Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Disusun Oleh:

Nama : Nurlaili Putri

NPM : 1920112100

Prodi : S1 Akuntansi

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia( STIESIA )

Surabaya

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia
masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di di dalamnya tidak jarang menimbulkan
gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah
yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu
lain,kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan
HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya
menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini,
pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami menyusun
makalah yang berjudul “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia”,untuk memberikan
informasi tentang apa itu pelanggaran HAM.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan judul makalah ini “Pelanggaran Hak Asasi Manusia” , maka masalah yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut :

1. Apa pengertian pelanggaran HAM ?

2. Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?

3. Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?

4. Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?


1.3. TUJUAN PERMASALAHAN

Tujuan dari mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di Indonesia yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.

2. Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.

3. Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.

4. Upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara,
baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.

Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah


setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak
didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik


dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi
individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakanya.

2.2. MACAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

v Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1. Pembunuhan masal (genosida)


Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara
melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).

2. Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa,
pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.

v Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1. Pemukulan

2. Penganiayaan

3. Pencemaran nama baik

4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5. Menghilangkan nyawa orang lain

2.3. CONTOH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Tragedi Trisakti sulut api reformasi 1998

LIMA belas tahun yang lalu, enam mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembus
peluru polisi. Mereka menjadi martir saat melakukan aksi demonstrasi menolak pemilihan
kembali Soeharto sebagai Presiden, pada 12 Mei 1998 silam. Kematian pejuang pro demokrasi
itu, dengan cepat menyebar dan membakar amarah rakyat.

Peristiwa itu terjadi saat ribuan mahasiswa menggelar longmarch dari kampus Trisakti di
Grogol, menuju Gedung DPR/MPR di Slipi Jakarta. Namun, baru sampai depan kampus, mereka
sudah dihadang ratusan polisi bersenjata lengkap dengan posisi siap menembak. Meski
dihadapkan dengan moncong sejata, pemuda-pemudi pemberani ini tak gentar.

Mereka tetap melangsungkan aksi demonstrasi dengan menggelar mimbar bebas di jalan
selama berjam-jam. Polisi yang kesal kemudian menyuruh mahasiswa masuk, sambil
mengancam akan menembak jika mereka tak mendengar.
Mahasiswa pun setuju untuk kembali ke dalam kampus dengan damai. Namun, saat akan
masuk ke dalam kampus, mereka mendapat provokasi hingga berujung pada bentrokan fisik.
Suasana berubah menjadi chaos, dan terdengar suara rentetan tembakan ke arah massa pro
demokrasi itu.

Enam orang dinyatakan tewas dalam peristiwa penembakan itu. Sementara 16 orang
mahasiswa lainnya, termasuk pelajar, dan masyarakat yang ikut dalam aksi mengalami luka
parah. Mereka dipukuli, diinjak, dan menjadi korban penembakan brutal polisi.

Para mahasiswa yang tewas tertembak dalam tragedi Trisakti adalah Elang Mulia
Lesmana (Fakultas Arsitektur 1996), Alan Mulyadi (Fakultas Ekonomi 96), Heri Heriyanto
(Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin 95), Hendriawan (Fakultas Ekonomi Jurusan
Manajemen 96), Vero (Fakultas Ekonomi 96), dan Hafidi Alifidin (Fakultas Teknik Sipil 95).

Selain mahasiswa, Samsul Bahri, siswa STM juga tewas. Dia terkena peluru tajam pada
bagian perutnya hingga terburai, dan langsung dilarikan ke rumah sakit untuk operasi. Sayang,
nyawa pelajar pemberani ini tak tertolong.

Pada saat yang sama, di kampus Atmajaya, massa mahasiswa yang tergabung dalam
Forum Kota (Forkot) tengah melakukan aksi mimbar bebas di dalam kampus. Saat mendengar
rekannya tewas tertembus timah panas, mereka berencana bergabung dengan mahasiswa
Trisakti. Namun, baru sampai depan kampus, mereka dihadang polisi.

Pasca peristiwa itu, amuk massa terjadi dimana-mana, hingga 15 Mei 1998. Ribuan
gedung, toko, dan rumah dihancurkan. Bahkan ada yang dibakar oleh massa. Sasaran kemarahan
massa saat itu dialihkan kepada etnis China. Tidak hanya menjarah, massa juga membunuh, dan
memperkosa para wanita keturunan etnis minoritas itu.

Situasi benar-benar tidak terkendali. Mahasiswa ada yang coba menenangkan, namun
gagal. Sedang aparat kepolisian, dan tentara yang berjaga-jaga di lokasi saat itu, hanya menonton
dari kejauhan. Alhasil, ribuan orang menjadi korban. Ada yang tewas dalam bentrok, hilang
diculik, hingga terpanggang api saat melakukan penjarahan.
Berdasarkan data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), pelaku kerusuhan pada 13-15
Mei 1998 dibagi menjadi dua golongan. Terdiri dari massa pasif (massa pendatang) yang karena
diprovokasi berubah menjadi massa aktif, dan kedua kelompok provokator.

Para provokator ini, umumnya bukan dari wilayah setempat. Secara fisik, mereka tampak
terlatih, dan sebagian memakai seragam sekolah seadanya (tidak lengkap). Bahkan mereka tidak
ikut menjarah, dan segera meninggalkan lokasi setelah gedung atau barang terbakar. Belum
diketahui siapa provokator ini.

Mereka juga membawa dan menyiapkan sejumlah barang untuk keperluan merusak dan
membakar, seperti jenis logam pendongkel, bahan bakar cair, kendaraan, bom molotov, dan
sebagainya.

Kelompok inilah yang menggerakkan massa dengan memancing keributan, memberikan


tanda-tanda tertentu pada sasaran, melakukan perusakan awal, pembakaran, dan mendorong aksi
penjarahan. Kelompok ini datang dari luar, dan bukan penduduk setempat. Jumlah mereka hanya
belasan, tetapi sangat terlatih.

Kelompok ini mempunyai kemampuan ahli dan terbiasa menggunakan alat untuk
kekerasan. Mereka juga memiliki mobilitas yang tinggi dan kerja yang sistematis. Dalam
aksinya, mereka kerap menggunakan sarana transportasi, seperti motor, mobil/Jeep, dan alat
komunikasi (HT/HP).

Pada umumnya, kelompok ini sulit dikenali walaupun di beberapa kasus dilakukan oleh
kelompok dari organisasi pemuda (contoh di Medan, ditemukan keterlibatan langsung Pemuda
Pancasila). TGPF juga menemukan fakta adanya keterlibatan anggota aparat keamanan dalam
kerusuhan di Jakarta, Medan, dan Solo.

Dalam kesimpulannya, TGPF menyatakan, kerusuhan Mei bersifat saling terkait antar-
lokasi, dengan model yang mirip provokator. Skala kerusuhan ini sangat besar dan terdapat
keseragaman waktu. Lebih jauh, kerusuhan terjadi secara berurutan, dan sistematis.

Tim juga menemukan, dugaan adanya faktor kesengajaan yang mengandung unsur penumpangan
situasi. Dimana para provokator diduga sengaja menciptakan kerusuhan, sebagai bagian dari
pertarungan politik di tingkat elite.
Kesimpulan itu merupakan penegasan bahwa terdapat keterlibatan banyak pihak, mulai
dari preman lokal, organisasi politik dan massa, hingga adanya keterlibatan sejumlah anggota
dan unsur di dalam ABRI yang ada di luar kendali dalam kerusuhan itu.

2.4. UPAYAH PENYESLESAIAN DALAM PELANGGARAN HAM

Penyelesaian kasus trisakti nasibnya kurang lebih sama dengan reformasi, yaitu mati suri.
Bertahun-tahun sudah kasus trisakti terjadi, tapi para pelaku tidak pernah terungkap dengan
terang benderang, sehingga mereka tak pernah dibawa ke meja hijau.

Padahal Komnas HAM menengarai adanya pelanggaran HAM berat pada penangan
demonstrasi mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998. Salah satu indikasi sulitnya membongkar kasus ini
adalah keterlibatan orang-orang penting (berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat ini
sehingga ada banyak kepentingan yang menghalang-halangi penuntasa kasus ini.

Tahun demi tahun terus bergulir. Pemerintah (presiden) pun telah beberapa kali berganti,
namun penyelesaian kasus trisakti tidak tahu rimbanya. Komnas HAM menyatakan bahwa
mereka telah menyerahkan laporan penyalidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada
Kejaksaan Agung. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang jelas yang dapat diketahui
masyarakat terutama keluarga korban.

Untuk itu diperlukan keseriusan, kejujuran, dan kebranian berbagai pihak untuk
menuntaskan kasus ini. Presiden serta menkopolhukam dan kementrian hukum dan HAM yang
ada dibawahnya harus bertindak. DPR memberikan pengawasan dan meningkatkan pemerintah,
Kejaksaan Agung harus mengambil langkah strtegis. Demikian juga keberadaan Komnas HAM
dan pihak lainnya untuk sama-sama mencari solusi penyelesaiann kasus ini. Tanpa itu semua,
sepertinya kita masih harus menunngu bagaimana akhir dari tragedy Trisakti.

Namun ada beberapa cara lagi yang menurut saya bisa dilakukan untuk mengatasi kasus
pelanggaran HAM pada kasus Trisakti ini.

1. Pertama, pemerintah melalui Komnas HAM, harus menyelidiki dengan seksama apa yang
terjadi saat itu, siapa yang menembaki mahasiswa itu dan mengapa mereka harus
ditembaki. Komnas HAM harus segera menuntaskannya agar kepercayaan bangsa
Indonesia terhadap pemerintahnya tidak hilang akibat janji-janji kosong mengenai
tindakan lanjut dari tragedi di Trisakti.
2. Kedua, tidak hanya Komnas HAM, pemerintah pun harus mendukung penyelesaian kasus
ini, yaitu dengan mendukung Komnas HAM dalam investigasi dengan menyediakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam investigasi. Parapejabat tinggi militer pun
harus mendisiplinkan mereka yang saat itu bertugas “menjaga ketertiban massa”, karena
ternyata mereka membunuh empat mahasiswa dengan peluru bermesiu, bukan peluru
karet. Dan suatu hal yang tidak biasa menertibkan massa dengan peluru karet.
3. Saat penyelidikan usai, giliran lembaga yudikatif kita untuk mengadili dengan adil tiap
mereka yang bertanggung jawab akan aksi kekerasan dan penembakan yang terjadi.
Jangan sampai keputusan yang diambil tidak sebanding denagn perbuatan mereka.
4. Bila ternyata Komnas HAM dan pemerintah ternyata tidak sanggup melakukan
penegakan HAM di Indonesia, masyarakat kita harus meminta lembaga yang lebih tinggi
lagi, yaitu PBB, untuk mengambil alih kasus ini sebelum kasus ini kadaluarsa dan ditutup
sehingga mengecewakan masyarakat Indonesia.
5. Yang terakhir yang dapat saya uraikan agar menjadi suatu cara untuk mengatasi
terulangnya kejadian ini adalah pembenahan akan jiwa pemerintah agar menghargai hak-
hak asasi dari warga Indonesia, melalui mengusahakn secara maksimal agar hak mereka
untuk hidup dijunjung tinggi, begitu pula hak asasi lain seperti hak mereka untuk
memperoleh penghidupan yang layak, perekonomian yang baik, kebebasab individu
diakui sesuai nilai Pancasila yangberkembang dalam masyarakat. Maka pemerintah
Indonesia harus memperbaiki hidup bangsa ini.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat
bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara
HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran
HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu
Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
pengadilan HAM.

3.2. SARAN

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM
kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain
jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar
dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita
DAFTAR PUSTAKA

http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/14/15/748499/tragedi-trisakti-sulut-api-reformasi-
1998

http://lylanet.blogspot.com/2013/09/kasus-pelanggaran-ham.html

http://sikkabola.wordpress.com/2012/08/28/kasus-pelanggaran-ham-tragedi-trisakti/

http://www.anneahira.com/kasus-trisakti.htm

Anda mungkin juga menyukai