Anda di halaman 1dari 6

PERANG SHIFFIN DAN LAHIRNYA ILMU

KALAM

oleh

La Ode Abdul Wahab H

Wawan

Sugeng

Asni
Perang Shiffin
Pertempuran shiffin (Mei – juli 657 Masehi) terjadi semasa zaman fitnah besar atau
perang saudara pertama orang Islam dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26 –
28 juli. Pertempuran ini terjadi diantara dua kubu yaitu, Muawiah bin Abu Sufyan dan Ali bin
Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun 37
Hijriah.

Latar Belakang Perang Shiffin

Setelah perang Jamal dan Ali dibaiat oleh mayoritas kaum Anshar dan Muhajirin, Ali
memindahkan kursi kekhalifaannya dari Madinah ke Kufa. Dari Kufa, ia mengirim gubernur –
gubernur baru yang menerima pemikirannya, untuk mengambil ahli fungsi administraif
provinsi – provinsi yang memberontak. Akan tetapi salah satu dari para gubernur itu
menolak berbaiat kepadanya, ia adalah gubernur Syam, Muawiah ibn Abu Sofyan.

Muawiah merupakan politikus yang sangat licin dan mempunyai ambisi besar.
Perangainya yang lemah lembut dan tidak segan – segan mengelurkan hartanya,
membuatnya menjadi politikus yang di segani dan memiliki banyak sekutu. Ketika Ali
mengutus Jarir bin Abdullah untuk menyerahkan surat kepada Muawiah untuk berbaiat,
Muawiah tidak serta merta menerimanya. Ia justru mengumpelkan Amr bin Al – Ash dan
tokoh –tokoh negeri Syam untuk bermusyawarah. Setelah bermusyawarah, mereka
memutuskan untuk menolak berbaiat kepada Ali hingga para pembunuh Utsman ditumpas
atau Ali menyerahkan para pembunuh tersebut. Jika ia tidak memenuhi permintaan ini
maka mereka akan memerangi Ali dan menolak berbaiat kepadanya hingga mereka berhasil
menghabisi seluruh pembunuh Utsman tanpa sisa.

Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan merupakan sebuah tragedi dalam sajarah
Islam. Pembunuhnya yang terjadi akibat ketidakpuasan sebagian muslim ini sekaligus
menandai retaknya persatuan di antara umat islam yang telah dirintis oleh Rasulullah. Hal
ini dibuktikan dengan tidak adanya stabilisasi politik setelah wafatnya Utsman.

Peperangan dan Peristiwa Tahkim

Dalam peperangan itu, Ali membawa 100 ribu pasukan sementara Muawiah
menyiapkan 70 ribu pasukan. Setelah mendengar Ali mengirim pasukan perang, Muawiah
naik mimbar dan berpidato dihadapan rakyat guna meminta pandangan mereka. Setelah
mendengar pidato Muawiah, Dzulkal Al – Khiali, salah seorang tokoh Syam mengatakan :
“Katakan saja apa keputusanmu, kita akan mengikutinya”. Artinya , penduduk Syam satu
kata dan bertekad bulat mematuhi apa yang menjadi keputusan pemimpinnya, Muawiah.
Sementara sebelum membengkatkan pasukannya, Ali juga berpidato dihadapan
pasukannya guna meminta pandangan mereka. Begitu mendengar pidato Ali, maka suasana
berubah menjadi gaduh. Mereka berpendapat yang berbeda soal peperangan ini, dan
melemahkan satu sama lain. Intinya, mereka menunjukkan perbedaan pandangan dalam
menghadapi perintah Khalifah. Sehingga Ali berkata “ Innalillahi wa inna illaihi raojiun”. Ini
menunjukkan kekesalan Ali terhadap watak masyarakatnya.

Dari dua realitas diatas, menunjukkan bahwa Muawiah memiliki penduduk yang
sangat taat pada pemimpinnya. Hal ini berbeda dengan penduduknya Ali yang menunjukkan
sikap membangkang dan sulit untuk bersatu dalam menghadapi musuh. Watak buruk
penduduk Kufah inilah yang nantinya mendorong untuk membunuh Ali.

Dalam perang ini, pasukan Ali berangkat dan tiba disebuah tempat namanya Shiffin,
di Syam. Peperangan yang berlangsung pada 37 H ini cukup dahsyat, hingga pasukan Ali
berhasil mendesak pasukan Muawiah. Merasa terdesak, pihak Muawiah meminta damai
dengan mengangkat Al – quran. Oleh karena melihat Al – quran yang diangkat, maka pihak
Ali menghentikan serangan untuk merespon keinginan damai. Dua pasukan yang siap
berdamai inilah yang disebut didalam sejarah dengan “Peristiwa Tahkim”.

Dimulainya Perundingan

Setelah perang berhenti, Ali mengutus Asy’ats Ibnu Qaist untuk menemui Muawiah
dan menanyakan tentang tujuan mengangkat Al – quran diatas kepala tombak. Muawiah
menjawab bahwa maksudnya adalah agar perkara ini dihukumkan saja menurut hukum
kitabullah. Sebelum Ali menyatakan pikirannya dengan tergesa – gesa, banyak orang telah
menjawab setuju. Orang Syam yang mendengar itu lalu bekata bahwa utusan mereka
adalah Amr bin Ash. Lalu pengikut Ali (orang Irak) berkata, “Kami memilih Abu Musa Al –
Asy’ari.” Ali yang mendengar pendapat kaumnya lalu berkata, “Jika telah kamu bantah
perintahku pada awal perkara ini, sekarang janganlah dibantah pula. Aku tidak suka berwakil
pada Abu Musa.” Abu Musa memang merupakan orang yang di kenal saleh tapi ia tidak
begitu loyal kepada Ali.

Namun, penolakan Ali justru ditekan oleh mayoritas pengikutnya yang berkehendak
untuk mengutus Abu Musa. Sekali lagi Ali terpaksa menurut. Pada waktu itu, terlihat bahwa
pengaruh Ali mulai hilang terhadap pengikutnya. Disisi lain, pengaruh Muawiah semakin
menguat kepada pasukannya. Kedua juru runding memegang dokumen kesepakatan tertulis
yang memberikan otoritas penuh untuk mengambil keputusan. Keduanya memutuskan
untuk menunda perundingan hingga bulan Ramadhan, Ali dan Muawiah menyetujui tempat
perundingan yaitu Daumatul Jandal, Adhruh. Pada bulan Ramadhan yang telah disepakati
atau pada Januari 659 M, kedua kubu bertemu kembali di Daumatul Jandal, Adhruh, dengan
membawa 400 saksi dari masing – masing pihak. Atas kesepakatan mereka berdua, maka
Abu Musa naik mimbar dan menyatakan mencopot Ali sebagai Khalifah sebagaimana dia
mencopot cincin dari jemarinya. Setelah itu, Amr bin Ash berpidato dan menyatakan tidak
mengakui kepemimpinan Ali serta menetapkan Muawiah sebagai pemimpin kaum muslimin.
Terdapat kerugian lain yang diderita Ali karena menerima tawaran arbitrase, yaitu turunnya
simpati sejumlah besar pendukungnya. Pendukung yang membelot itu akhirnya membentuk
sebuah sekte baru, bernama Khawarij. Kelompok ini pada perkembangannya akan
memusuhi Ali dan akhirnya menyebabkan Khalifah terbunuh dalanm perjalanannya ke
Masjid Kufah, pada 24 Januari 661 M.

Lahirnya Ilmu Kalam


Pembahasan

Sebab lahirnya ilmu kalam bukan karena perkara teologis semata tetapi berawal dari
kasus – kasus politik. Karena kita menyadari bahwa ilmu kalam belum dikenal pada masa
nabi Muhammad Saw, tetapi berawal dari ketika wafatnya Rasulullah Saw sampai pecahnya
perang Shiffin antara Ali bin Abu Thalib dengan Muawiah. Hal ini juga bermula dari lahirnya
ilmu – ilmu keislaman yang satu persatu mulai muncul dan banyak orang membicarakan
persoalan alam ghaib. Kurang lebih tiga abad lamanya kaum muslimin melakuan perdebatan
baik sesama umat islam maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin
mencapai ilmu yang membicarakan dasar – dasar akidah dan rincian – rinciannya.

Dalam perkembangan berikutnya kalam digunakan untuk istilah teknis yakni ilmu
kalam yang telah menjadi disiplin ilmu yang berkembang sampai sekarang. Kalam dalam
istilah ilmu, pada awalnya berkenaan dengan kalam Allah SWT, Al – quran dan sifat – sifat
Allah SWT yang pada akhirnya dikenal dengan banyak nama seperti ilmu tauhid, ilmu
ushuludin, dan teknologi islam.

Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas mengaenai akidah dengan memakai
pendekatan logika (mantiq). Ilmu ini mengarahkan pembahasannya kepada segi – segi yang
menjadi landasan pokok agama islam (ushu al aqaid) yaitu kemahaesaan tuhan, masalah
nubuwah, akhirat dan hal yang berhubungan dengan itu. Oleh sebab itu ilmu ini menepati
posisi yang sangat penting dan terhormat dalam tradisi keilmuan islam.

Semula ilmu kalam bercampur dengan ilmu fiqih, kemudian berkat jasa golongan
mu’tazilah ilmu ini berpisah dari ilmu fiqih dan berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu
keislaman yang penting. Pembahasan mengenai masalah akidah (ushul ad dien) dan hal –
hal yang berhubungan dengan itu menjadi obyek ilmu kalam, sedangkan yang menyangkut
soal – soal furu’ agama (hukum) menjadi obyek ilmu fiqih.

Dalam nash – nash kuno tidak terdapat perkataan al kalam yang menunjukkan suatu
ilmu berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari perkataan al
kalam adalah kata – kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud. Kemudian dipakai
untuk menunjukkan salah satu sifat tuhan yaitu, sifat berbicara (berkata : Al nutqu). Dalam
Al quran banyak kita dapati perkataan kalammullah, seperti dalam ayat 6 QS. Al bara’ah ,
QS. AL baqarah ayat 75 dan ayat 253 dan QS. An nisa’ ayat 164. Perkataan al kalam
menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang kita kenal sekarang, untuk
pertama kalinya al kalam dipakai pada masa Abbasiyah atau tegasnya pada masa Khalifah Al
ma’mun. Sebelum masa tersebut, pembahasan tentang kepercayaan – kepercayaan dalam
islam disebut Al – Fiqhu Fiddyn sebagai imbangan terhadap al fiqhu fill ilmi yang diartikan
ilmu hukum (ilmu Al – qonunn) mereka berkata : Al fiqhu fiddin afdollu minal fiqhi fil – ilmii.
Assyihristani berkata sebagai berikut : ”Setelah ulama mu’tazillah mempelajari kitab – kitab
filsafat yang diterjemahkan pada masa Al – Ma’mun, mereka menemukan cara atau sistem
filsafat dengan sistem kalam yang dijadikan ilmu yang berdiri sendiri lalu dinamakan ilmu
kalam sejak itu dan dipakailah perkataan Al kalam sebagai ilmu.

Sebab dinamakannya ilmu kalam :

a) Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan abad – abad permulaan hijriah.


b) Dasar ilmu kalam yakni dalil – dalil dan pengaruh dalil – dalil ini nampak jelas dalam
pembicaraan – pembicaraan para mutakalimin.
c) Karena cara pembuktian kepercayaan – kepercayaan agama menyerupai logika
dalam filsafat

Dalam sejarahnya, benih ilmu kalam muncul sejak Nabi Saw masih hidup. Fakta adanya
sahabat yang bertanya kepada Nabi Saw tentang “al qadar” sebuah tema yang pada masa
selanjutnya menjadi topik pembicaraan kalam, merupakan argumen yang memperkuat
pernyataan ini (Al Ghazali, 1985:63). Adapun jika kita sepakat dengan penjelasan Louis
Gardet dan Anawati (dalam machine,1999) bahwa ilmu kalam tumbuh seiring dengan
adanya kajian terhadap teks Al quran. Namun, ilmu kalam mulai mempunyai bentuknya
yang defeniti sejak masa kebangunannya yang ditandai dengan masuknya pengaruh filsafat
yunani.

Faktor Pendorong Lahirnya Ilmu Kalam


1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam umat islam sendiri yang
dikarenakan :
a) Adanya kepentingan kelompok atau golongan yang pada umumnya mendominasi
sebab timbulnya suatu aliran.
b) Adanya kepentingan politik yang karna faktor politik juga dapat memunculkan
madzhab – madzhab pemikiran dilingkungan umat islam.
c) Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda dimana terdapat dalam hal
pemahaman ayat Al quran.
d) Mengedepankan akal, dalam hal ini akal digunakan setiap keterkaitan dengan kalam
sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar umat islam :

a) Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam


b) Kelompok – kelompok islam yang pertama
c) Ahli – ahli kalam memerlukan falsafah dan mantik (ilmu logis)

Anda mungkin juga menyukai