Anda di halaman 1dari 3

Ananda Galuh Intan Prasetya

(05/XIA8)

Teks Resensi

Judul : Memory of Glass


Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerbit : Haru
Tahun terbit : 2020
Halaman : 360 halaman

“Padahal masa lalu itu adalah kumpulan tahun dan bulan, tapi aku tidak bisa
melihatnya. Apa yang aku dengar dan lihat, semuanya runtuh satu persatu. Seperti…
seperti kaca. Ini sama saja dengan tidak pernah memiliki ingatan.”
(halaman 352)

Memory of Glass merupakan novel ketujuh karya Akiyoshi Rikako. Dalam


karyanya kali ini, penulis lulusan Universitas Waseda itu kembali menunjukkan ciri
khas tulisannya. Mirip seperti karya - karya Akiyoshi sebelumnya, Memory of Glass
menyajikan alur yang apik dan memeras perasaan, dengan ending yang tidak akan
terduga. Dalam karyanya kali ini, Akiyoshi mengangkat topik yang lumayan berat,
yaitu mengenai demensia dan beratnya perjuangan merawat dan berbakti pada
orang tua.
Kashihara Mayuko, 40 tahun, melaporkan pada polisi bahwa ia telah melakukan
pembunuhan. Korban Mayuko adalah Gouda Mikinari, pelaku pembunuhan massal
20 tahun silam yang telah merenggut nyawa orangtua Mayuko. Namun begitu
Mayuko tersadar di rumah sakit setelah pingsan, ia tidak ingat kalau ia pernah
melapor, apalagi membunuh orang.
Dua detektif yang menyelidiki kasus ini adalah Kiritani Yuka dan Nomura Junji.
Selama penyelidikan, terungkap fakta bahwa Mayuko menderita gangguan fungsi
eksekutif otak yang mempengaruhi kemampuannya untuk mengingat. Memori
Mayuko hanya bertahan sekitar 10 - 20 menit saja. Ia telah mengalami gangguan itu
selama 20 tahun. Hal ini menyebabkan kemungkinan Mayuko untuk melakukan
pembunuhan menjadi dipertanyakan, meskipun bukti sementara yang ada sangat
memberatkan Mayuko.
Karena kesulitan dalam interogasi dan tidak adanya saksi mata, Yuka dan
Nomura hanya bisa mengandalkan pendapat orang terdekat Mayuko, meninjau TKP
dan mengecek alibi.
Di sisi lain, Yuka melihat kemiripan antara kondisi Mayuko dengan ibunya. Ibu
Yuka menderita demensia dini, sehingga Yuka harus bersusah payah membagi waktu
antara bekerja dan merawat ibunya. Yuka kagum kepada Matsuhiro, suami Mayuko,
yang setia merawat istrinya selama belasan tahun. Namun, dengan kemiripan itu,
Yuka kemudian bersimpati pada Mayuko, hal yang dilarang dalam ranah kerjanya.
Akhirnya, dengan penyelidikan yang berjalan sangat lambat serta munculnya
berbagai macam kemungkinan, Yuka dan Nomura harus dapat menemukan
kebenaran dibalik kasus Mayuko.
Berbeda dengan karya Akiyoshi sebelumnya yang kental dengan thriller dan
misteri, Memory of Glass memberikan nuansa baru, yakni emosional. Alur cerita
disajikan dengan apik dan tidak terkesan terburu - buru. Gaya penceritaan Akiyoshi
sukses mengaduk - aduk emosi pembaca dan membuat pembaca merasa bersimpati
pada tokoh - tokoh yang ada. Pesan moral yang coba disampaikan penulis juga dapat
tersampaikan dengan baik.
Memory of Glass merupakan novel ketujuh yang diterjemahkan ke bahasa
Indonesia. Dalam segi tata bahasa, hasil terjemahan sangat memuaskan. Tidak
terkesan kaku, bahasanya ringan dan mengalir. Penerjemah juga menyediakan
catatan kaki di beberapa halaman novel, sehingga pembaca dapat mengerti maksud
beberapa istilah dalam bahasa Jepang.
Dari segi fisik, cover novel ini juga sangat menarik. Sinopsis di cover belakang
juga ditulis dengan apik dan menimbulkan rasa penasaran. Pemilihan kertas putih
sebagai halaman juga tepat, karena mempermudah untuk membaca.
Memory of Glass diceritakan dalam 2 sudut pandang. Sudut pandang Mayuko
sebagai penderita demensia dan sudut pandang Yuka sebagai orang yang merawat
penderita demensia. Kedua sudut pandang ditulis secara bergantian di setiap bab.
Bagi beberapa orang, mungkin penulisan yang seperti ini terkesan membosankan
dan berulang - ulang. Di beberapa bagian novel juga ada penggambaran adegan yang
sedikit vulgar dan membuat tidak nyaman.
Meskipun novel ini mengangkat topik yang cukup berat, tetapi secara
keseluruhan Memory of Glass adalah literasi yang seru, hendaknya bagi pembaca
usia remaja dan dewasa. Novel ini mengajak pembaca untuk menilai suatu hal
dengan berbagai persepsi dan mempermainkan pola pikir pembaca tentang moral
secara umum. Di tengah genre romantisme yang mendominasi dunia sastra
Indonesia, Memory of Glass adalah gebrakan yang unik dan patut dibaca.

Kaidah kebahasaan

1. Banyak menggunakan konjungsi penerang seperti bahwa, yakni, yaitu


Contoh :
- Dalam karyanya kali ini, Akiyoshi mengangkat topik yang lumayan berat, yaitu
mengenai demensia dan beratnya perjuangan merawat dan berbakti pada orang tua.
- Berbeda dengan karya Akiyoshi sebelumnya yang kental dengan thriller dan
misteri, Memory of Glass memberikan nuansa baru, yakni emosional.
- Selama penyelidikan, terungkap fakta bahwa Mayuko menderita gangguan
fungsi eksekutif otak yang mempengaruhi kemampuannya untuk mengingat.
2. Banyak menggunakan konjungsi temporal : sejak, semenjak, kemudian, akhirnya
Contoh :
- Akhirnya, dengan penyelidikan yang berjalan sangat lambat serta munculnya
berbagai macam kemungkinan, Yuka dan Nomura harus dapat menemukan
kebenaran dibalik kasus Mayuko.
- Namun, dengan kemiripan itu, Yuka kemudian bersimpati pada Mayuko, hal
yang dilarang dalam ranah kerjanya.

3. Banyak menggunakan konjungsi penyebaban : sebab, karena


Contoh :
- Karena kesulitan dalam interogasi dan tidak adanya saksi mata, Yuka dan
Nomura hanya bisa mengandalkan pendapat orang terdekat Mayuko, meninjau TKP
dan mengecek alibi.
- Pemilihan kertas putih sebagai halaman juga tepat, karena mempermudah
untuk membaca.

4. Menggunakan pernyataan-pernyataan yang berupa saran atau rekomendasi pada


bagian akhir teks. Hal ini ditandai oleh kata jangan, harus, hendaknya, ayo, mari.
Contoh :
- Memory of Glass adalah literasi yang seru, hendaknya bagi pembaca usia
remaja dan dewasa.

Anda mungkin juga menyukai