INTEGRAL FISIS
Disusun Oleh :
Asina Sofia Harianja 8196175004
Gusrianta 8196175006
Mathias Irfan 8196175005
Dosen Pengampu :
Dr. Rita Juliani,S.Si, M.Si
Dr. Makmur Sirait, M. Si
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah
Integrasi Numerik dengan harapan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu
dan wawasan kita.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas rutin Fisika
Komputasi. Dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang penyusun miliki, penyusun berusaha mencari sumber
data dari berbagai sumber informasi, terutama dari media internet dan
media cetak. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah ikut serta membantu dalam pembuatan makalah ini dan
beberapa sumber yang kami pakai sebagai data dan acuan.
Dalam penulisan Makalah ini penyusun merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Tidak
semua bahasan dapat dideskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya kami selaku penyusun
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh
pembaca.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
∫ f ( x ) dx=F ( x ) +C (2.1)
Solusinya, F(x), adalah fungsi menerus sedemikian sehingga F'(x) = f(x), dan C
adalah sebuah konstanta. Integral Tentu menangani perhitungan integral di antara
batas-batas yang telah ditentukan, yang dinyatakan sebagai :
b
I =∫ f ( x ) dx (2.2)
a
Secara geometri, integrasi Tentu sama dengan luas daerah yang dibatasi oleh kurva
y = f(x), garis x = a dan garis x = b (Gambar 2.1). Daerah yang dimaksud
ditunjukkan oleh bagian yang diarsir.
Gambar 2.1. Tafsiran geometri integral Tentu
Fungsi-fungsi yang dapat diintegrasikan dapat dikelompokkan sebagai :
1. Fungsi menerus yang sederhana, seperti polynomial, eksponensial, atau fungsi
trigonometri. Misalnya :
2
∫ ( 6 x3 −x2 +cos ( x ) −e x ) dx
0
Fungsi sederhana seperti ini mudah dihitung integralnya secara eksak dengan
menggunakan metode analitik. Metode-metode analitik untuk menghitung
integral fungsi yang demikian sudah tersedia, yaitu :
Fungsi yang rumit seperti ini jelas sulit, bahkan tidak mungkin, diselesaikan
dengan metode-metode integrasi yang sederhana. Karena itu, solusinya hanya
dapat dihitung dengan metode numerik.
3. Fungsi yang ditabulasikan, yang dalam hal ini nilai x dan f(x) diberikan dalam
sejumlah titik diskrit. Fungsi seperti ini sering dijumpai pada data hasil
eksperimen di laboratorium atau berupa data pengamatan di lapangan. Pada
kasus terakhir ini, umumnya fungsi f(x) tidak diketahui secara eksplisit. Yang
dapat diukur hanyalah besaran fisisnya saja. Misalnya,
x f(x)
0.00 6.0
0.25 7.5
0.50 8.0
0.75 9.0
1.00 8.5
Integrasi fungsi seperti ini jelas harus dikerjakan secara numerik.
I RMS=
√ ∫ i2 ( t ) dt
0
T
yang dalam hal ini IRMS adalah arus RMS (root-mean-square), T adalah
periode, dan i(t) adalah arus pada rangkaian, misalnya
T
i ( t )=5 e−2 t sin 2 πt untuk 0 ≤t ≤
2
¿ 5 e−2 t sin 2 πt untuk T/2≤ t ≤T
3. Contoh fungsi dalam bentuk tabel adalah pengukuran fluks panas matahari yang
diberikan oleh tabel berikut :
Data yang ditabulasikan pada tabel ini memberikan pengukuran fluks panas q
setiap jam pada permukaan sebuah kolektor sinar matahari. Diminta memperkiraan panas
total yang diserap oleh panel kolektor seluas 150.000 cm 2 selama waktu 14 jam. Panel
mempunyai kemangkusan penyerapan (absorption), e ab, sebesar 45%. Panas total yang
diserap diberikan oleh
Persamaan
t
H=eab∫ qAdt
0
Demikianlah beberapa contoh terapan integral dalam bidang sains dan rekayasa.
Umumnya fungsi yang diintegralkan bentuknya rumit sehingga sukar diselesaikan
secara analitik. Karena itu, perhitungan integral secara numerik lebih banyak dipraktekkan
oleh para insinyur.
b. Metode Pias
Pada umumnya, metode perhitungan integral secara numerik bekerja dengan
sejumlah titik diskrit. Karena data yang ditabulasikan sudah berbentuk demikian,
maka secara alami ia sesuai dengan kebanyakan metode integrasi numerik. Untuk
fungsi menerus, titik-titik diskrit itu diperoleh dengan menggunakan persamaan fungsi
yang diberikan untuk menghasilkan table nilai.
Dihubungkan dengan tafsiran geometri inttegral Tentu, titik-titik pada tabel sama
dengan membagi selang integrasi [a, b] menjadi n buah pias (strip) atau segmen
(Gambar 2.2). Lebar tiap pias adalah
b−a
h= (2.3)
n
Titik absis pias dinyatakan sebagai
x r=a+rh , r=0,1,2 , … .. ,n (2.4)
dan nilai fungsi pada titik absis pias adalah
f r=f ( x r ) (2.5)
Luas daerah integrasi [a, b] dihampiri sebagai luas n buah pias. Metode integrasi
numerik yang berbasis pias ini disebut metode pias. Ada juga buku yang menyebutnya
metode kuadratur, karena pias berbentuk segiempat.
i. Kaidah Trapesium
Pandang sebuah pias berbentuk trapesium dari x=x 0 sampai ¿ x 1berikut (Gambar
2.3) :
Luas satu trapesium adalah :
x1
h
∫ f ( x ) dx ≈ 2 [ f ( x 0 ) + f ( x 0) ]( 2.6)
x0
Persamaan (2.6) ini dikenal dengan nama kaida trapesium. Catatlah bahwa kaidah
trapesium sama dengan kaidah segiempat.
(2.7)
Dengan f r=f ( x r ), r =0,1,2 ,… . , n .
Kaidah Trapesium
Sekarang akan kita hitung berapa besar galat hasil integrasi untuk masing-masing metode.
Misalkan
E=I–I' (2.8)
Untuk penurunan galat, kita tinjau galat integrasi di dalam selang [0, h],
h
I =∫ f ( x ) dx ( 2.9 )
0
Gambar 2.4 Galat Kaidah Trapesium
1 2
f ( x )=f 0 + xf 0 ' + x f 0 + {1} over {6} {x} ^ {3} {f} rsub {0} '''+
2
1
f 1=f ( x 1 )=f ( h )=f 0 +hf ' 0+ h 2 f 0 + …
2
Persamaan (6.17) ini menyatakan bahwa galat kaidah trapesium sebanding dengan
h3. Pernyataan ini dibuat dengan andaian bahwa f(x) menerus dalam selang [0, h]. Jika
tidak, maka galat tidak sebanding dengan h3. Untuk n buah pias, galat keseluruhan (total)
adalah
yang dapat disederhanakan dengan teorema nilai antara untuk penjumlahan menjadi
Mengingat
b−a
h=
n
maka
Dengan demikian,
Jadi, galat total integrasi dengan kaidah trapesium sebanding dengan kuadrat lebar
pias (h). Semakin kecil ukuran ukuran h, semakin kecil pula galatnya, namun semakin
banyak jumlah komputasinya.
d. Kaidah Simpson 1/3
Kaidah simpson 1/3 adalah kaidah yang mencocokkan polinomial derajat 2 pada tiga
titik data diskrit yang mempunyai jarak yang sama. Hampiran nilai integrasi yang lebih
baik dapat ditingkatkan dengan menggunakan polinom interpolasi berderajat yang lebih
tinggi. Misalkan fungsi f (x) dihampiri dengan polinom interpolasi derajat 2 yang
grafiknya berbentuk parabola. Luas daerah dihitung sebagai hampiran nilai integrasi
adalah daerah di bawah parabola (Gambar 3.1). untuk itu, dibutuhkan 3 buah titik data,
misalkan ( 0 , f ( 0 )) , ( h , f ( h )) , dan ( 2 h , f ( 2 h ) ) .
h
¿ 2 hf 0 +2h Δf 0 + Δ 2 f 0
3
Mengingat
Δf 0=f 1 −f 0
Dan
2
Δ f 0 = Δf 1 −Δf 0=( f 2−f 1 ) −( f 1 −f 0 ) =f 2 −2 f 1 +f 0
Maka selanjutnya
h
I ≈2 hf 0 +2 h ( f 1 −f 0 ) + ( f −2 f 1 + f 0 )
3 2
h 2h h
¿ 2 hf 0 + 2hf 1−2 hf 0 + f 2 − f 1 + f 0
3 3 3
h 4h h
¿ f 0+ f 1+ f 2
3 3 3
h
¿ ( f + 4 f 1+ f 2)
3 0 .................. (1)
Persamaan (1) ini dinamakan kaidah Simpson 1/3. Sebutan “1/3” muncul karena di
dalam persamaan terdapat faktor “1/3”.
Misalkan kurva fungsi sepanjang selang integrasi [ a,b ] kita bagi menjadi n+1
maka kita akan mempunyai n/2 buah potongan parabola. Bila masing-masing polinom
derajat 2 tersebut kita integralkan di dalam upselang (sub-interval) integrasinya, maka
jumlah seluruh integral tersebut membentuk kaidah Simpson 1/3 gabungan:
b x2 x4 xn
h h h
¿ ( f 0 + 4 f 1 + f 2 ) + ( f 2 +4 f 3 +f 4 ) +.. .+ ( f n−2 +4 f n−1 + f n )
3 3 3
h
¿ ( f + 4 f 1 +2 f 2 +4 f 3 + 2 f 4 +. ..+2 f n−2 + 4 f n−1+ f n )
3 0
n−1 n−2
h
¿
(
f +4 ∑ f i +2 ∑ f i + f n
3 0 i =1,3,5 i=2,4,6
)
..................... (2)
1, 4, 2, 4, 2, ..., 2, 4, 1
Namun penggunaan kaidah Simpson 1/3 mensyaratkan jumlah upselang (n) harus
genap, ini berbeda dengan kaidah trapesium yang tidak memiliki persyaratan mengenai
jumlah selang.
Polinom interpolasi Newton-Gregory derajat 3 yang melalui keempat buah titik itu adalah
x x ( x−h ) 2 x ( x −h ) ( x −2h ) 3
P3 ( x )=f ( x0 ) + Δf ( x 0 ) + 2
Δ f ( x0)+ Δ f ( x0 )
h 2! h 3 ! h3
x x ( x−h ) 2 x ( x−h ) ( x−2 h ) 3
=f 0 + Δf 0 + 2
Δ f 0+ Δ f0
h 2!h 3 ! h3 .................... (1)
Integrasi
P3 ( x ) di dalam selang [ 0,3h ] adalah
3h 3h
I≈∫ f ( x ) dx≈¿ ∫ P3 ( x ) dx ¿
0 0
3h
x x ( x−h ) 2 x ( x−h )( x−2 h ) 3
0 h [
¿ ∫ f 0 + Δf 0 +
2 !h 2
Δ f 0+
3! h3
Δ f 0 dx
]
3h
x x 2−xh 2 x3 −3 x 2 h+2 xh2 3
¿∫ f 0+
0
[ h
Δf 0 +
2 h2
Δ f 0 +
6 h3
Δ f0
]
x2 x 3 x2 h 2 x4 3 x 3 h x 2 h2 3 3 h
¿ xf 0 +
2h
Δf 0 + (−
6 h2 4 h2
Δ f 0 +) − ( +
24 h3 18 h3 6 h3
Δ f 0|
0 )
9h 2 27 h 3 9 h3 2 81 h4 81 h4 9 h4 3
¿ 3 hf 0 + Δf +
2 h 0 6 h2 4 h2
− Δ f 0+ ( − +)
24 h3 18 h3 6 h3 (
Δ f 0 −0 )
9h 27 h 9 h 2 81 h 81 h 9 h 3
¿ 3 hf 0 +
2
Δf 0 +
6
− (
4
Δ f 0+ )
24
−
18
+(6
Δ f0 )
9h 27 h 2 27 h 3
¿ 3 hf 0 + Δf 0 + Δ f 0+ Δ f0
2 12 72
Mengingat
Δf 0=f 1 −f 0
2
Δ f 0 = Δf 1 −Δf 0=( f 2−f 1 ) −( f 1 −f 0 ) =f 2 −2 f 1 +f 0
dan
Δ 3 f 0 = Δ2 f 1− Δ2 f 0
=( Δf 2 −Δf 1 ) −( f 2 −2 f 1 + f 0 )
= ( ( f 3− f 2 )−( f 2 − f 1 ) ) −( f 2 −2 f 1 +f 0 )
=( f 3 −2 f 2 +f 1 )−( f 2−2 f 1 + f 0 )
=f 3 −3 f 2 +3 f 1 −f 0
maka selanjutnya:
9h 27 h 27 h
¿ 3 hf 0 + ( f 1 −f 0 ) + ( f 2 −2 f 1 +f 0 ) + ( f 3 −3 f 2 +3 f 1−f 0 )
2 12 72
9h 9h 27 h 54 h 27 h 27 h 81 h 81 h 27 h
¿ 3 hf 0 + f 1− f 0+ f 2− f 1+ f 0+ f 3− f 2+ f 1− f
2 2 12 12 12 72 72 72 72 0
9 h 27 h 27 h 9 h 54 h 81 h 27 h 81 h 27 h
(
¿ 3 h− +
2 12
−
12
f 0+ ) (
−
2 12
+
72
f 1+
12
−
72 ) (
f 2+
72 3
f )
27 h 81 h 81 h 27 h
¿ f 0+ f 1+ f 2+ f
72 72 72 72 3
3h 9h 9h 3h
¿ f 0+ f 1+ f 2+ f
8 8 8 8 3
3h
¿ ( f +3 f 1 +3 f 2 + f 3 )
8 0 ................................. (2)
Sedangkan kaidah Simpson 3/8 gabungan adalah
b
¿ i≠3,6,9 ¿¿ ¿ +f n ¿¿¿
n−1 ................................. (3)
Persamaan (3) ini mudah dihafalkan dengan mengingat pola suku-sukunya:
1, 3, 3, 2, 3, 3, 2, 3, 3, 2, ... , 2, 3, 3, 1
¿ i≠3,6,9 ¿¿ ¿ +f n ¿¿¿
n−1
7. Menentukan nilai integrasi sejatinya
Kaidah Simpson 3/8
Contoh soal:
Hitunglah integral dari
1,125
1
∫ dx
0 1+x ,
1 3
dengan menggunakan aturan simpson 3 dan dan aturan simpson 8 gunakan jarak
I xi f ( xi )
0 0 1
1 0.125 0.88889
2 0.250 0.80000
3 0.375 0.72727
4 0.500 0.66667
5 0.625 0.61538
6 0.750 0.57143
7 0.875 0.53333
8 1.000 0.50000
9 1.125 047059
1 3
6. Nilai Integrasi menggunakan aturan simpson 3 dan aturan simpson 8
1
a. Aturan simpson 3
1,125 n−1 n−2
1 h
0
(
∫ 1+x dx= 3 f 0 +4 ∑ f i + 2 ∑ f i + f n
i=1,3,5 i=2,4,6
)
(1+4(0.88889)+2(0.80000)+4(0.72727)+ 2(0.66667) ¿ )¿ ¿¿
0.125 ¿
¿
3
¿
3
b. Aturan simpson 8
¿ i ≠3,6,9 ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿
n−1
3(0 . 125) ( 1+3 (0. 88889 )+ 3(0 .80000 )+2(0 .72727 )+ 3(0 . 66667 ) ¿ ) ¿
= ¿ ¿
8 ¿
0.375 ( 1+ 2.66667 + 2.40000+1.45454+2.00001+1.84614+1.14286 ¿) ¿
= ¿ ¿¿
8 ¿
¿
7. Nilai Integrasi sejatinya
1, 125
1
∫ dx= ln (1+x )|10 , 125
0 1+x
= ln 2,125 + ln 1 = 0.75377 – 0
= 0.75377
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, S.C., and Canale, R.P., Numerical Methods for Engineers , McGraw-Hill,
1998
James, M.L., G.M. Smith, and J.C. Wolford, Applied Numerical Methods for
Digital Computations, 3rd ed. Harper & Row, 1985
McCracken, D. D., Computing for Engineers and Scientists with Fortran 77,
Wiley, 1984