian dari komponen
yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan visi, misi, fungsi, tujuan,
kurikulum, bahan ajar dan lain sebagainya yang sudah dijelaskan di atas. Sarana
prasarana pendidikan agama ditopang oleh lokus-lokus pendidikan, sebagai
wahana aktualisasi nilai multikultural.
5. Budaya Sekolah
Budaya sekolah dapat dipahami sebagai nilai-nilai, ajaran, pandangan hidup,
pola pikir, dan sikap-sikap yang digali dari berbagai sumber yang diseleksi
berdasarkan pertimbangan yang matang dan cermat untuk selanjutnya
digunakan sebagai acuan.

34
Rumusan tentang budaya multikultural pada lembaga pendidikan umum dan
lembaga pendidikan agama yang digali dari nilai-nilai yang terdapat dalam
ajaran agama, pemikiran filsafat, hati nurani, adat istiadat, sejarah, dan lain
sebagainya.
6. Evaluasi Pendidikan Agama Islam Multikultural
Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan secara
komprehensif, sistematis, terencana dalam rangka melihat hasil pendidikan
yang dihubungkan dengan input dan proses yang dilakukannya, serta dengan
melihat ruang lingkupnya.

BAB XIV
PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGAN GLOBALISASI
A. Pendahuluan
Berdasarkan catatan sejarah, islam telah mengalami tiga kali globalisasi.
Pertama, terjadi sekitar abad ke-7. Pada saat itu umat islam menerima, menyerap,
menerjemahkan, memahami, mendalami kebudayaan yunani kuno. Kedua, terjadi
pada abad ke-13 M yaitu ketika warisan ilmu masuk ke Eropa. Ketiga, terjadi pada
abad ke-18 M ketika islam mulai mengalami keterbelakangan.
Pada bab ini, akan membahas mengenai tantangan-tantangan yang muncul di
era globalisasi serta strategi pendidikan islam yang akan dianalisis menggunakan
pendekatan sosiologis, historis, dan empiris.
B. Tantangan-tantangan Globalisasi
Globalisasi muslim di Indonesia menampilkan sumber dan watak yang
berbeda, yang terus memegang supremasi dan hegemoni dalam berbagai lapangan
kehidupan masyarakat dunia pada umumnya. Globalisasi saat ini ditandai oleh
beberapa hal:
1. Penemuan teknologi canggih di bidang IT
2. Adanya hegemoni kekuasaan Negara maju

35
3. Adanya tuntutan masyarakat yang ingin mendapatkan perlakuan yang lebih
demokratis, adil, manusiawi, egaliter, dan humanis
4. Interdependensi
C. Strategi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Tantangan-tantangan Globalisasi
Pendidikan dalam era globalisasi berada di persimpangan jalan. Dilema
pendidikan yang harus mengikuti tuntutan globalisasi, agar dapat bertahan.
Menghadapi problematika tersebut, maka terdapat langkah inovatif sebagai
berikut:
1. Melakukan perubahan visi, misi, dan tujuan
2. Melakukan penyeimbangan kurikulum dan isi bahan ajar
3. Memadukan model pendekatan dan metode pembelajaran yang memadukan
antara pendekatan behaviorisme dengan pendekatan konstruktivisme yang
berbasis ilahiyah
4. Menggunakan manajemen yang memadukan antara pendekatan sistem dan
infrastruktur dengan pendekatan yang berbasis perilaku manusia
5. Memperkenalkan kembali visi, misi dan tujuan pendidikan agama islam
secara komprehensif

BAB XV
MEMPERBAIKI LINGKUNGAN SOSIAL SEKOLAH
A. Pengantar
Keadaan lingkungan rumah berbeda dengan lingkungan sekolah peserta didik,
jika lingkungan di rumah didasarkan pada ikatan gessenchaft maka lingungan
sekolah bersifat gesselchaft.
Realita kehidupan saat ini, di sekolah terdapat hal-hal yang menghilangkan
sifat edukatifnya bahkan cenderung bersifat diskriminatif. Uraian pada bab ini
akan menggambarkan peran sosial sebagai lembaga sosial yang bersifat edukatif,
berbagai kendala yang menghambatnya serta cara-cara untuk mengupayakannya.

36
B. Bentuk-bentuk Sekolah
Menurut Havighurst, bentuk sekolah dalam masyarakat terdapat tiga bentuk:
1. Sekolah tradisional
Sekolah ini hanya berfokus untuk menimba ilmu pengetahuan tanpa
dibarengi dengan kegiatan sosial. Karenanya, para lulusan akan terhambat
dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
2. Sekolah modal dari masyarakat
Anak belajar agar dapat hidup sebagai seorang manusia yang cakap
dan baik dalam masyarakat. Keadaannya lebih maju dibandingkan dengan
sekolah tradisional, karena ada aktifitas sosial yang digagas oleh para pesera
didik.
3. Sekolah masyarakat
Sekolah ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat.
Para siswa dapat berperan aktif sebagai bagian dari anggota masyarakat. Pada
sekolah ini, masyarakat menjadi basis dari pendidikan.
C. Sekolah Lembaga Sosial
Sosiologi tidak dapat melakukan penelitiannya terhadap masyarakat yang
strukturnya belum teratur dan belum stabil. Hal-hal yang dilihat sebagai yang
teratur, berulang-ulang dan stabil yang ada di masyarakat dapat dilihat dari:
1. Jumlah orang yang ada di dalamnya
2. Wilayah tempat tinggalnya
3. Pola hubungan dan komunikasi yang biasa dilakukan
4. Sistem hubungan antarmanusia
5. Kepentingan bersama yang dimilikinya
6. Tujuan yang dimiliki bersama
7. Pola kerja sama
8. Ikatan yang berdasarkan unsur-unsur sesuatu bersama
9. Perasaan solidaritas
10. Kesadaran interdependensi antara satu dan lainnya

37
11. Norma-norma dan sistem nilai yang dianut
12. Nilai-nilai budaya yang disepakati

Jika ciri-ciri masyarakat tersebut dihubungkan dengan segala sesuatu yang


terdapat di sekolah, akan tampak bahwa sekolah juga dapat dikatakan sebagai
lembaga sosial.

D. Hukum-hukum Kemasyarakatan
Terdapat sejumlah hukum kemasyarakatan yang dapat digali dan dipahami
dari berbagai ayat Al-Qur’an, al-hadis, pendapat para filosof dan bukti-bukti
perjalanan sejarah umat islam. Hukum kemasyarakatan tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Menaati pimpinan
2. Memiliki akhlak yang mulia
3. Memelihara kesejahteraan bersama
4. Memelihara sikap toleransi

BAB XVI
PENGARUH SITUASI SOSIAL POLITIK, EKONOMI, DAN
BUDAYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM
A. Faktor Sosial-Politik
Sosiologi diketahui sebagai ilmu yang mempelajari keadaan masyarakat
dengan berbagai aspek yang terdapat di dalamnya, serta saling hubungan antara
satu dan lainnya, termasuk struktur sosial, pada komunikasi dan interaksi, serta
nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di dalamnya, yang selanjutnya dapat
memengaruhi keadaan pendidikan.

38
Setiap keadaan sosial daerah pasti berbeda, hal ini juga memengaruhi keadaan
pendidikan di lingkungan tersebut. Seperti keadaan masyarakat Mekkah yang
mayoritas kaum pedagang. Segalanya diukur dengan materialistik, sehingga tidak
pernah dijumpai tokoh ilmuan yang berasal dari Arab. Berbeda pula dengan
kondisi masyarakat Madinah yang beprofesi sebagai petani, mereka cenderung
mudah bersahabat, rela berkorban, dan tolong menolong. Hingga saat hijrahnya
nabi Muhammad Saw lebih mudah mengembangkan pendidikan di sana.
Selanjutnya kondisi sosial mulai mengalami pancaroba pada zaman Khulafaur
Rasyidin. Meskipun pada zaman Abu Bakar terjadi banyak pemberontakan, namun
Abu Bakar mengupayakan mengumpulkan penulisan Al-Qur’an ke dalam satu
mushaf, akibat kondisi yang tidak stabil Abu Bakar tidak memiliki kesempatan
mengembangkan lembaga pendidikan.
Perkembangan sosial mulai berkembang lagi pada zaman Umar bin Khattab.
Pemberontakan tidak lagi terlihat, hal ini dimanfaatkan oleh Umar bin Khattab
untuk memperluas dakwah dan wilayah kekuasaan islam. Umar bin Khattab
mengeluarkan kebijakan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang dibutuhkan
masyarakat.
Kondisi sosial semakin tidak stabil di masa Usman bin Affan. Banyak terjadi
pemberontakan di berbagai daerah, hingga terjadi kudeta yang berakhirnya
terbunuhnya Usman bin Affan. Hal ini disebabkan karena Usman bin Affan sudah
semakin tua, dan terjadi kebijakan Nepotisme dalam pemerintahannya. Namun,
Usman bin Affan memberikan peran penting dalam perkembangan pendidikan
islam, dengan memberikan tanda baca dalam penulisan Al-Qur’an yang sekarang
disebut dengan nama Al-Qur’an Mushaf Usmani. Perkembangan sosial mengalami
keadaan yang lebih kacau lagi pada zaman Ali bin Abi Thalib, hingga terjadi
banyak peperangan.
Selepas masa Khulafaur Rasyidin, dilanjutkan dengan daulah-daulah
setelahnya hingga sampai abad pertengahan pendidikan islam memperlihatkan hal-
hal sebagai berikut:

39
1. Terfokus pada bidang keagamaan
2. Bersifat doktriner, normatif, dogmatis, dan defensif
3. Dari segi metodologi pembelajaran, pendidikan agama dilakukan secara
verbalistik
4. Terdapat pandangan membedakan antara kedudukan ibadah dan bukan ibadah
5. Penyebaran islam makin meluas ke berbagai dunia

BAB XVII
PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA BERBASIS BUDAYA
KEAGAMAAN ISLAM
A. Pendidikan Agama Islam sebagai Dasar Pendidikan
Pada dasarnya, Pendidikan Agama Islam (PAI) bersumber pada Al-Qur’an
dan al-Sunnah. PAI sesungguhnya merupakan pendidikan tentang keimanan dan
ketakwaan yang transformatif. Iman yang mampu membina hubungan yang
seimbang dan harmonis antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia dengan
manusia.
Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah serta penjelasannya yang
diberikan oleh para ulama, bahwa keimanan itu memiliki hubungan dengan
berbagai hal sebagai berikut:
1. Iman dan ilmu
2. Iman dan kehidupan yang sehat
3. Iman dan sikap disiplin, tanggung jawab, sabar, ikhlas, syukur, ridha, dan
tawakkal
4. Ajaran islam tentang ibadah dan muamalah sebagaimana diatur dalam fikih,
dimaksudkan agar tercipta sebuah kehidupan yang tertib, teratur, aman, dan
damai
5. Membangun hubungan dan komunikasi yang intensif dengan semua pihak

40
6. Ajaran pokok yang melandasi ajaran islam pada bidang sosial, ekonomi,
politik, budaya, hukum, dan sebagainya
B. Pembentuk Karakter melalui Pembudayaan PAI
Dalam membentuk akhlak mulia dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan
agama pada peserta didik melalui pendekatan budaya terdapat beberapa tahapan:
1. Melalui proses pengambilan keputusan
2. Melalui penetapan pola-pola manajemen
3. Melalui sikap dan perilaku warga sekolah
4. Melalui kegiatan intrakurikuler
5. Melalui program ekstrakurikuler
C. Pembentukan Karakter melalui Proses Belajar Mengajar yang Holistik dan
Humanistik
Proses belajar mengajar memegang peranan penting dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Segala sarana prasarana yang baik tidak akan berhasil
apabila tidak didukung guru yang professional.
Adapun proses belajar mengajar yang diperkirakan dapat menunjang
terwujudnya lulusan yang unggul dalam penguasaan sains, teknologi dan akhlak
mulia, adalah proses belajar mengajar yang bercorak humanistik dan partisipatif
yang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Modeling atau pemberian contoh
2. Reflecting
3. Deep discussion
4. Authentic assessment
5. Sosialisasi
6. Continuous observation

41
BAB XVIII

PEMANFAATAN BUDYA LOKAL DALAM PENDIDIKAN

A. Pengertian Budaya Lokal


Budaya atau kebudayaan merupakan terjemahan dari kata culture dalam
bahasa inggris. Sedangkan dalam bahasa arab digunakan kata al-tsaqafah. Dalam
pengertian lebih lanjut, budaya atau kebudayaan lebih ditekankan pada aspek-
aspek yang bersifat batiniah, spirit dan jiwa yang mendasari segala sesuatu. Yang
menjadi jiwa atau nilai-nilai yang mendasari segala sesuatu.
Kebudayaan dibedakan dengan peradaban. Jika kebudayaan bersifat batiniah,
maka peradaban bersifat dzahiriah. Kebudayaan dan peradaban sejatinya tidak
dapat dipisahkan, ibaratkan peradaban adalah sebuah bangunan yang megah.
Namun dalam bangunan yang megah tersebut terdapat nilai, ajaran atau pesan
yang mendasarinya, hal ini dapat disebut sebagai kebudayaan. Dengan demikian,
budaya atau kebudayaan adalah nilai, ajaran, dan konsep yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat yang dijadikan acuan dalam hidupnya.
Sedangkan yang dimaksud lokal adalah kebalikan dari global. Jika global
meluas, maka lokal menggambarkan sebuah lingkungan yang terbatas, seperti
desa. Budaya lokal tidak diartikan sebagai local culture melainkan local wisdom
(kebijakan lokal). Namun sesungguhnya local wisdom merupakan local culture.
Namun karena budaya lokal diyakini mengandung kearifan dan kebijakan bagi
orang yang melakukannya, maka disebut local wisdom.
B. Macam-macam Budaya Lokal (Local Wisdom)
Kebudayaan lokal merupakan sumber nilai yang penting dalam kehidupan
masyarakat. Karena nilai-nilainya sangat memengaruhi kehidupan masyarakat,
maka budaya lokal merupakan manifestasi pandangan hidup dan etos spiritual
masyarakat yang merupakan kristalisasi pembelajaran dari hasil interaksi dan
internalisasi nilai-nilai manusia terhadap lingkungan dari generasi ke generasi.

42
Di masyarakat jawa misalnya terdapat istilah nyuwiji yang artinya merupakan
gambaran erat dari beberapa elemen dalam mengarungi hidup, dan guyu yang
artinya tertawa, dalam jawa ada tiga macam guyon yaitu geguyon parikena,
geguyon yang jadi tangisan, dan geguyon maton. Dan masih banyak lagi contoh-
contoh yang lain yang menggambarkan perilaku orang jawa.
Selain di jawa, di daerah lain juga terdapat budaya lokal yang mengandung
ajaran leluhur yang sejalan dengan ajaran agama. Di Maluku terdapat Pela
Gandong, di Lampung terdapat Sai Bumi Ruwah Juai, dan di Dayak terdapat
budaya Betang. Selanjutnya ajaran budaya lokal juga dapat dijumpai dalam
kesenian wayang dan sastra. Wayang memiliki nilai spiritualisme yang diibaratkan
sebagai tuntunan hidup.
Dari beberapa contoh tersebut, dapat diketahui bahwa Indonesia merupakan
Negara yang amat kaya dengan budaya lokal karena Indonesia terdiri dari
beberapa pulau, agama, suku, etnis, bahasa, dan lain sebagainya. Dalam era
globalisasi yang penuh persaingan, nilai-nilai ajaran yang terdapat dalam budaya
lokal patut kita jaga dan pelihara juga kita pergunakan sebagai media untuk
pembelajaran.
C. Faktor-faktor yang Membentuk Kebudayaan
Dengan ditumbuhkannya daya cipta, rasa dan karsa manusia maka lahirlah
berbagai potensi dalam diri manusia. Potensi yang dikeluarkan akan menjadi ilmu
pengetahuan, keterampilan, desain, konsep dan nilai-nilai yang selanjutnya
diwujudkan menjadi karya-karya fisik.
Salah satu faktor yang membentuk kebudayaan adalah gerakan masyarakat
yang mendukung pengembangan kebudayaan dengan memasukkan unsur
modernitas tanpa menghilangkan jati dirinya yang asli. Faktor-faktor lain yang
memengaruhi kebudayaan ialah nilai-nilai agama, adat, istiadat, keyakinan,
mitologi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang masuk ke dalam masyarakat dan
selanjutnya memengaruhi kebudayaan tersebut. Dalam proses inilah lahir budaya
baru atau perpaduan antara kebudayaan lama dengan yang baru.

43
D. Pemanfaatan Budaya Lokal dalam Pendidikan
Pemanfaatan budaya lokal dalam pendidikan dapat dilihat melalui beberapa
hal sebagai berikut:
1. Melalui penggunaan konsep pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia
2. Para penyelenggara pendidikan harus yakin bahwa proses pembelajaran dapat
menggiring siswa agar mampu menggunakan segala apa yang telah
dimilikinya selama proses belajar hingga bermanfaat kedepannya.
3. Proses pembudayaan
4. Pembelajaran konstruktif
5. Memotivasi siswa untuk mengenali pontensinya
6. Merancang desain pembelajaran di sekolah yang tidak terlepas dari kondisi
kehidupan nyata
7. Memanfaatkan berbagai pranata budaya yang ada di masyarakat.

44

Anda mungkin juga menyukai