Disusun oleh :
Kelompok 10
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Ns. Chrisyen Damanik, S.Kep., M.Kep. Ns. Chrisyen Damanik, S.Kep., M.Kep.
NIK : 113072.83.11.023 NIK : 113072.83.11.023
Tim Penyusun
Keterangan
No Nama NIM Jabatan Tugas
Sudah Belum
Anatomi fisiologi system
1 Dinda Andini 16.0364.699.01 Anggota pencernaan, Lembar Konsul
dan Asuhan Keperawatan
Etiologi dan factor resiko,
Manifestasi Klinis,
2 Muhammad Handeriana 16.0390.725.01 Ketua Patofisiologi, Asuhan
Keperawatan, Patway, EBN
dan Editor
Patofisiologi,Pemeriksaan
Diagnostik,
3 Sinta Yendi 16.0419.754.01 Anggota
Penatalaksanaan, Asuhan
Keperawatan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “KIROTIS ULSERATIF DAN PENYAKIT KROHN” Selawat beriring salam penulis
kirimkan kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Dalam penyelesaian penulisa makalah ini, penulis mendapat bimbingan, arahan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya. Kepada :
1. Ns. Chrisyen Damanik S.kep, M.kep selaku dosen Koordinator mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
2. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik bersifat
4. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan makalah ini
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa
dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan untuk diperbaikan sehingga kedepannya lagi
Samarinda, 2018
Penyusun
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
NAMA KELOMOK....................................................................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................................................................................................. vi
B. Tujuan........................................................................................................................................................................................... 2
C. Manfaat ....................................................................................................................................................................................... 2
D. Penatalaksanaan...................................................................................................................................................................... 19
E. Manajemen Asuhan Keperawatan .................................................................................................................................... 23
F. EBN............................................................................................................................................................................................... 33
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................................................................................... 36
B. Saran............................................................................................................................................................................................. 36
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.7 Pemeriksaan Kolonoskopi,Tampak Eritem Yang Difuse, Granularitas,Hilangnya Pola Vaskular Kolon
........................................................................................................................................................................................................................ 16
Gambar 1.8 Kolonoskopi Menunjukkan Adanya Ulkus, Eritem, Dan Mukosa Yang Rapuh .........................................16
Gambar 1.9 Penebalan Dinding Kolon Pada Ulseratif................................................................................................................ 16
Gambar 1.12 Pemeriksaan Barium Enema Pada Kolitis Ulseratif Yang Menunjukkan Ulkus Yang Seperti Titik....17
Gambar 1.13 Pemeriksaan Barium Enema Pada Kolitis Ulseratif Dengan Pseudopolyps..............................................17
iv
DAFTAR TABEL
v
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Glosarium
Lampiran 2 Lembar Konsul
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang
sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara jelas. Penyakit inflamasi usus (infalammatory
bowler disease [IBD]) terdiri atas dua gangguan inflamasi kronis. Penyakit crohn (enteritis regional) dan
colitis ulseratif. Angka kejadian colitis ulseratif sekitar 11 per 100.000 dan penyakit crohn adalah 7 per
100.000. Amerika serikat, inggeris, swedia, dan Norwegia memiliki angka kejadian tertinggi di dunia.
Setiap tahun, 30.000 orang akhirnya mengetahui bahwa mereka mengalami IBD sedang hingga berat.
Diperkirakan beban finansial IBD Antara 2-3 miliar dolar tiap tahun dengan kehilangan gaji dan disabilitas
serta pembayaran biaya kesehatan.
Penyebab Infalammatory Bowel Disease [IBD] ) masih belom diketahui tetapi mungkin merupakan
kombinasi dari predisposisi genetic, kondisi lingkungan, dan defek regulasi imun. Kromosom 16 beru ini
berhubungan erat dengan penyakit Cronh, tetapi tidak dengan colitis ultratif. Pada penelitian tidak
ditemukan faktor makanan spesifik yang berhubungan dengan IBD. Beberapa ahli yakin bahwa penyakit
tersebut disebabkan bakteri karena banyak klien memiliki riwayat infeksi bakteri sebelum onset. Diyakinan
bahwa salah satu faktor tersebut melemahkan dinding usus, sehingga membuat menjadi lebih rentan
terhadap inflamasi dan kerusakan jaringan ketika terjadi kontak dengan organisme penyebab penyakit.
Satu-satunya faktor risiko IBD yang terindetifikasi adalah genetik. Penelitian genetic menemukan (juga
dikenal sebagai NOD2) pada kromosom 16q. Baru-baru ini gen, reseptor interleukin-23 (IL-23R) pada
kromosom Ip31 telah diketahui memiliki efek besar pada IBD sebagaimana pada gangguan inflamasi lain
seperti artritis rheumatoid, sclerosis multipel, dan psoriasis. Ditemukan ini akan digunakan untuk meneliti
modalitas pengobatan lebih lajut.
Penyakit kronis dan berulang ini terjadi pada semua umur tetapi puncak kejadian pada dewasa muda
Antara 15-30 tahun respon tidak dapat diprediksi dank lien dengan IBD sering membutuhkan
pembedahan untuk megambil bagian usus yang sakit dan memperbaiki lubang pada usus.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bertanggung jawap dalam menyukseskan untuk
mengurangi Solusi dari masalah y ang dialami klien akibat penyakit Crohn dan kolitis ulseratif adalah
dengan pemberian asuhan keperawatan tentang penyakit Crohn dan kolitis ulseratif dalam pelaksanaanya
tidak terlepas dari memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan,
pelaksanaan lebih ditekankan pada upaya preventif dan promotif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitative dan juga ditekankan pada pengawasan bagi penderita yang menjalani pengobatan,
memberikan pendidikan kesehatan agar penderita dan orang-orang yang beresiko dapat melakukan
tindakan preventif sehingga dapat mencegah terkenanya penyakit tersebut. Diharapkan dengan
pemberian asuhan keperawatan, klien merasa tidak ada gangguan terhadap masalah pada sistem
pencernaan dan klien memiliki pengetahuan terhadap penyakit Crohn dan kolitis ulserati.
B. TUJUAN
1. Mengetahui konsep dasar colitis ulseratif dan penyakit crohn
2. Mengetahui manajemen asuhan keperawatan pada pasien gangguan system pencernaan yang
megalami kolitis ulseratif dan penyakit crohn
3. Mengetahui Evidence Baset Nursing dalam upaya penerapan intervensi keperawatan berbasis bukti
ilmiah
C. MANFAAT
Agar mahasiswa dapat memahami konsep dasar, Manajemen Asuhan Keperawatan dan Mengetahui
Evidence Baset Nursing dala upaya penerapan intervensi keperawatan berbasis bukti ilmiah pada pasien
yang mengalami gangguan Sistem pencernaan yang mengalami Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn.
2
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
KONSEP
1. Usus halus
dilepaskan
Sekresi
ke
dari
duodenum
ULSERATIF kandungan empedu dan pankreas
protein, dan lemak secara kimia di dalam enterosit vili, perlindungan terhadap infeksi oleh mikroba
yang telah bertahan dari kerja antimikroba asam hidroklorida, melalui folikel limfe tunggal dan folikel
limfe agregat, sekresi hormon kolesistokinin (CCK) dan sekretin, serta absorpsi nutrien.
Struktur usus halus
Dinding usus halus terdiri dari atas tempat lapisan dibagian peritoneum dan mukosa (membran
mukosa) usus halus terdapat sedikit modifikasi.
4
Peritoneum. Lapisan ganda peritoneum yang disebut mesenterium, melekatkan jejenum dan
ileum pada dinding abdomen posterior. Pembuluh darah besar dan saraf berada di dinding abdomen
posterior dan bercabang ke usus halus yang melalui lapisan mesenterium.
Mukosa. Area permukaan mukosa usus halus diperluas oleh lipatan sirkular, vili, dan mikrovili.
Lipatan sirkular permanen, tidak seperti rugae lambung, tidak memiliki permukaan yang halus saat
usus halus mengalami distensi. Vili berbentuk tonjolan seperti jari kecil pada lapisan mukosa menuju
lumen usus, yang panjang sekitar 0,5-1 mm dinding usus halus terdiri atas sel epitelium kolumnar, atau
enterosit dengan mikrovili (panjang 1 µm) di ujung bebasnya. Sel goblet yang menyekresi mukus
muncul diantara eritrosit. Sel epitelium menyelubungi jaringan kapiler limfe dan darah. Kapiler limfe
disebut lacteal karena lemak yang diabsorpsi menyebabkan limfe tampak seperti susu. Absorpsi dan
beberapa tahap akhir pencernaan nutrient berlangsung di enterosit sebelum masuk ke kapiler limfe
dan darah. Kelenjer usus merupakan bagian kelenjer tubular sederhana yang berada dibawah
permukaan di antara vili. Sel kelenjer bermigrasi ke atas untuk membentuk dinding vili menggantikan
sel-sel di ujung saat sel ini disapu oleh isi usus. Seluruh epitelium berganti tiap 2-5 hari. Saat migran,
sel menghasilkan enzim pencernaan yang menyangkut di mikrovili dan bersamaan dengan getah usus
menyelesaikan pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak secara kimia. Nodus limfe banyak
ditemukan disepanjang mukosa usus halus dengan interval yang tidak teratur. Nodus limfe yang
berukuran lebih kecil disebut folikel limfatik tunggal, sementara itu sekitar 20 atau 30 nodus yang
berukuran lebih besar berada di ujung distal ileum di sebut folikel limfatik agregrat (bercak peyer).
Jaringan limfatik, bersamaan sel pertahanan tubuh, terletak strategis untuk menetralkan antigen yang
teringesti
usus halus adalah vena mesentrik superior yang bergabung bersama vena lain untuk membentuk vena
Tiap harinya, sekitar 1500 ml getah usus disekresi oleh kelenjer usus halus. Getah ini mengandung air,
mukus, dan garam mineral. pH getah usus biasanya antara 7,8 dan 8,0.
Saat kimus asam melalui usus halus, kimus bercampur dengan getah pangkreas, empedu dan
getah usus, dan berhubungan dengan eritrosit vili. Di usus halus, Pencernaan secara kimia terjadi
(karbohidrat dipecah menjadi monosakarida, protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak
dan gliserol).
Getah pankreas masuk ke duodenum di bagian sfingter hepatopankreatik dan terdiri atas air,
garam mineral, enzim lipase dan amilase, serta prekursor enzim inaktif (tripsinogen, kimotrpsinogen,
prokarbosipeptidase). Getah pankreas bersifat basa (pH 8) karena mengandung banyak ion bikarbonat,
yang bersifat basa dalam larutan. Saat isi asam lambung masuk ke duodenum, isi asam lambung
bercampur dengan getah pankreas dan empedu, selain itu pH meningkat antara 6 dan 8. Pada pH ini,
enzim pankreatik yaitu amilase dan lipase bekerja dengan efektif.
Sekresi getah prangkreas distimulasi oleh sekretin dan CCK, yang dihasilkan oleh sel endokrin di
dinding duodenum. Keberadaan kimus asam lambung di duodenum, menstimulasi produksi hormone
ini.
Fungsi getah pankreas adalah sebagai berikut.
a. Pencernaan protein.
Tripsinogen dan kimotripsinogen merupakan prekursor enzim inaktif yang diaktivasi oleh
entokinase,
suatu enzim di mikrovili, yang mengubah prekursor ini menjadi enzim tripsin dan kimotripsin.
Enzim
ini mengubah polipeptida menjadi tripeptida, dan asam amino. Penting bahwa enzim-enzim ini
diproduksi sebagai precursor inaktif dan hanya diaktivasi saat tiba di duodenum, jika tidak, enzim
ini
Amilase pankreatik mengubah semua polisakarida (pari) yang dapat dicerna menjadi
monosakarida.
c. Pencernaan lemak
Lipase mengubah lemak menjadi lemak dan gliserol, untuk membantu kerja lipase, garam
empedu mengemulsi lemak, dengan cara memperkecil ukuran globul dan meningkat area
permukaan.
6
Empedu, yg disekresikan oleh hati, tidak dapat masuk ke duodenum saat sfingter
hepatopankreatik menutup. Oleh karena itu, empedu melalui duktus sistikus hati mengalir menuju
kandung empedu di mana empedu disimpan. Empedu memiliki pH sekitar 8 dan antara 500-1000 ml
empedu disekresi tiap harinya. Empedu terdiri atas air, garam empedu, mukus, garam empedu,
pigmen empedu, khususnya bilirubin, dan kolestrol.
Fungsi empedu adalah : Garam empedu mengemulsi lemak di usus halus, Garam empedu
membuat kolestrol dan asam lemak dapat larut sehingga dapat diabsorpsi di dinding usus, Pigmen
empedu, bilirubin, diuabh menjadi sterkobilin dalam fases dan urobilinogen di urine dan Warna
sterkobilin dan menyebabkan bau fases.
Hormon-hormon ini merangsang kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter hepatopankreatik,
yang memungkinkan gerah empedu dan pankreas untuk melalui duodenum bersama-sama. Sekresi
semakin meningkat saat kimus masuk ke dalam duodenum yang berisi proporsi lemak yang tinggi.
Sekresi usus
Kandungan dasar sekresi usus adalah air, mukus, dan garam mineral. Sebagian besar enzim
pencernaan di usus halus berada di dalam enterosit dinding vili. Pencernaan karbohidrat, protein, dan
lemak terjadi melalui kontak langsung antara nutrien dan mikrovili serta dalam entrosit enzim yang
terlibat dalam pencernaan makanan dari kimia adalah peptidase, lipase, sukrose, maltase, dan laktase.
Getah usus yang bersifat basa (pH 7,5-8) membantu meningkatkan getah isi usus antara 6,5 dan
7.
Enterokinase mengaktifkan peptidase pankreatik seperti tripsin yang mengubah sebagian peptida
berukuran lebih kecil. Tahap akhir pemecahan semua peptida menjadi asam amino terjadi di dalam
enterosit
Lipase terlibat dalam pencernaan lemak yang diemulsikan menjadi asam lemak dan gliserol yang
disakarida, seperti sucrose, maltase, dan lactase menjadi monosakarida di dalam eritrosit.
Stimulus mekanik kelenjer usus oleh kimus dipercayai menjadi stimulus utama untuk sekresi
diangkut ke vili; transfor aktif lebih cepat daripada difusi. Disakarida, dipeptide, dan tripeptida juga
7
secara aktif diangkut ke dalam eritrosit tempat terjadinya pencernaan zat ini sebelum diangkut ke
kapiler vili.
Monosakarida dan asam amino di angkut ke kapiler di vili lalu asam lemak dan gliserol di angkut
ke lakteal.
Sebagian protein tidak berubah disaat diabsorpsi, misalnya antibodi yang ada di ASI dan vaksin
usus halus. Vitamin yang larut di dalam lemak, diabsorpsi bersama dengan asam lemak dan gliserol.
Vitamin B12 dan faktor interinsik di lambung bergabung dan diabsorpsi di ileum terminal.
Daya absorpsi permukaan area usus halus semakin besar dengan adanya lipatan sirkular
membran mukosa dan dengan jumlah vili dan mikrovili yang sangat banyak. Diperkirakan, luas area
Setiap hari. Cairan dalam jumlah besar masuk ke dalam saluran cerna. Hanya sekitar 1500 ml
cairan yang tidak diabsorpsi di usus halus dan melalui usus besar.
Panjang usus besar sekitar 13 meter, yang memanjang dari sekum di fossa iliaka kanan hingga
rectum dan saluran anus di pelvis. Diameter lumennya sekitar 6,5 cm, lebih besar daripada lumen usus
halus. Usus besar membentuk lengkungan di sekitar usus halus yang tergulung, terbagi menjadi
sekum, kolon asenden, kolon desenden, kolon transversum, kolon sigmoid, rectum, dan saluran ansu.
Sekum. Merupakan bagian pangkal kolon serta merupakan area buntu di bagian inferiornya dan
bersambung dengan kolon asenden dibagian superiornya. Tepat di bawah taut dua katup ilesekum
bersambung dengan ileum. Apendiks veriformis merupakan saluran halus, yang bantu di bagian
ujungnya. Panjangnya sekitar 8-9 cm dan memiliki struktur yang sama seperti dinding kolon tetapi
dimana kolon membentuk garis lengkung yang tajam di bagian kiri fleksur bepatika untuk membentuk
kolon transversum.
Kolon transversum. Kolon ini merupakan lengkungan kolon yang melintang ( horizontal) di rongga
abdomen di depan duodenum dan lambung menuju area limpa dimana kolo ini membentuk fleksur
garis tengah. Setelah kolon masuk ke bagian pelvis, kolon desenden membentuk kolon sigmoid.
Kolon sigmoid. Kolon ini membentuk suatu lengkung berbentuk huruf S di pelvis yang berlanjut ke
8
Rectum. Merupakan bagian kolon yang sedikit melebar dan memiliki panjang sekitar 13 cm. bagian
pangkal rectum berbatasan dengan kolon sigmoid dan bagian ujungnya batasan dengan saluran anus.
Saluran anus. Saluran ini meruoakan saluran pendek yang panjangnya sekitar 3,8 cm pada orang
dewasa dan memanjang dari rectum hingga bagian eksterior. Dua otot sfingter mengendalikan anus ;
sfingter internal, terdiri atas otot polos yang bekerja di bawah sistem saraf otonom dan sfingter
eksternal yang dibentuk oleh otot rangka dan bekerja di bawah kendali voluntir.
Struktur
Empat lapisan jaringan yang dijelaskan di bagian struktur dasar saluran terdapat di kolon, rektum dan
saluran anus. Susunan serat otot longitudinal dimodifikasi dalam kolon. Serta otot ini tidak
9
membentuk lapisan jaringan otot polos, melainkan bergabung membentuk tiga pita otot yang disebut
lain di saluran cerna, memberikan pertahanan tubuh non-spesifik terhadap serangan mikroba.
Di lapisan mukosa kolon dan regio atas rektum terdapat banyak sel goblet yang membentuk
dengan membrane mukosa yang melapisi rectum di bagian atas dan berbatasan dengan kulit di
belakang sfingter anal eksternal. Di bagian atas saluran anus, membrane mukosa terdiri atas 6-10
lipatan vertical, yaitu kolum anus. Tiap kolon terdiri atas cabang terminal arteri dan vena rektal
superior.
Arteri utama yang memperdarahi kolon, rektum, dan anus adalah arteri mesentrik superior dan
inferior, arteri mesentrik superior memperdarahi rekum, kolon asenden, dan sebagian besar kolon
transversum. Arteri mesentrik inferior meperdarahi sisa kolon dan bagian proksimal rectum, arteri
rektal medialis dan inferior, cabang dari arteri ilika internal memperdarahi bagian distal rectum dan
anus.
Vena yang memperdarahi terutama vena mesentrika superior dan inferior. Vena-vena ini bwrgabung
dengan vena spelenik dan gastrik untuk membentuk vena porta. Vena yang memperdarahi bagian
distal rectum dan anus lalu bergabung dengan vena iliaka internal, yang berarti darah dari area ini
menyintesis vitamin K dan asam folat. Bakteri meliputi escherichia coli, enterobacter aerogenes
streptococcus faecalis, dan clostridium perfringens.
Gerakan massa. Usus besar tidak menunjukan gerakan peristalsis seperti di bagian saluran cerna
lainnya. Hanya sedikit gerakan peristalsis yang kuat dengan interval yang panjang terjadi pada kolon
ujung saraf di dindingnya dirangsang oleh regangan. Pada bayi, defekasi terjadi oleh kerja refleks
(involuntir). Akan tetapi, saat individu berusia dua atau tiga tahun, kemampuan untuk mengendalikan
10
11
KONSEP
MEDIK
KIROTIS
ULSERATIF
12
B. Konsep Medik Koritis Ulseratif dan Penyakit Khron
kombinasi dari predisposisi genetic, kondisi lingkungan, dan defek regulasi imun. Kromosom 16 baru
ini berhubungan erat dengan penyakit Cronh, tetapi tidak dengan colitis ultratif. Pada penelitian tidak
ditemukan faktor makanan spesifik yang berhubungan dengan IBD. Beberapa ahli yakin bahwa
penyakit tersebut disebabkan bakteri karena banyak klien memiliki riwayat infeksi bakteri sebelum
onset. Diyakinan bahwa salah satu faktor tersebut melemahkan dinding usus, sehingga membuat
menjadi lebih rentan terhadap inflamasi dan kerusakan jaringan ketika terjadi kontak dengan
organisme penyebab penyakit. Satu-satunya faktor risiko IBD yang terindetifikasi adalah genetik.
Penelitian genetic menemukan (juga dikenal sebagai NOD2) pada kromosom 16q. Baru-baru ini gen,
reseptor interleukin-23 (IL-23R) pada kromosom Ip31 telah diketahui memiliki efek besar pada IBD
sebagaimana pada gangguan inflamasi lain seperti artritis rheumatoid, sclerosis multipel, dan psoriasis.
Ditemukan ini akan digunakan untuk meneliti modalitas pengobatan lebih lajut.
Gambar 1.5 Colon normal dan Colitis ulseratif Gambar 1.6 Usus halus normal dan Crohn
Kolitis Ulseratif Colitis ulseratif adalah penyakit yang terjadi sepanjang kolon dan melibatkan
hanya mukosa dan submukosa dari usus besar. Penyakit biasanya mulai di rectum
dan kolon distal, menyebar ke atas melewati katup rektosigmoid dan melibatkan
sebagian besar sigmoid dan kolon desenden. Penyakit meluas dengan batas yang
jelas antara bagian yang sehat dan sakit. Colitis ulseratif menyebabkan inflamasi,
penebalan, kongesti, edema dan kehilangan darah melalui laserasi kecil yang
kemudia berkembang menjadi abes edema dapat menyebabkan kerapuhan parah
dari mukosa, dan perdarahan serta performasi dapat terjadi karena hanya terauma
minor. Penyakit colitis ulseratif dapat terjadi pada semua usia, tetapi angka kejadian
lebih tinggi pada dewasa muda, perempuan dan yahudi.
Penyakit Crohn Penyakit cronh adalah penyakit yng berulang dan kronis yang berkembang
secara segmental (tanpa sekuens dan loncatan kejadian) pada saluran pencernaan.
Lokasi yang paling umum adalah ileum terminal dan kolon walaupun semua bagian
saluran GI dapat terkena. Tidak seperti penyakit Crohn, rectum sangat jarang
terkena. Penyakit Crohn biasanya melibatkan semua lapisan usus (transmural),
terutama submukosa. Fistula perirectal, fisura, abes dan stenosis anal muncul pada
33% klien terkena. Angka kematian tidak tinggi, tetapi kekambuhan dan komplikasi
dapat menyebabkan disabilitas. Klien merasa sehat-sehat saja di antara serangan,
tetapi setiap serangan membuat jaringan parut pada usus dan semakin
berkurangnya kemampuan menyerap zat gizi.
13
Tabel 2.1 Gejala Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn
Kolitis Ulseratif
Colitis ulseratif adalah penyakit yang terjadi sepanjang kolon dan melibatkan
hanya mukosa dan submucosa dari usus besar. Penyakit biasanya mulai di rectum
dan kolon distal, menyebar ke atas melewati katup rektosigmoid dan melibatkan
sebagian besar sigmoid dan kolon desenden. Penyakit meluas dengan batas yang
jelas Antara bagian yang sehat dan sakit. Colitis ulseratif menyebabkan inflamasi,
penebalan, kongesti, edema, dan kehilangan darah melalui laserasi kecil yang
kemudin berkembang menjadi abses. Edema data menyebabkan kerapuhan parah
dari mukosa, dan pendarahan serta perforasi dapat terjadi karena hanya terauma
minor. Penyakit colitis ulseratif dapat terjadi pada semua usia, tetapi angka kejadian
lebih tinggi pada dewasa muda, perempuan dan yahudi.
Tampilan kolon tergantung pada tahap, aktivitas dan keparahan penyakit. Lensi
yang menjadi ciri khas colitis ulseratif adalah infiltrate inflamatoris yang disebut abes
kripta. Abes ini terdiri atas leukosit polimorfonuklear, limfosit, sel darah merah, dan
debris selular yang muncul di dasar kripta liberkuhn. Sekresi dari abes kripta
menghasilkan cairan purulent dari mukosa usus. Abes menjadi nekrotik dan dapat
menjadi ulkus.
Infeksi sekunder dari koritis ulseratif menghasilkan reaksi inflamatoris lebih jauh
pada mukosa dan submucosa. Ketika lensi inflamatoris menyembuh, jaringan parut
dan fibrosis, dengan penyempitan, penebalan, dan pemendekan kolon, serta
hilangnya lipatan haustra dapat teejadi.
Megakolon toksik adalah dilatasi ekstrem dari segmen kolon yang mengalami
penyakit ( seringnya segmen transvers ) yang menyebabkan obstruksi komplet.
Megakolon toksik biasanya terjadi selama eksaserbasi akut colitis ulseratif, dan
dapat terjadi setelah adanya hypokalemia, barium enema atau penggunaan
antikolinergik, opioid, kortikosteroid, atau antibiotic. Pertumbuhan berlebihan dari
bakteri berkontribusi kepada komplikasi ini. Perforasi dan peritonitis dapat
memperparah kondisi tersebut.
Penyakit Crohn
Lensi biasanya berkembang pada beberapa segmen terpisah pada usus halus.
Lesi tersebut dapat terlihat pada pemeriksaan ( Tanpa bantuan mikroskop), dan
warna mereka sangat berbeda dengan jaringan normal. Pemeriksaan jaringan usus
dengan endoskopi menemukan area yang edema dan berwarna ungu kemerah-
merahan. Area ini mengalami ulkus superfisial kecil dengan dengan granuloma dan
fisura. Fisura dapat menembus dinding usus, menyebabkan fistural dan abses.
Kemudian, fistural membuat zat toksik lepas dari usus ke aliran darah, rongga
14
abdomen, dan organ lain. Kumpulan limfosit pada mukosa,submucosa, dan serosa
adalah satu-satunya fitur mikroskopik pada penyakit Crhon. Dinding usus halus
menjadi kongestif dan menebal, membuat lumen menjadi sempit.
3. Manifestasi Klinis
Penyakit Crohn dan colitis ulseratif memiliki manifestasi yang hampir mirip. Klien mengalami
nyeri abdomen, diare, ketidakseimbangan cairan, dan hilang berat badan. Diare berat atau muntah
dapat menyebabkan asidosis metabolic. Remisi diikuti dengan eksaserbasi penyakit akut. Ketika
penyakit menjadi akut, klien mengalmi demam. Penampilan umum dari klien dengan IBD bervariasi
dari kelihatan sehat hingga malnutrisi, kurus dengan derajat pucat yang berfariasi. Klien biasanya
mengeluhkan penurunan berat badan yang progresif dan kontinu. Inspeksi menemukan kondisi perut
yang datar atau cekung dengan aktifitas peristaltic yang terlihat. Palpasi abdomen menemukan
adanya nyeri pada daerah usus yang mengalami inflamasi. Peningkatan bising usus dapat
didengarkan pada auskultasi. Hemoroid dan penyakit Chorn, abes perianal, fistula, dan ulkus dapat
terjadi.
Hematocrit dan hemoglobin biasanya turun. Pemeriksaan barium enema dengan kontras udara
sering dilakukan untuk membedakan colitis ulseratif dengan penyakit Chron. Klien dengan suspek
IBD secara rutin menjalankan kolonoskopi. Biopsy dan pemeriksaan sitology dapat membantu
membedakan karsinoma, colitis ulseratif, dan penyakit Chron.
Kolitis Ulseratif Manifestasi utama dari colitis ulseratif adalah diare (defekasi > 20 kali sehari)
dan adanya darah pada fases. Derajat keparahan dan ferekuensi diare tergantung
pada luas kolon yang terkena. Diare berat dapat menyebabkan hilangnya 500-
17.000 ml air dalam 24 jam. Fases cair terjai dengan tenesmus dan dapat
mengandung darah, lendir, dan pus. Sensasi urgensi dan nyeri abdomen melihat
dapat terjadi bersamaan dengan diare. Klien biasanya mengalami kram, nyeri
abdomen, dan sakit pada kuadrat kiri bawah.
Mual, muntah, anoreksi, demam, penurunan berat badan, dan potassium
serum yang turun dapat terajai pada penyakit berat. Selain itu, klien kehilangan
protein plasma, protrombin, dan cairan. Anemia dapat terjadi dengan kehilangan
darah berat dan penurunan asupan zat besi.
Temuan fisik termasuk nyeri pada kuadran kiri bawah, tegangan otot, dan (pada
colitis ulseratif berat) distensi abdomen. Setelah nyeri reda, colitis ulseratif dapat
terjai lagi setelah serangan srtes emosional, indiskresi diet, atau memakan iritan
seperti laksatif dan antibiotic. Beban fisik, infeksi saluran pernapasan, dan kelelahan
dapat memicu serangan.
Penyakit Crohn Diare pada penyakit ini biasanya tidak terlalu berat dibandingkan colitis
ulseratif. Konsistensi feses biasanya lembut atau semilikuid. Keinginan untuk buang
air besar mungkin membangunkan orang pada malam hari. Klien jarang
15
mengeluarkan darah yang banyak, kecuali terdapat tukak. Malabsorpsi, yang
berhubungan dengan steatore, mungkin terjadi. Jika terjadi, feses akan berbau
busuk dan berlemak.
Klien dengan steator, diare atau enteritis lama dapat mengalami defisit nutrisi,
penurunan berat badan, anoreksia, nyeri, anemia, debilitas kelelahan, dan gangguan
metabolic. Defisiensi nutrisi muncul dari (1) berkurangnya permukaan absorpsif
usus; (2) malabsorpsi protein dan karbohidrat; dan (3) gangguan absorpsi lemak
asam folat, zat besi, kalsium, vitamin A, B 12 ,C ,D, E dan K. perubahan garan empedu
dan metabolisme protein dapat terjadi karena pembedahan atau defek mukosa.
Kebutuhan metabolic meningkat karena karena proses peradangan dan infeksi,
penurunan asupan makanan, dan hilangnya zat nutrisi ke fases karena waktu transit
di IG yang cepat. Elektrolit hilang dari diare termasuk sodium, potassium, klorida dan
elemen unsur mikro ( Magnesium, zink, tembaga) dan mineral. Ekskresi nitrogen
tetap normal jika tidak ada kehilangan protein dari eksudat inflamatoris.
Konsekuensi malnutrisi termasuk : penurunan daya imun, penurunan resistensi
terhadap infeksi, penyembuhan luka terhambat, berkurangnya keluaran enzim
pancreas, penyembuhan yang terganggu (fistula dan luka pembedahan), penurunan
kapasitas ikatan zat besi akibat dari injeksi kronis atau hilangnya darah.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tes Fases
Pemeriksaan dasar fases mencakup inspeksi specimen untuk jumlah, konsistensi, dan
warnanya, serta test skrining untuk darah samar. Perawata dapat melakukan tes ini di tempat tidur.
Tes khusus, termasuk tes untuk urobilinogen fekal, lemak, nitrogen, parasite, pathogen, residu
makanan dan zat lain, memerlukan specimen ini dikirim ke laboratorium.
Sampel fases biasanya di tamping secara acak kecuali bila dilakukan pemeriksaan kuantitatif
seperti lemak fekal atau urobilinogen. Specimen acak perlu di kirimkan secara langsung ke
laboratorium untuk di analisis. Penampungan kuantitatif 24 sampai 72 jam harus tetap dalam
pendinginan sampai dibawa ke laboratorium.
Berapa penampungan fases memerlukan diet khusus untuk ditaati sebelum penampungan
atau obat tertentu ditunda. Penting untuk mengikuti pedoman tes dengan taat untk hasil yang
akurat.
Warna fases : dapat bervariasi dari coklat terang sampai coklat gelap. Berbagai makanan dan
16
kolitis ulseratif, yang terdiri atas hilangnya pola vaskular yang khas, granularitas, dan ulserasi.
Perubahan ini melibatkan rektum bagian distal dan dapat berlanjut ke arah proksimal dengan pola
simetris dan melingkar hingga semua bagian dari usus besar terlibat. Dari gambaran pemeriksaan
2) Stadium sedang-berat : mukosa yang bergranular, ulkus dengan kedalaman yang bervariasi
(collar button configuration), eritem dan eksudat purulent.
3) Stadium kronik inaktif : tidak ada perubahan mukosa, hilangnya haustra, penyempitan dan
kekakuan lumen, pseudopolips.
CT adalah alat diagnosis yang paling baik digunakan untuk evaluasi kolitis ulseratif
karena kemampuannya untuk memperlihatkan lesi pada mukosa, penebalan dinding kolon,
komplikasi intraperitoneal (abses dan fistula) dan limfadenopati. Pemeriksaan ini bisa
dilakukan jika diduga adanya perforasi pada usus. Penemuan yang paling penting pada
mm.
2) Distribusi ulkus yang berlanjut dari rektum mengacu pada kolitis ulseratif.
3) Stratified appearance pada loop usus yang terkena, terlihat seperti target atau halo sign,
dengan lapisan mukosa dan muskularis propria mengelilingi submukosa yang hipodens.
4) Adanya struktur yang jinak (fibrosis) atau ganas (seperti apple care)
17
d. Colon in loop (barium enema)
Barium enema dapat digunakan untuk mendiagnosis kolitis ulseratif, membedakannya
dengan penyakit Crohn, dan untuk melihat perluasan dan fase penyakitnya.
1) Fase akut : mungkin menunjukkan penyempitan dan pengisian yang tidak komplit
hingga spasme. Tipe-tipe ulkus yang bervariasi mungkin terlihat, ulkus yang dalam,
ulkus yang dangkal atau ulserasi submukosa yang "longitudinal" yang memperlihatkan
barium dua traktus. Pada ulkus yang dangkal, tampak kumpulan barium yang terlihat
padat , seperti titik-titik ( stippling pattern) yang terbatas pada mukosa . Ulkus yang
meluas ke arah lateral dan ke dalam daerah submukosa akan membentuk gambaran
"collar button"Edema pada haustra mungkin mengakibatkan "thumb printing".
2) Fase kronik : mungkin memperlihatkan kaliber lumen yang menyempit atau yang biasa
Gambar 1.11 Kolitis ulseratif fase akut yang Gambar 1.12 Pemeriksaan barium
melibatkan rektosigmoid. Pada bagian distal enema pada kolitis ulseratif yang
rektosigmoid, mukosa terlihat bergranular menunjukkan ulkus yang seperti titik-
(panah putih) dibandingkan dengan mukosa titik
normal (panah hitam) pada bagian
proksimal.
18
2. Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Crohn
a.
Gambar 1.13 Pemeriksaan barium enema Gambar 1.14 Kolitis ulseratif fase kronik.
Laboratorium
pada kolitis ulseratif dengan pseudopolyps Single- contrast enema yang
1) Darah samar tampak pada fases memperlihatkan hilangnya haustra yang
ekstensif pada kolon, penyempitan lumen,
2) Kadar hemoglobin ( normal : peria 13,5 – 18 g/dl :dan
wanita 12-16 yang
mukosa g/dl ) 2iregular
dan hematocrit (normal
pada kolon
transversum
: pria 40-50% : wanita 36-46%) menurun
2
3) Hitung leukosit ( normal : 4.500-10.000 µL)2 dan laju endap darah ( normal : pria 0-10
mm/jam : wanita 0-20 mm/jam)2 meningkat.
4) Kadar kalium ( normal : 4,5-5,5 mEq/L) 2. Kalium (normal : 4,5-5,5 mEq/L.) 2 dan magnesium
serum (normal : 1,5-2,5 mEq/L)2 menurun
b. Endoskopi menunjukkan area bercak imflamasi dan juga dapat menunjukkan karakteristik
permukaan mukosa yang kasar dan tidak teratur.
d. Pemeriksaan barium :
1) Pada gambaran awal penyakit crohn dapat ditemukan ulser apthoid yang dangkal ,
pembesaran dari nodul limfoid dan penebalan dan distorsi dari valvula conniventes dari usus
kecil
2) Gambaran lanjut penyakit crohn dapat dijumpai adanya cobble-stoning pada mukosa, ulkus
serpiginosa, loop usus kecil yang menjadi kaku dan lurus, hal-hal ini disebabkan karena
19
spasme dan udem. pseudopolip bisa juga terlihat. Penetrasi fisura yang lebih dalam dan
melewati submukosa akan menghasilkan gambaran duri mawar "rose thorns" yang tampak
pada bagian tepi dari mukosa.
3) Pada gambaran stadium akhir, bagian-bagian stenosis akan terlihat seperti senar dengan
barium yang mengalir di dalamnya. Biasanya ini ditemukan pada daerah ileum terminal dan
20
Gambar 1.17 Penyakit Crohn fase awal. Gambar 1.18 Penyakit Crohn fase kronis.
Adanya beberapa ulkus yang dangkal pada Terlihat adanya striktur yang panjang
cecum. dan irregular pada ileum terminalis
D. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kirotis Ulseratif
a. Terapi Farmakologi
Tidak ada pengobatan spesifik untuk kolitis ulseratif. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi
pendarahan dan mempercepat penyembuhan klinis. Pengobatan yang paling utama adalah
pemberian obat 5-aminosalicylic acid (5-ASA), yang bekerja secara topikal pada lumen kolon dan
menekan pembentukan mediator proinflamasi. Pasien yang tidak bisa mentoleransi adanya iritasi
anus karena penggunaan 5-ASA topikal maka dapat diberikan preparat oral. Dosis rata-rata 5ASA
untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram perhari, yang kemudian dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan sesuai dengan kondisi pasien.
Predsnison diberikan pada pasien dengan dosis 40-60 mg/ hari, pengobatan dengan dosis
penuh diteruskan sampai gejala benar-benar terkontrol (biasa 10 sampai 14 hari) dosis pun
kemudian diturunkan 5 mg per minggu dan di berhentikan secepatnya bila memungkinkan. Jika
pasien tidak berespon terhadap pemberian steroid oral, maka pasien harus dirujuk ke rumah sakit
untuk mendapatkan pemberian kortikosteroid secara intravena, seperti metil prednisolone sodium
(solu-medrol), 40 mg perhari.
21
Obat Dosis Obat Efek Samping
5-aminosalicylic acid 2 sampai 6 g Agranulositosis, diare, sakit
Sulfasalazine Asacol, 2.4 sampai 4.8 g kepala, ,nausea, dan gangguan
Mesalamine 2 sampai 4 g ginjal
Mesalamin Enema
Bila tindakan medis tidak berhasil dan penyakit tidak dapat teratasi, maka diindikasikan
pembedahan. Operasi yang paling sering dilakukan adalah kolektomi total dan pembuatan
ileostomi permanen. Beberapa ahli juga menganjurkan kolektomi pada semua pasien yang seluruh
kolonnya telah terkena selama beberapa tahun. Ada beberapa indikasi untuk pembedahan selain
hal yang disebutkan diatas, seperti adanya toksik megakolon, perforasi , pendarahan yang tidak
terkontrol, striktur, kanker dan petumbuhan yang terhambat .
c. Non Medikamentosa
Diet residu rendah menyebabkan berkurangnya masa feses sehingga membuat pasien merasa
lebih nyaman. Diet juga harus mengandung protein tinggi untuk mengkompensasi kehilangan
protein dalam lesi eksudatif, dan juga harus tinggi kandungan vitamin dan mineral dengan
pembatasan laktosa untuk menghindari terjadinya intoleransi laktosa yang berkaitan dengan diare.
Pasien malnutrisi membutuhkan pemberian nutrisi parenteral total (TPN). Dukungan emosional dan
22
2. Penatalaksanaan Penyakit Crohn
a. Terapi Farmakologi
b. Pembedahan
Tindakan bedah dilakukan bila gejala masih menetap meskipun telah mendapatkan terapi
farmakologis, adanya komplikasi intestinal berupa obstruksi, abses intra abdominal, fistula
enterovesikular, perdarahan serta perforasi. Dua jenis operasi yang dilakukan berupa limited right
hemicolectomy dan stricturoplasty. Dilakukan reseksi pada bagian usus yang mengalami inflamasi.
Biasanya terjadi di bagian ilieum terminal dan berupa reseksi segmental. Pada pasien dengan tanda
obstruksi dan post inflammatory fibrous stricture dilakukan tindakan stricturoplasty. Striktura
terdapat multiple yang berasal dari bekas reseksi sebelumnya dan juga anastomosis. Tindakan yang
dilakukan dengan membuka striktura secara longitudinal dan menjahitnya secara transversal.
23
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
KIROTIS ULSERATIF DAN PENYAKIT CROHN
24
E. Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian colitis ulseratif
1) Aktifitas/Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, Insomnia, tidak tidur semalaman karena
diare, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktifitas/kerja sehubungan dengan efek kerja
penyakit
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi (respons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri), kemerahan,
3) Integritas EGO
Gejala : ansietas, ketakutan, emosi kesal misalnya : perasaan tidak berdaya/taka da harapan,
Gejala : Tekstur feses bervariasi bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tak
dapat diperkirakan, hilang timbul, sering, tidak dapat dikontrol (sebanyak 20-30 kali
Tanda : menurunnya bising usus, taka da peristaltic atau adanya peristaltic yang dapat dilihat.
Hemoroid, fistura anal (25%); fistula perianal (lebih sering pada Crohn), Oliguria.
5) Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, penurunan berat badan. Tidak toleransi terhadap diet/sensitive
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadrat diri bawah (mungkin hilang dengan defekasi), titik nyeri
8) Keamanan
25
9) Seksualitas
11)Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus
Rencana : bantuan dengan program diet, program obat dan didukung psikologis
b. Pengkajian Penyakit Crohn
1) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, malaise cepat lelah, Perasaan gelisah dan ansietas dan
Gejala: ansietas, ketakutan, emosi kesal, perasaan takberdaya/taka da harapan. Factor stress
akut/kronis, mis, hubungan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Factor budaya
peningkatan prevalensi pada populasi yahudi. Sering meningkat pada individu Eropa utara dan
keturunan Anglo-Saxon.
Gejala: episode diare yang tak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering, tak terkontrol, flatus
lembut Dan semicair; bau busuk dan berlemak (steatorea); melena. Konstipasi hilang timbul.
Tanda: penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan , tonus otot buruk dan turgor kulit
buruk. Membrane mukosa pucat.
5) Higiene
Tanda: ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. bau badan.
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadran kanan bawah; nyeri abdomen
tengah bawah (keterlibatan jejenum) nyeri tekan menyebar ke bagian periumbilikal. Titik nyeri
berpindah, nyeri tekan (artritis). Nyeri mata, fotofobia (iritis).
26
Gejala: riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vasculitis. Artritis (memperburuk gejala
dengan eksaserbasi penyakit usus). Peningkatan suhu 39,6-40°C (eksaserbasi akut). Penglihatan
kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine kedalam usus dan
mem-Bengkak) pada tangan, muka; pioderma gangrenosa (lesi tekan purulent/lepuh dengan
batas keuangan) pada paha, kaki, dan mata kaki. Ankilosa spondylitis. Uveitis, konjungtivitis/iritis
8) Interaksi sosial
Gejala: masalah berhubungan/peran sehubungan dengan kondisi. Ketidakmampuan aktif secara
social.
9) Penyuluhan pembelajaran
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang kami ambil dalam masalah keperawatan kirotis ulseratid dan penyakit Crohn
27
1) Inflamasi gastrointestinal
2) Malabsorpsi
Psikologis
1) Ansietas
Situasional
1) Pemaparan pada toksin
2) Program pengobatan
Kelas 5 Hidrasi
Faktor resiko
Domain 2 Nutrisi
Kelas 1 makan
Batasan Karakteristik :
1) Berat badan 20% atau lebih di bawah rentan badan ideal.
2) Diare
3) Membrane mukosa pucat
4) Nyeri abdomen
5) Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekahwatiran yang samar disertai respons otonom (sumber
sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang di sebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu
akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik
28
Perilaku
1) Gelisah
2) Mengekspresikan kekahwatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup
Afektif
1) Distress
2) Gelisah
3) Ketakutan
6) Sangat kahwatir
Simpatis
1) Lemah
Factor yang berhubungan
1) Perubahan besar (misalnya, status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, fungsi peran dan
status peran
2) Stressor
e. Nyeri kronis (00133)
Definisi : Pengalaman sensori da emosional tidak menyenangkan dengan kerusakna jaringan actual
atau potensial, atau digambarkan sebagai kerusakan (international associational fot the stady of
pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi konstan
atau berulang tanpa akhir yang akan diantisipasikan atau di prediksi dan berlangsung lebih dari 3
bulan.
Domain 12 kenyamanan
kelas 1 kenyamanan fisik.
Batasan karakteristik :
1) Anoreksia
2) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yng tidak dapat
mengungkapkannya misalnya neonatal infan pain scale, pain assessment ceklist for senior with
limited ambility to communicate.
3) Ekspresi wajah nyeri (mis mata kurang bercahaya, tanpak kacau, gerakan mata berpencar atau
tetap pada satu focus, meringis.
29
3. Nursing care plane
30
[ketersediaan] Air yang cukup dalam Pengaturan dan penjegahan
Definisi : kompartemen intraseluler dan komplikasia dari perubahan cairan
Kerentanan mengalami ekstraseluler tubuh. dan / atau elektrolit.
penurunan volume cairan Setelah dilakukan intervensi
intravaskuler, interstisial. dan / keperawatan selama 24x…. jam Aktifitas-aktifitas
intraseluler, yang dapat diharapkan klien/pasien di harapkan 1) Dapatkan specimen laboratorium
mengganggu kesehatan. dapat memenuhi indicator sebagai untuk pemantauan perubahan
berikut : cairan atau elektrolit (misalnya,
Faktor resiko 1) Tugor kulit (4) hematocrit, BUN, protein,
1) Kehilangan volume cairan 2) Membrane mukosa lembab (4) natrium, dan kadar kalium), yang
aktif 3) Warna urine keruh (4) sesuai.
2) Penyimpangan yang 2) Timbang berat badan harian dan
memmengaruhi absorbs Ketarangan Skala Indikator : pantau gejala
cairan 1= Berat 3) Berikan cairan, yang sesuai.
2= Cukup berat 4) Jaga infus intravena
3= Sedang 5) Pastikan bahwa larutan
4= Ringan intrabvena yang mengandung
5= Tidak ada elektrolit diberikan dengan aliran
yang konstan dan sesuai.
6) Jaga pencatatan intake/ asupan
dan output yang akurat.
7) Amati membrane mukosa pasien,
sclera dan kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan
keseimbangan elektrolit
(misalnya, kekeringan, sianosis,
dan jaundice)
Ketidakseimbangan nutrisi: Status Nutrisi (1004) Terapi nutrisi (1120)
kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Drfinisi :
(00002) Sejauh mana nutrisi dicerna dan Pemberian makanan dan cairan
Domain 2 Nutrisi, Kelas 1 makan diserap untuk memenuhi kebutuhan untuk membantu proses metabolic
metabolic. pada pasien malnutrisi atau [pasien]
Definisi : Setelah dilakukan intervensi yang beresiko tinggi mengalami
Asupan nutrisi tidak cukup untuk keperawatan selama 24x…. jam malnutrisi.
memenuhi kebutuhan metabolic diharapkan klien/pasien di harapkan Aktifitas-aktifitas :
dapat memenuhi indicator sebagai 1) Kaji preferensi makanan yang
Batasan Karakteristik : berikut : sesuai dengan budaya dan
1) Berat badan 20% atau lebih di 1) Asupan gizi(4) agama (pasien)
bawah rentan badan ideal. 2) Asupan makanan (4) 2) Pilih suplemen nutrisi sesuai
2) Diare 3) Asupan cairan (4) kebutuhan
3) Membrane mukosa pucat 4) Hidrasi (4) 3) Motivasi pasien untuk
4) Nyeri abdomen mengkonsumsi makanan yang
5) Penurunan berat badan Keterangan sekala indicator : tinggi kalsiu, sesuai kebutuhan.
dengan asupan makanan 1=sangat menyimoang dari rentang 4) Motivasi pasien untuk
adekuat normal mengkonsumsi makanan dan
6) Tonus otot menurun 2=bayak menyimpang dari rentang minuman yang tinggi kalium
normal sesuai kebutuhan
Faktor yang berhubungan 3=cukup menyimpang dari rentang 5) Pastikan bahwa dalam diet
1) Ketidakmampuan normal mengandung makanan yang
mengabsorpsi nutrien 4=sedikit menyimpang dari rentang tinggi serat untuk mencegah
normal konstipasi.
5=tidak menyimpang dari rentang 6) Sediakan (bagi) pasien makanan
31
normal dan minuman bernutrisi yang
tinggi protein, tinggi kalori dan
mudah di konsumsi, sesuai
kebutuhan.
7) Kaji kebutuhan gizi parenteral.
8) Berikan nutrisi erenteral sesuai
kebutuhan
9) Ciptakan lingkungan yang
membuat suasana yang
menyenangkan dan
menenangkan.
10) Sajikan makanan dengan
menarik, cara yang
menyenangkan dengan
mempertimbangkan warna,
tekstur dan keragaman.
Status nutrisi: Asupan Makanan Dan 11) Berikan perawatan mulut
Cairan (1008) sebelum makan sesuai
Definisi : kebutuhan.
Jumlah makanan dan cairan yang
masuk kedalam tubuh lebih dari Manajemen Nutrisi (1100)
suatu periode 24 jam. Definisi :
Setelah dilakukan intervensi Menyediakan dan meningkatkan
keperawatan selama …..Jam intake nutrisi yang seimbang.
diharapkan klien memenuhi Indikator Aktifitas-Aktiftas
: 1) Tentukan status gizi pasien dan
1) Asupan cairan interavena (4) kemampuan [pasien] untuk
2) Asupan nutrisi parenteral (4) memenuhi kebutuhan gizi
2) Identifikasi [adanya] alergi atau
Keterangan sekala indicator intoleransi makanan yang dimiliki
1 = tidak adekuat pasien.
2 = sedikit adekuat 3) Tentukan apa yang menjadi
3 = cukup adekuat preferensi makanan bagi pasien
4 = sebagian besar adekuat 4) Tentukan jumlah kalori dan jenis
5 = sepenuhnya adekuat nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi.
5) Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat mengkonsumsi
makanan (mis., bersih,
berventilasi, santai dan bebas
dari bau yang menyengat)
6) Ajurkan pasien untuk duduk pada
posisi tegak di kursi, jika
memungkinkan
7) Monitor kalori dan asupan
makanan
8) Monitor kecendrungan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat
badan
Ansietas (00146) Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
Domain 9 koping/toleransi stress, Definisi ; Definisi :
kelas 2 respons koping. Keparahan dari tanda-tanda Mengurangi tekanan, ketakutan,
32
ketakutan, ketegangan, atau firasat, maupun ketidaknyamanan
Definisi : kegelisahan yang berasal dari sumber terkait dari sumber-sumber bahaya
Perasaan tidak nyaman atau yang tidak dapat diidentifikasi. yang tidak teridentifikasi.
kekahwatiran yang samar disertai Setelah dilakukan intervensi
respons otonom (sumber sering keperawatan selama …..Jam Aktifitas-aktifitas
kali tidak spesifik atau tidak diharapkan klien memenuhi Indikator 1) Gunsksn pendekatan yang tenag
diketahui oleh individu); perasaan : dan meyakinkan
takut yang di sebabkan oleh 1) Tidak dapat beristirahat (4) 2) Menjelaskan semua prosedur
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini 2) Distress (4) termasuk sensasi yang akan
merupakan isyarat kewaspadaan 3) Perasaan gelisah (4) dirasakan mungkin akan dialami
yang memperingatkan individu 4) Wajah tegang (4) klien selama prosedur[dilakukan]
akan adanya bahaya dan 5) Serangan panic (4) 3) Dorong keluarga untuk
memampukan individu untuk mendampingi klien dengan cara
bertindak menghadapi ancaman. Keterangan sekala indicator yang tepat.
1=berat 4) Bantu klien mengidentifikasi
Batasan karakteristik 2=cukup berat situasi yang memicu kecemasan
Perilaku 3=sedang 5) Identifikasi pada saat terjadi
1) Gelisah 4= ringan perubahan tingkat kecemasan
2) Mengekspresikan 5=tidak ada 6) Control stimulus untuk
kekahwatiran karena kebutuhan klien secara tepat.
perubahan dalam peristiwa
hidup Terapi relaksasi (6040)
Afektif Definisi :
1) Distress Penggunaan teknik-teknik untuk
2) Gelisah mendorong dan memperoleh
3) Ketakutan relaksasi demi tujuan mengurangi
4) Perasaan tidak adekuat tanda dan gejala yang tidak
5) Putus asa diinginkan seperti nyeri, kaku otot
6) Sangat kahwatir dan ansietas.
Simpatis
1) Lemah Aktifitas-aktifitas
Factor yang berhubungan 1) Gambaran rasionalisasi dan
1) Perubahan besar (misalnya, manfaat relaksasi serta jenis
status ekonomi, lingkungan, relaksasi yang tersedia (misalnya,
status kesehatan, fungsi peran music, meditasi, bernapas
dan status peran dengan ritme, relaksasi rahang
2) Stressor dan relaksasi otot pogresif.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa distraksi dengan
lampu yang redup dan suhu
lingkungan yang nyaman, jika
memungkinkan.
3) Tunjukkan dan peraktikan teknik
relaksasi pada klien
4) Dorong klien untuk mengulang
praktik teknik relaksasi, jika
memungkinkan.
5) Gunakan relaksasi sebagai
strategi tambahan dengan
[penggunaan] obat-obatan nyeri/
sejalan dengan terapi lainnya
dengn tepat.
33
6) Evaluasi dan dokumentasikan
respon terhadap terapi relaksasi.
34
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
35
Essai
Pedoman Terkait Hubungan EBN Tentang Penerapan Perawat Pada Penggunaan Nutrisi Enteral untuk control
usus inflamasi pada penyakit Crohn anak
Dalam makalah yang kami tulis terdapat tanda dan gejala pada pasien Kolitis Ulseratif dan Corhn yang
telah dibuktikan didalam EBN ini yaitu Gejala utama penyakit nyeri abdomen, diare, ketidakseimbangan cairan,
dan hilang berat badan. Yang telah dibuktikan oleh Jeff Critch, Andrew S Dkk Yaitu tentang Penggunaan
Enteral Nutrisi untuk Pengendalian Peradangan usus pada penyakit Pediatric Crohn
Meskipun bukti, terapi nutrisi belum uni versally diadopsi. Levine et al (11) melaporkan bahwa 62% dari
Pencernaan anak Eropa teratur digunakan eksklusif nutrisi enteral dibandingkan dengan 4% dari rekan-rekan
mereka di Amerika Utara. Selanjutnya, pengobatan tocols pro digunakan untuk induksi remisi, termasuk jenis
susu formula, rute pemberian, dan durasi terapi induksi, bervariasi (12,13). Keragaman yang lebih besar
tampaknya hadir untuk protokol terapi pemeliharaan (14-16).
Uji coba dikeluarkan dari analisis ini karena metodologis kelemahan. Para penulis menyebutkan bahwa
abstrak sebelumnya (37) dan 1 pediatric trial (37 anak diacak, 19 menerima eksklusif formula polimerik, 18
menerima kortikosteroid) (34) keduanya mendukung eksklusif nutrisi enteral lebih dari kortikosteroid. Uji coba
pediatrik ini, bersama dengan meta-analisis pediatrik (38) yang terdiri dari 5 kontrol acak uji coba yang
melibatkan 147 anak, yang menetapkan bahwa eksklusif nutrisi enteral dan kortikosteroid sama efektif (pooled
risiko relatif 0,95, 95% CI 0,67% -1,34%), mungkin menyarankan manfaat eksklusif nutrisi enteral berbeda pada
anak-anak dari orang dewasa dengan efek yang lebih menguntungkan anak-anak. Selain itu, meta-analisis
data yang dikumpulkan dari 4 uji coba terkontrol secara acak pada 144 anak tidak ditemukan signifikan
perbedaan tingkat remisi pada 8 sampai 10 minggu antara eksklusif nutrisi enteral dan kortikosteroid (risiko
relatif 0,97, 95% CI 0,7% -1,4%, acak model efek) (39). Day et al (32) mengutip intoleransi terhadap formula dan
volume yang tidak memadai sebagai kemungkinan alasan mengapa beberapa pasien melakukannya tidak
mencapai remisi.
Penelitian telah menunjukkan bahwa eksklusif nutrisi enteral menginduksi remisi hingga 85% anak-anak
dengan CD yang baru didiagnosis (31-35). Paling banyak review Cochrane baru-baru ini membandingkan
efektivitas induksi antara kortikosteroid dan eksklusif nutrisi enteral, meta-analisis dari 6 percobaan (192
pasien menerima eksklusif nutrisi enteral dan 160 pasien menerima steroid) menghasilkan gabungan rasio
odds 0,33 (95% interval kepercayaan [CI 0,21% –0,53%) mendukung terapi kortikosteroid (36). Studi-studi yang
dianalisis mengandung pasien dewasa dan anak; Namun, banyak anak cobaan dikeluarkan dari analisis ini
karena kelemahan metodologis. Para penulis menyebutkan bahwa abstrak sebelumnya (37) dan 1 percobaan
pediatrik (37 anak-anak secara acak, 19 menerima susu formula polimer eksklusif, 18 menerima kortikosteroid)
(34) keduanya eksklusif nutrisi enteral mendukung lebih kortikosteroid. Ini percobaan pediatrik, bersama
dengan meta-analisis pediatrik (38) yang terdiri dari 5 percobaan terkontrol acak yang melibatkan 147 anak-
anak, yang menetapkan bahwa EEN dan kortikosteroid sama-sama efektif (pooled risiko relatif 0,95, 95% CI
0,67% -1,34%), mungkin menunjukkan bahwa manfaat dari eksklusif nutrisi enteral berbeda pada anak-anak
36
dari orang dewasa dengan efek yang lebih menguntungkan pada anak-anak. Uji coba Selain itu, meta-analisis
data dikumpulkan dari 4 terkontrol secara acak di 144 anak-anak tidak menemukan perbedaan signifikan
dalam tingkat remisi pada 8 sampai 10 minggu antara eksklusif nutrisi enteral dan kortikosteroid (risiko relatif
0,97, 95% CI 0,7% -1,4%, random model efek ) (39). Hari et al (32) dikutip intoleransi formula dan volume tidak
memadai mungkin alasan mengapa beberapa pasien tidak mencapai remisi.
Pengaruh EEN pada Penyembuhan Mukosa, Pertumbuhan, dan Status Gizi mukosa penyembuhan telah
didokumentasikan pada anak-anak diobati dengan terapi eksklusif nutrisi enteral terlepas dari jenis susu
formula. Borrelli et al (34) menunjukkan penyembuhan mukosa pada 10 minggu di 14 dari 19 (74%; 95% CI
51% -89%) pasien yang diobati dengan diet polimer eksklusif dibandingkan 6 dari 18 (33%; 95% CI 16% - 57%)
pasien yang diobati dengan kortikosteroid (P <0,05). Tujuh anak yang diobati dengan eksklusif nutrisi enteral
menunjukkan kesembuhan total, sedangkan tidak ada anak-anak diobati dengan kortikosteroid menunjukkan
penyembuhan mukosa lengkap. Jatuh et al (40) menunjukkan bahwa mengobati 29 anak-anak dengan 8
minggu diet polimer lisan kaya mengubah faktor pertumbuhan-b2 itu associ- diciptakan dengan remisi klinis
lengkap dalam 79% dari anak-anak. Penyembuhan logis Histogram terjadi di 8 kasus di ileum terminal dan
dalam 2 kasus di usus besar. Penelitian lain juga menunjukkan kurangnya penyembuhan mukosa dengan
kortikosteroid dalam CD (20,21). Signifikansi mencapai penyembuhan mukosa masih harus ditentukan; Namun,
Baert et al (41) menunjukkan bahwa penyembuhan mukosa lengkap setelah 2 tahun terapi pada pasien
dewasa dengan CD adalah satu-satunya faktor yang diprediksi berkelanjutan, steroid bebas remisi 3 dan 4
tahun setelah terapi dimulai.
Parsial nutrisi enteral Versus eksklusif nutrisi enteral untuk Induksi remisi Penelitian awal mengevaluasi EN
digunakan rumus sebagai asupan makanan tunggal, dengan pengecualian dari semua makanan lainnya.
Penelitian hanya diterbitkan untuk mempertimbangkan kebutuhan untuk pengecualian lengkap diet normal
adalah sebuah studi klinis baru-baru ini secara acak yang dilakukan di Inggris, di mana 24 anak diberikan
eksklusif nutrisi enteral standar dan 26 anak-anak diberi 50% dari energi mereka sebagai rumus dan 50%
sebagai makanan normal (48). Kelompok EEN memiliki tingkat remisi dari 42%, yang hampir 3 kali lipat lebih
besar dari kelompok parsial EN (15%) (P <0,035). Meskipun demikian, beberapa unit pediatrik mengizinkan
penambahan berbagai makanan selain eksklusif nutrisi enternal (49). Satu kelompok telah melaporkan (data
tidak dipublikasikan) yang memungkinkan 10% dari asupan energi makanan konvensional tidak muncul untuk
mengurangi kemanjuran EN sebagai terapi induksi.
Durasi terapi eksklusif nutrisi enteral bervariasi secara substansial di seluruh laporan yang diterbitkan
(29,39), dari 3 sampai 12 minggu. Sebuah survei terbaru dari sejumlah pusat pediatrik di seluruh Amerika
Utara, Eropa, dan Asia juga menunjukkan varians luas dalam durasi rejimen eksklusif nutrisi enteral (49). Rata-
rata durasi dalam unit yang disurvei adalah 8.5 ± 1.7 minggu, dengan kisaran dari <6 minggu untuk> 12
(60). Ini menggambarkan kesimpulan yang sama, dengan sebagian besar menggunakan 6 sampai 8 minggu
37
eksklusif nutrisi enteral sebagai standar. Sebelas dari 12 dokter di Australasia dan 46% dari dokter Amerika
Utara menggunakan eksklusif nutrisi enteral untuk periode waktu ini. Antar estingly, bagaimanapun, 25% dari
Pencernaan Amerika Utara menggunakan EEN untuk> 8 minggu (dengan beberapa menggunakan> 12
minggu). Jangka waktu eksklusif nutrisi enteral dapat dilihat sebagai kompromi antara memastikan kepatuhan
dan optimalisasi manfaat yang memadai. Tidak diragukan lagi, variasi dan kurangnya konsistensi menambah
kebingungan surround- Een ing. Sebagai kelompok, kami merekomendasikan jangka waktu minimal 8 minggu,
mengakui potensi yang kursus lagi hingga 12 minggu mungkin telah meningkat efikasi dan diindikasikan
dalam pengaturan tertentu. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan durasi optimal eksklusif
nutrisi enteral sebagai terapi induksi di CD.
Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun manfaat awal dicatat pada keadaan
inflamasi dan status gizi selama dua minggu pertama terapi, perbaikan lebih lanjut terus selama minggu-
minggu berikut. Waktu untuk mencapai remisi klinis muncul variabel. Penanda inflamasi meningkatkan dalam
waktu 1 minggu, (28) dan waktu untuk remisi telah dilaporkan dalam sedikitnya 11 hari untuk 2,5 minggu (39).
Sayangnya, data yang memeriksa rentang waktu untuk remisi kurang, dan ada kemungkinan bahwa beberapa
pasien memerlukan waktu yang lebih lama dari 2,5 minggu untuk mencapai remisi. Sebagai kelompok, kami
sarankan bahwa setelah memulai eksklusif nutrisi enteral, pasien diberi jangka waktu minimal 3 sampai 4
minggu untuk memungkinkan pengamatan apakah terapi ini akan efektif. Jika tidak ada perbaikan terlihat
selama waktu itu, maka perubahan dalam rencana pengobatan dapat dibenarkan; Namun, administrasi terus
dapat menghasilkan manfaat bahkan pada mereka yang tidak merespon dalam jangka waktu ini. Keberhasilan
durasi yang lebih lama terapi untuk menurunkan tingkat kekambuhan masih harus dibuktikan.
Untuk induksi, eksklusif nutrisi enteral dapat diberikan secara oral atau dengan nasogastric (NG) tabung.
Tidak jelas apakah satu metode adalah unggul dari yang lain. Menyusui oral umum di Australia, Inggris, dan
beberapa pusat AS. Keuntungan dari trasi adminis- oral termasuk biaya yang lebih rendah dan kompleksitas
yang berkaitan dengan tabung NG dan pompa; Namun, palatabilitas miskin dapat membatasi penerimaan.
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inflammatory bowel disease adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang sampai
saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara jelas. Penyebab Infalammatory Bowel Disease juga
masih belom diketahui tetapi mungkin merupakan kombinasi dari predisposisi genetic, kondisi
lingkungan, dan defek regulasi imun. Beberapa ahli juga yakin bahwa penyakit tersebut disebabkan
bakteri karena banyak klien memiliki riwayat infeksi bakteri sebelum onset. Diyakinan bahwa salah satu
faktor tersebut melemahkan dinding usus, sehingga membuat menjadi lebih rentan terhadap inflamasi
dan kerusakan jaringan ketika terjadi kontak dengan organisme penyebab penyakit.
B. Peran Perawat
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bertanggung jawap dalam menyukseskan untuk
mengurangi Solusi dari masalah yang dialami klien akibat penyakit Crohn dan kolitis ulseratif adalah
dengan pemberian asuhan keperawatan tentang penyakit Crohn dan kolitis ulseratif dalam pelaksanaanya
tidak terlepas dari memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, pada
pengawasan bagi penderita yang menjalani pengobatan, memberikan pendidikan kesehatan agar
penderita dan orang-orang yang beresiko dapat melakukan tindakan preventif sehingga dapat mencegah
terkenanya penyakit tersebut. Diharapkan dengan pemberian asuhan keperawatan, klien merasa tidak ada
gangguan terhadap masalah pada sistem pencernaan dan klien memiliki pengetahuan terhadap penyakit
39
DAFTAR PUSTAKA
Alice. C. Geissler, Marry. Frances Moorhouse Dkk.2000. ASUHAN KEPERAWATAN : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth.2002.BUKU AJARAN Keperawatan Medikal-BEdah.Edisi 8. Vol 2.Jakarta : PENERBIT BUKU
KEDOKTERAN EGC
Jeff Critch, Andrew S Dkk. Use of Enteral Nutrition for the Control of Intestinal Inflammation in Pediatric Crohn
Disease. httpsjournals.lww.comjpgnFulltext201202000Use_of_Enteral_Nutrition_for_the_Control_of.29.aspx.
Noc dan Nic.Nursing Outcomes Classification, Nursing Interventions Classification. Jakarta : ELSEVIER
Ross & Wilson; 2014- Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi, Elsevier
40
41
GLOSARIUM
Abdomen, bagian tubuh yang terletak di antara polisitemua vera, hiperplasia jaringan
toraks dan pelvis, dan didalamnya terdapat rongga hematopoietic.
partikel radiasi sehingga seluruh energinya permukaan dalam dan luar tubuh, termasuk lapisan
dipindah ke materi yang menyerapnya. pada pembuluh darah danrongga yang kecil.
Amilase, enzim yang mengkatalisis peristiwa Fistula, saluran atau komunikasi abnormal,
hidrolisis zat tepung menjadi molekul lebih kecil biasanya antara dua organ dalam ata, berjalan dari
Amino, gugus kimia monovalent –NH2, bila tidak organ dalam menuju permukaan tubuh.
bersatu dengan radikal asam. Genetik, berhubungan dengan reproduksi ata
Anemia, penurunan dibawah normal dalam jumlah kelahiran atau asal atau warisan.
eritrosit, banyaknya hemoglobin, ayau volume sel Hematocrit, persentase volume eritrosit
respons imun spesifik dan bereaksi dengan terdiri dari beberapa ratus asam amino.
produk-produk respons tersebut, yaitu dengan Hemoroid, dilatasi varikosus vena dari pleksus
antibody spesifik atau limfosit T yang disensitisasi hemoroidal inferior atau superior.
secara khusus, atau keduanya. Hemostatis, penghentian pendarahan oleh sifat
Asidosis, terlalu banyak asam dalam cairan tubuh fisiologis vasokonstriksi dan koagulasi atau secara
( darah dan cairan tubuh lainya). bedah, hambatan aliran darah melalui pembuluh
pembuangan kotoran, seperti zat kimia. Inferior, terletak dibawah, atau menghadap
Distensi, penggelembungan atau pembesaran, kebawah; pada anatomi, dipakai untuk
biasanya mengacu pada perut. menunjukkan. permukaan bawah struktur, atau kea
Eritrosit, warna kemerahan, atau keunguan pada rah yang lebih bawah dari dua (atau lebih) struktur
cedera atau kerusakan jaringa, yang berfungsi Protein, setiap kelompok senyawa organic
menghancurkan, mengurangi atau mengurung kompleks yang mengandung karbon, hydrogen,
baik agen yang menyebabkan cedera maupun oksigen, nitrogen, dan sulfur.
jaringan yang cedera itu. Pus, scaran yang kaya protein hasil proses
Lipase, setiap enzim yang menkatalisis pemecahan peradagan yang terbentuk dari sel (leukosit), cairan
anion asam lemak dari trigliserida dan fosfolipid. encer (liquor puris), dan debris selular.
Interval, ruang di antara dua objek atau bagian; Rectum, bagian distal usus besar.
masa tenggang di antara dua kejadian. Regulsi, tindakan penyesuaian atau keadaan yang
Lumen, rongga atau saluran di dalam tabung atau disesuaikan dengan standar tertentu, dalam
organ pipa. biologi, adaptasi bentuk atau tingkah laku
Mikroba, mikroorganisme, terutama bakteri kecil. organisme terhadap keadaan yang berubah,
Mikrovili, tonjolan kecil berasal dari permukaan sel kemampuan stadium pregastrula untuk
yang lebih halus, seperti pada arteriol, kapiler, dan membentuk embrio yang utuh dari satu bagian.
venula. Sekretin, hormone yang disekresi oleh mukosa dan
Mucus, lender bebas membrane mukosa, terdiri duodenum dan jejunum bilamana kimus yang
dari sekresi kelenjar, berbagai garam, sel yang asam masuk ke usus; merangsang sekresi liur
bergizi atau komponen makanan. Sukrosa, disakarida glukosa dan fruktosa dari tebu,
Pelvis, bagian bawah batang tubuh, yang bit, atau sumber lainnya; digunakan sebagai bahan
disebelah anterior dan lateral dibatasi oleh dua makanan dan bahan pemanis serta banyak di
tulang panggul sertla disebelah posterior ole hos manfaatkan di dalam farmasi.
sacrum dan koksigeus. Superior, atas
2
3
Lemabar Konsul Makalah
Kelompok : 10
Judul Makalah : Manajemen Asuhan Keperawatan Kirotis ulseratif dan Penyakit Crohn
Tanda tangan
No Hari/Tanggal Daftar Refisi Halaman
Dosen