Anda di halaman 1dari 36

TUGAS KELOMPOK

“ PHBS, POLA MAKAN ANAK, DBD”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas
Dosen Pengampu: Umi Setyoningrum,S.Kep.,Ns.,

Disusun Oleh :
Adera Sela Diwanda (010117A002)
Binti Rohamtus S (010117A014)
Devi Ismawati (010117A016)
Dini Unitasari (010117A019)
Eva Noviyanti (010117A027)
Fifih Alamwiyah (010117A030)
I Komang Pasek A.P.J (010117A040)
Merlina Kusumaningtyas (010117A057)

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hidup sehat seperti yang didefinisikan oleh badan kesehatan perserikatan
bangsa-bangsa (PBB) World Health Organization (WHO) adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan kesehatan jiwa adalah
keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, intelektual,
emosional, dan sosial yang optimal dari seseorang
Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 45 tentang Kesehatan
ditegaskan bahwa ”Kesehatan Sekolah” diselenggarakan untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan
optimal sehingga diharapkan dapat menjadikan sumber daya manusia yang
berkualitas
Peserta didik itu harus sehat dan orang tua memperhatikan lingkungan
yang sehat dan makan makanan yang bergizi, sehingga akan tercapai manusia
soleh, berilmu dan sehat (SIS). Dalam proses belajar dan pembelajaran materi
pembelajaran berorientasi pada head, heart dan hand, yaitu berkaitan dengan
pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan. Namun masih diperlukan faktor
kesehatan (health) sehingga peserta didik memiliki 4 H (head, heart, hand dan
health).
B. Pengertian Kesehatan sekolah
Menurut Depkes, (2011) UKS adalah wahana untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah. Usaha
Kesehatan Sekolah UKS) adalah upaya kesehatan masyarakat yang
dilaksanakan dalam rangka pembinaan kesehatan anak usia sekolah.
Selanjutnya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) merupakan bagian dari program
kesehatan anak sekolah. Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-21
tahun. Yang sesuai dengan proses tumbuh kembangnya dibagi menjadi 2 sub
kelompok yakni pra remaja (6-9 tahun) dan remaja (10-19 tahun).
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan perilaku hidup bersih dan sehat, dan
derajat kesehatan siswa serta menciptakan lingkungan yang sehat.
Sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis
dan optimal
b. Tujuan Khusus
1.  Memupuk kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat dan
meningkatkan derajat kesehatan siswa yang mencakup
2. Memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melaksanakan
prinsip hidup bersih dan sehat serta berpartisipasi aktif didalam usaha
peningkatan kesehatan disekolah perguruan agama, dirumah tangga
maupun dilingkungan masyarakat.
3. Sehat fisik, mental maupun social
4. Memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk
penyalahgunaan NAPZA
D. Ruang lingkup kegiatan
Kegiatan utama Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) disebut dengan Trias UKS,
yang terdiri dari :
a. Pendidikan Kesehatan
b. Pelayanan Kesehatan
c. Pembinaan Lingkungan Kehidupan Sekolah yang Sehat
Dengan demikian Trias UKS merupakan perpaduan antara upaya pendidikan
dengan upaya pelayanan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan upaya
pendidikan kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan kurikulum sekolah.
E. Sasaran UKS
Program UKS adalah upaya terpadu lintas program dan lintas sektoral dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan serta membentuk perilaku hidup
bersih dan sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah dan Madrasah
mulai tingkat SD hingga SLTA. Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh
peserta didik dari tingkat Pendidikan
a. Sekolah Taman Kanak-Kanak
b. Pendidikan Dasar
c. Pendidikan Menengah
d. Pendidikan Agama
e. Pendidikan Kejuruan
f. Pendidikan Khusus (SLB)
F. Kegiatan UKS
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) menjadi 3 kegiatan pokok :
a. Pendidikan kesehatan di sekolah (Health Education in School)
- Kegiatan intrakurikuler, maksudnya adalah pendidikan
kesehatan  merupakan bagian dari kurikulum sekolah
- Kegiatan ekstrakurikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan
dimasukkan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka
menanamkan perilaku sehat peserta didik
b. Pemeliharaan Kesehatan Sekolah (School Health Service)
c. Lingkungan kehidupan sekolah yang sehat mencakup
- Lingkungan fisik
- Lingkungan psikis
- Lingkungan sosial
G. Peran perawat pada program UKS
Peranan perawat komunitas dalam upaya kesehatan sekolah adalah:
a. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di sekolah
- Mengkaji masalah kesehatan dan keperawatan peserta didik dengan
melaksanakan pengumpulan data, analisas data dan  perumusan
masalah serta prioritas masalah kesehatan anak sekolah
- Melaksanakan kegiatan UKS sesuai dengan rencana
kegiatan  yang  disusun.
- Penilaian dan pemantauan hasil kegiatan UKS.
- Pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang diterapkan.
b. Sebagai pengelola kegiatan UKS
Perawat kesehatan bertugas di puskesmas dapat menjadi salah satu
anggota dalam TPUKS atau juga ditunjuk sebagai seorang coordinator,
maka pengelola pelaksanaan UKS menjadi tanggung jawabnya atau paling
tidak ikut terlibat dalam tim pengelola UKS
c. Sebagai penyuluh dalam bidang kesehatan
Peran perawat kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan dapat
dilakukan secara langsung melalui penyuluhan kesehatan yang bersifat
umum dan klsikal atau secara tidak langsung sewaktu melakukan
pemeriksaan kesehatan peserta didik secara perorang.
H. Masalah Kesehatan anak usia sekolah di Indonesia
a. Malnutrisi
b. Diare
c.  Alkoholoisme.
d. Narkoba
e. Seks bebas.
f. Perokok.
g. Penyakit fisik dan mental.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PHBS di Tatanan Pendidikan (Sekolah)
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa, guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan
PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Perilaku hidup
bersih dan sehat juga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh
peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatannya , serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat.
B. Tujuan PHBS di sekolah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah mempunyai tujuan yakni:
a. Tujuan Umum:
Memperdayakan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah
agar tau, mau, dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan
dengan menerapkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah
sehat.
b. Tujuan Khusus:
 Meningkatkan pengetahuan tentang PHBS bagi setiap siswa, guru,
dan masyarakat lingkungan sekolah.
 Meningkatkan peran serta aktif setiap siswa, guru, dan masyarakat
lingkungan sekolah ber PHBS di sekolah.
 Memandirikan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan
sekolah ber PHBS.
C. Manfaat PHBS di sekolah
1. Manfaat bagi siswa:
a. Meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit
b. Meningkatkan semangat belajar
c. Meningkatkan produktivitas belajar
d. Menurunkan angka absensi karena sakit
2. Manfaat bagi sekolah
a. Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di sekolah
b. Adanya dukungan buku pedoman dan media promosi PHBS di sekolah
3. Manfaat bagi masyarakat
a. Mempunyai lingkungan sekolah yang sehat
b. Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh
sekolah
4. Manfaat bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kota
a. Sekolah yang sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah
provinsi/kabupaten/kota yang baik
b. Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan
PHBS di sekolah
D. Sasaran PHBS di Sekolah
1. Siswa Peserta Didik
2. Warga Sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Karyawan Sekolah, Komite
Sekolah, dan Orangtua Siswa)
3. Masyarakat Lingkungan Sekolah (penjaga kantin, satpam, dll)

E. Indikator PHBS di sekolah


1. Menyuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun.
Sekolah/guru/masyarakat sekolah selalu mencuci tangan sebelum makan,
sesudah buang air besar/sesudah buang air kecil, sesudah beraktivitas, dan
atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang
mengalir. Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang
ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan
kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan. Diharapkan
tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah
terjadinya penularan penyakit seperti: diare, disentri, kolera, tipus,
kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan flu
burung.
2. Mengonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah mengkonsumsi jajanan sehat dari
kantin/warung sekolah atau bekal yang dibawa dari rumah. Sebaiknya
sekolah menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang
mengandung gizi seimbang dan bervariasi, sehingga membuat tubuh sehat
dan kuat, angka absensi anak sekolah menurun, dan proses belajar berjalan
dengan baik.
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan jamban/WC/kakus
leher angsa dengan tangki septic atau lubang penampungan kotoran
sebagai pembuangan akhir saat buang air besar dan buang air kecil.
Menggunakan jamban yang bersih setiap buang air kecil ataupun buang air
besar dapat menjaga lingkungan di sekitar sekolah menjadi bersih, sehat,
dan tidak berbau. Disamping itu tidak mencemari sumber air yang ada
disekitar lingkungan sekolah serta menghindari datangnya lalat atau
serangga yang dapat menularkan penyakit seperti: diare, disentri, tipus,
kecacingan, dan penyakit lainnya. Sekolah diharapkan menyediakan
jamban yang memenuhi syarat kesehatan dalam jumlah yang cukup untuk
seluruh siswa serta terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan.
Perbandingan jamban dengan pemakai adalah 1:30 untuk laki-laki dan
1:20 untuk perempuan
4. Olahraga yang teratur dan terukur.
Siswa/Guru/Masyarakat sekolah lainnya melakukan olahraga/aktivitas
fisik secara teratur minimal tiga kali seminggu selang sehari. Olahraga
teratur dapat memelihara kesehatan fisik dan mental serta meningkatkan
kebugaran tubuh sehingga tubuh tetap sehat dan tidak mudah jatuh sakit.
Olahraga dapat dilakukan di halaman secara bersama-sama, di ruangan
olahraga khusus (bila tersedia), dan juga di ruangan kerja bagi guru/
karayawan sekolah berupa senam ringan dikala istirahat sejenak dari
kesibukan kerja. Sekolah diharapkan membuat jadwal teratur untuk
berolahraga bersama serta menyediakan alat/sarana untuk berolahraga.
5. Memberantas jentik nyamuk.
Upaya untuk memberantas jentik di lingkungan sekolah yang dibuktikan
dengan tidak ditemukan jentik nyamuk pada: tempat-tempat penampungan
air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga/alas pot bunga, wadah
pembuangan air dispenser, wadah pembuangan air kulkas, dan barang-
barang bekas/tempat yang bisa menampung air yang ada di sekolah.
Memberantas jentik di lingkungan sekolah dilakukan dengan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui kegiatan: menguras dan
menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas,
dan menghindari gigitan nyamuk. Dengan lingkungan bebas jentik
diharapkan dapat mencegah terkena penyakit akibat gigitan nyamuk
seperti demam berdarah, cikungunya, malaria, dan kaki gajah. Sekolah
diharapkan dapat membuat pengaturan untuk melaksanakan PSN minimal
satu minggu sekali.
6. Tidak merokok di sekolah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah tidak merokok di lingkungan
sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan perokok dan orang yang
berada di sekitar perokok. Dalam satu batang rokok yang diisap akan
dikeluarkan 4000 bahan kimia berbahaya diantaranya: Nikotin
(menyebabkan ketagihan dan kerusakan jantung serta pembuluh darah);
Tar (menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker) dan CO
(menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen
sehingga sel-sel tubuh akan mati). Tidak merokok di sekolah dapat
menghindarkan anak sekolah/guru/masyarkat sekolah dari kemungkinan
terkena penyakit-penyakit tersebut diatas. Sekolah diharapkan membuat
peraturan dilarang merokok di lingkungan sekolah. Siswa/guru/masyarakat
sekolah bisa saling mengawasi diantara mereka untuk tidak merokok di
lingkungan sekolah dan diharapkan mengembangkan kawasan tanpa
rokok/kawasan bebas asap rokok.
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
Siswa ditimbang berat badan dan diukur tinggi badan setiap bulan agar
diketahui tingkat pertumbuhannya. Hasil penimbangan dan pengukuran
dibandingkan dengan standar berat badan dan tinggi badan sehingga
diketahui apakah pertumbuhan siswa normal atau tidak normal.
8. Membuang sampah pada tempatnya.
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah membuang sampah ke tempat
sampah yang tersedia. Diharapkan tersedia tempat sampah yang terpilah
antara sampah organik, non-organik, dan sampah bahan berbahaya.
Sampah selain kotor dan tidak sedap dipandang juga mengandung
berbagai kuman penyakit. Membiasakan membuang sampah pada tempat
sampah yang tersedia akan sangat membantu anak
sekolah/guru/masyarakat sekolah terhindar dari berbagai kuman penyakit.

F. Keterkaitan PHBS dengan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)


Usaha Kesehatan Sekolah adalah upaya untuk membina dan
mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui
program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama
serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan
kesehatan di lingkungan sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik
beserta lingkungan hidupnya sebagai sasaran utama sehingga akan
membentuk perilaku hidup sehat dan menghasilkan derajat kesehatan yang
optimal.
Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan perestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal
dalam rangka pembentukan manusia indonesia seutuhnya. Usaha Kesehatan
Sekolah juga bertujuan untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang mencakup:

a. menurunkan angka kesakitan anak sekolah,


b. meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental, maupun sosial,
c. agar peserta didik mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam
usaha peningkatan kesehatan di sekolah,
d. meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah,
e. meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk
narkotika, rokok, alkohol, dan obat berbahaya lainnya.
Untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat dan derajat kesehatan peserta
didik, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin
melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan
lingkungan sekolah sehat yang dikenal dengan istilah tiga program pokok
(trias) UKS yakni: pendidikan kesehatan (Health Education in School)
pelayanan kesehatan(School Health Service), dan pembinaan lingkungan
sekolah sehat. Dengan demikian dengan adanya fasilitas Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) akan sangat menunjang terwujudnya perilaku hidup bersih dan
sehat di sekolah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
A. Pengkajian
1. Data inti komunitas
a. Demografi : jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah anak usia
sekolah menurit jenis kelamin, golongan umur
b. Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga
c. Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang dianut oleh
anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang dianut,
fasilitas ibadah yang ada, adanya organisasi keagamaan, kegiatan –
kegiatan keagamaan yang dikerjakan oleh anak usia sekolah
2. Data subsystem
Delapan subsistem yang dikaji :
a. Lingkungan fisik
- Inspeksi : lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan
lingkungan, aktivitas anak usia sekolah di lingkungannya, data
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi
- Auskultasi : mendengarkan aktivitas yang dilakukan anak usia
sekolah dan guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui
wawancara
- Angket : adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah
yang kurang baik bagi perkembangan anak usia skolah
b. Pelayanan kesehatan dan pelayanan social
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah, bentuk
pelayanan kesehatan, bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling
bagi anak usia sekolah melalui wawancara.
c. Ekonomi
Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan prang tua siswa,
jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan melihat data di
staff tata usaha sekolah
d. Keamanan dan transportasi
- Keamanan : adanya satpam sekolah, petugas penyebrangan jalan
- Transportasi : jenis transportasi yang didapat digunakan anak
sekolah, adanya bus sekolah untuk layanan antar jemput siswa
e. Politik dan pemerintahan
Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tat tertib sekolah
yang harus dipatuhi seluruh siswa
f. Komunikasi
- Komunikasi formal : media komunikasi yang digunakan oleh anak
usia sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang
kesehatan sekolah melalui buku dan sosialisasi dari pendidik
- Komunikasi informal : komunikasi / diskusi yang dilakukan anak
usia sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru dan orang tua
dalam menyelesaikan dan mencegah masalah anak sekolah,
ketertiban guru dan orang tua dan lingkungan dalam
menyelesaikan masalah anak usia sekolah.

g. Pendidikan
Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang
digunakan sekolah dan tingkat Pendidikan pengajar di sekolah
h. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana
penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni,
pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan.

B. Diagnosa Keperawatan Komunitas


1. Actual
a. Deficit kebersihan diri pada agregat anak usia sekolah berhubungan
dengan kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang kurang
baik.
b. Defisiensi aktivitas pengalihan anak sekolah yaitu penurunan stimulasi
dan atau minat/keinginan untuk rekreasi atau melakukan aktivitas
bermain faktor yang berhubungan lingkungan sekolah yang
sempit/fasilitas yang tidak mendukung/kurang sumber daya.
c. Gaya hidup monoton anak sekolah yaitu menyatakan suatu kebiasaan
hidup yang dicirikan dengan tingkat aktivitas yang rendah berhungan
dengan kurang pengetahuan tentang keuntungan latihan fisik.
d. Ketidak efektifan manajemen kesehatan masyrakat sekolah faktor yang
berhubungan kurang pengetahuan/kurang dukungan
sosial/ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak
2. Resiko
a. Perilaku kesehatan anak sekolah cenderung beresiko faktor yang
berhubungan merolok/mimun alcohol, dll
b. Resiko peningkatan angka kejadian diare pada anak usia sekolah
3. Wellness
a. Kesiapan meningkatkan status kesehatan anak sekolah
C. Intervensi
1. Pencegahan primer
a. Program promosi kesehatan
- Pendidikan kesehatan tentang PHBS
- Pendidikan kesehatan tentang penyakit ( diare, malaria, dll)
- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
- Memberikan pelayanan konseling tumbuh jembang anak usia
sekolah atau masalah kesehatan
- Membentuk kelompok swabantu anak usia sekolah sebagai support
bagi anak usia sekolah, guru, orang tua
b. Program proteksi kesehatan
- Perlindungan caries gigi pada anak usia sekolah ; flouridasi
- Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
2. Pencegahan secondary
a. Deteksi dini dan pengobatannya
b. Perawatan akut dan kritis, diberikan pada anak usia sekolah yang
mengalami sakit akut : diare,demam, dll

3. Pencegahan tersier
a. Memberikan dukungan pada upaya pemulihan anak usia sekolah
setelah sakit dengan memelihara kondisi kesehatan agar tumbuh
kembangnya kembali optimal
b. Memberikan konseling perawatan lanjut pada kelompok anak usia
sekolah pada masa pemulihan.
D. Implementasi
1. Pemberdayaan komunitas kelompok
- Sekolah mendirikan kantin sehat dan jujur
- Pelatihan dokter / peraawat kecil
- Pelaksanaan UKS di sekolah setiap hari oleh guru UKS dan
dokter/perawat kecil.
2. Proses kelompok
- Membentuk kelompok swabantu anak usia sekolah dengan
masalah yang sama
3. Pendidikan kesehatan
- Pendidikan kesehatan tentang PHBS
- Pendidikan kesehatan tentang penyakit ( diare, malaria, dll)
- Pendidikan kesehatan tentang CPTS , dll
4. Kemitraan
- Bermitra dengan pedagang kantin agar menyediakan makanan
yang murah dan sehat.
- Bermitra dengan puskesmas di area sekolah untuk memberikan
Pendidikan kesehatan kepada anak usia sekolah
- Bermitra dengan took buku / perpustakaan daerah untuk
meningkatkan budaya membaca pada anak usai sekolah
E. Evaluasi
Perawat komunitas Bersama komunitas dapat mengevakuluasi semua
implementasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada tujuan yang telah
diterapkan yaitu menciptakan kesehatan anak usia sekolah yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

http://promkes.kemkes.go.id/pedoman-phbs

http://promkes.kemkes.go.id/phbs

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-2-47932732
A. POLA MAKAN

Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.

Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien

justru bertambah, karena mereka sering melakukan berbagai aktivitas, seperti

bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan sekolah lainnya.

Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada

golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas

yang lebih banyak. Sejak umur 10-12 tahun kebutuhan energi anak laki-laki

berbeda dengan anak perempuan. Selain itu, anak perempuan yang sudah haid

memerlukan tambahan protein dan mineral besi (Markum, dkk, 2014)

Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1) Memberikan

nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk

tumbuh kembang yang optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan

kesehatan setelah sakit, dan 2) Mendidik kebiasan makan yang baik,

mencakup penjadwalan makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan

jenis makanan yang bermutu (Markum, dkk, 2002).

Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untuk

menjalin keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanan di

rumah dan lebih banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai memilih

dan menghidangkan makanan di rumah. Namun sewaktu-waktu anak dapat

makan di luar bersama keluarga (Markum, dkk , 2014).

Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat menjadikan

anak sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan kasar atau dengan

marah-marah, suka memaksa anak untuk cepat-cepat menghabiskan makanan


setiap kali makan, memberikan makan terlalu banyak, menetapkan banyak

aturan yang harus dilakukan anak pada saat makan, dan waktu yang tidak tepat

(Widodo, 2016).

a. Pengaturan Makan pada Anak Usia Sekolah (7-12 Tahun)

Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal masa

bayi dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut : 3 kali makan

utama (pagi, siang, dan malam/sore), diantaranya diberikan makanan kecil

atau jajanan, dan bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2014).

Secara lebih terinci jadwal yang dianjurkan adalah :

Table 1.1 Pola Makanan Anak Usia 7-12 Tahun

Tabel 1.1 Pola 7-9 tahun 9-12 tahun

Makanan Anak Usia BB 23kg(1900 kkal) BB 30 kg(2100 kkal)

7-12 Tahun
Jam pemberian makan g urt g urt
06.00 : susu + gula 200 1 gelas 200 1 gelas

07.00 : nasi (1 telur) 100 ¾gelas 150 1 gelas

10.00 : kue 50 1 butir 50 1 butir

12.00 : 50 1potong 50 1 potong

1) Nasi 150 1 gelas 200 1 ½ gelas

2) hewani 50 1potong 50 1 potong

3) nabati 25 1potong 25 1 potong

4) sayuran 50 ½ gelas 75 ¾ gelas

5) buah 50 1potong 50 1 potong

16.00 : bubur kacang 200 1 gelas 200 1 gelas

hijau 150 1 gelas 150 1 gelas


18.00 : 50 1potong 50 1 potong

1) nasi 25 1potong 25 1 potong

2) hewani 50 ½ gelas 75 75 ¾ gelas

3) nabati 50 1potong 50 1 potong

4) sayuran 200 1 gelas 200 1 gelas

5) buah 20 2 buah 20 2 buah

21.00 : susu gula

biskuit
Sumber : Sub bagian Gizi anak FKUI/RSCM

Keterangan :

a. Dapat diganti dengan makanan penukarnya seperti roti, jagung,

kentang, sagu.

b. Diartikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut, ikan

tawar.

c. Diartikan sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan.

d. Dapat diganti dengan makanan penukar sebanyak 25 gram.

e. Berat biskuit “Regal” : 8-10 gr/buah

f. Berat biskuit “ Farley” : 15-16 gr/buah

g. Urt : ukuran rumah tangga

h. G : gram

Jenis bahan makanan pokok untuk dihidangkan terdiri atas :

1. Serealia, yang merupakan makanan pokok dan sumber kalori.

Misalnya tepung, beras, ubi, ketela, sagu, jagung.


2. Makanan asal hewan sebagai lauk-pauk dan sumber protein hewan,

seperti telur, daging, jeroan, ikan tawar , ikan laut, dan daging

unggas.

3. Sayuran sebagai lauk-pauk. Misalnya kacang-kacangan sebagai

sumber protein nabati, seperti kacang hijau, kacang panjang, daun-

daunan seperti bayam, kangkung, daun ketela, kubis, dan umbi-

umbian seperti wortel, bit (makanan yang telah diolah menjadi tahu

dan tempe).

4. Buah-buahan merupakan sumber vitamin A dan vitamin C, seperti

alpukat, nenas, pisang, jeruk, pepaya, dan mangga (Markum, dkk,

2014).

b. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary

Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus

dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat.

Tujuan utama penyusunan AKG ini adalah untuk acuan perencanaan

makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/masyarakat

( Almatsier, 2010).

Hardiansyah dan Tambunan (2013) mengartikan Angka Kecukupan

Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang

seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin,

ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat

melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Selanjutnya

Angka Kecukupan Protein (AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi


protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah

tertentu, agar mencapai hampir semua populasi sehat (97.5%) di suatu

kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat

aktivitas sedang.

Table 1.2 Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah

Angka Berat Tinggi Angka Angka

Kecukupan Badan (kg) Badan (kg) Kecukupan Kecukupan

Energi dan Energi Protein

Protein pada (kkal/orang/ (gram/orang/

Anak Usia hari) hari)

Sekolah

Umur

(tahun)
7-9 25.0 120 1800 45
Pria 35.0 138.0 2050 50

10-12
Wanita 10- 38 145 2050 50

12
Sumber : Hardiansyah dan Tambunan (2013) diacu dalam Widya karya

Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004.

1. Menjaga kebersihan gigi dan mulut

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 93 dan

94, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk


peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan

penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara

terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan melalui

pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi

masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah, serta pemerintah dan

pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas

pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka

memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu, dan

terjangkau oleh masyarakat. (Kemenkes RI, 2012)

Kebersihan mulut dan gigi bertujuan untuk mencegah terbentuknya

plak. Plak adalah transparan dan melekat pada gigi, khususnya dekat dasar

kepala gigi dan melekat pada gigi atau plak merupakan lapisan lengket

pada gigi yang mengandung bakteri dan sisa makanan yang terbentuk pada

gigi, menjelaskan bahwa plak yang menempel pada celah-celah dan fissure

gigi akan menghasilkan zat asam (acis) yang apabila tidak teratur di

bersihkan, secara perlahan akan merusak gigi, plak akan melapisi

permukaan enamel gigi, dan pada akhirnya menyebaban penyakit gusi

(periodontal disease). Plak juga dapat menyebabkan tanggalnya gigi.

Menggososk gigi dan flossing dapat membersihkan plak menempel pada

gigi. (Potter, Patricia A, 2005)

Gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisinya

bahan organic dan airnya sedikit sekali, sebagian besar terdiri dari bahan

anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang

terlindungi dan basah oleh air liur (Kemenkes RI, 2014)


Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut pada sebagian

besar penduduk Indonesia. Di banyak negara, sebagian besar karies pada

anak-anak masih tidak diobti sehingga mengakibatkan sakit gigi, penyakit

pulpa, ulserasimukosa di jaringan sekitarnya, abses dan fi stula. Kondisi ini

dapat berdampak pada kesehatan umumanak. Di seluruh dunia, karies

berkontribusi 15 kali lebih tinggi sebagai beban penyakit disabilityadjusted

life year (DALY) dibandingkan dengan penyakit periodontal. Keterbatasan

(disable) berarti rasa sakit dan ketidaknyamanan serta kurangnya perawatan

diri, sering tidak masuk sekolah, gangguan kognisi, terganggunya kegiatan

interpersonal, gangguan tidur dan berkurangnya energi. (Kemenkes RI, 2012)

Survei Nasional Riskesdas 2007 melaporkan sebesar 75% penduduk

Indonesia mengalami riwayat karies gigi; dengan rata-rata jumlah kerusakan

gigi sebesar 5 gigi setiap orang, diantaranya 4 gigi sudah dicabut ataupun

sudah tidak bisa dipertahankan lagi, sementara angka penumpatan sangat

rendah (0,08 gigi per orang). Juga dilaporkan penduduk Indonesia yang

menyadari bahwa dirinya bermasalah gigi dan mulut hanya 23%, dan diantara

mereka yang menyadari hal itu, hanya 30% yang menerima perawatan atau

pengobatan dari tenaga profesional gigi. Ini berarti effective demand untuk

berobat gigi sangat rendah, yaitu hanya 7%. Temuan selanjutnya adalah angka

keperawatan yang sangat rendah, terjadinya keterlambatan perawatan yang

tinggi, sehingga kerusakan gigi sebagian besar berakhir dengan pencabutan.

(Kemenkes RI, 2012)

Pendekatan WHO saat ini untuk upaya pelayanan kesehatan gigi

dilakukan dengan pendekatan Basic Package of Oral Care (BPOC) atau Paket
Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di puskesmas, (Kemenkes RI,

2012) yang terdiri dari:

a. Penanganan Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut (Oral Urgent

Treatment/OUT) yang terdiri atas 3 elemen mendasar:

1) Tindakan mengurangi rasa sakit melalui tindakan pemberian obat-

obatan dan perawatan penambalan gigi

2) Pertolongan pertama infeksi gigi dan mulut serta trauma gigi dan

jaringan penyangga

3) Rujukan untuk kasus-kasus yang kompleks

b. Tersedianya Pasta Gigi yang mengandung fl uoride dengan harga

terjangkau (Aff ordable Fluoride Toothpaste/AFT) dan

c. Penambalan gigi dengan invasi minimal (tanpa bur)/Atraumatic

Restorative Treatment (ART).

Situasi di sebagian besar negara belum berkembang dan sejumlah

komunitas kurang mampu di negara maju membutuhkan perubahan dalam

metode pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Pelayanan kesehatan gigi dan

mulut konvensional harus diganti kan dengan pelayanan yang mengikuti

prinsip-prinsip Oral Health Care. (Kemenkes RI, 2012)


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Virus Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di
wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini (Kemenkes RI, 2018).  Penyakit
DBD pertama kali dikenal di Filipina pada tahun 1953. Sindromnya secara
etiologis berhubungan dengan virus dengue ketika serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi
dari pasien di Filipina pada tahun 1956, 2 tahun kemudian virus dengue dari
berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di Bangkok, Thailand. Selama
tiga dekade berikutnya, demam berdarah ditemukan di Kamboja, Cian, India,
Indonesia, Masyarakat Republik Demokratis Lao, Malaysia, Maldives, Myanmar,
Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik
(WHO, 1999). Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah
DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100
negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara
dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Kasus di
seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta pada 2008
dan lebih dari 3,2 juta pada 2015 (berdasarkan data resmi yang disampaikan oleh
Negara Anggota WHO). Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan terus
meningkat. Pada 2015, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan di Amerika, di
mana 10.200 kasus didiagnosis menderita demam berdarah parah yang
menyebabkan 1.181 kematian. Pada tahun 2018, demam berdarah juga dilaporkan
dari Bangladesh, Kamboja, India, Myanmar, Malaysia, Pakistan, Filipina,
Thailand, dan Yaman. Diperkirakan 500.000 orang terkena demam berdarah berat
memerlukan rawat inap setiap tahun, dengan perkiraan 2,5% kasus kematian
setiap tahunnya. Secara umum, terjadi penurunan kasus kematian sebesar 28%
yang tercatat antara 2010 dan 2016 dengan peningkatan yang signifikan dalam
manajemen kasus melalui peningkatan kapasitas di negara tersebut (WHO, 2018).
Sedangkan kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya
pada tahun 1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 penduduk. Hingga pada tahun
2009 terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kota yang endemis DBD, dari dua
provinsi dan dua kota menjadi 32 provinsi dan 382 kota dengan jumlah kasus
158.912 penduduk (Kemenkes RI dalam Divy dkk, 2018). Indonesia tahun 2013
mencatat Angka Insiden (AI) sebesar 45,85 per 100.000 penduduk atau 112.511
kasus, dan tahun 2014 bulan Januari-April tercatat AI sebesar 5,17 per 100.000
penduduk atau 13.031 kasus. Hingga tahun 2010, Indonesia masih menduduki
peringkat atas untuk jumlah kasus DBD di ASEAN yaitu 150.000 kasus (WHO
dalam Divy dkk, 2018).  Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal
dunia pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya
kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes RI, 2016). Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus
68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016
sebanyak 204.171 kasus. Sedangkan perbandingan kasus kematian pada tahun
2017  berjumlah 493 kasus jika dibandingkan tahun 2016 berjumlah 1.598 kasus,
kasus ini mengalami penurunan hampir 3 kali lipat. Fakta menarik
lainnya, provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga) provinsi di
Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10.167
kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus. Data
tersebut tidak sebanding dengan jumlah kasus kematiannya karena kasus kematian
tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur sebanyak 105 kasus dan diikuti oleh
Provinsi Jawa Tengah sebanyak 92 kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus
terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan jumlah 37 kasus (Kemenkes RI,
2018).

B.     Tujuan
1.      Mengetahui definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.      Mengetahui model penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
3.      Mengetahui gejala dan tanda timbulnya Demam Berdarah Dengue (DBD)
4.      Mengetahui riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
5.      Mengetahui diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
6.      Mengetahui pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
7.      Mengetahui pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi

Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah
vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan.
Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah
terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk
selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat
berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang semua umur baik
anak-anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti,
2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang
disebabkan oleh virus dengue  yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh
darah kapiler  dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan
yang dapat menimbulkan kematian (Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit
ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI,
2016).

B.     Model Penularan DBD

Penyakit DBD dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan


kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau
wabah. Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.
Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika orang digigit
nyamuk Aedes aegypti  maka virus dengue masuk bersama darah yang diisapnya.
Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar
virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya
dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk
ditularkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu
menggigit orang lain, maka alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler
darah, sebelum darah itu diisap, terlebih dulu dikeluarkan air liur dari kelenjar
liurnya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk
inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain. Tidak semua orang yang
digigit nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue itu, akan terserang
penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam
darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai
kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau
bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok,
tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya (Tjokronegoro, 1999).
Ada 2 faktor tentang terjadinya manifestasi yang lebih berat itu yang
dikemukakan oleh pakar demam berdarah dunia.
1.      Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu munculnya manifestasi itu
disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen.

2.      Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi


infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi
sebelumnya (Tjokronegoro, 1999).

C.     Gejala dan Tanda

Pada kasus DBD terjadi demam tinggi berlangsung selama 3 hingga 14


hari. Gejala lain dari demam berdarah adalah: Nyeri retro-orbital (pada bagian
belakang mata), sakit kepala pada bagian depan , nyeri otot, Rash (bintik merah
pada kulit), sel darah putih rendah, pendarahan, dan dehidrasi (Kesehatan dan
Layanan dalam Jaweria, 2016). Dalam sebagian besar kasus, infeksi dengue tidak
menunjukkan gejala, terlebih pada pasien yang sebelumnya tidak memiliki
riwayat penyakit. Jika pasien tidak mendapatkan perawatan tepat waktu maka
penyakit dapat bertambah parah. Tanda-tanda yang muncul pada kondisi ini
meliputi: muntah yang persisten, sakit perut akut, perubahan suhu tubuh, dan
iritabilitas (Hyattsville dalam Jaweria, 2016). Demam berdarah dengue dapat
berubah menjadi dengue shock syndrome (DSS) dengan gejala
seperti: kulit yang dingin, gelisah, denyut nadi cepat, sempit dan lemah (Jaweria,
2016).
Menurut Widoyono (2011), tanda dan gejala DBD meliputi:
1.      Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+)
sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau buang air besar
darah-hitam

3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal : 150.000-300.000 µL),


hematokrit meningkat (normal : pria < 45, wanita < 40)

4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome).

D.    Riwayat Alamiah Penyakit

1. Tahap Prepatogenesis

Pada tahap ini terjadi interaksi antara pejamu (Host) dan agen nyamuk Aedes
aegypti yang telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika imunitas pejamu sedang
lemah, seperti mengalami kurang gizi dan keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan maka virus dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes
aegypti akan melanjutkan riwayat alamiahnya yakni ke tahap Patogenesis
(Najmah, 2016).
2. Tahap Patogenesis

Masa inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari),
nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia
yang terinfeksi adalah pembawa utama dan pengganda virus, melayani sebagai
sumber virus nyamuk yang tidak terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan
virus dengue dapat menularkan infeksi (selama 4-5 hari, maksimum 12 hari)
melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka muncul (Najmah, 2016).
Klasifikasi WHO tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut :
1) Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung dari 2-7 hari,
bukti hemoragik manifestasi atau tes tourniquet positif, trombositopenia
(<100,000 sel per mm3), bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit >20% di atas rata-rata untuk usia atau
penurunan hematokrit >20% dari awal mengikuti terapi pengganti cairan), atau
efusi pleura, asites atau hypoproteinemia.

2) Sindrom Dengue Lanjut pada tahap shock (Dengue Shock


Sindrome (DSS)) adalah penderita DHF yang lebih berat ditambah dengan adanya
tanda-tanda renjatan: denyut nadi lebih lemah dan cepat, tekanan nadi lemah (< 20
mmHg), hipotensi dibandingkan nilai normal pada usia tersebut, gelisah, kulit
berkeringat dan dingin.

3. Tahap Pasca Patogenesis
Apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna tetapi
apabila penyakit tidak ditangani dengan segera atau pengobatan yang dilakukan
tidak berhasil maka akan mengakibatkan kematian.

E.     Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun


1997 teridir dari kriteria klinis dan laboratorium
a. Kriteria klinis

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari

2. Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan yang terbanyak adalah


perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede = uji bendung) positif,
petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan melena. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi menyertai
syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau hematuri.
Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam
diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada
lipatan siku (fossa cubiti).

3. Pembesaran hati (hepatomegali)

4. Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit lembab, dan gelisah.

b. Kriteria laboratorium

1. Trombositopenia (< 100.000/mm3),

2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih


menurut standar umum dan jenis kelamin.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi


(atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD.
Efusi pleura dan/atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama
pada pasien anemi dan/atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya
peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD
(Tjokronegoro,1999).

F. Pencegahan
1. Pencegahan Primordial

Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus demam
berdarah adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat penting
untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai bahaya nya DBD.
Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal dengan istilah 3M Plus
dalam pencegahan primer DBD yaitu :
a. Menguras, tempat penampungan air dan membersihkan secara berkala,
minimal seminggu sekali karena proses pematangan telur nyamuk Aedes 3-4 hari
dan menjadi larva di hari ke 5-7. Seperti, di bak mandi dan kolam supaya
mengurangi perkembangbiakan nyamuk.

b. Menutup, Tempat-tempat penampungan air. Jika setelah melakukan aktivitas


yang berhubungan dengan tempat air sebaiknya anda menutupnya supaya nyamuk
tidak bisa meletakkan telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk
demam berdarah sangat menyukai air yang bening.

c. Mengubur, kuburlah barang-barang yang sudah tidak layak dipakai yang dapat


memungkinkan terjadinya genangan air.

d. Plus yang bisa dilakukan tergantung kreativitas Anda, misalnya :

1. Memelihara ikan cupang yang merupakan pemakan jentik nyamuk.


2. Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan air,
setidaknya 2 bulan sekali. Takaran pemberian bubuk abate yaitu 1 gram
abate/ 10 liter air. Tidak hanya abate, kita juga bisa menambahkan zat
lainnya yaitu altosoid pada tempat penampungan air dengan takara 2,5
gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa didapatkan di puskesmas,
apotik atau toko bahan kimia.
3. Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot atau
elektrik.
4. Menggunakan krim pencegah gigitan nyamuk.
5. Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk
mengurangi akses masuk nyamuk ke dalam rumah.
6. Tidak membiasakan atau menghindari menggantung pakaian baik pakaian
baru atau bekas di dalam rumah yang bias menjadi tempat istirahat
nyamuk.
7. Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur.
2. Pencegahan Primer

Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor dan


implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan tetapi belum
ditetapkan sebagai imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah sehingga harganya
masih belum terjangkau oleh masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).
3. Pencegahan Sekunder
Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh dokter
atau perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat menurunkan angka
kematian lebih dari 20% sampai 1%. Menjaga volume cairan tubuh pasien adalah
hal yang sangat kritikal untuk pasien dengan demam berdarah yang aparah.
Diperlukan pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar dengan
melaporkan kejadian kepada instansi kesehatan setempat, mengisolasi atau
waspada dengan menghindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang
hari dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan
menggunakan kelambu yang telah direndam dalam insektisida, atau lakukan
penyemprotan tempat pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock
down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang meninggalkan
residu. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : selidiki tempat
tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit.
4. Pencegahan Tersier

Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan


pencegahan primer dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah rawan wabah
DBD diperlukan bagi dinas kesehatan terkait.

G.    Pengobatan

Demam berdarah biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh


dengan sendirinya. Tidak ada pengobatan antivirus khusus saat ini tersedia untuk
demam berdarah demam. Perawatan pendukung dengan cukup
memberikan analgesik, penggantian cairan, dan istirahat yang cukup. Saat ini
belum ditemukan obat yang benar-benar bermanfaat untuk mengobati demam
berdarah dan hubungannya maupun komplikasi. Namun, Acetaminophen dapat
digunakan untuk mengobati demam dan meringankan gejala lainnya. Aspirin, obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan kortikosteroid seharusnya dihindari.
Penatalaksanaan demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian pada
pengaturan cairan dan perawatan pendarahan. Metilprednisolon dosis tunggal
menunjukkan tidak ada manfaat mortalitas dalam pengobatan syok
dengue sindrom pada calon, acak, double-blind, uji coba terkontrol placebo (Pooja
dkk, 2014).
Cara penanganan DBD menurut Depkes RI (2004) ada 2 macam, yaitu:
1.      Penanganan Simtomatis : mengatasi keadaan sesuai keluhan dan gejala
klinis pasien. Pada fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah baring, selama
masih demam, minum obat antipiretika (penurun demam) atau kompres hangat
apabila diperlukan, diberikan cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 (dua) hari.

2.   Pengobatan Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma dan kekurangan


cairan. Pada saat suhu turun bisa saja merupakan tanda penyembuhan, namun
semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2
hari, setelah suhu turun. Karena pada kasus DBD bisa jadi hal ini merupakan
tanda awal kegagalan sirkulasi (syok), sehingga tetap perlu dimonitor suhu badan,
jumlah trombosit dan kadar hematokrit, selama perawatan. Penggantian volume
plasma yang hilang, harus diberikan dengan bijaksana, apabila terus muntah,
demam tinggi, kondisi dehidrasi dan curiga terjadi syok (presyok). Jumlah cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%. Jenis cairan sesuai
rekomendasi WHO, yakni: larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA), garam
faali (GF), (golongan Kristaloid), dekstran 40, plasma, albumin (golongan
Koloid).

Beberapa tindakan menurut Pooja (2016) dapat diambil sebagai


perawatan pendukung demam berdarah. Mereka dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kategori:
1. Untuk terduga (suspek) demam berdarah:

a. Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh demam tinggi dan


muntah direkomendasikan terapi rehidrasi oral.

b. Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari hari
ketiga sakit hingga 1-2 hari setelah suhu badan menjadi normal.

c. Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan peningkatan kadar hematokrit


atau penurunan jumlah trombosit telah mengganti defisit volume intravaskular di
bawah tutup observasi

2. Untuk demam berdarah parah:

a. Demam berdarah membutuhkan perhatian lebih terhadap pengaturan cairan dan


pengobatan perdarahan secara proaktif. Masuk ke unit perawatan intensif untuk
pasien yang terindikasi sindrom syok dengue.

b.   Pasien mungkin memerlukan jalur intravena sentral untuk volume penggantian


dan garis arteri untuk tekanan darah yang akurat pemantauan dan tes darah yang
sering.
c. Defisit volume intravaskular harus dikoreksi dengan cairan isotonik seperti
larutan Ringer lactat.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat, metode


yang digunakan adalah proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah di
dalam bidang keperawatan, melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. PENGKAJIAN

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat dalam


mengkaji masalah kesehatan baik di tingkat individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat adalah:

1. Pengumpulan Data

Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang


dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat melalui
wawancara, observasi, studi dokumentasi dengan menggunakan instrumen
pengumpulan data dalam menghimpun informasi.

Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta faktor


lingkungannya. Elemen pengkajian komunitas menurut Anderson dan MC.
Forlane (1958) terdiri dari inti komunitas, yaitu meliputi demografi;
populasi; nilai-nilai keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat
kesehatan. Sedangkan faktor lingkungan adalah lingkungan fisik;
pendidikan; keamanan dan transportasi; politik dan pemerintahan;
pelayanan kesehatan dan sosial; komunikasi; ekonomi dan rekreasi.

Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang sesuai dan efektif
dalam langkah-langkah selanjutnya.

2. Analisa Data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan
disusun dalam suatu format yang sistematis. Dalam menganalisa data
memerlukan pemikiran yang kritis.

Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar faktor stressor


yang mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul di komunitas.
Selanjutnya dirumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Menurut
Mueke (1987) maslah tersebut terdiri dari:

a. Masalah sehat sakit


b. Karakteristik populasi
c. Karakteristik lingkungan

3)      Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan

Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan urutan prioritasnya.


Diagnosa keperawtan yang dirumuskan dapat aktual, ancaman resiko atau
wellness.

Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan masyarakat antara lain:

a. Masalah yang ditetapkan dari data umum


b. Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan kesehatan

Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan tindakan yang lebih dahulu
ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan masyarakat secara
keseluruhan dengan mempertimbangkan:

a. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat

b. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat

c. Kemampuan dan sumber daya masyarakat

d. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat

Kriteria skala prioritas:


a. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk
segera ditanggulangi.
b. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada suatu kurun waktu
tertentu

c. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat menimbulkan


gangguan terhadap kesehatan masyarakat.

d. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan mempertimbangkan


berbagai alternatif dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut biaya,
sumber daya, srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul (Effendi
Nasrul, 1995).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Actual
 Hipertermiaberhubungandengan proses penyakit (viremia).
 Ketidakmampuan mengenal masalah dbd berhubungan dengan kurang
pengetahuan keluarga tentang penyakit dbd.
 Ketidakmampuan dalam memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan sehubungan dengan ketidaktahuan keluarga
tentang pentingnya sanitasi lingkungan.
b. Risiko
Ketidakseimangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah, anoreksia
c. Wellness
Kesiapan meningkatkan koping keluarga

3. INTERVENSI

1. Pencegahan primer
a. Program promosikesehatan
- Pendidikankesehatantentang DBD
- Pendidikantentangpenyakit DBD
- Melakukanpemeriksaankesehatansecaraberkala
b. Program proteksikesehatan
- Perlindunganlingkungansekitarrumah
- Pemberianmakanandangiziseimbang
2. Pencegahan secondary
a. Deteksidinidanpengobatan
b. Perawatanakutdankritis, diberikanpadamasyarakat : DBD
3. Pencegahantersier
a. Memberikandukunganpadaupayapemulihanseseorangsetelahsakitdenga
nmemeliharalingkungan agar tetapterjagakesehatankembali optimal
b. Memberikankonselingcaramerawatlingkunganpadamasyarakat

4. IMPLEMENTASI

1. Pemberdayaankomunitaskelompok
- Suatudaerahmembangunbaksampah yang layak
- Diadakankebersihanlingkungansetiapseminggusekali
2. Proses kelompok
- Membantujikaada yang terkena DBD denganmasalah yang sama
3. Pendidikankesehatan
- Pendidikankesehatantentang DBD
- Pendidikankesehatantentang 3M, dll
4. Kemitraan
- Bermitradengantetanggasekitar agar menjagakebersihanlingkungan
- Bermitradenganpuskesmasdiareadesauntukmemeberikanendidikan
kesehatankepadamasyarakatsekitar

5. EVALUASI
Perawat komunitas bersama komunitas dapat mengevaluasi semua implementasi
yang telah dilakukan dengan merujuk pada tujuan yang telah diterapkan yaitu
mencapai kesehatan kemasyarakatan yang optimal.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue, dengan agent Aedes aegypti dengan lingkungan banyak genangan atau
penampungan air memungkinkan untuk berkembangbiaknya nyamuk. Pencegahan
DBD dapat dilakukan dengan imunisasi vaksin demam berdarah, penyuluhan
kesehatan, rutin melakukan “Gerakan 3 M” (Menguras, Menutup, Mengubur) dan
fogging. Virus dengue membutuhkan waktu berkisar selama 4-10 hari sampai
timbulnya gejala, pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari : maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes
setelah gejala pertama mereka muncul. Oleh sebab itu, jagalah kesehatan dan
lingkungan dengan melakukan “Gerakan 3 M” supaya terhindar dari penyakit
DBD.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Tatalaksana DBD di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2MPL.


Divy, Ni Putu Anindya, dkk., 2018. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)
di RSUP Sanglah Bulan Juli-Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika, 7(7), pp.
1-7.
Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Kanisius.
Jaweria, Anum, dkk., 2016. Dengue Fever: Causes, Prevention and Recent Advances. Journal
of Mosquito Research, 6(29), pp. 1-9.
Kemenkes RI. 2016. Situasi Demam Berdarah  Dengue di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Jakarta :
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Misnadiarly, Ed.1. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD): Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa
untuk Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.
Pooja, Chawla, Yadav Amrita, dan Chawla Viney., 2014. Clinical Implications and Treatment
of Dengue. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, pp. 169-178.
Susanto, Bambang H., dan Aras U., 2018. Hubungan Faktor Lingkungan Institusi Pendidikan
dan Perilaku Siswa dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Anak Usia 5-14
Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(4), pp. 1696-1706.
Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1999. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Edisi 2: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
WHO. 2018. Dengue and Severe Dengue.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai