Anda di halaman 1dari 15

Sesak Nafas Karena Kegemukan ?

Hati-hati Obesity
Hypoventilation Syndrome!
Apabila anda kebetulan memiliki berat badan diatas rata-rata dan sering mengalami sesak nafas, hati-hati—anda
bisa saja termasuk ke dalam golongan penderita obesitas. Tanda-tandanya adalah napas anda akan keluar pendek-
pendek. Lemak yang terdapat di sekitar leher dan dada bisa menyebabkan menyempitnya saluran pernapasan
sehingga napas tidak keluar dengan leluasa.

Hasil penelitian para ahli di Perancis menunjukkan bahwa obesitas ternyata dapat memengaruhi sistem kerja
paru-paru. Bentuk perut yang besar ternyata dapat menghalangi fungsi diafragma dan otot dada. Selain itu,
kandungan lemak berlebih juga disinyalir dapat meningkatkan peradangan dalam tubuh. Sesak napas akibat
kegemukan juga dapat menjadi pertanda bahwa seseorang mengalami obesitas. Penyakit sesak napas yang
ditimbulkan akibat obesitas dinamakan OHS. Yuk, kenali gejalanya!

Obesity Hypoventilation Syndrome

Di luar negeri, kesulitan bernapas akibat kegemukan ini disebut obesity hypoventilation syndrome (OHS). OHS
adalah sebuah kondisi dimana pengidap obesitas tidak mampu bernapas dengan baik yang berujung pada
peningkatan kadar CO2 dalam darah. Kadang-kadang, kondisi ini mengakibatkan pengidap OHS berhenti
bernapas selama beberapa detik saat tidur. Gejala-gejala OHS meliputi kebiasaan mendengkur pada saat tidur,
terganggu pada saat tidur, dan tidur siang berlebihan. Hipertensi dan depresi juga merupakan salah satu gejala
OHS apabila penyakit tersebut sudah mencapai tahap yang palng fatal. Pengidap OHS kerap kali  merasa pusing
setiap kali bangun tidur akibat kurangnya pasokan oksigen ke dalam otak.

Dalam beberapa kasus, OHS dapat menyebabkan kematian akibat pasokan oksigen yang berkurang. Kematian ini
seringkali terjadi pada saat tidur, dimana penderita OHS kerapkali berhenti bernapas dalam jangka waktu yang
sebentar. Apabila tidak segera ditangani, OHS juga dapat menyebabkan gagal jantung. Sekitar 12% penderita
obesitas di Amerika meninggal akibat OHS.

Cara Mengatasi OHS

Sangat dianjurkan bagi pengidap OHS untuk mengikuti terapi positive airway pressure (PAP). PAP merupakan
mesin yang menyediakan pasokan oksigen untuk anda selama anda tidur. PAP menyediakan tekanan udara untuk
pasien obesitas agar napas mereka tidak berhenti di saat tidur, yang seringkali menyebabkan kematian. Pengidap
OHS juga disarankan untuk mengikuti olahraga-olahraga yang bertujuan untuk mengurangi berat badan. Dengan
menurunkan berat badan, pengidap OHS dapat mengurangi kadar lemak yang menghalangi saluran pernapasan
mereka.

Apabila orang disekitar anda merupakan pengidap OHS, bersikaplah suportif, dampingi mereka dalam setiap
terapi yang dijalankan. Jangan menganggap aneh penyakit mereka. Bantulah mereka dalam mengatur latihan-
latihan yang cocok untuk menurunkan berat badan mereka.

Untuk menghindari sesak napas akibat kegemukan, atur pola makan anda dan hindari makan makanan yang
banyak mengandung kolesterol. Apabila anda mendapatkan gejala yang serupa seperti gejala OHS, segera
periksakan diri ke dokter sebelum gejala tersebut menjalar menjadi penyakit yang lebih parah.

B.  Obesitas
1.      Pengertian Obesitas
Obesitas merupakan kelebihan berat badan akibat terjadinya penumpukan sel-sel lemak. Awalnya, Anda
hanya akan merasa bahwa berat badan naik. Namun, saat sel-sel lemak yang tertimbun semakin banyak, maka
akan terjadi perubahan anatomis. suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi
sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan
harapan hidup dan / atau meningkatkan masalah kesehatan. Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese)
bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m2.
Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan jumlah paling
banyak pada orang dewasa dan anak yang semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap
kegemukan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad 21. Kegemukan umumnya
merupakan stigma di dunia modern (khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah,
kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih dianggap demikian di
beberapa bagian di dunia hingga sekarang.
2.      Penyebab obesitas
       Gaya hidup. Obesitas bisa terjadi karena banyak faktor, “Namun, 90% obesitas terjadi karena gaya hidup yang
tidak sehat,” kata dr. Inge Permadhi, MS, SpGK, spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Salah satu faktornya adalah karena asupan makanan yang melebihi kebutuhan tanpa diimbangi
aktivitas yang cukup, atau istilah kerennya, sedentary lifestyle (gaya hidup tanpa banyak bergerak). Padahal, 
aktivitas yang cukup diperlukan untuk membakar kelebihan energi yang ada. Jika hal ini tidak terjadi, maka
kelebihan energi akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel-sel lemak. Tapi, jangan langsung panik
saat mengingat jumlah makanan yang Anda makan tadi malam. Sebab hal ini tak terjadi dalam waktu singkat,
tapi dalam jangka waktu yang cukup lama. 
       Lain-lain. Beberapa hal lain yang turut berperan dalam obesitas adalah konsumsi obat-obatan tertentu –seperti
obat depresi– dan faktor usia. Saat usia Anda bertambah, maka kinerja sistem metabolisme Anda akan menurun.
Hal ini menyebabkan lemak menjadi lebih cepat tersimpan. Hasilnya? Tubuh Anda akan membesar.
       Faktor genetik. Hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya obesitas adalah faktor genetik, yaitu
sebanyak 25-35 %. Jadi, jika ada anggota keluarga Anda yang memiliki riwayat obesitas, maka Anda memiliki
risiko yang lebih tinggi menderita obesitas dibandingkan dengan mereka yang tidak. “Tapi faktor genetik juga
berhubungan dengan masalah gaya hidup yang kurang sehat,” kata dr. Inge. Obesitas cenderung diturunkan,
sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Namun, anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga
makanan dan kebiasaan gaya hidup yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan
faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33 persen terhadap berat badan seseorang.
       Faktor lingkungan. Lingkungan yang dimasuk yaitu perilaku/pola hidup seperti apa kualitas dan kuantitas
makanan serta bagaimana seseorang beraktivitas. Jika genetik tidak dapat diubah, pola makan dan aktivitas dapat
diubah jika ada kemauan dari seseorang untuk memperbaiki hidupnya
       Faktor psikis. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak
orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah
persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang
menderita obesitas.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat
banyak (binge) dan makan di malam hari. Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan.
Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge
hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang
dikonsumsi sangat banyak
3.      Dampak Obesitas
         Penyakit Jantung Koroner
Jika seseorang mengalami obesitas, maka akumulasi lemak pada tubuh orang tersebut meningkat.
Akumulasi lemak ini dapat disimpan di bawah kulit, omentum, jaringan pembuluh darah dan jaringan lemak lain.
Bahayanya ialah bila lemak tersimpan pada lapisan pembuluh darah arteri, karena dalam tubuh arteri bertugas
menyuplai darah bagi organ vital, seperti otak dan jantung. Lemak yang menumpuk pada pembuluh darah dapat
menurunkan fungsi pembuluh tersebut, bahkan menyumbatnya. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana bisa
demikian?
Pada prinsipnya, timbunan lemak akan memicu terbentuknya aterosklerosis, penebalan pembuluh darah
akibat akumulasi senyawa lemak seperti kolesterol dan trigliserida, khususnya pada arteri koronaria, arteri yang
bertugas membawa darah segar ke otot-otot jantung. Asalnya, pengaruh lemak ini tidak bersifat langsung, tetapi
melalui proses berantai yang kompleks. Secara singkat, lemak yang terakumulasi pada pembuluh darah akan
menimbulkan peradangan, yang pada akhirnya membentuk tonjolan plak yang mempersempit diameter dalam
pembuluh darah. Pada sindrom koroner akut, biasanya telah terjadi pecahnya plak tersebut yang nantinya dapat
menyumbat pada arteri koroner.
Lemak akan memicu terbentuknya aterosklerosis, penebalan pembuluh darah akibat akumulasi senyawa
lemak seperti kolesterol dan trigliserida, khususnya pada arteri koronaria, arteri yang bertugas membawa darah
segar ke otot jantung
Gejala penyakit jantung koroner yang disebut dengan sindrom koroner akut (“serangan jantung”) timbul
ketika terjadi peningkatan kebutuhan oksigen jantung tanpa disertai pasokan yang memadai, atau penurunan
suplai oksigen pada jantung. Peningkatan kebutuhan oksigen ini terjadi pada saat jantung melakukan kerja berat
misalnya pada saat berolahraga berat. Sedangkan penurunan suplai oksigen disebabkan karena adanya
pengerutan atau penyumbatan arteri koroner. Apabila kebutuhan oksigen jantung tidak terpenuhi dalam jangka
waktu tertentu, maka otot jantung akan mengalami kekurangan oksigen dalam darah (iskemia), yang lama
kelamaan akan diikuti dengan matinya sel otot jantung (nekrosis). Kondisi iskemia dan nekrosis inilah yang
menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan henti jantung pada penderita penyakit jantung koroner.
         Resistensi Insulin dan Diabetes Melitus type 2
Obesitas dapat memicu intoleransi glukosa dan resistensi hormon insulin, yang dapat berujung pada
diabetes melitus tipe 2. Kondisi insulin resisten sangat berkaitan erat dengan timbunan dari lemak dalam perut.
Ada beberapa faktor utamanya, seperti asam lemak bebas yang naik akibat kenaikan massa lemak tubuh, yang
berdampak pada penurunan sensitifitas insulin, adanya akumulasi lipid dalam sel, dan adanya beberapa peptide
yang dapat diproduksi oleh jaringan lemak yang dapat memodifikasi fungsi dan aksi dari insulin. Disisi lain,
seseorang dengan kondisi hyperinsulinemia dan insulin yang resisten, dapat menyebabkan kenaikan berat badan
dan mencegah dari kehilangan berat badan.
Obesitas dapat memicu intoleransi glukosa dan resistensi hormon insulin, yang dapat berujung pada
diabetes melitus tipe 2. Kondisi insulin resisten sangat berkaitan erat dengan timbunan dari lemak dalam perut
Fakta lain menunjukkan bahwa obesitas memicu peradangan mikro dalam tubuh yang terjadi secara
menyeluruh dan terus menerus. Mekanisme peradangan tersebut dapat berkaitan erat dengan terjadinya respon
stress yang berujung pada resistensi fungsi insulin. Dari sini, kita dapat mengambil faedah yaitu, obesitas, adalah
salah satu faktor resiko utama diabetes dan memang faktanya 80% pada pasien diabetes type 2, mengalami
obesitas. Adanya olahraga dan pengurangan berat badan, terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan sensitifitas
dari insulin dan memperbaiki kontrol gula darah pada pasien diabetes.
         Penyakit reproduksi
Ternyata, terdapat fakta menarik tentang obesitas yang dapat mempengaruhi dari sistem reproduksi pada
manusia baik laki-laki dan perempuan. Seorang laki-laki yang mengalami penurunan fungsi organ dan hormon
reproduksinya, sangat berkaitan erat dengan naiknya jaringan lemak pada dirinya. Biasanya disertai dengan
membesarnya daerah sekitar otot dada, sehingga payudaranya tampak membesar yang disebut dengan
ginekomastia.
Pada wanita sendiri, obesitas sangat berkaitan erat dengan abnormalitas siklus menstruasi. Fakta
menunjukkan bahwa wanita dengan oligomenorrhea yang obese maka cenderung mengalami sindrom ovarian
polikistik. Selain itu, tingginya jumlah perubahan androstenedion menjadi estrogen -suatu proses hormonal yang
diperantarai oleh sel-sel lemak-, dapat menaikkan kejadian kanker rahim pada wanita postmenopause dengan
obesitas.
Seorang laki-laki yang mengalami penurunan fungsi organ dan hormon reproduksinya, sangat berkaitan

erat dengan naiknya jaringan lemak pada dirinya

         Penyakit pulmonal

Obesitas sangat berkaitan dengan sejumlah gangguan pada paru, hal ini terjadi karena berkaitan dengan
pengurangan elastisitas kembang-kempis dari dinding dada, sehingga fungsi pernafasan akan turun. Akibatnya
terjadi naiknya sisa udara dalam paru dan naiknya jumlah cadangan udara dalam dada setelah seseorang
menghembuskan nafas. Beberapa orang dengan obesitas yang berat mengeluhkan kesulitan tidur, henti nafas saat
tidur (apnea) dan yang disebut dengan sindrom hipoventilasi, yang ditandai dengan kondisi kekurangan oksigen
dan kelebihan karbondioksida. Apnea pada saat tidur juga dapat terjadi secara sentral, yakni di otak, yang
nantinya dapat memicu hipertensi.
         Penyakit hepatobilier
Obesitas nantinya dapat menimbulkan tertimbunnya lemak pada liver yang tidak dipicu oleh alkohol (non
alcoholic fatty liver disease (NAFLD)). Pada kondisi ini, NAFLD dapat mengalami perubahan menjadi
peradangan liver yang disertai perlemakan yang lebih luas, yang berpeluang berkembang menjadi pengerasan
liver (sirosis) dan kanker liver. Disisi lain, obesitas akan memicu sekresi kolesterol berlebih dalam cairan
empedu, dan dengan ini dapat menjadi faktor resiko terbentuknya batu empedu. Selain itu, bila disertai
peradangan maka dapat menyebabkan radang kantung empedu. Diantara gejalanya adalah rasa nyeri di daerah
perut bagian atas setelah mengkonsumsi makanan berlemak.
Disisi lain, obesitas akan memicu sekresi kolesterol berlebih dalam cairan empedu, dan dengan ini dapat
menjadi faktor resiko terbentuknya batu empedu
         Kanker
Obesitas pada laki-laki sangat berkaitan dengan tingkat kematian disebabkan kanker, terutama kanker
kerongkongan, usus besar, rektum, pankreas, liver dan prostat. Sedangkan pada perempuan, obesitas sangat
berpengaruh pada terjadinya kanker kantung empedu, kanker payudara, dinding rahim, serviks dan kanker
ovarium.
         Penyakit tulang, sendi dan penyakit kulit
Ternyata pada manusia, obesitas juga berpengaruh pada penyakit degeneratif, seperti osteoarthritis
(peradangan sendi). Adanya kenaikan beban tubuh, ditambah peradangan pada sendi, dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan tulang rawan sendi, terutama sendi yang digunakan untuk menopang berat tubuh seperti
sendi lutut. Selain itu obesitas juga dapat berpengaruh pada kulit, seperti dapat terjadi penyakit acanthosis
nigrican, yang bermanifestasi pada menggelapnya kulit di bagian lipatan dan lekukan tubuh, seperti ketiak,
selangkangan, dan leher. Kulit di bagian tersebut bisa jadi menebal dan berbau tidak sedap. Adanya lipid pada
lipatan kulit ini nantinya akan dapat menjadi resiko dari infeksi jamur, misalnya infeksi jamur kandida, dengan
berbagai derajat infeksi
4. Cara Mencegah Obesitas
Jika dulu penyakit ini hanya mengintai pria dewasa lebih tepatnya usia lanjut, sekarang ini obesitas
bisa dengan mudah menyerang para remaja, anak-anak hingga balita.
Untuk mencegah obesitas dapat melakukan tindakan sebagai berikut :
                Sering berolahraga
                Makan makanan sehat rendah lemak
                Jaga berat badan sehat anda
                Selalu konsisten terhadap perencanaan mengenai gaya hidup sehat anda sehari-hari
HUBUNGAN ANTARA DIABETES DAN OBESITAS (KEGEMUKAN)

Obesitas atau kegemukan sudah menjadi masalah global terutama di negara-negara berkembang dan
di negara-negara maju. Dahulu obesitas cenderung dialami oleh orang dewasa tua, namun sekarang
orang muda yang mengalami obesitas cenderung meningkat jumlahnya.

Meningkatnya jumlah orang obesitas di kalangan orang muda banyak dikaitkan dengan pola hidup
yang kurang sehat terutama karena konsumsi makanan yang tidak seimbang (yaitu makanan kaya
lemak dan berkalori tinggi), di lain pihak orang muda cenderung menganut “sedentary lifestyle” (pola
hidup yang tidak banyak bergerak atau melakukan aktivitas fisik).

Obesitas atau kegemukan adalah suatu kondisi dimana tubuh seseorang memiliki kadar lemak yang
terlalu tinggi. Kadar lemak yang terlalu tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan.

Untuk mengetahui apakah seseorang obesitas atau tidak, kita bisa menggunakan indeks berat badan
yang biasa disebut BMI (body mass index). BMI adalah angka yang menunjukkan perbandingan
antara berat badan (dalam satuan kilogram) terhadap tinggi badan (dalam satuan meter). Orang yang
memiliki BMI antara 25 samapi 29,9 disebut kelebihan berat badan, sedangkan orang dengan BMI
lebih dari 30 disebut obesitas.

Salah satu resiko yang dihadapi oleh orang yang obesitas adalah penyakit diabetes tipe 2. Menurut
beberapa hasil penelitian, diabetes tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas. Pada penderita
diabetes tipe 2, pankreasnya sebenarnya menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin tersebut tidak dapat
bekerja maksimal membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu oleh komplikasi-
komplikasi obesitas, salah satunya adalah kadar lemak darah yang tinggi (terutama kolesterol dan
trigliserida).

Karena tidak efektifnya kerja insulin membantu penyerapan glukosa oleh sel-sel tubuh maka pankreas
akan berusaha menghasilkan lebih banyak insulin. Lama-kelamaan karena dipaksa untuk
menghasilkan insulin secara berlebihan secara terus-menerus, akhirnya kemampuan pankreas untuk
menghasilkan insulin semakin berkurang. Kondisi ini disebut resistensi insulin (insulin resistance).
Resistensi insulin merupakan faktor resiko seseorang dapat mengalami diabetes tipe 2.

Sekitar 90% kasus diabetes merupakan diabetes tipe 2. Berita baiknya, obesitas dan diabetes sangat
mungkin untuk dicegah. Banyak ahli kesehatan yang merekomendasikan makan makanan sehat
seimbang dan berolah raga secara teratur serta mengurangi stress sebagai langkah awal untuk
mencegah obesitas dan diabetes.

Hubungan Obesitas Dengan Hipertensi


Diposkan oleh neina di 22.57

1. Obesitas
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak
( jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan
berat badan. Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Obesitas ringan
Kelebihan berat badan 20-40 %
b. Obesitas sedang
Kelebihan berat badan 41-100 %
c. Obesitas berat
Kelebihan berat badan > 100 %
(http//:www.wikipedia.com.html)
Indeks massa tubuh ( Body Mass Index (BMI)) adalah alat ukur untuk menentukan apakah massa tubuh anda sudah masuk
ke dalam kategori obesitas (kegemukan) atau belum yaitu dengan membagi berat badan terhadap kuadrat tinggi badan.
Nilai BMI menurut WHO adalah sebagai berikut:

Nilai BMI menurut WHO


Kelompok
Berat badan kurang : <18,5 -> Resiko sakit jantung rendah, tetapi resiko menderita penyakit lain meningkat.
Normal : 18,5-24,9 -> Rata-rata penduduk
Berat badan lebih : 25 -> Meningkat
Mulai kegemukan : 25-29,9 -> Meningkat
Kegemukan tingkat 1 : 30-34,0 -> Sedang
Kegemukan tingkat 2 : 35-39,9 -> Berbahaya
Kegemukan tingkat 3 : 40 -> Sangat berbahaya

Penyebab terjadinya obesitas adalah ketidak seimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor , antara lain:
a.Genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi
gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya obesitas. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33 % terhadap berat badan seseorang.

b.Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya: apa yang di makan dan berapa kali seseorang
makan, serta bagaimana aktivitasnya.
c.Psikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan
reaksi terhadap emosinya dengan makan.
d.Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: Sindrom Cushing, Hypothyroidisme, dan Sindrom Prader-
Willi. Beberapa kelainan saraf bisa menyebabkan orang banyak makan.
e.Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bisa menyebabkan penambahan berat badan.
f.Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya jumlah lemak dalam tubuh. Penderita
obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan
dengan orang dengan berat badan normal.
g.Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya kejadian obesitas di tengah
masyarakat yang makmur. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas
fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. (http//:www.wikipedia.com.html)
Efek samping yang sering ditemukan pada penderita obesitas adalah:
Pria yang menderita obesitas parah pada usia 25-35 tahun beresiko mati muda 12 kali lebih besar di banding pria seusia
dengan berat badan normal. Penderita obesitas juga memiliki jumlah permasalahan medis yang lebih besar. Pada
penderita obesitas sedang, masalah medis yang muncul, antara lain:
a.Jantung: tekanan darah tinggi, gagal jantung, penyakit jantung lainnya.
b.Gastrointestinal: batu empedu, sensasi perut terbakar yang sering muncul
c.Endokrin: diabetes, lemak tinggi (kolesterol), menstruasi tidak teratur, infertilitas
d.Pulmonary: gangguan pernapasan saat tidur (apnoea)
e.Musculoskeletal: degenerasi lutut, sakit punggung, herniasi disc, osteoporosis, resiko patah tulang patologis (patah
tulang yang bukan disebabkan trauma luar tubuh, tetapi karena faktor internal)
f.Kulit: berbagai kelainan
g.Kanker: diberbagai organ. (Anjali Arora, 2008)
Komplikasi pada penderita obesitas yang sering ditemukan, antara lain:
a.Diabetes tipe 2 (non-insulin dependent diabetes mellitus)
b.Penyakit jantung dan pembuluh darah
c.Stroke
d.Darah tinggi
e.Hipotiroidisme
f.Dyslipidemia
g.Hiperinsulinemia, insulin resistance, glucose intolerance
h.Congestive heart failure (gagal jantung karena bendungan)
i.Angina pectoris (nyeri dada karena penyakit jantung koroner)
j.Cholecystitis (radang kandung empedu)
k.Cholelithyasis (batu empedu)
l.Osteoarthritis (radang tulang dan persendian)
m.Gout (penyakit asam urat tinggi)
n.Perlemakan hati
o.Henti napas waktu tidur dan gangguan pernapasan lain

2. Hipertensi
Istilah tekanan darah berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh manusia.
Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah
tekanan darah pada waktu jantung menguncup. Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
mengendor kembali. (Lany Gunawan, 2001)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. (Sofia Dewi & Digi Familia, 2010)

Setiap usia dan jenis kelamin memiliki batas masing-masing. Kategori hipertensi menurut batasan usia adalah sebagai
berikut:
a.Pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b.Pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.
c.Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.
Menurut Gordon H. Williams, seorang ahli penyakit dalam sebagaimana dikutip oleh Sofia Dewi dan Digi Familia (2010)
mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
a.Tensi sistolik
•< 140 mmHg : Normal •140 – 159 mmHg : Normal tinggi •> 159 mmHg : Hipertensi sistolik tersendiri
b.Tensi diastolik
•< 85 mmHg : Normal •85 – 89 mmHg : Normal tinggi •90 – 104 mmHg : Hipertensi ringan •105 – 114 mmHg : Hipertensi
sedang •> 115 mmHg : Hipertensi berat
Lembaga kesehatan nasional Amerika, National Institute of Health, mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
a. Tekanan sistolik
• < 119 mmHg : Normal • 120 – 139 mmHg : Pra-hipertensi • 140 – 159 mmHg : Hipertensi derajat 1 • > 160 mmHg :
Hipertensi derajat 2
b. Tekanan diastolik
• < 79 mmHg : Normal • 80 – 89 mmHg : Pra-hipertensi • 90 – 99 mmHg : Hipertensi derajad 1 • > 100 mmHg : Hipertensi
derajad 2

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar:


a. Hipertensi esensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Sekitar 20 % populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90 % diantara mereka menderita hipertensi esensial
(primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan
penyabab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit perenkim ginjal, berbagai obat,
disfungsi organ, tumor dan kehamilan. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Adapun faktor resiko hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor genetik ini memainkan peran penting dalam
hipertensi primer (esensial). Faktor-faktor tersebut meliputi:
1). Faktor usia
Hipertensi umumnya berkembang di usia antara 35-55 tahun. Semakin tua usia seseorang, maka pengaturan
metabolisme zat kapurnya (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran
darah. Akibatnya, darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat.
2). Faktor keturunan
Pada 70-80 % kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga. Jika kedua orang tua menderita
hipertensi, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.
3). Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam daripada orang berkulit putih. Penyebabnya secara pasti
belum diketahui, tetapi pada orang yang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas
terhadap vasopressin lebih besar.
4). Jenis kelamin
Pada umumnya resiko hipertensi pada pria lebih besar daripada wanita. Namun pada usia pertengahan dan lebih tua,
insiden pada
wanita meningkat. Ini berkaitan dengan masa premenopause yang dialami wanita yang mengakibatkan tekanan darah
cenderung naik. Sebelum menopause wanita relative terlindungi dari penyakit kardiovaskuler karena adanya hormon
esterogen. Sementara itu, kadar esterogen menurun pada wanita yang mengalami menopause. Dengan demikian, resiko
hipertensi pada wanita berusia diatas 65 tahun menjadi lebih tinggi.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan di sini meliputi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor lingkungan tersebut meliputi:
1). Stress dan beban mental
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan
meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu.
2). Konsumsi makanan berlebih atau obesitas
Obesitas lebih banyak terjadi pada orang dengan gaya hidup pasif (kurang olahraga). Jika makanan yang di konsumsi lebih
banyak mengandung kolesterol dapat menimbulkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Akibatnya aliran
darah menjadi kurang lancar. Orang yang memiliki kelebihan lemak (hiperlipidemia), berpotensi mengalami penyumbatan
darah sehingga suplai oksigen dan zat makanan kedalam tubuh terganggu. Penyempitan dan sumbatan oleh lemak ini
memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya,
tekanan darah meningkat, maka terjadilah hipertensi.
3). Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh, antara lain nikotin, tar dan karbonmonoksida.
Tar merupakan zat yang dapat meningkatkan kekentalan darah. Nikotin dapat memacu pengeluaran zat catecholamine
tubuh seperti hormon adrenalin. Hormon tersebut dapat memacu jantung untuk memacu jantung untuk berdetak lebuh
kencang, akibatnya volume darah meningkat dan jantung menjadi cepat lelah. Karbonmonoksida (CO) dapat
meningkatkan keasaman sel darah. Akibatnya, darah menjadi lebih kental dan menempel di dinding pembuluh darah. Hal
tersebut memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi dan lambat laun tekanan darah pun akan meningkat.
d). Konsumsi alkohol
Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbonmonoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah.
Darah menjadi lebih kental dan jantung dipaksa untuk memompa darah lebih kuat agar darah yang sampai ke jaringan
jumlahnya mencukupi.
e). Kelainan ginjal
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya penurunan massa ginjal yang dapat berfungsi dengan baik, kelebihan produksi
angiotensin dan aldosteron serta meningkatnya hambatan aliran darah dalam arteri ginjal. Penurunan fungsi ginjal dalam
menyaring darah, menyebabkan sisa metabolisme yang seharusnya ikut dibuang beredar kembali ke bagian tubuh yang
lain. Akibatnya, volume darah total meningkat sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga meningkat. Hal ini
mengakibatkan darah yang beredar melalui kapiler jaringan meningkat sehingga terjadi pengerutan sfingter prekapiler.
Peningkatan volume darah total yang keluar dari jantung dan peningkatan hambatan pada pembuluh darah tepi yang
mengerut menyebabkan tekanan darah meningkat.
f). Kebiasaan minum kopi
Kafein dalam kopi dapat memacu kerja jantung dalam memompa darah. Peningkatan tekanan dari jantung diteruskan
pada arteri sehingga tekanan darah meningkat.
g). Kurang olahraga
Olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga
bermanfaat menurunkan obesitas dan dapat mengurangi asupan darah ke dalam tubuh. (Sofia Dewi dan Digi Familia,
2010)
Mekanisme terjadinya hipertensi (patofisiologi hipertensi) adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang di produksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, rennin (diproduksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang di produksi di
paru-paru, angiotensin I di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH di produksi di hipotalamus
(kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh, sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah. (Muhammadun AS, 2010)
Manifestasi klinik pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat, edema pupil (edema pada diskusoptikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada,
menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah bersangkutan. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Komplikasi pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu stroke. Selain stroke, akibat komplikasi
pada otak adalah daya ingat menurun atau mulai pikun (demensia), dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
b. Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh halus mata pada retina robek. Darah merembes
ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan.
c. Pada jantung dan pembuluh darah dapat menyebabkan komplikasi:
a. Arteriosclerosis
b. Atherosclerosis
c. Aneurisma
d. Penyakit pada arteri koronaria
e. Gagal ginjal

3. Pengaruh obesitas terhadap hipertensi


Kegemukan atau obesitas adalah faktor resiko yang dapat meningkatkan penyakit jantung. Upaya penurunan berat badan
sering dilakukan untuk mengurangi tekanan darah pada penderita tekanan darah tinggi. Pengurangan tekanan darah
dapat terjadi bila berhasil menurunkan berat badan sebesar 4,5 kg. Fakta menyebutkan bahwa beberapa orang yang
memiliki kelebihan berat badan atau obesitas memiliki resiko hipertensi lebih besar daripada yang lainnya. (R. Brian
Hayens, Frans H. H. Leenen, dan Eddy Soetrisno, 2000) Orang yang gemuk, jantungnya bekerja lebih keras dalam
memompa darah. Hal ini dapat dipahami karena biasanya pembuluh darah orang-orang yang gemuk terjepit kulit yang
berlemak. Keadaan ini diduga dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah.
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas, tubuhnya bekerja keras untuk membakar kelebihan kalori yang masuk.
Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin
banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras.
Dampaknya tekanan darah orang yang obesitas cenderung tinggi. (Widharto, 2007)

Resiko Buruk Kegemukan Atau Obesitas


Resiko Buruk Kegemukan Atau Obesitas – Obesitas atau kelebihan berat badan atau yang berhubungan
dengan kegemukan merupakan suatu keadaan tubuh dimana terdapat kelebihan lemak tertimbun dalam jaringan
bawah kulit. Umumnya penyebab Obesitas diakibatkan oleh pola hidup tidak sehat. Hal ini dapat berdampak
buruk bagi kesehatan karena obesitas dapat memicu datangnya berbagai penyakit berat lainnya seperti penyakit
jantung, diabetes dan penyakit lainnya.

Adapun dampak buruk lainnya bagi kesehatan untuk penderita obesitas atau kelebihan berat badan,
diantaranya:

Gangguan Pernapasan

Umumnya pada penderita obesitas itu mengalami sulitnya bernafas  dan nafasnya kadang pendek. Penyebabnya
adalah adanya penimbunan lemak di sekitar dada dan leher sehingga mengalami kesulitan dalam mengambil
ataupun mengeluarkan udara untuk bernafas.

Permasalahan Pada Kulit

Dampak buruk lainnya adalah pada kulit yang mana hal ini dapat membuat adanya perubahan hormon. Selain itu,
lemak berlebihan juga membuat kulit lebih melebar yang akan mennimbulkan garis-garis halus. Di samping itu,
lipatan lemak tadi dapat membuat jamur dan bakteri tumbuh subur.

Rasa Nyeri Pada Persendian Lutut


Nyeri pada persendian dan otot kaki kerap di alami oleh penderita obesitas. Hal ini dikarenakan faktor kelebihan
berat badan yang dapat menambah beban atau tekanan pada lutut dan pergelangan kaki.

Peningkatan Asam Lambung

Kelebihan berat badan juga dapat meningkatkan asam lambung  hal ini sangat tidak baik karena jika terjadi maka
si penderita akan merasakan sensasi terbakar, rasa sakit dan tekanan di sekitar dada dan leher. Semuanya
disebabkan oleh lemak menekan daerah lambung yang membuat asam lambung menjadi naik.

Depresi

Masalah lainnya dari obesitas yaitu memicu depresi dan cenderung lebih mudah stres. Hal ini dikarenakan
perasaan rendah diri dan malu yang mendorong orang itu menjadi lebih mudah stres dan depresi.

Mendengkur Saat Tidur

Mendengkur saat tidur menjadi salah satu resiko dari yang mana dikarenakan jaringan lemak pada tubuh
berkontribusi menyebabkan tidur mendengkur dan susah tidur.

Sakit Punggung

Banyak dari penderita obesitas mengeluhkan akan sakit punggung. Hal ini disebabkan penambahan beban tulang
belakang oleh penumpukan lemak. Resiko fatal jika berat badan tidak kunjung diturunkan, pada tulang punggung
dapat meningkatkan risiko patah tulang dari dalam.

Tekanan Darah Meningkat

Tidak sedikit penderita obesitas yang menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi yang mana pemicu
terjadinya penyakit jantung dan ini merupakan resiko yang paling berbahaya bagi tubuh.

Datang Bulan Tidak Teratur

Pengaruh lainnya adalah datang bulan tidak teratur yang lebih di akibatkan adanya ketidak seimbangan hormon,
hal ini juga dipicu oleh obesitas yang membuat kinerja hormon tidak berfungsi dengan normal.

Varises

Varises muncul ketika  melemahnya dinding pembuluh darah sehingga vena melebar. Selain karena faktor
keturunan, varises juga disebabkan kelebihan berat badan atau obesitas.

Itulah beberapa penjelasan dari Bahaya Obesitas Penyebab Timbul Banyak Penyakit. Kunci utamnya adalah
untuk selalu menjaga pola makan yang sehat serta rajin berolahraga demi kesehatan serta mencegah terjadinya
obesitas.

Penyebab Obesitas Dan Pencegahan Obesitas Pada


Anak
Obesitas atau berat badan yang berlebihan sangatlah tidak nyaman.  Di Amerika terjadi epidemi obesitas yang
meningkat yaitu dari sekitar 5 persen pada tahun 1964 menjadi sekitar 13 persen pada tahun 1994, dan saat ini
sudah sekitar 20 persen.

Beberapa faktor penyebab obesitas pada Anak-anak :

1. Menghabiskan waktu berlebihan untuk  menonton televisi, menggunakan komputer, dan bermain video
game.
2. Mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan lain yang mengandung kadar lemak yang tinggi,
makanan yang mengandung kadar gula yang tinggi dan makanan ringan lainnya.

Obesitas atau berat badan yang berlebihan dapat mengancam kesehatan yaitu dapat menimbulkan penyakit
Diabetes Melitus tipe II, terutama pada anak-anak, dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit Diabetes
Melitus. Penyakit Diabetes Melitus ini dapat mengakibatkan diantaranya penyakit  Jantung, penyakit Ginjal,
penyakit Tekanan darah tinggi, penyakit Stroke, dan lain-lain.

Beberapa tips pencegahan Obesitas pada anak :

1. Mengembangkan gaya hidup sehat pada anak-anak, seperti mengikuti kegiatan olahraga, baik di sekolah
maupun di lingkungan tempat tinggal.
2. Mengembangkan pola makan yang sehat pada anak-anak, seperti menghindari makanan cepat saji, bila
perlu ada larangan dari sekolah menjual makanan cepat saji. Menghindari makanan yang mengandung
kadar lemak dan kadar gula yang tinggi, dan melatih anak-anak makan aneka buah-buahan dan sayuran.
3. Membatasi anak-anak menonton televisi dua jam perhari atau bisa dengan mengkombinasikan antara
menonton televisi dengan bermain komputer dalam waktu dua jam perhari.

Anak-anak di negara kita adalah masa depan kita. Menjaga anak-anak kita harus tetap sehat adalah  prioritas kita
sebagai orangtua maupun pemerintah, dan pemerintah kita harus bertindak terhadap makanan yang di produksi
oleh suatu perusahaan raksasa, yang mana target pasar perusahaan raksasa tersebut adalah anak-anak.

Hidup SehatDunia Kesehatan Keluarga Indonesia

Pola Hidup Sehat Mencegah Obesitas pada Anak


Kesehatan May 15, 2016 No Comments

Obesitas merupakan salah satu gejala kegemukan yang bisa terjadi pada siapa saja termasuk pada anak anda.
penyakit kegemukan ini pada dasarnya biasa saja justru baik untuk perkembangan kondisi tubuh siapa saja.
Namun, apabila berlebihan justru akan menyebabkan komplikasi pada tubuh anda seperti diabetes, penyakit
jantung dan lainnya. karenanya, mencegah obesitas pada anak merupakan langkah yang sangat penting untuk
anda ketahui. Beberapa cara yang masih efektif hingga saat ini adalah bagaimana menerapkan pola hidup yang
sehat kepada setiap orang termasuk anak anda dalam rangka mencegah obesitas. Namun, dalam penerapannya
pola hidup sehat itu sendiri tidak bisa sembarangan. Ada beberapa langkah tepat dalam penerapan pola hidup
sehat tersebut.

Beberapa langkah yang dapa anda terapkan untuk memulai pola hidup sehat mencegah obesitas pada anak anda
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penerapan sarapan ditambah dengan buah dalam keseharian anda. terapkan pada anak anda
minimal dalam seminggu sebanyak 3 kali, anda memberikan asupan tambahan sarapan pada anak anda
dengan buah-buahan. Hal tersebut baik untuk memperbaiki penyerapan makanan.
2. Mengurangi pengkonsumsian makanan yang disajikan di luar rumah. Hal tersebut untuk mencegah
budaya mengkonsumsi anak yang berlebihan dan juga agar anak lebih mencintai masakan rumah karena
lebih higienis.
3. Menerapkan olahraga pagi sekitar jam 5 hingga jam 6 pagi agar anak anda terbiasa untuk emmbangun
sistem imun dan metabolisme yang baik. Sumber matahari pagi yang ditopang olahraga ini dapat dimulai
dengan yang ringan seperti lari keliling perumahan dan bermain tali skipping atau lainnya.

Itulah beberapa langkah tepat untuk anda agar dalam penerapannya bisa menghindari obesitas sejak dini
khususnya pada anak. Obesitas pada anak sebagai penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian
pada penderitanya apabila terus diabaikan. Pemahaman anda terhadap berbagai gejala obesitas tentu juga
diperlukan guna penanganan pertama terhadap obesitas. Penerapan pola tersebut juga sebenarnya harus
diarahkan betapa pentingnya untuk mencegah berbagai penyakit kritis seperti penyakit jantung, diabetes, jantung
koroner dan lainnya.

Tips untuk Membantu mengatasi kegemukan pada Anak Kesehatan AnakTips Hidup Sehat tips menurunkan
berat badan untuk anakAnak dengan kegemukan sudah menjadi keprihatinan dibanyak belahan dunia, karena
pertambahan jumlah ini diketahui terus meningkat setiap tahunnya. Kenapa demikian?,,, Dengan perkembangan
teknologi yang semakin canggih, memudahkan, dan murah, maka gadget adalah salah satu hal yang cenderung
membuat anak menjadi kurang aktif secara fisik. Beda dengan anak jaman dulu, karena teknologi belum
secanggih dan semurah ini, tak ada permainan lain bagi anak selain aktif dihalaman rumah. Dan yang kedua
adalah hal yang berkaitan dengan makanan. Mungkin karena produk makanan olahan dan cepat saji juga semakin
mudah dan semakin terjangkau. Siapa yang akan memiliki kepedulian dengan masalah ini?, sudah pasti kita
sebagai orang tua yang memiliki tanggungjawab penuh terhadap mereka. Advertisement Kegemukan adalah
masalah kesehatan, dan sangat penting diperhatikan terutama pada anak-anak karena perjalanan mereka masih
panjang. Seperti banyak dibahas diforum-forum atau media kesehatan, masalah kegemukan pada anak bisa
berdampak buruk pada kesehatan mereka dalam jangka panjang. Untuk itu, ini adalah sepenuhnya tanggung
jawab para orang tua, yang harus mau fokus dan serius untuk membantu mengatasi masalah kesehatan anak yang
satu ini. Ada banyak informasi untuk membantu keluarga dengan anak yang obesitas, agar mereka kembali ke
jalur yang sehat. Berikut top penyebab obesitas pada anak-anak : Kurang aktifitas fisik dan gaya hidup Makan
terlalu banyak kalori dan lemak Terlalu banyak makan gula Genetik

Anda mungkin juga menyukai