Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kriteria Buku Pembelajaran
Sumber belajar yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun
kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku pelajaran, modul, diktat, dan
sebagainya pada umumnya menjadi rujukan utama dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, jika mutu buku tidak memenuhi standar mutu, terutama dalam
kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep (miskonsepsi, bahkan salah
konsep), buku tersebut menjadi sumber pembodohan, bukan sumber pencerdasan
anak didik. Buku demikian sangat berbahaya bagi dunia pendidikan.
Untuk membantu memudahkan sekolah atau masyarakat dalam memilih
buku pelajaran yang baik, terstandarisasi, dan sesuai dengan kebutuhan siswa
serta kebutuhan pengembangan pembelajaran, pedoman pemilihan buku
pembelajaran diperlukan. Buku yang dipilih harus buku yang memenuhi standar
kualitas yang baik dan terjamin, baik dari segi kebenaran dan kesesuaian konsep,
aspek penyajian, aspek bahasa, dan grafika.
Hal yang berkaitan dengan pemilihan bahan ajar, meliputi: (a) cara
penentuan jenis materi (apakah sesuai/tidak dengan kompetensi yang ingin dicapai
oleh siswa?); (b) kedalaman materi (apakah bahan ajar yang diberikan terlalu
dalam ataukah terlalu dangkal?); (c) ruang lingkup (apakah bahan ajar yang
diberikan terlalu luas ataukah terlalu sedikit?); (d) urutan penyajian (apakah
urutan penyajian yang diberikan runtut/tidak?); (e) perlakuan (treatment) terhadap
materi pembelajaran (terkait dengan cara penyajian materi). Sedang permasalahan
lain, adanya kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku
teks/buku paket. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku pegangan
guru&/siswa, seperti jurnal, surat kabar, majalah, internet/website, lingkungan,
nara sumber dari kalangan profesional/pakar bidang studi, dan sebagainya (Ruti
Diah Puspita Djelita, 2013).
2.2. Standar Pengembangan Buku Teks Pembelajaran

1
2

Buku teks pelajaran meliputi buku teks utama dan buku teks pelengkap.
Buku teks utama berisi bahan-bahan pelajaran suatu bidnag studi yang digunakan
sebagai buku pokok bagi siswa dan guru, sedangkan buku teks pelengkap adalah
buku yang sifatnya membantu atau merupakan tambahan bagi buku teks utama
dan digunakan oleh guru dan siswa. Dari sisi formal, buku teks pelajaran
diterbitkan oleh penerbit tertentu dan memiliki ISBN.
Buku teks pelajaran seharusnya mempunyai dua misi utama yaitu,
pertama, optimalisasi pegembangan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
procedural. Kedua, pengetahuan tersebut harus menjadi target utama dari buku
pelajaran yang digunakan di sekolah. Teknik, metode, atau pendekatan yang
dikembangkan oleh penulis dan penerbit buku tidak terlepas dari keterkaitan
dengan apa yang sedang diprogramkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional,
yaitu bahwa buku pelajaran harus mengacu pada kurikulum yang berlaku,
berorientasi pada keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan
kontekstual, teknologi, dan masyarakat, serta demonstrasi dan eksperimen. Selain
itu, suatu buku pelajaran harus dapat menggambarkan dengan jelas keterpaduan
atau keterkaitan dengan disiplin ilmu lainnya.
Setiap buku teks pelajaran diharapkan memenuhi standar-standar tertentu. Standar
yang dimaksud meliputi persyaratan, karakteristik, dan kompetensi minimum
yang harus terkandung di dalam suatu buku pelajaran. Standar penilaian
dirumuskan dengan melihat tiga aspek utama, yaitu materi, penyajian, dan
bahasa/keterbacaan.
a. Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam setiap
buku pelajaran adalah sebagai berikut : 1) kelengkapan materi; 2) keakuratan
materi; 3) kegiatan yang mendukung materi; 4) kemutakhiran materi; 5)
upaya meningkatan kompetensi siswa; 6) pengorganisasian materi mengikuti
sistematika keilmuan; 7) materi mengembangkan keterampilan dan
kemampuan berpikir; 8) materi meangsang siswa untuk melakukan inquiri;
9) penggunaan motasi, simbol, dan satuan.
Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan
kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksaan pembelajaran dapat
3

mencapai sasaran. Sasaran tersebut haru sesuai dengan Standar Kompetensi


dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya,
materi yang ditentukan untuk kegiatan pembalajaran hendaknya materi yang
benar-benar menunjang tercapainya stadar kompetensi dan kompetensi
dasar, serta tercapainya indikator.
b. Standar yang berkaitan dengan aspek penyajian yang harus ada dalam setiap
buku pelajaran adalah sebagai berikut : 1) organisasi penyajian umum; 2)
organisasi penyajian per bab; 3) penyajian mempertimbangkan
kebermaknaan dan kebermanfaatan; 4 melibatkan siswa secara aktif; 5)
mengembangkan proses pembentukan pengetahuan; 6) tampilan umum; 7)
variasi dalam cara penyampaian informasi; 8) meningkatkan kualitas
pembelajaran; 9) anatomi buku pelajaran; 10) memperhatikan kode etik dan
hak cipta; 11) memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian lingkungan.
c. Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/keterbacaan yang harus ada
dalam setiap buku pelajaran adalah sebagai berikut : 1) bahasa Indonesia
yang baik dan benar; 2) peristilahan; 3) kejelasan bahasa; 4) kesesuaian
bahasa; 5) kemudahan untuk dibaca (Amri, 2013).
2.3. Modul sebagai Sumber Belajar
Modul merupakan salah satu format dari sumber belajar berbasis cetakan,
sumber belajar berbasis cetakan adalah sumber belajar yang paling tua dan paling
banyak digunakan. Teks berbasis cetakan menuntut enam elemen yang perlu
diperhatikan pada saat merancang, yaitu konsistensi, format, organisasi, daya
tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong (Azhar Arsyad, 2013)
Menurut Trianto (2009), modul merupakan buku panduan bagi siswa dalam
kegiatan pembelajaran yang memuat materi pembelajaran, kegiatan penyelidikan
berdasarkan konsep, kegiatan sains, informasi, dan contoh-contoh penerapan sains
dalam kehidupan sehari-hari. Modul juga dirancang secara khusus sehingga
dipelajari siswa secara mandiri. Merupakan program pembelajaran utuh, disusun
secara sistematis, mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur.
4

Dari pengertian tersebut, maka modul juga dapat dikatakan sebagai sumber
belajar karena memuat materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan mengacu
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.4. Pengertian Modul
Wujud bahan ajar ini adalah buku teks yang digunakan panduan siswa
untuk belajar pembelajaran menulis karya ilmiah. Bahan ajar ini didesain untuk
digunakan secara klasikal atau berkelompok. Hal ini didasarkan pada salah satu
dari tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu learning community
atau belajar dalam kelompok-kelompok. Aspek yang dikaji dalam wujud bahan
adalah (1) aspek isi, (2) aspek penyajian, (3) aspek bahasa, dan (4) aspek
kegrafikaan (Millatuz Zakiyah, 2012).
Bahan ajar adalah sarana belajar yang biasa dipergunakan di sekolah-
sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pembelajaran
(Vinta A.Tiarani, 2011).
Bahan ajar merupakan media dan sumber belajar yangg memiliki
kedudukan yang strategis, karena pengembangannya mencakup pertanyaan-
pertanyaan: (1) sejauh mana tingkat kesiapan pebelajar mencapai tujuan?; (2)
metode proses pembelajaran apa yang dibutuhkan guna mencapai tujuan yang
relevan dengan karak-teristik pebelajar?; (3) media dan atau sumber belajar apa
saja yang sesuai?; (4) dukungan apa selain faktor pembelajar yang dijumpai pada
sumber-sumber belajar yang dibutuhkan untuk menyukseskan belajar?; (5)
bagaimanakah keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan?; dan (6) hal-
hal apa yang perlu dilakukan guna memperbaiki proses pembelajaran?
(Mohammad Harijanto, 2007).
Dari ketiga pengertian modul tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul
adalah suatu bahan ajar yang dirancang secara utuh dan sistematis agar peserta
didik dapat belajar mandiri, memuat tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran dan evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran
tersebut, dan dapat memotivasi peserta didik.
2.5. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Modul
5

Menurut Hamdani (2010), salah satu tujuan penyusunan modul adalah


menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan
mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan
karakteristik materi ajar dan karakterisktik siswa, serta setting atau latar belakang
lingkungan sosialnya.

Bahan ajar merupakan salah satu alat teknologi pendidikan yang memberi
keuntungan antara lain: (1) membantu guru melaksanakan kurikulum, (2)
pegangan dalam menentukan metode pembelajaran, (3) memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau mempelajari pelajaran baru,
dan (4) memberi kontinuitas pelajaran di kelas yang berurutan sekalipun guru
berganti. Bahan ajar adalah sarana belajar yang biasa dipergunakan di sekolah-
sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pembelajaran
(Vinta A.Tiarani, 2011).
Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang terjadi atas buku, tape recorder, kaset,
video camera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, dan
computer.Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsanagn
kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa
(Hamdani 2011).
Dilihat dari manfaat bahan ajar di atas, semakin meyakinkan bahwa
pengembangan bahan ajar sangat penting dan mendesak untuk dilaksanakan.
Dengan pengembangan bahan ajar secara sistemik dan berkesinambungan akan
dihasilkan bahan ajar yang sangat dibutuhkan khususnya oleh siswa sekolah
menengah, sehingga kesulitan-kesulitan siswa dalam memiliki bahan ajar akan
dapat segera diatasi dan motivasi serta hasil belajar siswa diharapkan dapat
meningkat.
Modul memiliki berbagai manfaat, baik ditinjau dari kepentingan siswa maupun
dari kepentingan guru. Bagi siswa, modul bermanfaat sebagai berikut :
a. Siswa memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mandiri
6

b. Belajar menjadi lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di
luar jam pelajaran
c. Berkesempatan mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai dengan
kemampuan dan minatnya
d. Berkesempatan menguji kemampuan diri sendiri dengan mengerjakan
latihan yang disajikan dalam modul
e. Mampu membelajarkan diri sendiri
f. Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan
lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Bagi guru, penyusunan modul bermanfaat karena :
a. Mengurangi kebergantungan terhadap ketersediaan buku teks
b. Memperluas wawasan karena disusun dengan menggunakan berbagai
referensi
c. Menambah kazanah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis bahan ajar
d. Membangun komunikasi yang efektif antara dirinya dan siswa karena
pembelajaran tidak harus berjalan secara tatap muka
e. Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan
2.6. Karakteristik Modul
Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar,
pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan sebagai
modul :
1. Self Instruction
Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut
memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak
lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus :
a. Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan
pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b. Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang
kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas
c. Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan
materi pembelajaran
7

d. Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan


untuk mengukur penguasaan peserta didik
e. Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau
konsteks kegiatan dan lingkungan peserta didik
f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif
g. Terdapat rangkuman materi pembelajaran
h. Terdapat instrument penilaian, yang memungkinkan peserta didik
melakukan penilaian mandiri (self assessment)
i. Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi
j. Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung
materi pembelajaran dimaksud.
2. Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang
dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah
memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara
tuntas, karena materi belajar dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika
harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar
kompetensi/kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan keluasan standar kompetensi/ dasar, harus dilakukan dengan hati-
hati dan memperhatikan keluasan standar kompetensi/kompetensi dasar yang
harus dikuasai oleh peserta didik.
3. Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Stand Alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak
bergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak
perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada
modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada
bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak
dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.
4. Adaptif
8

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap


perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat kelas (hardware).
5. Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Modul hendaknya juga memnuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai
dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Pemggunaan bahasa
yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum
digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly (Daryanto, 2013).
2.7. Prosedur Penyusunan Modul
Modul pembelajaran disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan
suatu modul, implementasi, penilaian, evaluasi, dan validasi, serta jaminan
kualitas. Pengembangan suatu modul dilakukan dengan tahapan yaitu menetapkan
strategi pembelajaran dan media, memproduksi modul, dan mengembangkan
perangkat penilaian. Dalam konteks ini, pengembangan suatu modul ditetapkan
bedasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh
guru. Adapun kerangka modul pada pedoman ini telah ditetapkan, sehingga
sekolah dimungkinkan untuk langsung menerapkan atau dapat memodifikasi
sesuai dengan kebutuhan tanpa harus mengurangi ketentuan-ketentuan minimal
yang harus ada dalam suatu modul.
Materi atau isi modul yang ditulis harus sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang disusun. Isi modul mencakup substansi yang
dibutuhkan untuk menguasai suatu kompetensi. Sangat disarankan agar satu
kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu modul, tapi dengan pertimbangan
karakteristik khusus, keluasan dan kompleksitas kompetensi, sehingga
dimungkinkan satu kompetensi dikembangkan menjadi lebih dari satu modul.
Selanjutnya, satu modul disarankan terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran.
Apabila pada standar kompetensi yang ada pada kurikulum/silabus/RPP ternyata
9

memiliki dari 4 kompetensi dasar, maka sebaiknya dilakukan reorganisasi standar


kompetensi dan kompetensi dasar terlebih dahulu.
2.7.1. Langkah-langkah Penyusunan Modul
Penulisan modul dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Analisis Kebutuhan Modul
Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis silabus dan
RPP untuk memperoleh informasi modul yang dibutuhkan peserta didik dalam
mempelajari kompetensi yang telah diprogramkan. Nama atau judul modul
sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi yang telah terdapat pada silabus dan
RPP. Pada dasarnya tiap satu standar kompetensi dikembangkan menjadi satu
modul dan satu modul terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran.
Tujuan analisis kebutuhan modul adalah untuk mengidentifikasi dan
menetapkan jumlah dan judul modul yang harus dikembangkan dalam satu satuan
program tertentu. Satuan program tersebut dapat diartikan sebagai satu tahun
pelajaran, satu semester, satu mata pelajaran atau lainnya.
Analisis kebutuhan modul sebaiknya dilakukan oleh tim, dengan anggota
terdiri atas mereka yang memiliki keahlian pada program yang dianalisis. Analisis
kebutuhan modul dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
a. Tetapkan satuan program yang akan dijadikan batas/lingkup kegiatan.
Apakah merupakan program tiga tahun, program satu tahun, program
semester, atau lainnya.
b. Periksa apakah sudah ada program atau rambu-rambu operasional untuk
pelaksaan program tersebut. Missal program tahunan, silabus, RPP, atau
lainnya. Bila ada, pelajari program-program tersebut.
c. Identifikasi dan analisis standar kompetensi yang akan dipelajari, sehingga
diperoleh materi pembelajaran yang perlu dipelajari untuk menguasai
standar kompetensi tersebut.
d. Selanjutnya, susunan dan organisasi satuan atau unit bahan belajar yang
dapat mewadahi materi-materi tersebut. Satuan atau unit ajar ini diberi
nama, dan dijadikan sebagai judul modul.
10

e. Dari daftar satuan atau unit modul yang dibutuhkan tersebut, identifikasi
mana yang sudah ada dan yang belum ada/tersedia di sekolah.
f. Lakukan penyusunan modul berdasarkan prioritas kebutuhannya.
Setelah kebutuhan modul ditetapkan, langkah berikutnya adalah membuat
peta modul. Peta modul adalah tata letak atau kedudukan modul pada satu satuan
program yang digambarkan dalam bentuk diagram. Pembuatan peta modul
disusun mengacu kepada diagram pencapaian kompetensi yang termuat dalam
kurikulum. Setiap judul modul dianalisis keterkaitannya dengan judul modul yang
lain dan diurutkan penyajiannya dengan urutan pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Pemetaan modul dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :

Gambar 2.1. Pemetaan Modul


2. Desain Modul
Desain penulisan modul yang dimaksud disini adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru. Di dalam RPP telah memuat
strategi pembelajaran dan media yang digunakan, garis besar materi pembelajaran
11

dan metoda penilaian serta perangkatnya. Dengan demikian, RPP diacu sebagai
desain dalam penyusunan/penulisan modul.
Penulisan modul belajar diawali dengan menyusun buram atau draft/konsep
modul. Modul yang dihasilkan dinyatakan sebagai buram sampai dengan
selesainya proses validasi dan uji coba. Bila hasil uji coba telah dinyatakan layak,
barulah suatu modul dapat diimplementasikan seca riil di lapangan.
Langkah-langkah penyusunan buram (konsep) modul dapat dilihat pada alur
berikut ini :

Gambar 2.2. Penyusunan Buram/Konsep Modul


3. Impelementasi
Impelementasi modul dalam kegiatan belajar dilaksanakan sesuai dengan
alur yang telah digariskan dalam modul. Bahan, alat, media dan lingkungan
belajar yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran diupayakan dapat dipenuhi
12

agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran dilaksanakan


secara konsisten sesuai dengan skenario yang ditetapkan.
4. Penilaian
Penilaian hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan
peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang ada dalam modul.
Pelaksanaan penilaian mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan di dalam
modul. Penilaian hasil belajar dilakukan menggunakan instrument yang telah
dirancang atau disiapkan pada saat penulisan modul.
5. Evaluasi dan Validasi
Modul yang telah dan masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran, secara
periodik harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dimaksudkan untuk
mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan modul
dapat dilaksanakan sesuai dengan desain pengembangannya. Untuk keperluan
evaluasi dapat dikembangkan suatu instrumen evaluasi yang didasarkan pada
karakteristik modul tersebut. Instrumen ditujukan baik untuk guru maupun peserta
didik, karena keduanya terlibat langsung dalam proses implementasi suatu modul,
dengan demikian hasil evaluasi dapat objektif.
Validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul dengan
kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi modul sesuai, artinya efektif
untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka modul
dinyatakn valid (sahih). Validasi dapat dilakukan dengan cara meminta bantuan
ahli yang menguasai kompetensi yang dipelajari. Bila tidak ada maka dilakukan
oleh sejumlah guru yang mengajar pada bidang atau kompetensi tersebut.
Validator membaca ulang dengan cermat isi modul. Validator memeriksa, apakah
tujuan belajar, uraian materi, bentuk kegiatan, tugas, latihan atau kegiatan lainnya
yang ada diyakini dapat efektif untuk digunakan sebagai media menguasai
kompetensi yang menjadi target belajar. Bila hasil validasi ternyata menyatakan
bahwa modul tidak valid maka modul tersebut perlu diperbaiki sehingga menjadi
valid.
13

Gambar 2.3. Validasi Modul


6. Jaminan Kualitas
Untuk menjamin bahwa modul yang disusun telah memenuhi ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan dalam pengembangan suatu modul, maka selama
proses pembuatannya perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa modul telah
disusun sesuai dengan desain yang ditetapkan. Demikian pula, modul yang
dihasilkan perlu diuji apakah telah memenuhi setiap elemen mutu yang
berpengaruh terhadap kualitas suatu modul.
Untuk kepentingan penjaminan mutu suatu modul, dapat dikembangkan
suatu standar operasional prosedur dan instrumen untuk menilai kualitas suatu
modul.

2.7.2. Penulisan Modul


1. Kerangka Modul
Sebaiknya dalam pengembangan modul dipilih struktur atau kerangka
yang sederhana dan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.
Struktur penulisan modul dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pembuka, inti
dan penutup seperti diuraikan berikut ini (Depdiknas, 2008):
1. Bagian Pembuka
14

a. Judul
Judul modul perlu menarik dan memberi gambaran tentang materi yang
dibahas.
b. Daftar Isi
Daftar isi menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik-topik tersebut
diurutkan berdasarkan urutan kemunculan dalam modul. Daftar isi juga
mencantumkan nomor halaman untuk memudahkan pembelajar menemukan
topik.
c. Peta Informasi
Modul perlu menyertakan peta informasi. Pada daftar ini akan terlihat
topik apa saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan antar topik tersebut.
Pada peta informasi akan diperlihatkan kaitan antar topik dalam modul.
d. Daftar Tujuan Kompetensi
Penulisan tujuan kompetensi membantu pembelajar untuk mengetahui
pengetahuan, sikap atau keterampilan apa yang dapat dikuasai setelah
menyelesaikan pembelajaran.
e. Tes Awal
Pembelajar perlu diberi tahu keterampilan atau pengetahuan awal apa
saja yang diperlukan untuk dapat menguasai materi dalam modul.

2. Bagian Inti
a. Pendahuluan/Tinjauan Umum Materi
Pendahuluan pada suatu modul berfungsi untuk memberikan gambaran
umum mengenai isi materi modul, meyakinkan pembelajar bahwa materi
yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka, meluruskan harapan
pembelajar mengenai materi yang dipelajari, mengaitkan materi yang telah
dipelajari dengan materi yang akan dipelajari dan memberikan petunjuk
bagaimana mempelajari materi yang akan disajikan.
b. Hubungan dengan materi atau pelajaran yang lain
Materi pada modul sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang
perlu dipelajari tersedia dalam modul
15

c. Uraian Materi
Uraian materi merupakan penjelasan secara terperinci tentang materi
pembelajaran yang disampaikan dalam modul. Di dalam uraian materi setiap
kegiatan belajar, baik susunan dan penempatan naskah, gambar, maupun
ilustrasi diatrus sedemikian rupa sehingga informasim mudah dimengerti.
d. Penugasan
Penugasan dalam modul perlu untuk menegaskan kompetensi apa yang
diharapkan setelah mempelajari modul. Penugasan juga menunjukkan kepada
pembelajar bagian mana dalam modul yang merupakan bagian penting.
e. Rangkuman
Rangkuman merupakan bagian dalam modul yang menelaah hal-hal
pokok dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada bagian
akhir modul.
Bagian Penutup
a. Glosarry atau daftar istilah
Glossary berisikan defenisi-defenisi konsep yang dibahas dalam modul.
Defenisi tersebut diringkas dengan tujuan untuk mengingat kembali konsep
yang telah dipelajari.
b. Tes Akhir
Tes akhri merupakan latihan yang dapat pembelajar kerjakan setelah
mempelajari suatu bagian dalam modul.
c. Indeks
Indeks memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman di
mana istilah tersebut dapat ditemukan.
Kerangka modul tersusun sebagai berikut :
Kata Pengantar
Daftar Isi
Peta Kedudukan Modul
Glosarium
I. PENDAHULUAN
A. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
16

B. Dekskripsi
C. Waktu
D. Prasyarat
E. Petunjuk Penggunaan Modul
F. Tujuan Akhir
G. Cek Penguasaan Standar Kompetensi
II. PEMBELAJARAN
A. Pembelajaran 1
1. Tujuan
2. Uraian Materi
3. Rangkuman
4. Tugas
5. Tes
6. Lembar Kerja Praktik
B. Pembelajaran 2 – n (dan seterusnya, mengikutijumlah pembelajaran yang
dirancang)
1. Tujuan
2. Uraian Materi
3. Rangkuman
4. Tugas
5. Tes
6. Lembar Kerja Praktik

III. EVALUASI
A. Tes Kognitif
B. Tes Psikomotorik
C. Penilaian Sikap
KUNCI JAWABAN
DAFTAR PUSTAKA
2.8. Pengembangan Modul
17

Setelah tahap penulisan modul telah selesai, maka modul dapat


dikembangkan dengan melakukan dua langkah berikut ini, langkah yang yang
pertama adalah review dan yang kedua adalah uji coba. Suatu modul yang telah
selesai disusun, sekalipun penyusunannya sudah menempuh langkah-langkah
yang baik, namun tetap dipelukan perbaikan baik yang menyangkut isi maupun
efektivitasnya. Kegiatan perbaikan yang dimaksud adalah review dan uji coba.
Proses review dan uji coba dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan dari
beberapa orang terhadap modul yang akan disusun, sehingga akan diperoleh
masukan dalam upaya perbaikan modul yang telah selesai disusun.
2.8.1. Review
Kegiatan review adalah kegiatan dimana pembuat modul meminta beberapa
orang untuk membaca draft modul, mengkritisi, dan memberikan komentar
terhadap draft modul. Orang terkait yang dapat mereview draft modul tersebut,
adalah ahli materi bidang studi, ahli pembelajaran, tutor/guru sebagi teman
sejawat.
Sesuai dengan tujuannya untuk memperoleh masukan dalam rangka
perbaikan draft modul, maka komentar yang harus mereka sampaikan pada
dasarnya meliputi, isi materi yang disajikan, dan teknik penyajian atau efektivitas
pembelajaran (Daryanto, 2013).
2.8.2. Uji Coba Modul
Uji coba modul yang dimaksudnya di sini adalah mencobakan draft modul
kepada beberapa orang sampel sasaran belajar calon peserta didik. Penulis modul
meminta sampel sasaran mempelajari dan akan diberikan tes sebagai hasil uji coba
untuk dasar merevisi modul yang ditulis (Daryanto, 2013).
2.9. Belajar dan Hasil Belajar
Menurut Djamarah, (2008) belajar adalah proses perubahan perilaku
berkat pengalaman dan latihan. Perubahan perilaku baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek
organisme atau pribadi.
Menurut Aunurrahman, (2012) belajar merupakan proses internal. Yang
terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah
18

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat
diamati secara tidak langsung. Proses belajar tersebut tampak melalui perilaku
siswa mempelajari bahan belajar.
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang
dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran, pengalaman (proses) belajar-mengajar,
dan hasil belajar (Nana Sudjana, 2009).

Belajar merupakan tindakan dan prilaku siswa yang kompleks. Sebagai


tindakan, maka belajar hanya di alami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar tejadi berkat siswa
memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari
oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tubuhan, manusia,
atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang sesuatu hal
tersebut tampak sebagai prilaku belajar yang tampak dari luar (Dimyati dan
Mudjiono, 2013).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013) , hasil belajar merupakan hal yang
dapat di pandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih
baikdibandingkan pada saat sebelumnya. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di
akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.

Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan


latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap
aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi
pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil
belajar (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006).

Menurut Zainal Arifin, (2011) mengoptimalkan proses dan hasil belajar


berarti melakukan berbagai upaya perbaikan agar proses belajar dapat berjalan
dengan efektif dan hasil belajar dapat diperoleh secara optimal. Proses belajar
19

dapat dikatakan efektif apabila peserta didik aktif (intelektual, emosional, sosial)
mengikuti kegiatan belajar, berani mengemukakan pendapat, bersemangat, kritis
dan kooperatif. Begitu juga dengan hasil belajar yang optimal dapat dilihat dari
ketuntasan belajarnya, terampil, dan memiliki apresiasi yang baik terhadap
pelajaran.

2.10. Pendidikan Karakter


Mendiknas mengingatkan pentingnya pengembangan karakter pribadi
sebagai basis untuk mencapai sukses. Meski dianggap penting dan sering
didengungkan, sampai sekarang tidak ada wujud nyata berupa kebijakan dalam
dunia pendidikan berkaitan dengan pendidikan karakter. Menurut Roestiyah,
(2012), di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa
dapat belajar efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan untuk
memantapkan siswa menguasai pengetahuan terutama karakter (sikap).
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena
kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa.
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), menurut Frans Magnis,
harus dapat menanamkan tiga nilai pada setiap anak didik. Yakni, kemampuan
menyatukan nilai, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan mempunyai rasa peka
terhadap orang lain.
Kemendiknas berencana memasukkan pendidikan budaya daan karakter
bangsa dalam materi pelajaran 2010. Namun, Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) Mohammad Nuh mengakui bahwa mengukur kesuksesan siswa
terhadap pendidikan budaya dan karakter bangsa ini memang sulit (Masnur
muslich, 2010)
2.11. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah pola atau patron yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran, sesuai dengan kelas, tingkat pendidikan, jenis
pendidikan, tingkat kemajuan anak dan kemampuan anak. Mempergunakan model
pembelajaran bertujuan untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan pencapaian
tujuan pembelajaran. Indikatornya adalah guru dan siswa fokus pada materi
20

pembelajaran, guru mudah mentransfer isi pelajaran kepada siswa, siswa juga
mudah menangkap isi pelajaran tersebut. Waktu yang tersedia untuk satu materi
secara efisien dan efektif dapat dimanfaatkan secara maksimal. Ketertarikan dan
minat siswa dalam mengikuti pembelajaran cenderung tinggi.
Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran,
tentu diperlukan model-model mengajar yang dipandang mampu mengatasi
kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan belajar peserta
didik. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan kegiatan.
Model dapat dipahami sebagai :
1. Suatu tipe atau desain
2. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses
visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati.
3. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai
untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa.
4. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan
realitas yang disederhanakan
5. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner,
6. Penyajian diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk
aslinya (Syaiful Sagala, 2003).
2.11.1 Model Cooperative Problem Based Learning (CPBL)
Model cooperatif problem based learning adalah model pembelajaran
kooperatif berbasis masalah yang merupakan kombinasi PBL dan CL untuk
menekankan belajar dan pemecahan masalah dalam tim siswa kecil (terdiri dari 3-
5 siswa) di kelas menengah, hingga 60 siswa untuk satu floating staf akademik
atau fasilitator. Model CPBL, yang menggabungkan pembelajaran kooperatif
kedalam siklus PBL memberikan panduan langkah demi langkah bagi siswa untuk
memecahkan masalah realistis yang membantu mereka mengontekstualisasikan
konten baru yang mereka miliki untuk belajar. Kerangka CPBL dirancang untuk
sengaja mendorong siswa mengembangkan tim keterampilan kerja (Yusof dalam
Shofia, 2014).
21

Menurut Suharta dan Luthan (2013) model pembelajaran kooperatif


berbasis masalah mempunyai beberapa kelebihan antara lain siswa ditantang
untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga seluruh kemampuan
siswa baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat berkembang selama
proses pembelajaran. Disamping itu siswa dilatih untuk berfikir secara divergen
yaitu berpikir kritis-analitis-sistematis-logis.
Dalam model CPBL, siswa dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan
dengan materi ajar. Disamping itu, permasalahan yang diungkap harus dikaitkan
dengan tingkat perkembangan berpikir anak didik.
Dengan adanya permasalahan yang harus diselesaikan dalam proses
pembelajaran maka siswa akan aktif belajar. Dalam diri siswa dapat berkembang
aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Selanjutnya permasalahan tersebut
diselesaikan dengan pembelajaran kooperatif. Penyelesaian masalah dengan cara
pembelajaran kooperatif tersebut dapat meningkatkan kepekaan dan
kesetiakawanan social, membangun persahabatan dan menghilangkan sifat
mementingkan diri sendiri, mengembangkan keterampilan sosial untuk
memelihara hubungan saling membutuhkan, meningkatkan kegemaran berteman
tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, etnis, kelas sosial dan
agama.
Teori belajar yang melandasi model pembelajaran kooperatif berbasis
masalah ada empat, yaitu
1. Teori belajar dari Jean Piaget dan pandangan kontruktivisme. Secara garis
besar memiliki prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik
secara personal maupun social, pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke
siswa melainkan dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar, siswa aktif
mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi pemahaman konsep
ilmiah, guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
pembentukan pengetahuan siswa dapat terjadi dengan mudah.
2. Teori belajar David Ausubel. Teori ini dikenal dengan belajar bermakna yaitu
proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Ini artinya bahwa
22

pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi melainkan siswa menemukan


kembali.
3. Teori belajar Vygotsky. Teori ini sejalan dengan teori Piaget yang meyakini
bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang, dan ketika siswa berusaha untuk
memecahkan masalah yang dimunculkan. Perbedaannya dengan Piaget
dimana vygotsky member tempat yang lebih penting pada aspek sosial dengan
teman lain membentuk ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
siswa.
4. Teori belajar Jerome S.Brun er. Teori ini dikenal dengan metode
penemuannya, yang dimaksud dengan penemuan disini adalah siswa
menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar- benar baru.
Siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta didukung oleh
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-
benar bermakna.
Menurut Suharta dan Luthan (2013) sintamatik dari model pembelajaran
koopertif berbasis masalah sebagai berikut:
1. Guru mengungkapkan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran agar siswa tahu persis
kompetensi apa yang harus dikuasai.
b. Guru memotivasi siswa agar siswa dapat semangat dalam belajar.
2. Guru memberikan masalah belajar
a. Rumusan masalah pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi inti,
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran.
b. Rumusan masalah pembelajaran disesuaikan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa.
c. Rumusan masalah pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Guru mengatur siswa ke dalam kelompok belajar.
a. Setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa, dengan
mempertimbangkan keragaman kemampuan, jenis kelamin, suku, agama,
dan seterusnya.
23

b. Anggota kelompok dapat berganti setiap berganti pokok bahasan baru.


4. Siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah pembelajaran.
a. Siswa berdiskusi untuk menjawab permasalahan yang disampaikan guru
dengan berpedoman pada buku ajar kimia dan sumber lain yang relevan.
b. Siswa menuliskan jawaban permasalahan pada lembaran kertas atau dapat
menggunakan computer.
c. Guru mencatat aktivitas setiap siswa pada lembar penilaian observasi dan
catatan penilaian ini berpengaruh terhadap nilai akhir setiap siswa.
5. Siswa mempresentasikan hasil kerja mereka, diikuti dengan pertanyaan dan
jawaban.
a. Secara bergiliran setiap kelompok siswa menyampaikan hasil kerja
kelompoknya secara bergantian.
b. Setiap siswa dalam kelompoknya mendapat bagian untuk menyampaikan
hasil diskusi.
c. Siswa diluar anggota kelompok dapat mengajukan pertanyaan dan
sanggahan terhadap hasil kerja yang disampaikan kelompok tersebut.
d. Guru memberikan skor nilai pada siswa yang bertanya sesuai dengan
kualitas pertanyaan yang disampaikan.
e. Siswa pada kelompok yang mempresentasikan hasil kerjanya harus
menjawab pertanyaan dari siswa diluar kelompoknya.
f. Guru memberikan skor nilai pada siswa yang menjawab pertanyaan sesuai
dengan kualitas jawaban yang diberikan.
6. Guru bekerja dengan siswa untuk membahas hasil kelompok dan membuat
kesimpulan.
a. Guru membahas hasil kerja kelompok siswa dan memberikan tanggapan
pada setiap hasil kerja kelompok
b. Guru bersama siswa membuat kesimpulan hasil belajar.
7. Penilaian guru dan memberikan reward kepada siswa.
a. Guru melakukan penilaian berdasarkan atas hasil kerja kelompok siswa
dan hasil secara perorangan.
24

b. Guru memberikan tugas belajar sesuai dengan materi pembelajaran yang


dibahas pada waktu itu.
c. Guru memberikan penghargaan pada kelompok belajar yang terbaik pada
pertemuan tersebut.
Prinsip pengelolaan dari model pembelajaran koopertif berbasis masalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran berpusat pada siswa.
2. Mementingkan adanya masalah dalam pembelajaran yang diselesaikan secara
kooperatif.
3. Memandang siswa sebagai makhluk belajar yang utuh
4. Membuka kesempatan untuk belajar melalui kerjasama.
5. Membuka ruang belajar dari kehidupan nyata.
6. Siswa dilatih untuk berfikir secara divergen yaitu berpikir kritis-analitis-
sistematis dan logis.
2.12. Hidrolisis Garam
1. Konsep Hidrolisis Garam
Hidrolisis berasal dari kata hidro yang berarti air dan lisis yang berarti
penguraian. Hidrolisis adalah reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion
garam dengan air. Garam adalah senyawa elektrolit yang dihasilkan dari reaksi
netralisasi antara asam dengan basa. Sebagai elektrolit, garam akan terionisasi
dalam larutannya menghasilkan kation dan anion. Kation yang dimiliki garam
adalah kation dari basa asalnya, sedangkan anion yang dimiliki oleh garam adalah
anion yang berasal dari asam pembentuknya. Kedua ion inilah yang nantinya akan
menentukan sifat dari suatu garam jika dilarutkan dalam air.
2. Sifat Larutan Garam
Sebagaimana Anda ketahui, garam merupakan senyawa ion, yang terdiri
dari kation logam dan anion sisa asam. Kation garam dapat dianggap berasal dari
suatu basa, sedangkan anionnya berasal dari suatu asam. Jadi, setiap garam
mempunyai komponen basa (kation) & asam (anion). Perhatikanlah contoh
berikut.
Contoh:
25

Natrium klorida (NaCI) terdiri dari kation Na+ yang dapat dianggap berasal
dari NAOH. dan Cl- yang berasal dari HCl Di dalam air, NaCl terdapat
sebagai ion-ion yang terpisah.
NaCI(aq) Na+(aq) + C1-(aq)
Juga perlu Anda ingat kembali, bahwa sebagian asam dan basa tergolong
elektrolit kuat sedangkan sebagian lainnya tergolong elektrolit lemah. Di antara
asam dan basa yang biasa kita temukan, yang tergolong elektrolit kuat adalah:
Asam, Kuat     : H2SO4, HCI, HNO3 (juga HI, HBr, dan HClO4).
Basa kuat        : NaOH, KOH (sernua basa logam alkali) dan Ca(OH) 2, Ba(OH)2
(semua basa logam alkali tanah, kecuali Be(OH)).
dari hasil percobaan diketahui bahwa sifat larutan garam bergantung pada
kekuatan relatif asam basa penyusunnya.
a. Garam dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral
b. Garam dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam
c. Garam dari asam lemah dan basa kuat bersifat basa
d. Garam dari asam lemah dan basa lemah bergantung pada harga tetapan
ionisasi asam dan tetapan ionisasi basanya (Ka dan Kb). Ka > Kb bersifat
asam, K < Kb bersifat basa, Ka = Kb bersifat netral
2. Jenis garam
a. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat
Jika garam jenis ini dilarutkan ke dalam air, baik kation maupun anionnya
tidak akan bereaksi dengan air karena ion-ion yang dilepaskan akan segera
terionisasi kembali secara sempurna. Contoh: NaCl, K 2SO4, Ba(NO3)2 Di dalam
air, NaCl terionisasi sempurna membentuk ion Na+ dan Cl– menurut reaksi
berikut:
NaCl (aq) Na+ (aq) + Cl– (aq)
Pelarutan garam ini sama sekali tidak akan mengubah jumlah [H+] dan
[OH–] dalam air, sehingga larutannya bersifat netral (pH=7). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak
mengalami hidrolisis dalam air.
b. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah
26

Garam jenis ini bersifat asam dalam air karena kationnya terhidrolisis
(memberikan proton kepada air), sedangkan anionnya tidak. Contoh: Al2(SO4)3,
AgNO3, CuSO4, NH4Cl, AlCl3.
NH4Cl (aq) NH4+ (aq) + Cl– (aq)
Ion NH4+ bereaksi dengan air membentuk kesetimbangan sebagai berikut:
NH4+ (aq) + H2O (l) NH4OH (aq) + H+ (aq)
Adanya ion H+ yang dihasilkan dari reaksi kesetimbangan tersebut
menyebabkan konsentrasi ion H+ di dalam air lebih banyak daripada konsentrasi
ion OH–, sehingga larutan akan bersifat asam (pH < 7). Dengan demikian, garam
yang berasal dari asam kuat dan basa lemah mengalami hidrolisis sebagian
(parsial) di dalam air dan larutannya bersifat asam.
c. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat
Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat akan menghasilkan
anion ang berasal dari asam lemah jika dilarutkan dalam air. Anion inilah yang
menghasilkan ion OH– bila bereaksi dengan air. Contoh: CH3COONa, NaF,
Na2CO3, KCN, CaS.
CH3COONa (aq) CH3COO– (aq) + Na+ (aq)
Ion NH4+ bereaksi dengan air membentuk kesetimbangan sebagai berikut:
CH3COO– (aq) + H2O (l) CH3COOH (aq) + OH– (aq)
Reaksi kesetimbangan tersebut menghasilkan ion OH- sehingga
konsentrasi ion H+ dalam air menjadi lebih sedikit. Jadi, garam yang berasal dari
asam kuat dan basa lemah mengalami hidrolisis sebagian (parsial) di dalam air
dan larutannya bersifat basa.
d. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah
Jika garam jenis ini dilarutkan ke dalam air, maka kation dan anionnya
akan mengalami hidrolisis. Contoh: NH4CN, (NH4)2CO3, CH3COONH4.
NH4CN (aq) NH4 + (aq) + CN– (aq)
Ion NH4+ bereaksi dengan air membentuk kesetimbangan:
NH4+ (aq) + H2O (l) NH4OH (aq) + H+ (aq)
Ion CN– bereaksi dengan air membentuk kesetimbangan:
CN– (aq) + H2O (l) HCN (aq) + OH– (aq)
27

Kedua reaksi kesetimbangan tersebut menghasilkan ion H + dan ion OH-_.


Jadi, dapat disimpulkan bahwa garam yang berasal dari asam lemah dan basa
lemah mengalami hidrolisis sempurna (total) di dalam air. Sifat larutannya
ditentukan oleh harga tetapan kesetimbangan asam (Ka) dan tetapan
kesetimbangan basa (Kb) dari kedua reaksi tersebut. Harga Ka dan Kb
menyatakan kekuatan relatif dari asam dan basa yang bersangkutan.
3. Penentuan tetapan hidrolisis (Kh) dan pH larutan garam
Reaksi hidrolisis merupakan reaksi kesetimbangan. Meskipun hanya
sebagian kecil dari garam yang mengalami hidrolisis, tetapi cukup untuk
mengubah pH larutan. Tetapan kesetimbangan dari reaksi hidrolisis disebut
dengan tetapan hidrolisis dan dinyatakan dengan lambang Kh.
a. Garam dari Asam Kuat dan Basa Kuat
Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak mengalami
hidrolisis, sehingga larutannya bersifat netral (pH=7).
b. Garam dari Basa Kuat dan Asam Lemah
Garam yang berasal dari basa kuat dan asam lemah mengalami hidrolisis
parsial, yaitu hidrolisis anion. Misal, rumus kimia garam adalah LA, maka
hidrolisis anionnya adalah :
A-(aq) + H2O HA(aq) + OH-(aq)
Tetapan reaksi untuk reaksi di atas ialah :

Konsentrasi ion OH- sama dengan konsentrasi HA, sedangkan konsentrasi


ion A- dapat dianggap sama dengan konsentrasi ion A - yang berasal dari garam
(jumlah ion A- yang terhidrolisis diabaikan). Jika konsentrasi ion A- itu misalkan
M, maka;

Selanjutnya, harga tetapan Kh dapat dikaitkan dengan tetapan asam lemah


(Ka) dan tetapan kesetimbangan air (Kw).
28

atau

Dimana;
Kw : tetapan kesetimbangan air
Ka : tetapan ionisasi asam lemah
M : konsentrasianion yang terhidrolisis
Contoh:
Tentukan pH larutan Ca(CH3COO)2 0,1 M; Ka CH3COOH = 1,8 x 10-5
Jawab :
Ca(CH3COO)2 merupakan garam yang berasal dari asam lemah dan basa
kuat, sehingga anionnya akan mengalami hidrolisis dan sifat larutan adalah basa.

Ca(CH3COO)2(aq) Ca2+(aq) + CH3COO-(aq)


0,1M 0,1M 0,2M
Oleh karena Kw, Ka dan kemolaran anion yang terhidrolisis (CH 3COO-)
diketahui, maka penyelesaiannya tinggal memasukkan data yang ada ke dalam
rumus.
29

c. Garam dari Asam Kuat dan Basa Lemah


Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah mengalami hidrolisis
kation. Jika kation yang terhidrolisis itu dimisalkan sebagai BH +, maka reaksi
hidrolisis serta persamaan tetapan hidrolisisnya sebagai berikut.
BH+(aq) + H2O(l) B(aq) + H3O(aq)

Dimana;
Kw : tetapan kesetimbangan air
Kb : tetapan ionisasi basa lemah
M : konsentrasianion yang terhidrolisis
Contoh :
Berapakah pH larutan 0,1 M NH4Cl Kb = 1,85 x 10-5
Jawab:
NH4Cl(aq) NH4+(aq) + Cl-(aq)
Ion NH4+ mengalami hidrolisis:
NH4+(aq) + H2O (l) NH3(aq) + H3O+(aq)
30

d. Garam dari Asam Lemah dan Basa Lemah


Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah mengalami hidrolisis
total ( kation dan anion mengalami hidrolisis). Adapun pH larutan, secara
kuantitatif sukar dikaitkan dengan harga Ka dan Kb maupun dengan konsentrasi
garam. pH larutan yang tepat hanya dapat ditentukan melalui pengukuran. pH
larutan dapat diperkirakan dengan rumus ;

Sifat larutan bergantung pada kekuatan relatif dari asam dan basa yang
bersangkutan. Jika asam lebih lemah dari pada basa ( Ka < Kb), maka anion akan
terhidrolisis lebih banyak dan larutan akan bersifat basa ataupun sebaliknya.
Sedangkan jika asam dan basa sama lemahnya (Ka=Kb), larutan akan bersifatt
netral.
2.13. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan usaha mengubah tingkah laku pada individu yang
belajar dan perubahan itu menyangkut segala aspek pembelajaran. Perubahan
yang terjadi adalah perubahan dalam pengertian yang positif yaitu perubahan yang
memberikan dampak ke arah penambahan atau peningkatan suatu perilaku.
Perubahan perilaku yang diharapkan adalah lebih termotivasinya peserta didik
dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Hidrolisis garam merupakan suatu materi yang tercantum pada silabus
mata pelajaran kimia kurikulum 2013 kelas XI-IPA mengenai sub larutan dalam
kimia yang membahas mengenai pengertian hidrolisis garam, konsep hidrolisis
garam, sifat garam, jenis garam, dan perhitungan pH larutan garam. Pada materi
ini terdapat konsep-konsep dan masalah- masalah abstrak yang dianggap sulit oleh
siswa yang berakibat kurang tercernanya materi pembelajaran secara utuh yang
berujung pada hasil belajar yang kurang maksimal pada siswa.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran
31

dikelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi. Otak


anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut
memahami informasi yang diingatnya untuk kehidupan sehari-hari. Akibatnya,
ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teoritis tetapi mereka miskin
aplikasi. Dengan kata lain pendidikan tidak diarahkan untuk mengembangkan dan
membangun karakter mulia yang dimiliki untuk memecahkan masalahnya sendiri
serta tidak menjadikan manusia yang lebih kreatif.
Merujuk pada tujuan pendidikan nasional UU NO. 23 Tahun 2003
mengenai kualitas intelegensi dan nilai karakter manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, maka dirasa perlu untuk
menggunakan suatu model yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan.
Melihat keadaan dan materi yang ada, maka peneliti menawarkan
pembelajaran cooperative problem based learning (CPBL). Model ini merupakan
model pembelajaran hasil penggabungan antara model PBL dengan CL, yang
memiliki kelebihan antara lain siswa ditantang untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi sehingga seluruh kemampuan siswa baik aspek kognitif,
afektif, psikomotorik dapat berkembang selama proses pembelajaran. Selain itu,
siswa ditantang untuk berpikir kritis. Dalam tahapan CPBL siswa dituntut untuk
beraktivitas seperti pada tahapan kelima yaitu siswa mempresentasikan hasil kerja
mereka, diikuti dengan pertanyaan dan jawaban, maka dari aktivitas-aktivitas
inilah karakter komunikatif akan muncul. Didukung juga dengan menciptakan
keadaan tersebut adalah dengan menggunakan modul pembelajaran yang menarik,
dan harus sesuai dengan tuntutan kurikulum yang dipakai. Bukan hanya menarik,
modul pembelajaran tersebut juga harus memotivasi peserta didik untuk lebih giat
dalam mempelajari suatu pembelajaran. Karakteristik modul yang memuat bahasa
yang mudah dipahami serta memberikan penjelasan dalam pemaparan materi
membuat peserta didik lebih mandiri dalam kegiatan pembelajaran.
2.14. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini,
maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
32

1. Hipotesis Verbal
Ho3 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang
dibelajarkan dengan model cooperative problem based learning.
Ha3 : Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang dibelajarkan
dengan model cooperative problem based learning.
Hipotesis Statistik yang akan diuji adalah
Ho3 : µc1 = µc2
Ha3 : µc1 ≠ µc2
2. Hipotesis Verbal.
Ho1 :Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tumbuh kembangnya sikap
komunikatif siswa yang dibelajarkan dengan model cooperative problem
based learning
Ha1 : Terdapat perbedaan yang signifikan tumbuh kembangnya sikap komunikatif
siswa yang dibelajarkan dengan model cooperative problem based
learning
Hipotesis Statistik yang akan diuji adalah
Ho1 : µa1 = µa2
Ha1 : µa1 ≠ µa2
3. Hipotesis verbal
Ho2 :Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tumbuh kembangnya psikomotorik
siswa yang dibelajarkan dengan model cooperative problem based learning
Ha2 : Terdapat perbedaan yang signifikan tumbuh kembangnya psikomotorik
siswa yang dibelajarkan dengan model cooperative problem based learning
Hipotesis Statistik yang akan diuji adalah
Ho2 : µb1 = µb2
Ha2 : µb1 ≠ µb2

Anda mungkin juga menyukai