Anda di halaman 1dari 49

PROPOSALPENELITIAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN


PENGETAHUAN IBU DAN CAPAIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
USIA 0-11 BULAN

Oleh:

Agustinus Ratuanik

1714201041

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

2020

1|Page
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepeda Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-NYA
sehingga penulis bias menyelesaikan Proposal Penelitian ini, dengan judul “Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu dan Capaian Imunisasi
Dasar Lengkap Pada Bayi Usia 0-11 Bulan”, akan tetapi penulis sadari meskipun banyak
masukan, arahan,bimbingan yang diberikan oleh dosen Metode Penelitian sebagai upaya
penyempurnaan dalam penyususnan Proposal Penelitian ini, penulis merasa bahwa Proposal
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan. Hal ini merupakan
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, dan bukan merupakan suatu kesengajaan.

Denagan kerendahan hati penulis mengharapkan adanya masukan, kritik serta saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan Proposal Penelitian ini.

Dalam kesempatan yang baik ini dan dengan kerendahan hati serta penuh rasa hormat yang
tinggi penulis menghanturkan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat:

1. Dr. Stevanus Timah, SKM, M.Kes

Manado,…April 2020

Agustinus Ratuanik

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………...………….i

DAFTAR ISI…………………………………………..…………………..……..ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...……………………………………………………………....1
B. Rumusan Masalah..…………………………………………………………...6
C. Tujuan Penelitian...……………………………………………………...…….7
D. Manfaat Penelitian...……………………………………..……………….......7
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Imuisasi Pada Bayi...………………………………..…………8


B. Konsep Dasar Pengetahuan...…...…………………… …………………...…16
C. Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan...……………………….……………..19
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep………………………………………………………….....32
B. Hipotesis Penelitian……………………………………………………..…...33
C. Definisi Operasional…………………………………………………………33
BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian…………………………………………………………….....35
B. Waktu dan Tempat Penelitian………….………………………………….....36
C. Populasi dan Sampel………………..………………………………..………37
D. Kriteria Sampel………………………………………………………………37
E. Instrument Penelitian………………………………………………………...37
F. Sumber Data……………………………………………………………….....38
G. Analisa Data………………………………………………………………….38
H. EtikaPenelitian…………………………………………………………….....45
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...46

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu yang baru saja
melahirkan bayinya. Imunisasi merupakan pemberian vaksin pada balita agar imunitas
tubuh balita dapat meningkat dan kebal terhadap penyakit. Karena pada saat mereka lahir,
imunitas dalam tubuh bayi masih sangat lemah dan sangat mudah terserang berbagai
penyakit yang bahkan tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi
merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011).
Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme on Immunization (EPI)
atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan
terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu dengan cara
meningkatkan cakupan imunisasi pada anak-anak di seluruh belahan dunia. Hasil dari
program EPI ini cukup memuaskan, dimana terjadi peningkatan angka cakupan imunisasi
dunia dari 5% menjadi 80% (Ali, 2007). Di Indonesia, PPI mulai diselenggarakan tahun
1977 dan berfokus pada campak, tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio. Sementara
imunisasi hepatitis B dimasukkan terakhir karena vaksin hepatitis B baru tersedia pada
tahun 1980-an (Depkes, 2008).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.

4|Page
Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif
(Ranuh et.al, 2011).
Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya Universal
Child Immunization (UCI). Pencapaian UCI merupakan gambaran cakupan imunisasi
pada bayi (0-11 bulan) secara nasional hingga ke tingkat pedesaan. WHO dan UNICEF
menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah 90% di tingkat nasional dan 80% di
semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai target UCI, dimana paling
sedikit 80% bayi di setiap desa telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebelum
berumur satu tahun (Depkes, 2008).
Upaya imunisasi di perluas menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka
pencegahan penularan pada penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi. Setelah di
lakukan evaluasi data pencapaiannya di ketahui bahwa masih banyak wilayah atau desa
dengan cakupan Imunisasi di bawah standar, bahkan ada yang terlampau jauh
kesenjangannya. Salah satu upaya yang di lakukan adalah melalui usaha promotif, antara
lain dengan mengaktifkan penyeluhan atau pendidikan kesehatan pentingnnya
pelaksanaan imunisasi bagi bayi usia 0-11 bulan.
Target cakupan imunisasi program UCI (Universal Child ImunizationIndikator
keberhasilan GAIN UCI mengacu pada RPJMN Tahun 2010-2014 dengan target tahun
2010 mencapai UCI desa/kelurahan 80% dan 80% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI 85%, dan 82% bayi mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai UCI 90% dan 85% bayi mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Tahun 2013 mencapai UCI 95% dan 88% bayi mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Tahun 2014 UCI harus mencapai 100% dan 90% bayi
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. setelah dilakukan evaluasi data pencapaiannya
diketahui bahwa masih banyak wilayah atau desa dengan cakupan imunisasi di bawah
standar, bahkan ada yang terlampau jauh kesenjangannya. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah melalui usaha promotif, antara lain lebih mengaktifkan penyuluhan dan
sosialisasi pentingnya pelaksanaan imunisasi bagi bayi dan anak sekolah serta ibu usia
subur maupun ibu hamil, sehingga pengetahuan masyarakat tentang manfaat imunisasi
mendorong mereka jadi lebih peduli dan mau melaksanakan imunisasi dengan tanpa
merasa ragu-ragu lagi. (Depkes, 2011).

5|Page
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, cakupan imunisasi dasar di Jawa Tengah
dari semua antigen sudah mencapai target minimum Nasional 85 % (Dinkes Jateng,
2011). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 jumlah anak
dengan imunisasi yang tidak lengkap (drop out ) tinggi ada di lima provinsi di Pulau Jawa
(55,3% dari angka nasional ), yaitu Jawa Timur sebanyak 150.569 anak, Jawa Barat
sebanyak 180.788 anak, Jawa Tengah sebanyak 199.030 anak, Banten sebanyak 201.087
anak dan DKI Jakarta sebanyak 154.786 anak (Puskom Info Depkes, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, cakupan imunisasi dasar di Jawa Tengah
dari semua antigen sudah mencapai target minimum Nasional 85 % (Dinkes Jateng,
2011). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 jumlah anak
dengan imunisasi yang tidak lengkap (drop out ) tinggi ada di lima provinsi di Pulau Jawa
(55,3% dari angka nasional ), yaitu Jawa Timur sebanyak 150.569 anak, Jawa Barat
sebanyak 180.788 anak, Jawa Tengah sebanyak 199.030 anak, Banten sebanyak 201.087
anak dan DKI Jakarta sebanyak 154.786 anak (Puskom Info Depkes, 2009).
Dalam profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah memaparkan data-data dari beberapa kabupaten di seluruh Jawa Tengah,
dalam buku profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah memberikan informasi dari
berbagai masalah kesehatan sehingga dalam buku profil ini merupakan resume capaian
program kesehatan di Jawa Tengah sampai dengan 31 Desember 2012. Dalam buku
profil ini berisi upaya kesehatan, perkembangan derajat kesehatan, jaminan pemeliharaan
kesehatan yang meliputi data dari berbagai kabupaten di Jawa Tengah. Salah satu
masalah kesehatan yang dibahas dalam buku ini adalah target cakupan imunisasi yg
dilakukan di semua kabupaten di Jawa Tengah, namun angka pravelensi yang paling
rendah dari cakupan imunisasi dasar lengkap di setiap kabupaten salah satunya adalah
kabupaten Magelang, pada pelaksanaan Imunisasi Dasar angka pravelensi Imunisasi
Dasar masih kurang mencapai target yaitu 95 %. Presentase pencapaian Imunisasi Dasar
seperti : Imunisasi BCG 89 %, DPT 90 %, Polio 89 %, Campak 89 %. Cakupan imunisasi
yang belum cukup mencapai target, Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor
antaranya akibat manajemen yang tidak efektif atau pelaksanaan program yang tidak

6|Page
efesien. Dengan menurunnya cakupan imunisasi dapat menimbulkan wabah penyakit
yang dapat menyebar secara luas dan cepat. Oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk
meningkatkan pelaksanaan program imunisasi yang lebih efisien (Dinkes Jateng, 2012).
Kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi harus tetap terjaga, sebab bila
tidak, dapat mengakibatkan turunnya angka cakupan imunisasi. Perlu ditekankan bahwa
pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberikan pencegahan terhadap
anak tersebut tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan
mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan tingkat imunitas
secara umum di masyarakat. Oleh karena itu pandangan serta sikap setiap dokter atau
orang tua sangat penting untuk dipahami tentang arti imunisasi. Peran seorang ibu pada
program imunisasi sangatlah penting. Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,
pendidikan, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi anak
mereka. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena
penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan
ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan
keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang
besar jika pendidikan yang memadai tentang hal itu diberikan. (Ali, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata atau penerapan diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Pengetahuan
sangat diperlukan karena pengetahuan ibu dalam mengetahui bagaimana imunisasi
dilakukan dapat mempengaruhi persepsi ibu tentang imunisasi. Karena pemberian
imunisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti minimnya pengetahuan ibu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kurangnya kesadaran untuk mencari informasi yang
berkaitan tentang imunisasi dasar pentingnya program imunisasi dalam pencegahan
penyakit. Minimnya pengetahuan ibu tentang imunisasi menyebabkan kurangnya
persepsi yang salah. Karena itu pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar khususnya ini
semakin dilecutkan lagi, posyandu ataupun puskesmas pun tidak semata untuk tempat
penimbangan bayi dan pemberian vitamin tambahan, melainkan menjadi arena sosialisasi
dan peningkatan pengetahuan ibu tentang imunisasi. (Notoatmodjo, 2003). Masalah

7|Page
imunisasi bukan lagi persoalan, karena setiap badan dan rumah sakit, demikian pula di
posyandu, senantiasa dicatatkan tentang pelaksanaan imunisasi ini. Imunisasi bisa
dilakukan di bidan, puskesmas maupun rumah sakit dan bisa didapat dengan gratis.
Mungkin karena gratis inilah kemudian seiring dengan perkembangan waktu, imunisasi
sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan bukan menjadi kepentingan karena
menyangkut keselamatan dan kesehatan bayi khususnya dan umumnya anak-anak.
Kebanyakan masyarakat memang menganggap tidak begitu penting sesuatu yang telah
menjadi kebiasaan. Baru merasa perlu dan dianggap penting ketika terjadi sesuatu yang
mengancam ketentraman dan keselamatannya. Tentu saja fenomena seperti ini akan
sangat merugikan terutama dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat
(http://www.anneahera.com, 20 oktober 2013).
Sikap ibu terhadap pemberian imunisasi yang masih kurang akan memberikan
persepsi dan pola pikir yang salah dalam pemberian imunisasi, karena sikap akan
mempengaruhi perilaku ibu untuk melakukan program imunisasi, sikap yang kurang
diminati ibu dalam pemberian imunisasi dikarenakan pengetahuan yang masih kurang,
oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan
ibu sehingga sikap juga dapat berubah lebih baik. dan ada fasilitas imunisasi imunisasi
yang mudah dicapai agar ibu tersebut dapat mengimunisasikan anaknya (Notoatmodjo,
2003). Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang di masyarakat.
Banyak pula orang dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap resiko dari beberapa
vaksin. Masalah pengertian, pemahaman, kepatuhan ibu dalam program imunisasi
bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pengetahuan tentang hal itu
diberikan. Kepercayaan dan perilaku kesehatan juga hal yang penting, karena
penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan
ibu tentang kesehatan dan memenuhi status imunisasi. Peran seorang ibu pada program
imunisasi sangat penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat
dengan perilaku dan kepercayaan ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena
orang terdekat dengan bayi dan juga anak adalah ibu. Pilihan memang ada di tangan
orang tua, tetapi bagaimanapun tugas orang tua untuk melindungi anaknya.
Menurut studi pendahuluan dan wawancara dengan kepala Puskesmas Salam dan
salah satu bidan bagian imunisasi bahwa ibu-ibu yang hamil disana membutuhkan

8|Page
edukasi dan pengetahuan supaya mengetahui akan pentingnya pemberian imunisasi dasar
yang baik dan tepat, bahwasannya ibu-ibu yang telah mengimunisasikan anaknya hanya
sekedar imunisasi saja dan tidak begitu mengerti tentang manfaat dan tujuan dari pada
imunisasi tersebut, karena ketika ada ibu-ibu ditanya jenis-jenis vaksin yang diberikan
pada bayi usia 0-9 bulan ada yang masih belum bisa menjawabnya. Dari data yang
diperoleh, standar pelayanan minimal (SPM) Puskesmas Salam pada kegiatan pelayanan
imunisasi, khususnya imunisasi dasar, target tahun 2012 adalah 95 %, namun hasil
pencapaian belum semua indikator imunisasi dasar mencapai target, seperti BCG 93,0%,
DPT 87,8%, Polio 1 80,9 %, Hepatitis B1 91 %. Kemudian pada tahun 2013 mengalami
peningkatan untuk indikator imunisasi dasar di Puskesmas Salam, target pencapaian 95%
untuk indikator imunisasi dasar, namun masih ada imunisasi yang pencapaiannya belum
sesuai target, misalnya imunisasi polio target pencapaiannya masih 87,5%. Oleh sebab
itu, jika peneliti akan melakukan pendidikan kesehatan tentang imunisasi dasar pada ibu
hamil trimester tiga, karena saat nantinya ibu melahirkan anaknya sudah mendapatkan
pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang imunisasi sehingga dapat meningkatkan
kesadaran diri ibu untuk melakukan imunisasi dasar pada bayi.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
Pengaruh pendidikan kesehatan imunisasi dasar terhadap sikap dalam pemberian
imunisasi dasar pada ibu hamil trimester III di wilayah Puskesmas Salam Magelang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11
bulan.
2. Bagaimanakah capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi 0-11 bulan.
3. Bagaimanakah pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11
bulan.
4. Bagaimanakah capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi 0-11 bulan.
5. Adakah pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu
tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan.
6. Adakah pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan capaian imunisasi
dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan.

9|Page
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu
dan capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi usia
0-11 bulan.
b. Mengidentifikasi capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan.
c. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi usia
0-11 bulan.
d. Mengidentifikasi capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan.
e. Mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu dan Anak Usia 0-11 Bulan

2. Bagi Masyarakat

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

10 | P a g e
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Imunisasi Dasar Pada Bayi


1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya. Imunisasi merupakan salah satu cara
pencegahan penyakit serius yang paling efektif untuk bayi dari segibiaya (Wahab,
2002).
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan bayi dan anak kebal dari
berbagai jenis penyakit, diharapkan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan
sehat. Dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara mandiri agar berbagai kuman
yang masuk dapat dicegah. Pertahanan tubuh tersebut meliputi pertahanan non
spesifik dan pertahanan spesifik. Proses mekanisme pertahanan dalam tubuh pertama
kali adalah pertahanan non spesifik seperti komplemen dan makrofag dimana
komplemen dan makrofag ini pertama kali akan memberikan peran ketika ada kuman
yang masuk kedalam tubuh (Proverawati,2010).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir
sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan
(Kemenkes RI, 2005). Menurut Proverawati (2010), Imunisasi adalah suatu usaha
memberikan kekebalan bayi dan anak terhadap penyakit. Imunisasi suatu tindakan
dengan sengaja memasukan vaksin berupa mikroba hidup yang sudah dilemahkan.
Dimana imunisasi dapat menimbulkan kekebalan terhadap tubuh. Imunisasi juga
dapat dikatakan suatu tindakan dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi
mikroba hidup yang sudah dilemahkan pada balita.

11 | P a g e
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Antigen merupakan bagian protein kuman
atau racun yang jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh
harus memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia
disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin. Dalam keadaan
tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk antibody untuk melawan
bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik
yang hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan
tidak terhadap bibit penyakit lainnya (Ranuh, 2008).

2. Jenis-jenis Imunisasi
Menurut Supartini (2008) Imunisasi pada sifatnya dikenal ada dua Jenis, yaitu
imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
a. Imunisasi Aktif.
Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang diperoleh dimana tubuh orang
tersebut aktif membuat zat anti sendiri. Imunisasi Aktif juga vaksinasi bila yang
diberikan (suntikan) adalah vaksin. Menurut Suhosim (1998) bahwa “vaksin
adalah antigen yang oleh sistemnya imonologik dikenal sebagai bahan asing, oleh
karenanya system kekebalan tubuh akan menghasilkan antibody”. Dengan
demikian orang yang bersangkutan untuk sementara kenal terhadap penyakit
infeksi yang disebabkan oleh kuman atau virus yang digunakan sebagai antigen.
Imunisasi aktif ada dua macam, yaitu:
1) Imunisasi Aktif alami: kekebalan orang terhadap penyakit setelah menderita
suatu penyakit. Misalnya seorang yang telah pernah mengidap penyakit cacar
dan dia kebal terhadap penyakit cacar
2) Imunisasi Aktif buatan: kekebalan yang diperoleh setelah orang tersebut
mendapat vaksinasi. Misalnya seseorang akan kebal terhadap penyakit cacar
setelah mendapatkan vaksinasi cacar.
b. Imunisasi Pasif

12 | P a g e
Imunisasi pasif yaitu kekebalan yang diperoleh karena orang tersebut
mendapatkan zat anti dari luar. Dengan demikian dikatakan imunisasi pasif bila
yang disuntikan adalah serum imun. Serum imun mengandung antibodi yang telah
dibuat aktif oleh makhluk hidup.
Bila serum imun disuntikkan pada individu lain. Maka aseptor akan menerima
sejumlah anto bodi yang dipakai. Jadi system imonologik tubuh aseptor tidak
terangsang untuk mengadakan respon imunologi berupa pembentukan antibody.
Imunisasi pasif dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Kekebalan yang diturunkan, yaitu berupa kekebalan pada bayi karena
mengandung zat anti yang diturunkan dari ibu ketika bayi masih
dalamkandungan.
2) Kekebalan pasif yang disengaja, yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang
karena pada orang itu diberikan zat anti dari luar. Pemberian zat anti dapat
berupa pengobatan maupun sebagai usaha pencegahan.

3. Manfaat Imunisasi
Imunisasi sangat penting untuk melindungi bayi terhadap penyakit-penyakit
menular, yang bahkan bias membahayakan jiwa. Imunisasi juga merupakan upaya
untuk pemusnahan penyakit secara sistematis. Imunisasi bertujuan agar zat kekebalan
tubuh bayi terbentuk sehingga resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan
lebih kecil. Tujuan dari pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit sehingga dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit
tertentu (Williams, 2010).
Menurut Unicef (2008), manfaat utama pemberian imunisasi pada anak bayi antara
lain:
a. Imunisasi BCG, dapat melindungi anak dari serangan kuman.
b. Imunisasi DPT, dapat mencegah penyakit dipteri, pertusis dan tetanus.
c. Imunisasi Polio, dapat mencegah kelumpuhan pada anak atau penyakit
poliomilitis.
d. Imunisasi Campak, dapat mencegah penyakit cacar pada bayi dan balita.

13 | P a g e
e. Imunisasi Hepatitis B, untuk mencegah penyakit Hepatitis.

4. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat
(populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada
keberhasilan imunisasi cacar variola (Ranuh, 2011). Program imunisasi bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (Notoatmodjo, 2010). Program imunisasi bertujuan untuk
memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi
serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati, 2010).
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Alimul, 2009).
Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai
cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak anak pra
sekolah. Adapun tujuan program imunisasi dimaksud bertujuan sebagai berikut:
a. Tujuan Umum yakni untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi
akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit
dimaksud antara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Measles (campak),
Polio dan Tuberculosis.
b. Tujuan Khusus, antara lain:
1) Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 93% secara merata pada bayi di 100% desa
Kelurahan pada tahun 2019.
2) Tercapainya Eradiksi Polio (ERAPO), yaitu tidak adanya virus polio liar di
Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada
tahun 2008.
3) Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN), artinya menurunkan
kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun
2018.

14 | P a g e
4) Tercapainya Reduksi Campak (RECAM), artinya angka kesakitan campak
turun pada dari tahun 2006.

5. Jadwal Pelaksanaan Imunisasi


Pemberian imunisasi yang di rekomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI, 2017) disajikan pada gambar 2.1 berikut:
a. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalent) paling baik diberikan
dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1
minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah
usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan
imunoglobin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas yang berbeda. Apabila diberikan
HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4 bulan.
Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia
2,4, dan 6 bulan.
b. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di
sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling
sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-
3.
c. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal
usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji
tuberculin terlebih dahulu.
d. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu.
Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin
tersebut yaitu usia 2,4, dan 6 bulan. Untuk usia lebih dari 7 bulan diberikan vaksin
Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan
booster Td diberikan setiap 10 tahun.
e. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau

15 | P a g e
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
f. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama
diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada
usia ≥ 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu.Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
g. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak
usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk
anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan atau lebih, dosis 0,5
mL.
h. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila
sudah mendapatkan MMR.
i. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan,
maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan).
Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka dapat
diberikan vaksin MMR/MR.
j. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia
sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun,
perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
k. Vaksin human papilloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin
HPV tetravalent dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja usia
10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons
antibody setara dengan 3 dosis.
l. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada
daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk
perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.

16 | P a g e
m. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan.

6. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi


Pada saat ini Pemerintah melalui Depkes menerapkan Program Pengembangan
Imunisasi dengan sasaran imunisasi dasar bagi seluruh tubuh anak, khususnya bayi
dan balita diberi perlindungan terhadap penyakit utama, yaitu TBC, Dipteri, Pertusis,
tetanus, Polio dan campak (Kemenkes RI, 2009). Pelaksanaan program imunisasi
setiap Negara mempunyai kebijakan tersendiri dalam menentukan prioritas penyakit
yang mesti segera diberantas dengan imunisasi. Umumnya pertimbangan adalah
bahaya utama penyakit tertentu bagi si penderita dan masyarakat luas. Jutaan anak-
anak meninggal dunia akibat penyakit yang sebenarnya dapat di cegah dengan
imunisasi. Penyakit yang dimaksud adalah TBC, Dipteri, Pertusis dan Tetanus yang
disebabkan oleh bakteri, sedangkan Polio dan Campak disebabkan oleh virus
( Notoatmodjo, 2007).
a. Tuberculosis
Menurut Setiadi (2008), TB paru adalah penyakit yang dapat menyerang
penderita semua umur, biasanya mengenai paru-paru. Di Indonesia penyakit ini
dianggap perlu ditangani secara serius, mengingat cara penularannya sangat
mudah, yaitu melalui pernafasan. Penyakit TB paru dapat menyerang melalui
kulit dan kelenjar getah bening. Gejala-gejala tanda seorang telah mengidap
penyakit TB paru adalah:
1) Demam yang sangat tinggi
2) Keringat di waktu malam
3) Nafsu makan berkurang
4) Sakit dada dan berat badan menurun
Bahaya TB Paru adalah kerusakan. Cara mencegah penyakit TB paru adalah
dengan menggunakan vaksin BCG pada bayi, memberikan makanan bergizi,
memelihara kebersihan diri dan lingkungan. Untuk meluasnya atau upaya
penyembuhan yang dilakukan oleh si penderita TBC adalah berobat secara rutin
sampai sembuh (Setiadi, 2008).
b. Difteri

17 | P a g e
Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak, mengenai alat pernafasan bagian
atas. Penyakit ini mudah menular, gejala dari penyakir Difteri adalah:
1) Anak panas
2) Nyeri bila menelan
3) Ada kemungkinan leher bengkak
4) Nafas berbunyi.
Adapun juga tanda khas penyakit ini adalah kerongkongan terdapat selaput
yang bewarna abu-abu kotor, bau dan mudah berdarah. Penyakit ini juga dapat
dicegah melalui imunisasi dengan pemberian vaksin DPT, disamping itu memberi
makanan yang bergizi, memelihara kebersihan dan segera mengirim penderita
Difteri ke rumah sakit (Sudiharto, 2007)
c. Pertusis
Pertusis adalah penyakit yang di derita anak-anak pada usia muda. Penyakit ini
menular melalui jalan nafas. gejala dari penyakit ini antara lain:
1) Bentuk keras menyerupai influenza
2) Terus menerus batuknya bahkan muntah-muntah
3) Jangka waktu berminggu-minggu dapat juga berbulan-bulan
4) Akibat waktu bentuknya lama, nafsu makan berkurang
5) Terjadinya gangguan pada pertumbuhan (Hidayat, 2012).
Penyakit ini dapat disembuhkan pada bayi ialah melalui pemberian imunisasi
vaksin DPT, memberikan makanan yang bergizi, menjaga kebersihan anak-anak,
selain itu penderita diobati sampai sembuh (Sulistidjani, 2004).
d. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang terjadi pada bayi yang beru lahir (tetanus
neonarotum, maupun anak-anak bahkan orang dewasa. Penyakit ini biasanya
menyerang pada bayi yang baru lahir, infeksi tetanus terjadi melalui tali pusat
yang dipotong dengan alat yang tidak bersih (tidak steril) atau pusat yang
dibubuhi obat tradisional bahkan ramuan tersebut kemungkinan tercemar kuman
tetanus. Pada anak dan orang dewasa (tetanus tuxoid). Infeksi tetanus dapat terjadi
melalui luka kecil akibat tergores paku atau termasuk duri. Adapun gejala-
gejalanya adalah:

18 | P a g e
1) Mulut tidak dapat dibuka, sehingga sukar untuk makan dan minum
2) Tubuh kejang dan kaku, tetapi si penderita tetanus adalah imunisasi vaksin TT
(tetanus toxoid) pada ibu hamil. Imunisasi bayi dan balita vaksin DT (dipteri
tetanus). Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara menolong persalinan
yang bersih, menjaga kebersihan pusat bayi maupun kebersihan luka-luka
yang lain (Nurhasan, 2000)
e. Campak
Campak adalah penyakit yang biasanya menyerang anak usia 6 bulan sampai 5
tahun. Campak menular kontak perorangan dengan penderita. Gejala-gejalanya
adalah:
1) Awal penyakit ini berlangsung 3-7 hari.
2) Kulit bewarna meran dan dingin.
3) Mata berair, hidung beringus, tidak enak badan, demam tinggi.
4) Timbul pula bercak-bercak merah pada dahi, belakang telinga dan menyebar
keseluruh tubuh.
Cara pencegahannya adalah dengan imunisasi, yaitu dengan memberikan vaksin
campak pada bayi setelah berusia 9 bulan, memberikan makanan yang bergizi,
menjaga kebersihan anak-anak, selain itu penderita diobati dengan
sempuh(Sudiharto, 2007).

B. Konsep Dasar Pengetahuan


1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas penggabungan atau
kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Segenap
apa yang diketahui tentang sesuatu objek tertentu (Suriasumantri dalam Nurroh
2017). Menurut Notoatmodjo dalam Yuliana (2017), pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang
dimiliki (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Jadi pengetahuan adalah berbagai
macam hal yang diperoleh oleh seseorang melalui panca indera.
2. Tingkat Pengetahuan

19 | P a g e
Menurut Sulaiman (2015) tingkatan pengetahuan terdiri dari 4 macam, yaitu
pengetahuan deskriptif, pengetahuan kausal, pengetahuan normatif dan pengetahuan
esensial. Pengetahuan deskriptif yaitu jenis pengetahuan yang dalam cara
penyampaian atau penjelasannya berbentuk secara objektif dengan tanpa adanya
unsur subyektivitas. Pengetahuan kausal yaitu suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab dan akibat. Pengetahuan normatif yaitu suatu pengetahuan
yang senantiasa berkaitan dengan suatu ukuran dan norma atau aturan. Pengetahuan
esensial adalah suatu pengetahuan yang menjawab suatu pertanyaan tentang hakikat
segala sesuatu dan hal ini sudah dikaji dalam bidang ilmu filsafat.
Sedangkan menurut Daryanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada
enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut:
a. Pengetahuan (Knowledge)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Seseorang dituntut untuk
mengetahui fakta tanpa dapat menggunakannya.
b. Pemahaman (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan,
tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.
c. Penerapan (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek tersebut dapat
menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu objek.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
f. Penilaian (evaluation)

20 | P a g e
Yaitu suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau norma-norma yang berlaku di
masyarakat.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi proses dalam belajar, semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin mudah seseorang tersebut untuk menerima sebuah
informasi. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,
akan tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan non formal. Pengetahuan
seseorang terhadap suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan
aspek negatif. Kedua aspek ini menentukan sikap seseorang terhadap objek
tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui akan
menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut. pendidikan tinggi seseorang
didapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan.
b. Media massa/ sumber informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
memberikan pengetahuan jangka pendek (immediatee impact), sehingga
menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi
menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain yang mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
c. Sosial budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau tidak. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

21 | P a g e
ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status
sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada pada lingkungan tersebut.
Hal tersebut terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon
sebagai pengetahuan.
e. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang
lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu
pengetahuan.
f. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Bertambahnya usia
akan semakin berkembang pola pikir dan daya tangkap seseorang sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak.

C. Konsep Dasar Pendidkan Kesehatan


1. Pengertian Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
dam memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan untuk
individu, kelompok atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan melakukan
perubahan-perubahan secara suka rela dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991).
Pengertian pendidikan kesehatan merupakan sejumlah pengalaman yang
berpengaruh menguntungkan secara kebiasaan, sikap dan pengetahuan ada
hubungannya dengan kesehatan perseorangan, masyarakat, dan bangsa. Kesemuanya
ini, dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimanya secara suka rela perilaku
yang akan meninhkatkan dna memelihara kesehatan.Menurut Wood dikutip dari
Effendi (1997).

22 | P a g e
Unsur program ksehatan dan kedoktern yang didalamnya terkandung rencana
untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dengan tujuan untuk
membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan. Menurut Stewart dikutip dari Effendi (1997).
Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sedang dalam keperawatan,
pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri
untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya
perawat berperan sebagai perawat pendidik. Menurut (Notoatmodjo. S, 2003: 20)

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan


Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu menerapkan
masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa yg dapat mereka
lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yg ada pada mereka ditambah
dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan kegiatan yg tepat guna untuk
meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat (Mubarak, 2009).
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan
pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik secara fisik, mental dan
sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun social, pendidikan kesehatan
disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi
lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan
lainnya (Mubarak, 2009).
Menurut Benyamin Bloom (1908) tujuan pendidikan adalah mengembangkan atau
meningkatkan 3 domain perilaku yaitu kognitif (cognitive domain),afektif (affective
domain), dan psikomotor (psychomotor domain). (Notoatmodjo, 2003: 127)
Menurut Notoatmodjo (2007: 139) dalam perkembangannya, teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
a. Pengetahuan (knowledge)

23 | P a g e
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen –komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian –bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek.Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding)

24 | P a g e
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c. Praktik atau tindakan (practice)
Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guidedresponse)
Dapat dilakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3) Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
4) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan


Menurut ( Notoatmodjo. S, 2003: 27 ) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat
dilihat dari berbagai dimensi, antara lain: dimensi aspek kesehatan, dimensi tatanan
atau tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan,dan dimensi tingkat pelayanan
kesehatan.
a. Aspek Kesehatan

25 | P a g e
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup
empat aspek pokok yaitu:
1) Promosi ( promotif )
2) Pencegahan ( preventif )
3) Penyembuhan ( kuratif)
4) Pemulihan ( rehabilitatif )
b. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan
menjadi lima yaitu:
1) Pendidikan kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
2) Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah, dilakukan di sekolahdengan
sasaran murid
3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan yang bersangkutan.
4) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum, yang mencakup terminal bus,
stasiun, bandar udara, tempat-tempat olahraga, dan sebagainya.
5) Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit,
Puskesmas, Poliklinik rumah bersalin, dan sebagainya.
c. Tingkat Pelayanan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan pendidikan kesehatan dapat dilakukan
berdasarkan 5 tingkat pencegahan dari leavel and clark, sebagai berikut;
1) Promosi kesehatan seperti peningkatan gizi, kebiasaan hidup dan perbaikan
sanitasi lingkungan.
2) Perlindungan khusus seperti adanya program imunisasi.
3) Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera.
4) Pembatasan Cacat yaitu seperti kurangnya pengertian dan kesadaran
masyarakat tentang kesehatan dan penyakit seringkali mengakibatkan
masyarakat tidakmelanjutkan pengobatannya sampai tuntas, sedang
pengobatan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan orang yang ber
sangkutan menjadi cacat.
5) Rehabilitasi (pemulihan).

26 | P a g e
4. Pentingnya Pendidikan Kesehatan
Banyak dari kita yang sudah diajarkan pentingnya kesehatan sejak menginjak
pendidikan sekolah dasar hingga bangku sekolah menengah atas. Sehingga ketika kita
dewasa, kita bisa mengetahui mana yang berguna bagi kesehatan dan mana yang bisa
menurunkan kesehatan.Jikakita maknai lebih lanjut, sebenarnya ada beberapa alasan
mengapa pendidikan kesehatan itu Penting dan perlu diberikan. Antara lain:
a. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat, dalam
membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif
dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yg optimal.
b. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat yg sesuai
dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
c. Agar orang mampu menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu
memahami apa yg dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber
daya yg ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu
memutuskan kegiatan yg tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan
kesejahteraan masyarakat

5. Konsep Pembelajaran Pendidikan Kesehatan


Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang
kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek
pendidikan. Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan yang lebih
dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social dalam
kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup didalam masyarakat selalu
memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih

27 | P a g e
pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya).Dalam mencapai tujuan tersebut,
seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Seseorang dapat dikatakan belajar apabila didalam dirinya terjadi perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadidapat mengerjakan
sesuatu.Kegiatan belajar tiu mempunyai ciri-ciri :
a. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan diri pada individu,
kelompok atau masyarakat yang sedang belajar, baik actual maupun potensial
b. Hasil belajar adalah bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan
baru yang berlaku untuk waktu yang relative lama
c. Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari bukan karena kebetulan

Bertolak dari konsep pendidikan, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga
proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-
nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah-masalah
kesehatannya sendiri menjadi mampu dan lain sebagainya.

Pendidikan didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu,


kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (Prilaku) nya/mereka
untuk mencapai kesehatannya/mereka secara optimal. Batasan-batasan konsep
pendidikan kesehatan yang sering dijadikan acuan antara lain dari : Nyswander,
Stuart, Green, tim ahli WHO dan lain sebagainya.

6. Ilmu-Ilmu Bantu Pendidikan Kesehatan


Dalam perkembangannya, suatu ilmu secara sadar ataupun tidak sadar
memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai alat bantunya. Ilmu pendidikan yang mempunyai
tujuan akhir pada perubahan tingkah laku manusia sudah barang tentu memerlukan
banyak sekali ilmu bantu sesuai dengan aspek yang mempengaruhi tingkah
laku.Perilaku manusia cenderung bersifat holistik (menyeluruh). Sebagai arah
analisis, perilaku .manusia tersebut dapat dibagi menjadi 3 aspek, yakni aspek
fisiologi, psikologi dan sosial. Ketiga aspek tersebut sulit dibedakan dalam pengaruh
dan kontribusi pembentukan perilaku manusia.

28 | P a g e
Ilmu-ilmu yang mempelajari faktor-faktor tersebut di atas antara lain psikologi,
antropologi, sosiologi, komunikasi dan sebagainya. Oleh karena itu untuk
menganalisis dan memecahkan masalah kesehatan dari segi edukatif, sebenarnya
adalah menganalisis dan memecahkan masalah tingkah laku individu atau masyarakat
yang berhubungan dengan kesehatan mereka.Umumnya tingkah laku itu dijabarkan di
dalam 3 bentuk, yakni knowledge, attitude, dan practice (KAP). Jadi apabila kita
melihat problem kesehatan dengan kacamata edukatif maka yang tampak adalah
bagaimana sikap pengetahuan dan kebiasaan hidup dari masyarakat serta faktor-
faktor yang mempengaruhi. Demikian pula dengan cara pemecahannya.

7. Prinsip Pendidikan Kesehatan


a. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi
pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
b. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada
orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat
mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
c. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah
lakunya sendiri.
d. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

8. Peranan Pendidikan Kesehatan


Ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu
kepada H.L.Blum. Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang
paling besar terhadap status kesehatan. Disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor
dua. Pelayanan kesehatan, dan keturunan mempunyai andil kecil terhadap status

29 | P a g e
kesehatan.Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar belakangi atau
dipengaruhi 3 faktor pokok yakni :
a. Faktor-faktor prediposisi (predisposing factors)
b. Faktor-faktor yang mendukung (enabling factors)
c. Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors)

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan pendidikan


kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu
kelompok atau masyarakat sesuai dengan nila-nilai kesehatan. Dengan kata lain
pendidikan kesehatan adalah suatu usaha ntuk menyediakan kondisi psikologis dari
sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan.

9. Proses Pendidikan Kesehatan


Pokok dari pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Kegiatan belajar terdapat tiga
persalan pokok, yakni :
a. Persoalan masukan (input)
Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran
belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang
belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya.
b. Persoalan proses
Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan
kemampuan (prilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini terjadi
pengaruh timbale balik antara berbagai faktor, antara lain : subjek belajar,
pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik belajar, alat bantu belajar,
dan materi atau bahan yang dipelajari.
c. Keluaran (output)
Keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau
perubahan perilaku dari subjek belajar.

30 | P a g e
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ini ke dalam 4 kelompok besar,
yakni : Faktor materi (bahan mengajar), lingkungan, instrumental, dan subjek belajar.
Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan
belajar dan alat-alat peraga, dan perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar,
metode belajar, organisasi dan sebagainya

10. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan


Pendidikan kesehatan dapat berlangsung diberbagai tempat sehingga dengan
sendirinya sasarannya juga berbeda. Misalnya:
a. Pendidikan Kesehatan di Keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran guru dan
murid, yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah
(UKS)
c. Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di pusat kesehatan
masyarakat, balai kesehatan, rumah sakit umum maupun khusus dengan sasaran
pasien dan keluarga pasien
d. Pendidikan kesehatan di tempat–tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan
e. Pendidikan Kesehatan di tempat umum ,misalnya pasar,terminal,bandar
udara,tempat-tempat pembelanjaan,tempat tempat olah raga,taman kota ,WC dsb

11. Aspek Sosbud Dalam Pendidikan Kesehatan


Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
a. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep
sehat dan sakit versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk
halus, guna-guna, dan dosa
b. Kepercayaan

31 | P a g e
Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan,
beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi
pengaruh negatif terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau Fatalisme
adalah ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib. Seperti contoh,
orang-orang Islam di pedesaan menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari
Tuhan, dan kematian adalah kehendak Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat
untuk melakukan pengobatan saat sakit.PendidikanMasih banyaknya penduduk
yang berpendidikan rendah, petunjuk-petunjuk kesehatan sering sulit ditangkap
apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan dengan tingkat pendidikan
khayalaknya.
c. Nilai Kebudayaan
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang mempunyai
perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini
memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap
kebutuhan dan pilihan mereka untuk bertindak.
Contoh : –
Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi
amis -Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini
menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya
terbatas pada anak-anak dan wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata
penyakit ini menyebar karena adanya tradisi kanibalisme Sifat
d. Etnosentris
merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.
e. Etnosentrisme
merupakan sikap atau pandangan yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan
sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yg meremehkan
masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti contoh, Seorang perawat/dokter
menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya
berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak. Selain itu, budaya yang
diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai diajarkan sejak

32 | P a g e
awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam
masyarakat.
f. Norma
merupakan aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg
sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi perbedaan norma (sebagaistandar
untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Masyarakat menetapkan perilaku yang normaL(normatif) serta perilaku yang
tidak normatif. Contohnya,Bila wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter
wanita dan masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras
merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah
daripada diberas putih.
g. Inovasi Kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan
selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan
seterusnya. Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku
kesehatan harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada
anggapan bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup
bersih sehat, bahkan diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah
kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.

Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

a. Penghasilan (income). Masyarakatyang berpenghasilan rendah menunjukkan


angka kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi.
b. Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan ke
dokter dari pada laki-laki.
c. Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita
pekerja.
d. Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has of
oneselfyaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya. Self
conceptditentukan oleh tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan

33 | P a g e
terhadap diri kita sendiri. Self conceptadalah faktor yang penting dalam
kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku petugas
kesehatan.
e. Image Kelompok. Imageseorang individusangat dipengaruhi oleh image
kelompok. Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.
f. Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok
kecilnya sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan
dalampekerjaan mereka. Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat
diperhatikan

34 | P a g e
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 1993).
Pengembangan Kerangka konsep dilakukan dengan pendekatan, yaitu dengan melihat
hubungan variable dependen dan independen.
1. Variable Dependen
Menurut Sugiyono dalam Zulfikar (2016), variable dependen adalah variable yang
dipengaruhi atau dikenal juga sebagai variable yang menjadi akibat karena adanya
variable independen. Selanjutnya Widiyanto (2013) juga menjelaskan bahwa variable
dependen adalah variable yang keberadaannya dipengaruhi oleh variable lain.
2. Variable Independen
Sugiyono dalam Zulfikar (2016) menjelaskan bahwa variable independen adalah
variable yang menjadi penyebab adanya atau timbulnya variable dependen, disebut
juga variable yang mempengaruhi. Hal senada juga dikemukakan oleh Widiyanto
2013) yaituvariabel independen merupakan variable yang mempengaruhi variable
lain.

Variable Independen Variabel Dependen

PENINGKATAN
PENGETAHUAN IBU DAN
PENDIDIKAN
CAPAIAN IMUNISASI
KESEHATAN DASAR LENGKAP PADA
BAYI USIA 0-11 BULAN

Gambar 3.1 Kerangaka Konsep Penelitian

35 | P a g e
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Hipotesis dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang, misalnya secara
etimologis, teknis, statistik, dan lain sebagainya. Umumnya pengertian yang banyak
digunakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara penelitian. Baiklah, kita akan
bahas lebih dalam dan berikan contoh-contoh hipotesis tersebut. Berikut hipotesis nol
(H0) dan hipotesis alternatif (Ha):
a. Hipotesis Nol (H0)
Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidakadanaya hibunganantara
variabel independen dan variabel dependen. Artinya dalam rumusan hipotesis, yang
diuji adalah ketidak benaran variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
b. Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen yang diteliti.

H0: tidak ada hubungan pendidikan kesehatan


Ha: ada hubungan pendidikan kesehatan

C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variable-variabel penelitian menjadi
bersifat operasioanl. Definisi dari operasional menjadi konsep yang masih bersifat
abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variable tersebut.

Tabel 3.1. Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skor Ukur Hasil Ukur
1. Pendidikan Menyampaikan materi pen- - - -
Kesehatan didikan kesehatan tentang
Imunisasi dasar.

36 | P a g e
2. Peningkatan tingkat pengetahuan ibu Kuisioner Ordinal Cukup Baik
pengetahuan mengenai imunisasi dasar
ibu dan capaian lengkap .
imunisasi dasar 1. Definisi imunisasi
lengkap dasar

2. jenis-jenis imunisasi

3. manfaat imunisasi

4. tujuan imunisasi

5. jadwal imunisai

37 | P a g e
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang
imunisasi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian imunisasi, menggunakan
desain Pre Eksperimental Design dengan rancangan One Group Pretest-Posttest Design
yaitu penelitian yang menggunakan satu kelompok diberi treatment atau perlakuan, serta
diberi pre test sebelum diberi perlakuan dan post test setelah diberi perlakuan (Sugiyono,
2009).

Rencana penelitian meliputi kegiatan sebagai berikut:


1. Identifikasi dan pemilihan persoalan riset
2. Perumusan masalah penelitian
3. Pembuatan definisi operasional variabel dan alat ukur
4. Motode sentry dan instrument pengumpulan data
5. Editing, coding dan prosesing
6. Metode analisis data
7. Membuat laporan penelitian

Sesuai tujuan sebelumnya maka perencanaan penelitian dikelompokkan menjadi 5


kategori:

1. Penelitian eksplorasi (Exploratory study)


Bertujuan mencari hubungan baru untuk merumuskan masalah baru
2. Deskribtif study
Bertujuan untuk menguraikan karakteristik tentang suatu keadaan pada waktu tertentu
dri suatu populasi.
Deskriptif study terdiri dari 2 yaitu:
a. Deskriptif kualitatif (murni)

38 | P a g e
Deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menggambarkan atau melukiskan
objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya
(Nawawi & Martini, 1996).
b. Deskriptif kuantitatif
Deskriptif kuantitatif adalahpenelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena
yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk mencandarkan
karakteristik individu atau kelompok (Syamsudin & Damiyanti, 2011).
3. Experimental study
Bertujuan untuk menguji hipotesis mencari sebab akibat.
4. Comparatife study
Yaitu untuk melakukan perbandingan apakah ada perbedaan karakteristik tertentu
dari 2 populasi/ lebih dari 2 polpulasi.
5. Forcast study
Adalah penelitian untuk mendapatkan data ramalan yang bertujuan untuk dasar
perencanaan.

Penelitian ini menggunakan pre eksperimental design dengan rancangan one group
pretest and posttest. Populasi berjumlah 50 orang. Sampel dengan teknik purposive
sampling dengan jumlah sampel sebanyak 25 responden ibu hamil. Pengumpulan data
menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Metode analisis data menggunakan analisis
statistik non parametric design wilcoxon match pairs test.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian

2. Tempat Penelitian
Puskesmas Salam Magelang

39 | P a g e
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah pada kelompok ibu hamil yang
berkunjung ke puskesmas Salam Magelang yaitu 60 orang.
2. Sampel
Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Sampel pada
penelitian ini adalah responden yang sudah mengikuti kelas ibu hamil yang berjumlah
25 responden dan sesuai dengan kriteria peneliti.

D. Kriteria Sampel
1. Kriteria inklusif
- Ibu bersedia untuk diteliti dan menjadi responden
- Pada penelitian ibu dalam keadaan sehat
2. Kriteria exklusif
- Pada penelitian ibu mengikuti kelas ibu hamil

E. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian.
Yaitu:
Alat yang digunakan untuk penelitian adalah lembar kuesioner yang berisi tentang
pendidikan imunisasi dasar untuk mengetahui karakter responden. Untuk pendidikan
kesehatan peneliti menggunakan alat, yaitu leaflet, Standar Acara Penyuluhan (SAP) dan
Materi tentang imunisasi dasar dan di paparkan menggunakan LCD proyektor. Untuk
kuesioner terdiri dari 42 pertanyaan yang diantaranya 22 pertanyaan tentang pengetahuan
dan 20 pertanyataan sikap, dengan memberikan pertanyaan kepada responden,
pertanyaan dalam bentuk tertutup dimana responden tinggal memilih alternative jawaban
yang telah disediakan, sesuai dengan petunjuk yang tertera di angket.

40 | P a g e
F. Sumber Data
1. Data Primer
Berdasarkan analisis data primer menunjukkan bahwa sesudah diberi intervensi
berupa pendidikan kesehatan, mayoritas responden mempunyai pengetahuan baik
dengan frekuensi sebanyak 23 responden (92%), sedangkan kategori cukup berkurang
menjadi 2 responden (8%) dan kategori kurang menjadi tidak ada. Hasil ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi
dasar pada bayi.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh peneliti di instansi pemerintah dan swasta. Data
sekunder diperoleh melalui mempelajari dokumen yang berada di Puskesmas Salam
Magelang.

G. Analisa Data
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, di Puskesmas Salam Magelang
Tabel4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Umur di
Puskesmas Salam Magelang Tahun 2014
Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

20 –30 14 60,0

31 -40 10 36,0

>41 1 4,0

Jumlah 25 100

Berdasarkan tabel 4.1 data di atas responden terbanyak adalah rentang usia 20 -
30 tahun sebanyak 14 orang (60%), dan responden paling rendah untuk usia di atas
41 tahun sebanyak 1 orang (4%).

41 | P a g e
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir di Puskesmas
Salam Magelang
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan
Terakhir di Puskesmas Salam Magelang tahun 2014
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SD 1 4,0

SMP 12 48,0

SMA 12 48,0

Jumlah 25 100

Berdasarkan tabel 4.2 data di atas pendidikan responden terbanyak adalah SMP
dan SMA masing – masing sebanyak 12 orang untuk pendidikan SMA (48%) dan
sebanyak 12 orang untuk pendidikan SMP (48%). Pendidikan paling rendah yaitu
SD sebanyak 1 orang (4%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan di Puskesmas Salam


Magelang
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat
Pekerjaan di Puskesmas Salam Magelang Tahun 2014
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

IRT 19 76,0

Pedagang 2 8,0

Swata 3 12,0

Buruh 1 4,0

Jumlah 25 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas pekerjaan responden terbanyak adalah IRT (ibu
rumah tangga) sebanyak 19 orang (76%) sedangkan pekerjaan responden paling
rendah yaitu buruh sebanyak 1 orang (4%).

42 | P a g e
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Paritas di Puskesmas Salam
Magelang
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Status Paritas
di Puskesmas Salam Magelang Tahun 2014
Status Paritas Frekuensi Presentasi (%)

Primigravida 8 32,0

Multigravida 17 68,0

Jumlah 25 100

Berdasarkan data tabel 4.4 di atas status paritas responden terbanyak adalah
Multigravida (Ibu yang mempunyai anak lebih dari satu) sebanyak 17 orang (68%)
dan yang kedua yaitu Primigravida (ibu yang hamil pertama ) sebanyak 8 orang
(32%).

e. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Responden Dalam


Mendapatkan Pendidkan Kesehatan Tentang Imunisasi Dasar di Puskesmas Salam
Magelang
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Pengalaman
Mendapatkan Pendidikan Kesehatan di Puskesmas Salam Magelang Tahun 2014
Pengalaman menerima Frekuensi Persentase (%)
pendidikan kesehatan
imunisasi

Berpengalaman 4 16,0

Tidak Berpengalaman 21 84,0

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.5 pengalaman pendidikan kesehatan responden terbanyak


adalah belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan imunisasi dasar
sebanyak 21 orang (84%) dan yang sudah pernah mendapatkan pendidikan
kesehatan imunisasi dasar sebanyak 4 orang (16%).

43 | P a g e
2. Analisis Bivariat
Adalah untuk menganalisis hubungan atau pengaruh variabel independen dan
variabel dependen selanjutnya diuji dengan menggunakan uji sesuai dengan judul
penelitian.
Hasil Tingkat Pengetahuan Responden Dalam Pemberian Imunisasi Dasar
Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Pengetahuan responden tentang pemberian imunisasi dasar diperoleh melalui
jawaban kuesioner yang berisi 22 item pertanyaan yang diisi langsung oleh responden
di Puskesmas Salam Magelang. Pretest dilakukan sebelum pendidikan kesehatan
diberikan dan posttest dilakukan setelah pendidkan kesehatan diberikan. Berikut
distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dalam pemberian imunisasi
dasar :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil Dalam Pemberian
Imunisasi Dasar di Puskesmas Salam Magelang tahun 2014
Pengetahuan Sebelum Pendidikan Setelah Pendidikan
Kesehatan Kesehatan
F % f %
Baik 11 44 23 92
Cukup 13 52 2 8
Kurang 1 4 0 0

Jumlah 25 100 25 100

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.6 memperlihatkan bahwa sebelum diberikan pendidikan


kesehatan sebagian besar responden ibu hamil memiliki pengetahuan yang cukup
yaitu sebanyak 13 responden (52%), pengetahuan baik sebanyak 11 responden
(44%) dan responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 1 orang
(4%). Kemudian setelah diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden
memiliki pengetahuan baik sebanyak 23 orang (92%), pengetahuan cukup sebanyak
2 orang (8%) dan tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan kurang dan
buruk (0%). Jadi setelah dilakukan pendidikan kesehatan diperoleh pengetahuan
responden sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan mengalami perubahan pengetahuan yaitu responden yang
mempunyai pengetahuan baik dari 11 meningkat menjadi 23 responden setelah
diberikan pendidikan kesehatan sedangkan responden yang mempunyai
pengetahuan cukup 13 orang dan setelah diberikan pendidikan kesehatan meningkat
menjadi 11 orang berpengetahuan baik dan responden yang mempunyai
pengetahuan kurang menjadi tidak ada setelah diberikan pendidikan kesehatan.

44 | P a g e
Hasil Sikap Responden Dalam Pemberian Imunisasi Dasar Sebelum dan
Sesudah Perlakuan

Sikap ibu hamil dalam pemberian imunisasi dasar diperoleh melalui kuesioner
yang terdiri dari 20 item pernyataan yang diisi langsung oleh responden ibu hamil
di Puskesmas Salam Magelang 2014. Pretest dilakukan sebelum pendidikan
kesehatan diberikan dan posttest dilakukan setelah pendidikan kesehatan diberikan.
Sikap responden digolongkan dalam 4 kategori yaitu sikap baik apabila didapatkan
skor 76%-100%, sikap cukup apabila didapatkan skor 51%-75%, sikap kurang
apabila didapatkan skor 26%-50%, dan sikap buruk apabila didapatkan skor <25%.
Berikut data distribusi sikap ibu hamil dalam pemberian imunisasi dasar :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil Tentang Pemberian Imunisasi
Dasar di Puskesmas Salam Magelang tahun 2014

Sikap Sebelum Pendidikan Setelah Pendidikan

Kesehatan Kesehatan

F % f %

Baik 21 84 21 84

Cukup 4 16 4 16

Jumlah 25 100 25 100

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebagian


besar responden ibu hamil memiliki sikap yang baik yaitu sebanyak 21 responden
(84%), kategori sikap cukup sebanyak 4 responden (16%) dan tidak ada responden
yang mempunyai sikap kurang dan buruk (0%). Setelah diberikan pendidikan
kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap baik sebanyak 21 orang (84%),
memiliki sikap cukup sebanyak 4 orang (16%) dan tidak ada responden yang
mempunyai sikap kurang dan buruk (0%).

Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap responden sebelum diberikan pendidikan


kesehatan dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tidak ada perubahan yang
signifikan. Dilihat dari tabel frekuensi yang menunjukan bahwa responden yang
mempunyai sikap baik sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebanyak 21 orang
dan setelah diberikan kesehatan hasilnya sama bahwa responden tidak mengalami
perubahan yaitu 21 orang mempunyai sikap baik sedangkan responden yang
mempunyai sikap cukup sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 4 orang

45 | P a g e
dan setelah diberikan pendidikan kesehatan hasilnya tidak ada perubahan yaitu
sebanyak 4 orang mempunyai sikap cukup. Jadi hasil setelah diberikan pendidikan
kesehatan sebelum dan sesudah tidak mengalami perubahan yang bermakna.

Hasil Pengujian Hipotesis

Pengetahuan Responden Tentang Pemberian Imunisasi Dasar

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendidikan kesehatan imunisasi dasar


terhadap pengetahuan ibu hamil trimester III dilakukan dengan menggunakan uji
statistic Wilcoxon Match Pairs test secara komputerisasi. Berikut hasil pengujian
statistik untuk pengetahuan ibu hamil tentang pemberian imunisasi dasar :

Tabel 4.8 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Match Pairs Pengetahuan Ibu Hamil
tentang Pemberian Imunisasi Dasar di Puskesmas Salam Magelang tahun 2014

N Mean Rank Sum of Rank

Post Test Negative ranks 1a 7.00 7.00

Pre Test Positive Ranks 13b 7.54 98.00

Ties 11c

Total 25

Post-Pre

Z -3.153a

Asymp. Sig. .002

(2-tailed)

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai pretest dan
posttest pada ibu hamil setelah diberikan pendidikan kesehatan. Responden yang
mengalami penurunan pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan
sebanyak 1 orang responden (4%) sedangkan yang mengalami peningkatan
pengetahuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebanyak 13 orang responden
(52%) dan responden yang tidak mengalami perubahan pengetahuan sebanyak 11
orang responden (44%).

Hasil analisis data pengetahuan responden dengan menggunakan uji statistik


wilcoxon didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,002. Untuk mengetahui hipotesis

46 | P a g e
diterima atau ditolak maka besarnya taraf signifikansi dibandingkan dengan taraf
kesalahan 5%. Jika p lebih kecil daripada 0,05 maka hipotesis diterima dan jika p
lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis ditolak. Hasil uji statistik memberikan
nilai p 0,002 lebih kecil daripada 0,05 (0,002<0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya pendidikan kesehatan berpengaruh
dalam meningkatkan pengetahuan tentang pemberian imunisasi dasar pada ibu
hamil trimester III di Puskesmas Salam Magelang.

Sikap Responden Tentang Pemberian Imunisasi Dasar

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendidikan kesehatan imunisasi dasar


terhadap sikap ibu hamil trimester III dilakukan dengan menggunakan uji statistic
Wilcoxon Match PairsTest secara komputerisasi. Berikut hasil pengujian statistik
untuk pengetahuan ibu hamil tentang pemberian imunisasi dasar :

Tabel 4.9 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Match Pairs Sikap Ibu Hamil Tentang
Pemberian Imunisasi Dasar di Puskesmas Salam Magelang Tahun 2014

N Mean Sum of

Rank Rank

Post Test Negative 2a 2.50 5.00

Pre Test ranks

Positive 2b 2.50 5.00

Ranks

Ties 21c

Total 25

Post-Pre

Z .000a

Asymp. Sig. 1000

(2-tailed)

Sumber : Data primer 2014

47 | P a g e
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai pretest dan
posttest ibu hamil setelah diberikan pendidikan kesehatan mengalami penurunan
sebanyak 2 orang responden (8%) dan yang mengalami peningkatan sikap setelah
dilakukan pendidikan kesehatan sebanyak 2 orang responden (8%) dan responden
yang tidak mengalami perubahan pengetahuan sebanyak 21 orang responden (84%).

Hasil analisis data sikap responden dengan menggunakan uji statistik wilcoxon
didapatkan nilai signifikansi sebesar 1.000. Untuk mengetahui hipotesis diterima
atau ditolak maka besarnya taraf signifikansi dibandingkan dengan taraf kesalahan
5%. Jika p lebih kecil daripada 0,05 maka hipotesis diterima dan jika p lebih besar
daripada 0,05 maka hipotesis ditolak. Hasil uji statistik memberikan nilai p 1.000
lebih besar daripada 0,05 (1.000>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha
ditolak dan Ho diterima yang artinya pendidikan kesehatan tidak berpengaruh
dalam meningkatkan sikap dalam pemberian imunisasi dasar pada ibu hamil
trimester III di Puskesmas Salam Magelang.

H. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas responden akan
kemungkinan terjadinya ancaman terhadap responden. Masalah etika ini terutama
diletakkan pada: Informed Cpnsent, Anonimity dan Confidentialy.

48 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

2012, S. (2017, Februari). Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan. Retrieved April 29, 2020, from Konsep
Dasar Pendidikan Kesehatan: http://www.samoke 2012.files.wardpress.com

Eprints. (2014). Ilmu Dasar Pengetahuan. Retrieved April 29, 2020, from BAB II Tinjauan Pustaka:
http://www.eprints.umm.a.id

Hidayat, A. (2012, Oktober 14). Hipotesis Penelitian. Retrieved April 29, 2020, from Hipotesis Penelitian:
http://www.atatistikian.com

Hidayat, W. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu, dan
Capaian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Usia 0-11 Bulan. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
IMUNISASI DASAR TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR
PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH PUSKESMAS SALAM MAGELANG , 3-13.

Repository. (2013). Konsep Dasar Imunisasi. Retrieved April 29, 2020, from BAB II Tinjauan Pustaka:
http://www.Repository.unmuha.ac.id

Repository. (2017). Pengertian Imunisasi Menuut WHO. Retrieved April 29, 2020, from BAB II Tinjauan
Puastaka: http://www.repository.usu.ac.id

Statistik. (2018, Mei 5). Pengertian Variabel Dependen. Retrieved April 29, 2020, from Variabel
Dependen dan Independen: http://www.spssstatistik.com

Sugiyono. (2016). Kerangka Konsep Penelitian. In Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat (pp. 32-
33).

WARDHANI, A. (2017). BAB I PENDAHULUAN. Retrieved April 29, 2020, from BAB I PENDAHULUAN:
http://www.repository.ump.ac.id

49 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai