Anda di halaman 1dari 19

Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed

Terhadap Komplikasi Setelah Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah


di RSGM Maranatha

Monica Cristabel*, Roro Wahyudianingsih**, Franky Oscar***

*Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, 40164, Indonesia


**Staff Pengajar Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha, Bandung, Indonesia
*** Staff Pengajar Bagian Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Kristen
Maranatha, Bandung, Indonesia
Email: monicacristabel@gmail.com

Abstrak

Odontektomi molar ketiga rahang bawah adalah salah satu prosedur yang paling umum dilakukan dalam
bedah mulut. Secara umum, operator harus mendapatkan akses yang memadai ke tulang dan gigi. Tulang harus
dikurangi dengan teknik atraumatic, aseptic dan menggunakan teknik yang tidak menimbulkan panas, selain itu
harus membuang jaringan tulang sesedikit mungkin. Pemotongan tulang dan gigi dapat menghambat
penyembuhan setelah tindakan diikuti dengan komplikasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan penggunaan handpiece high speed
atau low speed terhadap komplikasi setelah tindakan odontektomi molar ketiga rahang bawah di RSGM
Maranatha.
Subjek penelitian terdiri dari 20 orang yang mengalami impaksi kelas IIA pada molar ketiga rahang bawah.
Subjek dibagi dalam dua kelompok (n=10), kelompok 1 akan dilakukan odontektomi dengan handpiece high
speed dan kelompok 2 akan dilakukan odontektomi dengan handpiece low speed. Pembengkakan, rasa nyeri dan
trismus diukur pada hari ke 1,3,5 dan 7. Data di analisa dengan menggunakan independent t-test dan Mann
Whitney Test (α =0.05).
Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik pada penggunaan handpiece
high speed dan low speed terhadap komplikasi setelah tindakan odontektomi molar ketiga rahang bawah di
RSGM Maranatha.

The Comparison of Using High Speed and Low Speed Handpiece To Complications After
Lower Third Molar Odontectomy in RSGM Maranatha

Abstract

Odontectomy of lower third molar is one of the most common procedure in oral surgery. Generally, the
operator has to achieve proper access to the bone and teeth. Bone has to be removed by atraumatic techniques,
aseptic techniques and heatless technique, besides removing bones as less as possible. The bone and teeth
removal might inhibit the healing process after treatment followed by complications.
The aim of this study is to find out the differences between using high speed and low speed handpiece to
complications after lower third molar odontectomy in RSGM Maranatha.
Research subjects consist of 20 patients with class II A impaction on lower third molar. Subjects are divided
into two groups, group 1 patients are treated with high speed handpiece and group 2 are treated with low speed
handpiece. Swelling, pain and trismus are measured on the 1st, 3rd, 5th, and 7th day. The data is analyzed by
independent t-test dan Mann Whitney Test (α =0.05).
From this study, we conclude that there are no significant differences between the using of high speed and
low speed handpiece to complications after lower third molar odontectomy in RSGM Maranatha.

Keywords: complication; high speed handpiece; low speed handpiece; odontectomy

1
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Pendahuluan

Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi seringkali mengalami gangguan erupsi, baik
pada gigi anterior maupun posterior. Frekuensi gangguan terbanyak adalah gigi molar ketiga
rahang bawah diikuti gigi kaninus rahang atas. Pada prinsipnya gigi yang dinyatakan impaksi
adalah gigi yang tidak dapat erupsi baik seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang
atau jaringan lunak ataupun keduanya.1,2
Odontektomi atau surgical extraction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan gigi
dari soketnya, setelah membuat flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi
tersebut. Waktu yang paling tepat untuk dilakukan odontektomi adalah ketika pasien masih
muda, untuk menghindari komplikasi dan situasi yang tidak diinginkan yang bisa bertambah
buruk seiring berjalannya waktu. Selain itu akan lebih mudah untuk mengurangi atau
membuang tulang pada pasien yang lebih muda daripada pasien yang lebih tua karena
tulangnya biasanya lebih padat dan keras.3
Odontektomi molar ketiga rahang bawah adalah salah satu prosedur yang paling umum
dilakukan dalam bedah mulut.4 Secara umum, operator harus mendapatkan akses yang
memadai ke tulang dan gigi melalui desain dan bentuk flap pada jaringan lunak. Tulang harus
dikurangi dengan teknik atraumatic, aseptic dan menggunakan teknik yang tidak
menimbulkan panas, selain itu harus membuang jaringan tulang sesedikit mungkin. Kemudian
gigi akan dibagi menjadi beberapa bagian dan dikeluarkan menggunakan elevator,
menggunakan tenaga yang sesuai untuk mencegah komplikasi seperti fraktur, perdarahan, dry
socket dan edema. Pemotongan tulang dan gigi dapat menghambat penyembuhan setelah
tindakan diikuti dengan komplikasi.4,5
Berbagai teknik dapat dilakukan untuk membuka akses menuju gigi molar ketiga yang
terimpaksi. Pemotongan tulang dapat dilakukan dengan bantuan bur dan dental motor atau
dapat dibantu juga dengan chisel dan mallet. Tetapi metode dengan bantuan chisel dan mallet
kurang disukai karena dapat meningkatkan kecemasan pasien meskipun dibawah anestesi.
Penggunaan bur dan handpiece lebih efektif. Carbide bur atau stainless steel yang tajam
harus digunakan untuk memotong tulang. Diamond bur tidak direkomendasikan karena bur
ini melakukan pemotongan yang abrasif dan lebih banyak menghasilkan panas sehingga
resiko terjadinya nekrosis tulang meningkat. Pemotongan dengan kecepatan tinggi juga tidak
direkomendasikan karena menghasilkan panas dan nekrosis tulang dapat terjadi karena
adanya kerusakan pada osteosit dan pelepasan fosfat alkali.6

2
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Penggunaan handpiece high speed selama prosedur dapat menghasilkan panas pada tulang
dan menyebabkan komplikasi serius, seperti osteomyelitis.7 Pemotongan gigi juga
memerlukan banyak waktu, peningkatan panas yang dihasilkan handpiece dapat
menyebabkan panas yang merusak jaringan di sekitar gigi impaksi. Sebagai tambahan,
penggunaan handpiece high speed juga dapat menyebabkan emfisema.8 Penggunaan
handpiece high speed secara tidak langsung berpengaruh secara signifikan terhadap
komlplikasi. Alternatif dan pendekatan yang lebih konservatif adalah dengan menggantikan
handpiece high speed dengan bur fisur yang didukung oleh handpiece low speed.9 Menurut
Moore6 (2014) kecepatan bur yang ideal adalah 18.000 sampai 20.000 rpm.6

Banyak komplikasi yang mungkin terjadi setelah tindakan odontektomi. Perbandingan efek
antara penggunaan handpiece high speed dan low speed terhadap komplikasi setelah tindakan
odontektomi belum dipelajari secara jelas di berbagai literatur, sehingga penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara penggunaan handpiece high speed dan low
speed terhadap komplikasi yang dapat ditimbulkan setelah tindakan odontektomi.
Identifikasi masalah penelitian ini adalah bagaimana perbandingan penggunaan handpiece
high speed dan low speed terhadap komplikasi setelah odontektomi?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan penggunaan handpiece high
speed atau low speed yang memberikan efek lebih kecil terhadap pembengkakan, rasa nyeri,
emfisema, trismus dan dry socket setelah tindakan odontektomi molar ketiga rahang bawah.

Tinjauan Teoritis

Gigi impaksi adalah keadaan dimana gigi tidak erupsi secara normal ke rongga mulut
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Bisa disebabkan karena terhalang oleh tulang
maupun jaringan lunak. Gigi impaksi yang mendorong gigi lainnya dapat menyebabkan
kerusakan pada gigi tersebut. Gigi impaksi juga dapat menyebabkan gigi berjejal, infeksi,
pembengkakkan, rasa nyeri, kista, nyeri pada telinga, sakit kepala, nyeri pada leher dan kepala
dan bahkan tumor.22
Gigi molar ketiga maksila dan mandibular, kaninus maksila dan insisif sentral maksila
merupakan gigi yang paling sering terjadi impaksi. 23 Impaksi gigi molar ketiga mandibula
sering ditemukan pada praktek dokter gigi sehari-hari. Gigi ini tumbuh pada akhir masa
remaja atau awal usia 20-an.24

3
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Odontektomi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengambil gigi yang tidak erupsi
dan gigi yang erupsi sebagian atau sisa akar yang tidak dapat diekstraksi dengan teknik biasa.
Sebelum tindakan pasien akan di anestesi lokal, hal ini dapat dilakukan pada pasien yang
kooperatif. Pada pasien dengan tingkat ansietas tinggi, diberikan anestesi lokal ditambah
sedasi sadar, atau dengan anestesi umum. Anestesi umum khususnya diberikan pada kasus
impaksi yang sangat sulit, atau pada pasien yang tidak kooperatif, seperti penderita gangguan
mental. Pasien harus dirawat inap dan diberikan premedikasi seperlunya pada pra-bedah dan
saat pemulihan pasca bedah. Pada beberapa pasien ketika mengetahui memiliki gigi bungsu
impaksi, secara spontan menghendaki odontektomi walaupun tanpa keluhan. Hal tersebut
ditujukan untuk menghindari kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul kelak.25,26
Odontektomi lebih mudah dilakukan pada pasien usia muda saat mahkota gigi baru saja
terbentuk, sementara apeks gigi belum sempurna terbentuk. Jaringan tulang sekitar juga masih
cukup lunak sehingga trauma pembedahan minimal, tidak mencederai nervus atau jaringan
sekitar. Odontektomi pada pasien berusia di atas 40 tahun, tulangnya sudah sangat kompak
dan kurang elastis, juga sudah terjadi ankilosis gigi pada soketnya, menyebabkan trauma
pembedahan lebih besar, dan proses penyembuhan lebih lambat. Odontektomi kadang-kadang
perlu dilakukan pada dewasa tua, misalnya bila gigi impaksi tersebut diperkirakan akan
mengganggu stabilisasi gigi tiruan yang akan dipasang.27
Handpiece adalah sebuah instrument yang digunakan untuk memegang instrument putar
pada mesin dental. Tersedia dalam sejumlah bentuk dan ukuran yang berbeda - straight,
contra angle (ketika kepala miring terhadap poros) dan miniature. Handpiece adalah peralatan
yang berharga dan sangat sensitive karena merupakan instrumen presisi yang mengandung
banyak roda gigi.46,47
Berdasarkan pada kecepatannya49 handpiece dibedakan menjadi high speed dengan tingkat
kecepatan putaran antara 380.000 hingga 530.000 rpm (miniature dan standard head) dan
300.000 hingga 380.000 rpm (torque head). Sedangkan low speed dengan tingkat kecepatan
putaran 30.000 rpm (contra angle handpiece) dan 40.000 (straight nosecone/ clean head).
Rotary instrument memiliki beberapa karakteristik yaitu: (1) Kecepatan yang didefinisikan
sebagai jumlah rotasi per menit (RPM) atau berapa kali instrumen berputar, contohnya bur,
bur akan membuat putaran penuh selama satu menit, semakin tinggi rpm maka semakin cepat
kecepatan sebuah handpiece. Kecepatan tidak hanya mengacu pada rotasi per menit, tetapi
mengacu juga pada permukaan per unit waktu kontak yang alat ini miliki dengan permukaan
yang akan dipotong.50 ; (2) Tekanan (P)50 adalah efek yang yang dihasilkan dari dua faktor
yang berada pada kendali operator (P= f/a) yaitu: Gaya (f) – berdasarkan posisi gengaman

4
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
operator pada handpiece dan aplikasinya pada gigi, Luas (a) – jumlah luas permukaan alat
pemotong yang bersentuhan dengan permukaan gigi selama pemotongan; (3) Panas yang
dihasilkan oleh handpiece dipengaruhi oleh tekanan, rpm dan area gigi yang bersentuhan
dengan alat. Semakin tinggi tekanan yang diberikan, rpm/ kecepatan handpiece dan area yang
akan dipotong maka panas yang akan dihasilkan pun semakin tinggi.50,51
Produksi panas yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada pulpa secara permanen
pada temperatur 54°C. Jaringan tulang juga memiliki beberapa respon terhadap panas.
Erikson (1982)50 dalam penelitiannya menemukan urutan cedera tulang dan respon jaringan
tulang terhadap panas. Dalam penelitiannya mencatat respon jaringan terhadap panas sebagai
berikut:48,50 Di atas 40°C terdapat hiperemia dimana aliran darah meningkat; 47-50°C selama
satu menit tulang teresorpsi; 50-53°C selama 1 menit aliran darah statis dan kematian pada
vascular channels dalam dua hari; Pada 56°C alkaline phosphatase pada tulang akan
mengalami inaktivasi dengan cepat; Pada 60°C atau lebih aliran darah terhenti dan nekrosis
jaringan. Panas yang dihasilkan harus dikontrol dengan hati-hati dengan menggunakan
berbagai pendingin seperti air yang mengalir, seprotan air dan udara, atau semprotan udara.50
(4) Getaran bukan hanya sebagai faktor pengganggu utama bagi pasien tetapi juga
menyebabkan kelelahan bagi operator, keausan pada instrumen dan yang paling penting
adalah kerusakan pada gigi dan jaringan pendukung. Getaran merupakan hasil dari peralatan
yang digunakan dan kecepatan rotasi alat tersebut. efek dari getaran yang merusak adalah
amplitudo dan frekuensi modulasi yang tidak diinginkan. 50,5 (5) Torsi, yakni kemampuan
handpiece untuk menahan tekanan lateral pada instrumen putar tanpa mengurangi kecepatan
atau mengurangi efisiensi pemotongannya. Hal ini bergantung pada jenis bantalan poros yang
digunakan dan jumlah energi yang diberikan pada handpiece.50,12
Pengurangan tulang dapat memperlambat proses penyembuhan dan menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi setelah tindakan odontektomi molar ketiga rahang bawah.
Penggunaan handpiece high speed selama prosedur ini dapat menghantarkan panas yang
intens ke tulang sehingga dapat mengakibatkan komplikasi serius seperti osteomyelitis. Rasa
sakit setelah tindakan akibat trauma jaringan keras juga dapat berasal dari cederanya tulang
karena terkena instrument atau bur yang terlalu panas selama pembuangan tulang.51
Emfisema subkutan, komplikasi lain dari odontektomi molar ketiga terjadi ketika
handpiece high speed yang digerakkan udara digunakan untuk memotong gigi dan tulang,
udara terdesak masuk ke jaringan lunak melalui flap dan mengganggu jaringan yang
berdekatan. Ukuran flap untuk membuka akses menuju gigi yang impaksi dan tulang juga

5
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
berperan dalam kemungkinan terjadinya emfisema subkutan. Untuk alasan ini, handpiece low
speed dengan irigasi disarankan untuk digunakan selama pengurangan tulang.52

Metode Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini: Alat tulis; Informed consent;
Kuisioner; Handpiece high speed; Handpiece low speed; Bur high speed; Bur low speed;
Stik es krim; dan Tape measurement.
Populasi penelitian ini adalah pasien yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Maranatha Bandung untuk dilakukan odontektomi molar ketiga rahang bawah di Klinik
Bedah Mulut oleh spesialis Bedah Mulut.
Penelitian ini merupakan eksperimental semu yang dilakukan dengan menggunakan
rancagan desain RCT (Randomized Controlled Trials) dimana nantinya akan dibagi menjadi 2
kelompok. Kelompok 1 sebagai kelompok eksperimental (yang dilakukan odontektomi
menggunakan handpiece low speed) dan kelompok 2 sebagai kelompok kontrol (yang
dilakukan odontektomi menggunakan handpiece high speed).
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 20 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang dianggap
memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahannya secara mendalam dan dapat
dipercaya menjadi sumber data. Purposive sampling merupakan jenis non-probability
sampling yang menekankan karakteristik tertentu pada subjek penelitiannya.
Variabel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu variabel terikat/ dependent, yakni
komplikasi odontektomi (pembengkakan, rasa nyeri, emfisema, trismus, dry socket);
sedangkan variabel bebas/ independent, yakni handpiece low speed dan high speed
(Handpiece adalah instrumen yang digunakan untuk memegang instrumen putar pada mesin
dental atau pada unit mesin kondensasi. Handpiece high speed berkecepatan sekitar 300.000
rpm, sedangkan kecepatan handpiece low speed adalah sekitar 30.000 rpm.)
Pengujian statistik yang digunakan adalah repeated measure anova untuk membandingkan
perbedaan dari pre-operative, hari ke 1, 3, 5 dan 7. Kemudian pada data yang berdistribusi
normal diuji dengan uji T tidak berpasangan dan pada data yang tidak berdistribusi normal
diuji menggunakan Mann Whitney. Pengelolaan data menggunakan program komputer, yaitu
SPSS.

6
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Hasil Penelitian

Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap Trismus
Pada penelitian ini pengukuran trismus dinilai menggunakan Maximum Interincisal
Opening Distances (MID), yaitu mengukur jarak antara insisal gigi insisif rahang atas dan
gigi insisif rahang bawah dengan menggunakan stik es krim dengan ketebalan 2mm.
Pengumpulan data dilakukan pada sebelum tindakan dan pada hari ke 1, 3, 5, dan 7 setelah
tindakan. Berikut hasil pengukuran pembukaan mulut pada kedua kelompok:

Tabel 4. 1 Data Pengukuran Trismus


Kelompok
Hari
High Speed (cm) Low Speed (cm)
0 3,64 3,22
1 2,90 2,60
3 3,00 2,90
5 3,20 3,10
7 3,36 3,26

a. Hasil pengukuran pembukaan mulut untuk handpiece high speed


Rata-rata pengukuran jarak interinsisal saat sebelum tindakan adalah 3,64 cm. Setelah 24
jam rata-ratanya menjadi 2,90 cm dimana berdasarkan parameter derajat trismus rata-rata
pada hari ke 1 ini masuk ke dalam derajat 3. Pada hari ke 3 rata-ratanya meningkat menjadi
3,00 cm tetapi masih termasuk dalam derajat 3. Pembukaan mulut menjadi normal kembali
pada pengukuran hari 3 dan 7 dengan rata-rata 3,20 cm dan 3,36 cm.
b. Hasil pengukuran pembukaan mulut untuk handpiece low speed
Rata-rata pengukuran jarak interinsisal saat sebelum tindakan adalah 3,22 cm. Setelah 24
jam rata-ratanya menjadi 2,60 cm dimana berdasarkan parameter derajat trismus rata-rata
pada hari ke 1 ini masuk ke dalam derajat 3. Pada hari ke 3 rata-ratanya meningkat menjadi
2,90 cm tetapi masih termasuk dalam derajat 3. Pembukaan mulut menjadi normal kembali
pada pengukuran hari 3 dan 7 dengan rata-rata 3,10 cm dan 3,26 cm.

7
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Trismus (cm)
4
3.5
3
2.5 High Speed
2 Low Speed
1.5
1
0.5
0
P0 H1 H3 H5 H7

Diagram 4. 1 Perbandingan Trismus pada kelompok High Speed dan Low Speed

1. Analisis Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap
Trismus
Berdasarkan tabel di bawah dapat kita lihat bahwa pada hari pertama hingga hari ketiga
setelah tindakan pada kedua kelompok mulai terlihat adanya trismus derajat tiga (2-3 cm).
Jika dibandingkan pada kedua kelompok tidak terlihat perbedaan yang signifikan per
harinya (p>0,05).

Tabel 4. 2 Trismus Pada Kelompok Handpiece High Speed dan Low Speed
Handpiece
Variabel Waktu Pengamatan High Speed Low Speed Nilai p
X́ (SD) X́ (SD)
Trismus P0 3,64 (0,49) 3,22 (0,63) 0,112(b)
H1 2,90 (0,61) 2,60 (0,88) 0,386(b)
H3 3,00 (0,085) 2,90 (0,69) 0,776(b)
H5 3,20 (0,75) 3,10 (0,58) 0,742(b)
H7 3,36 (0,49) 3,26 (0,54) 0,812(a)
Nilai P (repeated measeure anova) 0,027 0,014
Keterangan : a superscript mann whitney test, b superscript independent t test

Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap


Pembengkakan
Pengukuran data pembengkakan diperoleh sebelum dan sesudah tindakan pada hari ke 1, 3,
5 dan 7 dengan menggunakan tape measurement. Pembengkakan diukur berdasarkan jarak 3
titik yaitu:

8
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Tabel 4. 3 Data Pengukuran Pembengkakan
Pembengkakan Waktu Pengamatan Handpiece
High Speed (cm) Low Speed (cm)
T-SM P0 11.7 12.35
H1 11.95 12.45
H3 12.4 12.5
H5 12.1 12.35
H7 11.8 12.35
T-Pog P0 15.1 15.35
H1 15.55 15.9
H3 15.9 15.8
H5 15.46 15.55
H7 15.19 15.35
Pog-Ang P0 12.15 12.4
H1 12.35 12.95
H3 12.61 12.7
H5 12.25 12.45
H7 12.22 12.4

a. Tragus – sudut mulut


1) High speed
Rata-rata ukuran jarak pada titik tragus ke sudut mulut sebelum tindakan adalah
11,70 cm. Setelah 24jam meningkat menjadi 11,95 cm. Kemudian meningkat kembali
pada hari ke 3 yang merupakan puncak pembengkakan pada titik ini yaitu 12,40 cm.
Pada hari ke 5 menjadi 12,10 cm dan setelah 1 minggu berkurang menjadi 11,79 cm.
2) Low speed
Rata-rata jarak titik tragus ke sudut mulut sebelum tindakan adalah 12,35 cm. Setelah
24jam meningkat menjadi 12,45 cm. Kemudian meningkat kembali pada hari ke 3 yang
merupakan puncak pembengkakan pada titik ini yaitu 12,50 cm. Pada kelompok ini
jarak titik tragus ke sudut mulut sudah kembali menjadi normal pada hari ke 5.

Tragus-Sudut Mulut (cm)


12.6
12.4
12.2
High Speed
12
Low Speed
11.8
11.6
11.4
11.2
P0 H1 H3 H5 H7

Diagram 4. 2 Perbandingan Kelompok High Speed Dan Low Speed Pada Titik Tragus-Sudut Mulut

b. Tragus – pogonion

9
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
1) High speed
Rata-rata ukuran jarak pada titik tragus ke pogonion sebelum tindakan adalah 15,10
cm. Setelah 24 jam jarak pada titik ini meningkat menjadi 15,55 cm. Kemudian
meningkat kembali pada hari ke 3 yang merupakan puncak pembengkakan pada titik ini
yaitu 15,90 cm. Pada hari ke 5 menjadi 15,46 cm dan setelah 1 minggu berkurang
menjadi 15,19 cm.
2) Low speed
Rata-rata ukuran jarak pada titik tragus ke pogonion sebelum tindakan adalah 15,35
cm. Setelah 24jam meningkat menjadi 15,90 yang merupakan puncak pembengkakan
pada titik ini. Kemudian mulai berkurang pada hari ke 3 yaitu 15,80 cm. Pada hari ke 5
menjadi 15,55 cm dan setelah 1 minggu sudah kembali normal menjadi 15,35 cm.

Tragus-Pogonion
16
15.8
15.6
High Speed
15.4 Low Speed
15.2
15
14.8
14.6
P0 H1 H3 H5 H7

Diagram 4. 3 Perbandingan Kelompok High Speed Dan Low Speed Pada Titik Tragus-Pogonion

c. Pogonion – angulus
1) High speed
Rata-rata ukuran jarak pada titik pogonion ke angulus sebelum tindakan adalah 12,15
cm. Setelah 24jam meningkat menjadi 12,35 cm. Kemudian meningkat kembali pada
hari ke 3 yang merupakan puncak pembengkakan pada titik ini yaitu 12,61 cm. Pada
hari ke 5 menjadi 12,25 cm dan setelah 1 minggu berkurang menjadi 12,20 cm.
2) Low speed
Rata-rata ukuran jarak pada titik pogonion ke angulus sebelum tindakan adalah 12,40
cm. Setelah 24jam meningkat menjadi 12,95 cm yang merupakan puncak
pembengkakan pada titik ini. Kemudian mulai berkurang pada hari ke 3 yaitu 15,70 cm.
Pada hari ke 5 menjadi 15,45 cm dan setelah 1 minggu sudah kembali normal menjadi
15,40 cm.

10
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Pogonion-Angulus
13.2
13
12.8
12.6 High Speed
Low Speed
12.4
12.2
12
11.8
11.6
P0 H1 H3 H5 H7

Diagram 4. 4 Perbandingan Kelompok High Speed Dan Low Speed Pada Titik Pogonion-Angulus

1. Analisis Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap
Pembengkakan
Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pembengkakan pada penggunaan
handpiece high speed dan low speed hampir sama dan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (p>0,05).

Tabel 4. 4 Perbandingan Pembengkakan pada Handpiece High Speed dan Low Speed

Handpiece
Pembengkakan Waktu Pengamatan High Speed Low Speed Nilai p
X́ (SD) X́ (SD)
T-SM P0 11,70 (0,79) 12,35 (0,85) 0,100(b)
H1 11,95 (0,60) 12,45 (0,76) 0,197(a)
H3 12,40 (0,57) 12,50 (0,97) 0,120(b)
H5 12,10 (0,61) 12,35 (0,88) 0,782(b)
H7 11,80 (0,89) 12,35 (0,88) 0,472(b)
Nilai P (repeated measure anova) 0,001 0,228
T-Pog P0 15,10 (0,99) 15,35 (1,60) 0,615(b)
H1 15,55 (0,93) 15,90 (1,35) 0,508(b)
H3 15,90 (0,84) 15,80 (1,42) 0,730(a)
H5 15,46 (0,87) 15,55 (1,40) 0,969(b)
H7 15,19 (1,04) 15,35 (1,60) 0,759(b)
Nilai P (repeated measure anova) 0,000 0,001
Pog-Ang P0 12,15 (0,67) 12,40 (0,97) 0,615(a)
H1 12,35 (0,67) 12,95 (0,83) 0,092(b)
H3 12,61 (0,79) 12,70 (0,75) 0,730(a)
H5 12,25 (0,75) 12,45 (0,90) 0,969(a)
H7 12,20 (0,75) 12,40 (0,97) 0,759(a)
Nilai P (repeated measure anova) 0,004 0,000
Keterangan : a superscript mann whitney test, b superscript independent t test

11
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap Rasa Nyeri
Rasa nyeri diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Pada kedua kelompok data
dikumpulkan pada hari ke 1, 3, 5 dan 7.

Nyeri
6.00
5.00
4.00 High Speed
3.00 Low Speed

2.00
1.00
0.00
H1 H3 H5 H7

Diagram 4. 5 Perbandingan Kelompok High Speed Dan Low Speed Pada Rasa Nyeri

1. Analisis Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap
Rasa Nyeri
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa derajat nyeri pada
penggunaan handpiece high speed dan low speed tidak terlalu berbeda jauh. Rata-rata pada
kedua kelompok teradapat penurunan derajat nyeri dari hari ke 1 sampai hari ke 7.

Tabel 4. 6 Derajat Nyeri pada Handpiece High Speed dan Low Speed
Headpiece
Variabel Waktu Pengamatan High Speed Low Speed Nilai p
X́ (SD ) X́ (SD)
Nyeri H1 5,30 (1,89) 5,20 (1,87) 0,907b)
H3 4,50 (1,35) 3,20 (1,48) 0,070(a)
H5 2,30 (1,25) 1,40 (1,35) 0,130(a)
H7 0,50 (0,97) 0,50 (1,08) 0,728(a)
Nilai P (repeated measeure anova) 0,000 0,000  
Keterangan : a superscript mann whitney test, b superscript independent t test

12
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Perbandingan Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Terhadap Emfisema
dan Dry Socket
Perbandingan komplikasi emfisema dan dry socket pada kedua kelompok di uji dengan
Mann-Whitney Test. Dari hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan pada kedua kelompok baik pada komplikasi emfisema ataupun dry socket (p value
> 0,05).

Tabel 4. 7 Emfisema dan Dry Socket pada Handpiece High Speed dan Low Speed
Handpiece
Variabel High Speed Low Speed Nilai p
N (%) N (%)
Emfisema
a. Ya 1 (10,0%) 0 (0,0%) 0,317(a)
b. Tidak 9 (90,0%) 10 (100,0%)
Dry Socket
a. Ya 0 (0,0%) 0 (0,0%) 1,000(a)
b. Tidak 10 (100,0%) 10 (100,0%)

Perbandingan Durasi Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed Saat
Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah
Pada handpiece low speed memerlukan waktu yang lebih lama untuk memotong tulang dan
gigi sehingga secara keseluruhan durasi penggunaan handpiece low speed lebih lama 1 menit
12 detik dari handpiece high speed.

1. Analisis Perbandingan Durasi Penggunaan Handpiece High Speed dan Low Speed
Saat Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kedua kelompok (p>0,05). Pada penggunaan handpiece high speed
memiliki rata-rata durasi 11,15 menit. sementara pada penggunaan low speed memiliki
durasi rata-rata 11,71 menit. Perbedaan durasi kedua instrument ini tidak jauh berbeda
namun penggunaan low speed memiliki durasi sedikit lebih lama dbadingkan dengan high
speed.

Tabel 4. 8 Durasi pada kelompok Handpiece High Speed dan Low Speed
Durasi (menit)
Handpiece Nilai p
Mean Std. Deviation

13
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
High Speed 11,15 5,80 0,734(a)
Low Speed 11,71 7,55
Keterangan : a superscript mann whitney test

Pembahasan

Usia merupakan salah satu faktor resiko yang berkaitan dengan komplikasi setelah
odontektomi. Pada usia yang lebih tua, diatas 40 tahun kepadatan tulang di sekitar gigi
impaksi lebih rigid sehingga mengharuskan dilakukannya pembuangan tulang yang lebih
banyak sehingga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi setelah tindakan. 53
Selain itu penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada remaja dibandingkan pada usia yang
lebih tua. Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga pada lansia akan
sangat mudah mengalami infeksi. Perubahan sistem imun ini diakibatkan karena adanya
perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T untuk
memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Selain itu odontektomi dilakukan
dengan teknik yang umum digunakan dan dilakukan oleh spesialis bedah mulut yang sama.
Pada kedua kelompok sama-sama sudah mengalami pembengkakan pada hari pertama
setelah tindakan, tetapi pada kelompok high speed pembengkakannya masih minimal. Apabila
diperhatikan lebih lanjut pada kelompok high speed puncak pembengkakan terjadi pada hari
ke 3 sedangkan pada kelompok low speed pada hari ke 1. Sebagian besar subjek pada
kelompok low speed sudah tidak mengalami pembengkakan pada hari ke 5 sedangkan pada
kelompok high speed tidak sepenuhnya pulih setelah 1 minggu. Pada hasil penelitian
kelompok high speed selisih pengukuran sebelum tindakan dan setelah tindakan lebih besar
dibandingkan kelompok low speed hal ini dikarenakan penggunaan handpiece high speed
panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan handpiece low speed. Panas yang dihasilkan
menyebabkan cedera dan rusaknya jaringan lunak dan jaringan keras sehingga terjadi
perubahan pada seluler, humoral dan vaskular. Setelah luka terjadi akan terjadi vasokontriksi
yang bertujuan untuk hemostasis untuk menghentikan perdarahan (5-10 menit). Selanjutnya
berlanjut ke fase inflamasi akut. Pada inflamasi akut terjadi perubahan yang terjadi dalam
hitungan menit dan bertahan selama beberapa jam atau hari. Pada fase ini terjadi vasodilatasi
dan terjadi ekstravasasi. Pada fase ini didominasi oleh edema dan eksudat neutrophil.
Neutrofil akan memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam
persiapan pembentukan jaringan baru. Secara umum neutrophil sangat aktif selama 3 hari

14
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
kemudian digantikan oleh makrofag. Peran makrofag dalam penyembuhan luka sendiri adalah
untuk mensintesis kolagen dan membentuk jaringan granulasi dan mempersiapkan proses
proliferasi. Reaksi pemulihan fase inflamasi terjadi dengan menggantikan sel yang mati
dengan sel yang hidup. Pada penggunaan handpiece high speed panas yang dihasilkan dapat
merusak sel osteoblas dan fibroblast lebih banyak dibandingkan low speed. Oleh karena itu
pembengkakan yang terjadi pun lebih besar dan lebih lama dibandingkan dengan kelompok
low speed.26,37
Pengurangan pembukaan mulut yang maksimum terlihat jelas pada 24 jam awal setelah
tindakan baik pada kelompok handpiece high speed dan low speed. Pembukaan mulut
meningkat secara bertahap setelah 24 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian Hanna 16 (2008)
yang menyatakan bahwa trismus mencapai maksimum sekitar 16 jam setelah tindakan
pembukaan mulut akan berkurang 30-90%, kemudian tetap konstan selama sekitar 24 jam dan
perlahan membaik meskipun pada beberapa orang pemulihan penuh tidak terjadi setelah satu
minggu.16 Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengurangan pembukaan mulut yang lebih
besar terjadi pada kelompok high speed hal ini dapat disebabkan karena pembengkakan yang
terjadi setelah tindakan juga lebih besar dibandingkan kelompok low speed. Pembengkakan di
sekitar bekas pembedahan akan menyebabkan perubahan jaringan sekitarnya dan muskulus
pengunyahan mengalami kontraksi sehingga akan menimbulkan trismus. Dapat disimpulkan
bahwa pembengkakan berbanding lurus dengan trismus, semakin bengkak maka kontraksi
pada muskulus pengunyahan semakin meningkat sehingga ketika rahang digerakan akan
terasa sakit sehingga pembukaan mulut pun berkurang.
Derajat rasa nyeri hari pertama pada kedua kelompok sama-sama berada di derajat nyeri
ringan dan rasa nyeri mulai berkurang seiring waktu. Hampir sebagian besar pada kedua
kelompok sudah tidak mengalami rasa nyeri sejak hari ke 5. Hal ini dikarenakan adanya
respon inflamasi yang menyebar ke otot pengunyahan dimana kejang pada otot merupakan
salah satu penyebab rasa nyeri. Adanya kejang pada otot dapat menekan pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia yang merupakan kondisi ideal untuk terjadinya pelepasan zat-zat kimia
atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin dan bradikinin yang dapat merangsang
saraf-saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri. Berdasarkan hasil penelitian
rasa nyeri pada kelompok low speed rata-rata lebih tidak merasa sakit dibandingkan
kelompok high speed, sesuai dengan data hasil penelitian dimana pada kelompok high speed
pembengkakan dan trismus lebih besar dibandingkan dengan kelompok low speed. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pembengkakan dan trismus merupakan salah satu faktor
penyebab nyeri. Setelah hemostasis tercapai dan respon imun bekerja maka sel-sel inflamasi

15
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
akan berhenti dan proses perbaikan jaringan dimulai. Sehingga pada hari ke 5 pasien sudah
tidak merasa nyeri dimana pada hari ke 5 sudah terjadi fase proliferasi.
Secara umum pada penelitian ini terjadi penurunan jumlah komplikasi dari hari ke 1
hingga hari ke 5 seiring dengan proses penyembuhan. Selain itu pada kelompok low speed
lebih menghasilkan komplikasi yang lebih sedikit dan proses penyembuhan lukanya berjalan
lebih cepat. Meskipun pengurangan tulang pada penggunaan handpiece low speed lebih
banyak daripada pada handpiece high speed. Tetapi panas yang dihasilkan dari handpiece
high speed lebih mempengaruhi proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan dapat
terhambat karena adanya komplikasi terutama trismus. Keterbatasan dalam membuka mulut
menyebabkan penurunan nutrisi, kesulitan menelan dan kebersihan mulut yang buruk. Nutrisi
juga berperan dalam proses penyembuhan.
Emfisema pada penelitian ini hanya ditemukan satu dari sepuluh subjek pada kelompok
high speed. Hal ini dapat disebabkan karena pada handpiece high speed pendingin untuk
mengurangi panas terdapat gabungan semprotan udara dan air. Udara yang dihasilkan dapat
masuk ke jaringan subkutan sehingga dapat terjadi emfisema. Sedangkan komplikasi dry
socket tidak ditemukan pada penelitian ini. Efek panas yang ditimbulkan dari bur yang
mengenai tulang alveolar pada penelitian ini tidak mengganggu pembekuan darah dan tidak
terjadi infeksi pada soket yang dapat menyebabkan inflamasi pada tulang alveolar. Sehingga
tidak terjadi pelepasan aktivator jaringan yang dapat mengubah plasminogen dalam clot
menjadi plasmin.
Pengaruh pengeburan dengan bur dan panas yang dihasilkan terhadap tulang alveolar
memiliki beberapa parameter seperti kecepatan handpiece itu sendiri, waktu pengaplikasian,
laju dan beban handpiece, laju alir pendinginan (air yang mengalir atau semprotan air dan
udara) serta ukuran bur, material dan desainnya. Pada penelitian ini impaksi yang dipilih
adalah impaksi kelas II A dimana posisi gigi tidak terlalu tertutup oleh tulang, sehingga
pembengkakan, trismus, nyeri, emfisema dan dry socket tidak terlalu terlihat.
Dapat disimpulkan, dari hasil penelitian menunjukan bahwa secara statistik tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara penggunaan handpiece high speed dan low speed terhadap
pengukuran pembengkakan dengan pita ukur di titik T-SM, T-Pog dan Pog-Ang (p>0,05)
setelah odontektomi molar ketiga rahang bawah. Emfisema hampir tidak ditemukan dalam
penelitian ini hanya 1 dari 20 sampel yang ada. Dry socket tidak ditemukan pada penelitian
ini. Pada derajat trismus juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan, selisih antara
kelompok high speed dan low speed tidak terlalu jauh hanya 1,2 mm. Derajat nyeri pada
kedua kelompok berada pada skala nyeri ringan dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

16
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
Simpulan Penelitian

Simpulan dari penelitian ini adalah berdasarkan dari hasil dan pembahasan didapatkan
hasil yang tidak bermakna secara statistik pada kejadian komplikasi. Namun secara klinis
didapatkan perbedaan dalam penggunaan handpiece high speed dan low speed terhadap
komplikasi setelah odontektomi molar ketiga rahang bawah di RSGM Maranatha.

Saran Penelitian

Saran sebagai tindak lanjut penelitian adalah sebagai berikut: Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan pada kelompok usia tertentu; dan
perlu dilakukan penelitian pada kelas impaksi lain yang lebih berat.

Daftar Pustaka

1. Adispati D, Winny Adriatoko, Abdul Rochim. Komplikasi post odontektomi gigi molar
ketiga rahang bawah impaksi. Jurnal PDGI; 2009: 58(2):20-4.
2. Firmansyah D, Iman T. Fraktur patologis mandibula akibat odontektomi gigi molar 3
bawah. Indonesian Journal of dentistry; 2008: 15(3): 192-5.
3. Fragiskos FD. Oral Surgery. Berlin Germany: Springer-verlag; 2007.
4. Miyamoto, I., Kaneuji, T., Shinya, K., Tsurushima, H. and Yoshioka, I. A Sectioning
Technique for Extraction of Impacted Third Molar by Using a Straight Handpiece and
Carbide Bur: Case Report. Open Journal of Stomatology; 2015: 5, 287-292.
5. Peterson LJ. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2 nd ed. London: Hamilton;
2004: 131.
6. Rajiv M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. London: Jaypee; 2014.
7. Yalcin S, Aktas I, Emes Y, Atalay B. Accidental Displacement of a High Speed
Handpiece Bur during Mandibular Thrid Molar Surgery: A Case Report. Oral Surgery,
Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and Edondontology; 2008: 105, 29-31.
8. Arai I, Aoki T, Yamazaki H, Ota Y, Kaneko A. Pneumomediastinum and Subcutaneous
Emphysema after Dental Extraction Detected Incidentally by Regular Medical Checkup :

17
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
A Case Report. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and
Edondontology; 2009: 107, 33-38.
9. Almendros M.N, Alaejos A.E, Quinteros B.M, Berini A.L, Gay E.C. Factors Influencing
the Prophylactic Removal of Asymptomatic Impacted Lower Thrid Molars. International
Journal of Oral and Maxillofacial Surgery; 2008: 37, 29-35.
12. Bhandary N, Desai A, Shetty YB. High speed handpieces. J Int Oral Health; 2014:
6(1):130-2.
16. Hanna K. The Effect of Handpiece Speed on Post-Operative Oedema after Surgical
Removal of Impacted Mandibular Third molar: A Limited Clinical Study; 2008.
22. Wayland J. Impacted Third Molars. Hoboken, NJ: Wiley & Sons, Inc; 2018.
23. Anwar N, Khan AR, Narayan KA, Ab Manan A Hj. A Six-year Review of The Third
Molar Cases Treated in the Dental Department of Penang Hospital in Malaysia. Dental
Research Journal; 2008: 5(2): hal 53-60.
24. Soelestiono H. Penatalaksanaan gigi impaksi molar ketiga mandibula sebagai penyebab
gangguan keharmonisan alat pengunyahan dan status kesehatan umum, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada,
Yogjakarta; 2008.
25. Archer, W.H.. Dentoalveolar Surgery: Oral and Maxillofacial Surgery. WB Saunders:
Philadelphia, Toronto; 1974.
26. Friedman J.W.. “The Prophylactic Extraction of Third Molars: A Public Health Hazard”.
Am J Public Health. vol 97; 2007.
27. Hupp, J.R.. Principles of Management of Impacted Teeth: Dalam Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery 5th ed.: India; 2008.
37. Diegelmann R, Evans M C. Wound Healing: An Overview of Acute, Fibrotic and
Delayed Healing. Frontiers in Bioscience; 2004; 9:283-289.
46. Barnett LV. The Manual of Dental Assisting. 4th Ed. Elsevier Saunders; 2005.
47. Mosby. Mosby’s Dental Dictionary. 2nd Ed. Elsevier; 2008.
48. Garg N, Garg A. Textbook of Operative Dentistry. Jaypee; 2010
49. Boyd L. Dental Instruments A Pocket Guide. 4th Ed. Elsevier; 2012.
50. Narayan GS, Kavitha L, Venkatesh B. Evolution and mechanism of dental handpieces-
An overview. International Journal of Current Research. Vol. 10, (02); 2018.
51. Miyamoto I, Kaneuji T, Shinya K. A Sectioning Technique for Extraction of Impacted
Third Molar by Using a Straight Handpiece and Carbide Bur. Open Journal of
Stomatology. Vol. 05; 2015.

18
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019
52. Motamedi, M.H.K. A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial Surgery:; 2013.
53. Bello S. a et al. Effect of age, impaction types and operative time on inflammatory tissue
reactions following lower third molar surgery. Head & face medicine; 2011: 7(1):8

19
Artikel Jurnal FKG UKM Bandung April 2019

Anda mungkin juga menyukai