Disusun Oleh :
Adera Sela Diwanda (010117A002)
Binti Rohamtus S (010117A014)
Devi Ismawati (010117A016)
Dini Unitasari (010117A019)
Eva Noviyanti (010117A027)
Fifih Alamwiyah (010117A030)
I Komang Pasek A.P.J (010117A040)
Merlina Kusumaningtyas (010117A057)
g. Pendidikan
Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang
digunakan sekolah dan tingkat Pendidikan pengajar di sekolah
h. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana
penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni,
pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan.
3. Pencegahan tersier
a. Memberikan dukungan pada upaya pemulihan anak usia sekolah
setelah sakit dengan memelihara kondisi kesehatan agar tumbuh
kembangnya kembali optimal
b. Memberikan konseling perawatan lanjut pada kelompok anak usia
sekolah pada masa pemulihan.
D. Implementasi
1. Pemberdayaan komunitas kelompok
- Sekolah mendirikan kantin sehat dan jujur
- Pelatihan dokter / peraawat kecil
- Pelaksanaan UKS di sekolah setiap hari oleh guru UKS dan
dokter/perawat kecil.
2. Proses kelompok
- Membentuk kelompok swabantu anak usia sekolah dengan
masalah yang sama
3. Pendidikan kesehatan
- Pendidikan kesehatan tentang PHBS
- Pendidikan kesehatan tentang penyakit ( diare, malaria, dll)
- Pendidikan kesehatan tentang CPTS , dll
4. Kemitraan
- Bermitra dengan pedagang kantin agar menyediakan makanan
yang murah dan sehat.
- Bermitra dengan puskesmas di area sekolah untuk memberikan
Pendidikan kesehatan kepada anak usia sekolah
- Bermitra dengan took buku / perpustakaan daerah untuk
meningkatkan budaya membaca pada anak usai sekolah
E. Evaluasi
Perawat komunitas Bersama komunitas dapat mengevakuluasi semua
implementasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada tujuan yang telah
diterapkan yaitu menciptakan kesehatan anak usia sekolah yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
http://promkes.kemkes.go.id/pedoman-phbs
http://promkes.kemkes.go.id/phbs
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-2-47932732
A. POLA MAKAN
Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.
Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien
Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada
golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas
yang lebih banyak. Sejak umur 10-12 tahun kebutuhan energi anak laki-laki
berbeda dengan anak perempuan. Selain itu, anak perempuan yang sudah haid
rumah dan lebih banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai memilih
Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat menjadikan
anak sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan kasar atau dengan
aturan yang harus dilakukan anak pada saat makan, dan waktu yang tidak tepat
(Widodo, 2016).
atau jajanan, dan bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2014).
7-12 Tahun
Jam pemberian makan g urt g urt
06.00 : susu + gula 200 1 gelas 200 1 gelas
biskuit
Sumber : Sub bagian Gizi anak FKUI/RSCM
Keterangan :
kentang, sagu.
b. Diartikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut, ikan
tawar.
h. G : gram
seperti telur, daging, jeroan, ikan tawar , ikan laut, dan daging
unggas.
umbian seperti wortel, bit (makanan yang telah diolah menjadi tahu
dan tempe).
2014).
( Almatsier, 2010).
Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang
ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat
kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat
aktivitas sedang.
Table 1.2 Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah
Sekolah
Umur
(tahun)
7-9 25.0 120 1800 45
Pria 35.0 138.0 2050 50
10-12
Wanita 10- 38 145 2050 50
12
Sumber : Hardiansyah dan Tambunan (2013) diacu dalam Widya karya
94, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk
pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu, dan
plak. Plak adalah transparan dan melekat pada gigi, khususnya dekat dasar
kepala gigi dan melekat pada gigi atau plak merupakan lapisan lengket
pada gigi yang mengandung bakteri dan sisa makanan yang terbentuk pada
gigi, menjelaskan bahwa plak yang menempel pada celah-celah dan fissure
gigi akan menghasilkan zat asam (acis) yang apabila tidak teratur di
bahan organic dan airnya sedikit sekali, sebagian besar terdiri dari bahan
anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang
gigi sebesar 5 gigi setiap orang, diantaranya 4 gigi sudah dicabut ataupun
rendah (0,08 gigi per orang). Juga dilaporkan penduduk Indonesia yang
menyadari bahwa dirinya bermasalah gigi dan mulut hanya 23%, dan diantara
mereka yang menyadari hal itu, hanya 30% yang menerima perawatan atau
pengobatan dari tenaga profesional gigi. Ini berarti effective demand untuk
berobat gigi sangat rendah, yaitu hanya 7%. Temuan selanjutnya adalah angka
dilakukan dengan pendekatan Basic Package of Oral Care (BPOC) atau Paket
Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di puskesmas, (Kemenkes RI,
2) Pertolongan pertama infeksi gigi dan mulut serta trauma gigi dan
jaringan penyangga
metode pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Pelayanan kesehatan gigi dan
A. Latar Belakang
Virus Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di
wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini (Kemenkes RI, 2018). Penyakit
DBD pertama kali dikenal di Filipina pada tahun 1953. Sindromnya secara
etiologis berhubungan dengan virus dengue ketika serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi
dari pasien di Filipina pada tahun 1956, 2 tahun kemudian virus dengue dari
berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di Bangkok, Thailand. Selama
tiga dekade berikutnya, demam berdarah ditemukan di Kamboja, Cian, India,
Indonesia, Masyarakat Republik Demokratis Lao, Malaysia, Maldives, Myanmar,
Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik
(WHO, 1999). Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah
DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100
negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara
dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Kasus di
seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta pada 2008
dan lebih dari 3,2 juta pada 2015 (berdasarkan data resmi yang disampaikan oleh
Negara Anggota WHO). Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan terus
meningkat. Pada 2015, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan di Amerika, di
mana 10.200 kasus didiagnosis menderita demam berdarah parah yang
menyebabkan 1.181 kematian. Pada tahun 2018, demam berdarah juga dilaporkan
dari Bangladesh, Kamboja, India, Myanmar, Malaysia, Pakistan, Filipina,
Thailand, dan Yaman. Diperkirakan 500.000 orang terkena demam berdarah berat
memerlukan rawat inap setiap tahun, dengan perkiraan 2,5% kasus kematian
setiap tahunnya. Secara umum, terjadi penurunan kasus kematian sebesar 28%
yang tercatat antara 2010 dan 2016 dengan peningkatan yang signifikan dalam
manajemen kasus melalui peningkatan kapasitas di negara tersebut (WHO, 2018).
Sedangkan kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya
pada tahun 1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 penduduk. Hingga pada tahun
2009 terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kota yang endemis DBD, dari dua
provinsi dan dua kota menjadi 32 provinsi dan 382 kota dengan jumlah kasus
158.912 penduduk (Kemenkes RI dalam Divy dkk, 2018). Indonesia tahun 2013
mencatat Angka Insiden (AI) sebesar 45,85 per 100.000 penduduk atau 112.511
kasus, dan tahun 2014 bulan Januari-April tercatat AI sebesar 5,17 per 100.000
penduduk atau 13.031 kasus. Hingga tahun 2010, Indonesia masih menduduki
peringkat atas untuk jumlah kasus DBD di ASEAN yaitu 150.000 kasus (WHO
dalam Divy dkk, 2018). Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal
dunia pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya
kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes RI, 2016). Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus
68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016
sebanyak 204.171 kasus. Sedangkan perbandingan kasus kematian pada tahun
2017 berjumlah 493 kasus jika dibandingkan tahun 2016 berjumlah 1.598 kasus,
kasus ini mengalami penurunan hampir 3 kali lipat. Fakta menarik
lainnya, provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga) provinsi di
Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10.167
kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus. Data
tersebut tidak sebanding dengan jumlah kasus kematiannya karena kasus kematian
tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur sebanyak 105 kasus dan diikuti oleh
Provinsi Jawa Tengah sebanyak 92 kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus
terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan jumlah 37 kasus (Kemenkes RI,
2018).
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
2. Mengetahui model penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Mengetahui gejala dan tanda timbulnya Demam Berdarah Dengue (DBD)
4. Mengetahui riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
5. Mengetahui diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
6. Mengetahui pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
7. Mengetahui pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah
vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan.
Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah
terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk
selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat
berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang semua umur baik
anak-anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti,
2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang
disebabkan oleh virus dengue yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh
darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan
yang dapat menimbulkan kematian (Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit
ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI,
2016).
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini terjadi interaksi antara pejamu (Host) dan agen nyamuk Aedes
aegypti yang telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika imunitas pejamu sedang
lemah, seperti mengalami kurang gizi dan keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan maka virus dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes
aegypti akan melanjutkan riwayat alamiahnya yakni ke tahap Patogenesis
(Najmah, 2016).
2. Tahap Patogenesis
Masa inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari),
nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia
yang terinfeksi adalah pembawa utama dan pengganda virus, melayani sebagai
sumber virus nyamuk yang tidak terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan
virus dengue dapat menularkan infeksi (selama 4-5 hari, maksimum 12 hari)
melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka muncul (Najmah, 2016).
Klasifikasi WHO tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut :
1) Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung dari 2-7 hari,
bukti hemoragik manifestasi atau tes tourniquet positif, trombositopenia
(<100,000 sel per mm3), bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit >20% di atas rata-rata untuk usia atau
penurunan hematokrit >20% dari awal mengikuti terapi pengganti cairan), atau
efusi pleura, asites atau hypoproteinemia.
3. Tahap Pasca Patogenesis
Apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna tetapi
apabila penyakit tidak ditangani dengan segera atau pengobatan yang dilakukan
tidak berhasil maka akan mengakibatkan kematian.
E. Diagnosis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari
4. Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit lembab, dan gelisah.
b. Kriteria laboratorium
F. Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus demam
berdarah adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat penting
untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai bahaya nya DBD.
Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal dengan istilah 3M Plus
dalam pencegahan primer DBD yaitu :
a. Menguras, tempat penampungan air dan membersihkan secara berkala,
minimal seminggu sekali karena proses pematangan telur nyamuk Aedes 3-4 hari
dan menjadi larva di hari ke 5-7. Seperti, di bak mandi dan kolam supaya
mengurangi perkembangbiakan nyamuk.
G. Pengobatan
b. Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari hari
ketiga sakit hingga 1-2 hari setelah suhu badan menjadi normal.
BAB III
1. Pengumpulan Data
Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang sesuai dan efektif
dalam langkah-langkah selanjutnya.
2. Analisa Data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan
disusun dalam suatu format yang sistematis. Dalam menganalisa data
memerlukan pemikiran yang kritis.
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan tindakan yang lebih dahulu
ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan masyarakat secara
keseluruhan dengan mempertimbangkan:
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Actual
Hipertermiaberhubungandengan proses penyakit (viremia).
Ketidakmampuan mengenal masalah dbd berhubungan dengan kurang
pengetahuan keluarga tentang penyakit dbd.
Ketidakmampuan dalam memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan sehubungan dengan ketidaktahuan keluarga
tentang pentingnya sanitasi lingkungan.
b. Risiko
Ketidakseimangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah, anoreksia
c. Wellness
Kesiapan meningkatkan koping keluarga
3. INTERVENSI
1. Pencegahan primer
a. Program promosikesehatan
- Pendidikankesehatantentang DBD
- Pendidikantentangpenyakit DBD
- Melakukanpemeriksaankesehatansecaraberkala
b. Program proteksikesehatan
- Perlindunganlingkungansekitarrumah
- Pemberianmakanandangiziseimbang
2. Pencegahan secondary
a. Deteksidinidanpengobatan
b. Perawatanakutdankritis, diberikanpadamasyarakat : DBD
3. Pencegahantersier
a. Memberikandukunganpadaupayapemulihanseseorangsetelahsakitdenga
nmemeliharalingkungan agar tetapterjagakesehatankembali optimal
b. Memberikankonselingcaramerawatlingkunganpadamasyarakat
4. IMPLEMENTASI
1. Pemberdayaankomunitaskelompok
- Suatudaerahmembangunbaksampah yang layak
- Diadakankebersihanlingkungansetiapseminggusekali
2. Proses kelompok
- Membantujikaada yang terkena DBD denganmasalah yang sama
3. Pendidikankesehatan
- Pendidikankesehatantentang DBD
- Pendidikankesehatantentang 3M, dll
4. Kemitraan
- Bermitradengantetanggasekitar agar menjagakebersihanlingkungan
- Bermitradenganpuskesmasdiareadesauntukmemeberikanendidikan
kesehatankepadamasyarakatsekitar
5. EVALUASI
Perawat komunitas bersama komunitas dapat mengevaluasi semua implementasi
yang telah dilakukan dengan merujuk pada tujuan yang telah diterapkan yaitu
mencapai kesehatan kemasyarakatan yang optimal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue, dengan agent Aedes aegypti dengan lingkungan banyak genangan atau
penampungan air memungkinkan untuk berkembangbiaknya nyamuk. Pencegahan
DBD dapat dilakukan dengan imunisasi vaksin demam berdarah, penyuluhan
kesehatan, rutin melakukan “Gerakan 3 M” (Menguras, Menutup, Mengubur) dan
fogging. Virus dengue membutuhkan waktu berkisar selama 4-10 hari sampai
timbulnya gejala, pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari : maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes
setelah gejala pertama mereka muncul. Oleh sebab itu, jagalah kesehatan dan
lingkungan dengan melakukan “Gerakan 3 M” supaya terhindar dari penyakit
DBD.
DAFTAR PUSTAKA