Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR JAWAB UTS SEMESTER GENAP

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

NAMA : EVA MEI RAHMAWATI


NIM : 17200147
KELAS : AKUNTANSI C
MATA KULIAH : ANALISIS INVESTASI
DOSEN : REDY HERINANTO
TANGGAL UJIAN : 5 MEI 2020

1. Saham ABCD Tbk diperkirakan akan memberikan dividen tahun 2018 sebesar 300
rupiah, 2019 sebesar 350 rupiah, 2020 sebesar 370 rupiah, dan 2021 sebesar 400
rupiah. Tahun 2021 diperkirakan saham bisa dijual dengan harga 6000 rupiah.
Tingkat inflasi sebesar 7%.
a. Apa yang dimaksud dengan DCF?(15 point)
Jawab:
Discounted Cash Flow (DCF) adalah salah satu metode untuk menghitung
prospek pertumbuhan suatu instrumen investasi dalam beberapa waktu ke
depan. Konsep DCF ini didasarkan pada pemikiran bahwa jika anda
menginvestasikan sejumlah dana, maka dana tersebut akan tumbuh sebesar
sekian persen atau mungkin sekian kali lipat setelah beberapa waktu tertentu.
Disebut ‘discounted cash flow’ atau ‘arus kas yang terdiskon’, karena cara
menghitungnya adalah dengan meng-estimasi arus dana dimasa mendatang
untuk kemudian di-cut dan menghasilkan nilai dana tersebut pada masa kini.

b. Berapakah fair value saham ABCD Tbk saat ini (2017) dengan menggunakan
analisis DCF
jawab:
Tahun deviden FV (4915)
2018 300 4.615 + 300= 4.915
2019 350 4.915 + 350= 5.265
2020 370 5.265 + 370= 5.635
2021 400 5.635 + 400= 5.635

Rate = 7%
Perkiraan harga jual saham 2021= 6000

PV 2017= 6000/(1+0,07)4= 6000/ 1,3= 4615

2. Terangkan dan gunakan contoh dengan sejelas jelasnya apa yang dengan analisis
PE ratio dan PEG ratio, apa perbedaan mendasar dari kedua analisis tersebut (25
point)
a. Price to Earning Ratio (PER)
Adalah rasio finansial yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan
dengan cara membagi harga saham saat ini dengan pendapatan per saham /
earning per share (EPS). Rasio ini paling sering digunakan oleh para investor
karena berhubungan dengan berapa uang yang dihasilkan suatu perusahaan.
Data EPS yang digunakan di rumus tersebut adalah data EPS tahunan, namun
setiap perusahaan mengeluarkan data EPS per kuartal atau periode 3 bulan.
Jika data EPS pada kuartal 1 sudah keluar, investor bisa memperoleh data
EPS tahunan dengan nilai EPS tersebut dikali 4. Begitu pula jika data EPS
kuartal 2 yang tersedia, nilai EPS dikali 2 untuk memperoleh data EPS
tahunan. Namun data tersebut tentunya tidak pasti, karena pendapatan
perusahaan terus berubah.
Rumus:

Contoh:
Berikut contoh perhitungan PER pada saham LPCK :
1) EPS Q1 - 2016 : 320
Harga saham Q1 - 2016 : Rp 7.075
PER Q1 -2016
= Harga Saham / EPS Tahunan
= Rp 7.075 : (320 x 4)
= 5,5
( EPS Q1 hanya untuk periode 3 bulan, maka dikalikan 4 untuk mendapat
EPS tahunan)
2) EPS Tahun 2016 : 775
Harga Saham Akhir Tahun 2016 : Rp 5.050
PER Akhir Tahun 2016
= Harga Saham / EPS
= Rp 5.050 : 775
= 6,5

b. PEG Ratio
Adalah rasio finansial yang dikembangkan dari PER dengan menambahkan
komponen growth / pertumbuhan di dalam perhitungan. Rasio PEG ini
dipercaya memberikan perhitungan lebih lengkap karena rasio PER yang
tinggi belum tentu tergolong saham overvalued jika ditunjang pula dengan
pertumbuhan EPS yang tinggi.

RUMUS:
EPS Growth diperoleh dengan membandingkan EPS tahun berjalan dengan
EPS tahun lalu. Beberapa analis menggunakan periode pertumbuhan 5 tahun
untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Namun rasio ini sulit ditemukan
di beberapa website finansial karena belum ada perhitungan yang baku serta
perhitungan yang lebih rumit karena tidak setiap tahun perusahaan
mengalami pertumbuhan pendapatan.
Contoh:
Berikut contoh perhitungan PEG pada saham UNTR :
1) Harga saham tahun 2016 : Rp 21.250
EPS tahun 2016 : 1.341
PER = Rp 21.250 (harga saham) / 1.341 (EPS) = 15,8
2) Harga saham tahun 2015 : Rp 16.950
EPS tahun 2015 : 1.033

EPS Growth = (1.341 / 1.033) - 1 = 29%


Price/Earning to Growth
= PER tahun 2016 : EPS Growth
= 15,8 / 29
= 0,54
Perbedaan mendasar dari PER dan PEG adalah
a) PEG memiliki nilai tengah di angka 1, jika PEG di bawah 1 maka saham
tergolong undervalued dan jika PEG di atas 1 maka saham tergolong
overvalued. Dengan EPS growth saham UNTR yang berada di angka 29%,
maka PER = 15 tidak bisa dikatakan normal price melainkan undervalued
karena PEG yang masih berada di bawah angka 1. Jadi dengan adanya rasio
PEG ini, saham dengan PER yang tinggi bisa saja undervalued jika EPS growth
lebih tinggi daripada PER.
b) Umumnya PER dengan nilai di bawah 10 dianggap undervalued,
sedangkan PER di atas 20 dianggap overvalued. Untuk PER yang berada di
kisaran 10-20 dianggap normal price. Semakin rendah PER maka nilai
perusahaan semakin murah, begitu juga sebaliknya. Namun dalam beberapa
kasus, PER yang tinggi menunjukkan bahwa saham tersebut termasuk growth
stock.

3. Gambarkan kontruksi candlestick dan gambarkan dalam 1 buah chart yang utuh
(jangan lupa warna, skala harga, dan skala waktu) (25 point)
H=200 L=180 O=185 C=190,
H= 220 L=200 O=190 C=200,
H= 225 L=190 O=220 C=190,
H= 230 L=200 O=230 C=200,
H=250 L=200 O=200 C=250

Anda mungkin juga menyukai