Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan

kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut

peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi

tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan

umum.

Peneriman negara dari pajak diperoleh salah satunya dari Pajak

Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh)

pasal 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan

atau badan hukum lainnya. Di dalam akuntansi untuk pajak penghasilan kadang

ada masalah yang timbul, ini diakibatkan oleh standar atau aturan yang digunakan

dalam pelaporan akuntansi, dalam hal ini adalah Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan seringkali tidak sama atau bertentangan dengan peraturan perpajakan

yang berlaku di Indonesia dalam menentukan laba atau penghasilan kena pajak

(Yuni Apriliyani dkk, 2016).


2

Pajak bagi suatu perusahaan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh

perusahaan sehingga dapat mengurangi laba, sehingga pengeluarannya harus

diperhitungkan dalam setiap keputusan yang melibatkannya. Hal ini dianggap

sebagai elemen yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Kinerja perusahaan dapat diartikan sebagai suatu analisa yang dilakukan

untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan

menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar

(Fahmi,2010). Penilaian kinerja perusahaan merupakan hal yang sangat penting,

sebab salah satu hal yang menjadi pertimbangan investor dalam berinvestasi

adalah kinerja perusahaan (Mubarok dan Dewi, 2010).

Laporan keuangan terbagi menjadi dua yaitu laporan keuangan komersial

dan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan

untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta,

sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.

Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan

prinsip yang berlaku umum, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK),

sedangkan untuk kepentingan fiskal laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan

peraturan perpajakan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut

mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas (Siti Resmi, 2014).

Karena terdapat perbedaan perhitungan tersebut, entitas perlu melakukan

rekonsiliasi fiskal. Perbedaan laba sebelum pajak dengan jumlah laba kena pajak
3

akibat adanya perbedaan standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan

disebut dengan book tax defferences yang akhirnya akan meningkatkan jumlah

beban pajak tangguhan (Christian dkk, 2010).

Menurut PSAK No. 46 pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca

sebagai manfaat pajak yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan

dipulihkan dalam periode yang datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara

antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya

saldo kerugian yang dikompensasi pada periode mendatang. Bila dampak pajak di

masa mendatang tersebut tidak tersaji dalam laporan posisi keuangan dan laporan

laba komprehensif, maka bisa saja laporan keuangan menyesatkan pembacanya

(Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009).

Kualitas laporan keuangan adalah penting bagi para pengguna laporan

keuangan karena untuk pengambilan keputusan investasi dan tujuan kontrak

(Schipper dan Vincent, 2003). Bagi investor, laporan mengenai laba dianggap

mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang telah diterbitkan oleh

perusahaan. Peristiwa ini dapat membuka peluang adanya kecurangan dalam

mengungkapkan laba karena peraturan dalam perpajakan bisa dijadikan jalan bagi

manajemen untuk membenarkan standar akuntansi keuangan yang menyimpang

(Harmana dan Suardana, 2014)

Dengan adanya keinginan pihak manajemen untuk menekan dan membuat

beban pajak sekecil mungkin, maka pihak manajemen cenderung untuk

meminimalkan pembayaran pajak. Upaya meminimalisir beban pajak ini disebut


4

dengan perencanaan pajak (tax planning) (Suandy, 2008). Perencanaan pajak

merupakan proses mengorganisasi usaha wajib pajak yang tujuan akhir proses

perencanaan pajak ini menyebabkan utang pajak, baik pajak penghasilan maupun

pajak-pajak lainnya berada dalam posisi seminimal mungkin. Perusahaan yang

melakukan perencanaan pajak dengan baik tercermin dari adanya perbedaan yang

tidak terlihat terlalu besar antara laba akuntansi dengan laba fiskal.

Hal tersebut dapat dilihat pada rasio laba pajak terhadap laba akuntansi

(tax to book ratio) (Ferry dan Anna, 2014). Tax to book ratio adalah perbandingan

antara rasio penghasilan kena pajak (taxable income) terhadap laba akuntansi

(book income) dimana penjelasan tentang rasio pajak terdapat pada catatan atas

laporan keuangan suatu perusahaan (Hadimukti, 2012).

Kasus mengenai kinerja perusahaan terjadi pada salah satu perusahaan

food and beverages yaitu pada perusahaan Coca-Cola. Kinerja perusahaan

minuman terbesar di dunia, Coca-Cola Co pada akhir tahun lalu anjlok di posisi

terendah dalam 2 tahun terakhir, karena permintaan dari emerging market

melambat.

Laba bersih pada kuartal IV-2013 turun 8,4 persen menjadi 1,71 miliar

dollar AS, dari periode yang sama tahun sebelumnya 1,87 miliar dollar AS.

Perolehan laba bersih itu diperoleh dari penjualan, yang pada periode tersebut

tercatat mencapai 11 miliar dollar AS atau turun 3,6 persen dari setahun

sebelumnya.
5

CEO Coca-Cola, Muhtar Kent, mengungkapkan pihaknya akan melakukan

efisiensi dengan memangkas biaya sebesar 1 miliar dollar AS per tahun hingga

2016.Sementara itu, Ali Dibadj, analis di Sanford C. Bernstein & Co. menyatakan

Coca Cola sejauh ini tidak terlalu menggubris isu kesehatan yang muncul

sehubungan dengan mengonsumsi minuman kola berkarbonasi. “Perubahan yang

dilakukan perusahaan tersebut tidak cukup. Sejauh ini banyak investor yang tidak

mau terbuka mengenai harapan mereka terhadap masa depan bisnis Coca Cola,"

jelas Ali. Di sisi lain, saham Coca-Cola turun 3,8 persen menjadi 37,47 dollar AS

per saham di bursa New York Selasa (18/2/2014) waktu setempat.

Dalam setahun ini, saham Coca-Cola turun 9,3 persen. Adapun harga

saham kompetitor terbesar perseroan, Pepsi Co Inc. telah turun 5,7 persen dalam

periode waktu yang sama. Hingga saat ini, penjualan 41 persen Coca-Cola

disumbang dari negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang.

Sementara itu, negara berkembang seperti Meksiko dan Brazil berkontribusi

sebesar 37 persen, dan sisanya berasal dari negara lainnya seperti China dan India.

(Sumber:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/19/1941431/Kinerja.M

enurun.Coca-Cola.Lakukan.Efisiensi.Rp.11.Triliun.per.Tahun , Rabu 19 feb 2014,

19.41 WIB).

Adapun kasus selanjutnya pada perusahaan Ultrajaya Milk, Mayora Indah

(MYOR) juga ikut mencatatkan pertumbuhan laba bersih negatif. Laba bersih

MYOR menjadi 308 miliar, turun 33% dari 460 miliar pada periode yang sama di

tahun sebelumnya. Meskipun beberapa perusahaan mencatatkan pertumbuhan


6

laba negatif, namun perusahaan seperti AISA, DLTA, INDF, ROTI, SKLT, dan

STTP masih mencatatkan pertumbuhan laba bersih positif. Pertumbuhan laba

bersih negatif di saat pertumbuhan pendapatan masih positif, mengindikasikan

bahwa mayoritas perusahaan subsektor food and beverages mengalami masalah

kenaikan biaya operasional.

Perusahaan yang masih mencatat pertumbuhan laba bersih berkebalikan

dengan pendapatan, seperti ICBP, MYOR, ataupun ULTJ, sedang mengalami

masalah pada efisiensi operasional perusahaan. Perusahaan seperti AISA atau

MLBI juga mengalami penurunan Net Profit Margin, namun perusahaan-

perusahaan tersebut masih bisa mencatatkan kinerja positif.

(http://www.seputarforex.com/analisa/lihat.php?

id=208100&title=mari_intip_saham_ sektor_konsumsi_yang_menarik)

Adapun kasus lainnya yaitu pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI)

mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 23% menjadi Rp 569 miliar pada Q1

2015 dibandingkan dengan Q1 2014 lalu. Hal ini berimbas pada penurunan laba

bersih Q1 2015 yang signifikan yaitu turun 42% menjadi Rp 107 miliar dibanding

Q1 2014. Pada rilisnya, MLBI menyatakan, menurunnya pendapatan dan laba

bersih ini diakibatkan oleh dampak destocking yang dilakukan di minimarket dan

pengecer lainnya. Hal ini dilakukan menyusul Peraturan Menteri Perdagangan No

06/2015 yang melarang minimarket dan pengecer lainnya menjual dan

mendistribusikan minuman beralkohol di bawah 5% termasuk bir. Efeknya,


7

terjadi ketidakpastian usaha bagi MLBI yang berdampak pada merosotnya volume

penjualan di kuartal awal tahun 2015 ini.

Tidak hanya itu, keadaan yang buruk bagi keuangan MLBI saat ini

membuat perusahaan ini harus menunda rencana investasi yang sudah disiapkan

di 2015 ini. Salah satu rencana yang sudah pasti ditunda adalah pengembangan

pabrik senilai Rp 635 miliar. Penundaan investasi ini juga dilakukan MLBI karena

sedang menanti kepastian peraturan dan kebijakan pemerintah. Pasalnya, MLBI

bersama asosiasi industri bir domestik (GIMMI) masih dalam proses berdialog

dengan Kementrian Perdagangan. Dialog ini dilakukan dalam upaya mencari

solusi bagi permasalahan distribusi yang menggerus kinerja keuangan perusahaan

yang beroperasi sejak 1929 ini.

(Sumber:http://bursajkse.blogspot.co.id/2015/05/pt-multi-bintang-indonesia-tbk-

mlbijk.html, Kamis 21 Mei 2015)

Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang

penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan

perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk

mengevaluasi hasil kerja dari periode yang lalu. Sehubungan dengan hal itu,

pengukuran kinerja sebaiknya dilakukan secara komprehensif, sehingga

pengambilan keputusan berkaitan dengan strategi dapat dilakukan secara

menyeluruh. Dengan demikian strategi tersebut akan dapat mengakomodasi setiap

perspektif yang terlibat dalam menentukan keberhasilan perusahaan.


8

Kinerja perusahaan yang baik dapat diwujudkan dengan tersedianya

sebuah informasi yang transparasi, khususnya informasi keuangan maupun non

keuangan dan ekonomi perusahaan pada periode tertentu yang dibutuhkan oleh

para pihak yang berkepentingan untuk pengambilan sebuah keputusan. Terutama

informasi yang dilihat dalam laporan keuangan adalah informasi laba yang

menjadi elemen utama dalam pengambilan keputusan maupun pajak (Fahmi,

2010).

Kelangsungan hidup perusahaan itu tergantung dari besar kecilnya laba

akuntansi suatu perusahaan dimasa mendatang karena adanya efek pajak yang

dikelola manajemen dengan sedemikian rupa yang pengaruhnya pada laba fiskal

untuk pembayaran pajak sehingga perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal

pun dibuat untuk tujuan yang berbeda. Besar kecilnya perbedaan tersebut dapat

terlihat dari pajak tangguhan dan tax to book ratio.

Besarya perbedaan laba akuntansi dengan laba pajak (laba akuntansi >

laba pajak) yang terlihat pada semakin besarnya pajak tangguhan bernilai positif

pada perusahaan menunjukkan semakin besar pula kemungkinan pihak

manajemen melakukan tindakan manajemen laba. Tindakan tersebut

mengakibatkan laba akuntansi (book income) yang dilaporkan menjadi tidak

berkualitas, sehingga kinerja perusahaan dikhawatirkan dapat mengalami

penurunan di masa mendatang. Namun, semakin kecil perbedaan laba akuntansi

dengan laba pajak (laba akuntansi < laba pajak) yang terlihat dari semakin

besarnya pajak tangguhan bernilai negatif pada perusahaan menunjukkan semakin

rendah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang mengakibatkan


9

semakin besar peluang kemungkinan perusahaan untuk default karena

ketidakmampuannya membayar kewajiban jangka panjang di masa yang akan

mendatang (Harmana dan Suardana, 2014).

Perusahaan yang melakukan perencanaan pajak dengan baik tercermin

dari adanya perbedaan yang tidak terlihat terlalu besar antara laba akuntansi

dengan laba fiskal. Hal tersebut dapat dilihat pada rasio laba pajak terhadap laba

akuntansi (tax to book ratio). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh Harmana dan Suardana (2014) dengan hasil penelitian bahwa pajak

tangguhan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan yang berarti ketika

perusahaan mampu melakukan manajemen pajak tangguhan yang baik, dapat

membantu untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Sedangkan untuk tax to book

ratio tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Kontribusi dari penelitian ini adalah untuk memberikan pandangan kepada

para masyarakat khususnya investor tentang pentingnya penerapan pajak

tangguhan dan perbedaan temporer sebagai komponen pembentuk pajak

tangguhan yang berpengaruh pada peningkatan kinerja perusahaan sehingga hal

ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan

dalam berinvestasi.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian I Made Dwi Harmana

dan Ketut Alit Suardana (2014) dengan judul “PENGARUH PAJAK

TANGGUHAN DAN TAX TO BOOK RATIO TERHADAP KINERJA

PERUSAHAAN”. Perbedaannya terletak pada indikator variabel dependen,


10

dimana peneliti sebelumnya menggunakan indikator ROI (Return On Investment),

sedangkan penulis menggunakan indikator Net Profit Margin (NPM). Net Profit

Margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas

penjualan, rasio ini akan menggambarkan penghasilan bersih perusahaan

berdasarkan total penjualan. Pengukuran rasio dapat dilakukan dengan cara

membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih (Irham Fahmi,

2015).

Adapun alasan dipilihnya net profit margin dari beberapa rasio

profitabilitas yang ada karena net profit margin menunjukan kemampuan

perusahaan menghasilkan keuntungan dari nilai laba bersih dengan total

penjualan. Laba bersih merupakan salah satu keyakinan bahwa perhatian jangka

panjang manajemen adalah terhadap laba bersih dan para pengguna laporan

keuangan biasanya melihat pada angka paling akhir. Selain itu penjualan

merupakan salah satu sumber pendapatan suatu perusahaan dari adanya transaksi

jual dan beli, dalam suatu perusahaan apabila semakin besar penjualan maka akan

semakin besar pula keuntungan perusahaan tersebut, oleh karena itu nilai

penjualan sangat penting dimana nilai itu berpengaruh nantinya terhadap laba

yang diperoleh perusahaan, dimana laba tersebut nantinya menjadi perhatian para

calon investor dalam menanamkan saham nya diperusahaan tersebut.

Penelitian ini meneliti perusahaan Manufaktur Subsektor food and

beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017. Alasan

peneliti mengambil perusahaan manufaktur subsektor food and beverages

berdasarkan pemilihan variabel adalah karena penelitian mengenai faktor-faktor


11

yang mempengaruhi kinerja perusahaan telah banyak dilakukan, namun hasil dari

penelitian tersebut tidak memberikan konsistensi yang signifikan pada faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Berdasarkan hal tersebut penulis

memutuskan untuk meneliti perusahaan manufaktur subsektor food and

beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan mengambil judul “PENGARUH PAJAK TANGGUHAN DAN TAX

TO BOOK RATIO TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN”. (Studi pada

Perusahaan Manufaktur Subsektor Food and Beverages yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017).

1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian

1.2.1 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka peneliti

mengidentifikasi beberapa pokok permasalahannya adalah sebagai berikut :

1. Masih ada perusahan yang mengalami anjlok dengan posisi yang

terendah akibat permintaan dari emerging market melambat yaitu pada

perusahaan Coca-Cola. Perusahaan mencatatkan laba bersih pada

kuartal IV-2013 turun 8,4 persen menjadi 1,71 miliar dollar AS, dari

periode yang sama tahun sebelumnya 1,87 miliar dollar AS. Perolehan

laba bersih itu diperoleh dari penjualan, yang pada periode tersebut

tercatat mencapai 11 miliar dollar AS atau turun 3,6 persen dari

setahun sebelumnya.
12

2. Masih ada perusahaan dengan pertumbuhan laba bersih negatif yang

disebabkan oleh kenaikan biaya operasional, perusahaan yang masih

mencatat pertumbuhan laba bersih berkebalikan dengan pendapatan

tersebut sedang mengalami masalah pada efisiensi operasional

perusahaan.

3. Masih ada penurunan pendapatan dan laba bersih pada PT Multi

Bintang Indonesia Tbk (MLBI) yang diakibatkan oleh dampak

destocking yang dilakukan di minimarket dan pengecer lainnya. Tidak

hanya itu, perusahaan ini mengalami keadaan yang buruk bagi

keuangan MLBI saat ini, membuat perusahaan ini harus menunda

rencana investasinya.

1.2.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pajak tangguhan pada perusahaan manufaktur subsektor

food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2013-2017.

2. Bagaimana tax to book ratio pada perusahaan manufaktur subsektor

food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2013-2017.
13

3. Bagaimana kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur subsektor

food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2013-2017.

4. Seberapa besar pengaruh pajak tangguhan terhadap kinerja perusahaan

pada perusahaan manufaktur subsektor food and beverages yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017.

5. Seberapa besar pengaruh tax to book ratio terhadap kinerja perusahaan

pada perusahaan manufaktur subsektor food and beverages yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017.

6. Seberapa besar pengaruh pajak tangguhan dan tax to book ratio

terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur subsektor

food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2013-2017.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis dan mengetahui pajak tangguhan pada perusahaan

manufaktur subsektor food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2013-2017.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui tax to book ratio pada perusahaan

manufaktur subsektor food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2013-2017.


14

3. Untuk menganalisis dan mengetahui kinerja perusahaan pada

perusahaan manufaktur subsektor food and beverages yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017.

4. Untuk menganalisis dan mengetahui besarnya pengaruh pajak

tangguhan terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur

subsektor food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2013-2017.

5. Untuk menganalisis dan mengetahui besarnya pengaruh tax to book

ratio terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur

subsektor food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2013-2017.

6. Untuk menganalisis dan mengetahui besarnya pengaruh pajak

tangguhan dan tax to book ratio terhadap kinerja perusahaan pada

perusahaan manufaktur subsektor food and beverages yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis/Akademis

Adapun kegunaan teoretis dari penelitian ini adalah untuk memberikan

sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan

dapat memperkaya pengetahuan berhubungan dengan ilmu akuntansi.


15

1.4.2 Kegunaan Praktis/Empiris

Dari penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak

lain antara lain:

a. Bagi Penulis

Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana ekonomi

pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Pasundan.

b. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan

untuk menentukan kebijaksanaan lebih lanjut mengenai kinerja suatu

perusahaan agar lebih efektif dalam pelaksanaannya.

c. Bagi Pihak Lain

Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait

dengan topik sejenis serta dapat digunakan dalam penelitian lain.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan manufaktur subsektor food

and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2017

melalui situs www.idx.co.id. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2018

sampai dengan selesai


16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Akuntansi

2.1.1.1 Pengertian Akuntansi

Definisi akuntansi seperti yang diberikan oleh Komite Terminologi dari

American Institute of Certified Public Accountants dalam Riahi (2011:50) adalah

sebagai berikut:

“Akuntansi adalah system informasi yang menghasilkan informasi yang


menghasilkan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang
17

berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi suatu


perusahaan”.

Menurut Zakiyudin (2013:2) akuntansi adalah sebagai berikut:


“Proses mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi,
untuk memungkimkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan
tegas bagi mereka yang menggunkan informasi tersebut”.

Menurut Rudianto (2012:15) akuntansi adalah sebagai berikut:


“Akuntansi adalah system informasi yang menghasilkan informasi
keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas
ekonomi dan kondisi suatu perusahaan”.

Menurut Dwi Martani, Sylvia, Ratna, Aria dan Edward (2012:4) akuntansi
adalah :
“Akuntansi adalah bahasa bisnis (business langunge), akuntansi
menghasilkan informasi yang menjelaskan kinerja keuangan entitas dalam suatu
periode tertentu dan kondisi keuangan entitas pada tanggal tertentu. Informasi
akuntansi tersebut digunakan oleh para pemakai agar dapat membantu dalam
membuat prediksi kinerja di masa mendatang.”

Menurut Manurung (2011:1) ilmu akuntansi (accounting) adalah sebagai


berikut:
“Proses mengidentifikasi, mengukur, mencatat, dan mengomunikasikan
atau melaporkan transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi
kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Menurut Nanu Hasanuh (2011:1) akuntansi adalah sebagai berikut:


“Akuntansi merupakan suatu proses mengidentifikasi, mengukur dan
melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian
dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan
informasi tersebut”.

Menurut Harrison, Horngren, Thomas (2011:3) akuntansi adalah sebagai


berikut:
18

“Accounting is an information system, it measures business activities,


processes data into reports, and communicates result to decision makers
who will make decisions that will impact the business activities.”

Menurut Mursyidi (2010:17) akuntansi adalah sebagai berikut:


“Akuntansi adalah proses pengidentifikasian data keuangan,memproses
pengolahan dan penganalisisan data yang relevan untuk diubah menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan.”

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah

suatu proses mengidentifikasi, mengukur, mencatat, melaporkan

aktivitas/transaksi perusahaan dalam bentuk informasi keuangan serta melaporkan

informasi tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

2.1.1.2 Bidang Akuntansi

Bidang akuntansi mempunyai bidang-bidang kekhususan sebagai akibat dari

perkembangan dan tuntutan zaman. Menurut Zakiyudin (2013:7) bidang-bidang

akuntansi antara lain:

1. “Akuntansi Keuangan (financial accounting)


Berkaitan dengan akuntansi suatu unit ekonomi secara keseluruhan.
Akuntansi ini bertujuan utama menghasilkan laporan keuangan untuk
kepentingan pihak luar seperti investor, badan pemerintah, dan pihak luar
lainnya. Dalam penyusunan laporan keuangan yang perlu diperhatikan
adalah keharusan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di suatu Negara.
Standar akuntansi keuangan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
2. Auditing (auditing)
Bidang ini berhubungan dengan proses pengauditan laporan keuangan
yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan. Tujuan dari pelaksanaan audit
adalah agar informasi akuntansi yang disajikan dapat lebih dipercaya
19

karena ada pihak lain yang memberikan pengesahan, untuk memastikan


ketaatan terhadap prosedur yang berlaku, untuk menilai efektifitas dan
efisiensi dari suatu kegiatan.
Objektivitas dan independensi adalah sesutu yang mendasari
pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan. Akuntan tunduk pada standar
auditing dan kode etik akuntan dalam melaksanakan proses audit. Standar
ini dinamakan Standar Akuntan Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia.
Disamping menggunakan jasa akuntan publik, umumnya banyak
perusahaan besar yang memiliki auditor internal (internal auditor) untuk
melakukan pemeriksaan sejauh mana tiap-tiap bagian dalam perusahaan
telah mematuhi kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen
perusahaan.
3. Akuntansi Manajemen (management accounting)
Beberapa manfaat dari akuntansi manajemen adalah mengendalikan
kegiatan perusahaan, memonitor arus kas dan memberikan berbagai
alternatif dalam pengambilan keputusan. Trend baru dalam akuntansi
manajemen adalah pengendalian perusahaan melalui proses aktivitas yang
dijalankan (activity based management). Saat ini akuntan publik telah
mengembangkan penyedia jasa konsultasi bisnis (business consulting) dan
jasa konsultasi ekonomi dan keuangan (economic and financial
consulting).
4. Akuntansi Biaya (cost accounting)
Bidang akuntansi ini erat kaitannya dengan penetapan dan kontrol atas
biaya terutama berhubungan dengan biaya produksi dan distribusi suatu
barang. Fungsi utama akuntansi biaya adalah mengumpulkan,
mengidentifikasi dan menganalisa data mengenai biaya-biaya baik biaya
yang sudah maupun yang akan terjadi. Berguna bagi manajemen sebagai
salah satu alat kontrol atas kegiatan yang sedang, telah dan perencanaan di
masa yang akan datang.
5. Akuntansi Perpajakan (tax accounting)
Dikarenakan tujuan akuntansi ini adalah untuk tujuan perpajakan, maka
konsep tentang transaksi, kejadian keuangan, bagaimana mengukur dan
melaporkannya ditetapkan oleh peraturan pajak. Peraturan pajak memiliki
peran yang besar terhadap keputusan usaha yang dilakukan perusahaan.
Seorang akuntan dapat berperan dalam perencanaan pajak (tax planning),
pelaksanaan peraturan perpajakan, dan mewakili perusahaan dihadapan
kantor pajak.
6. Penganggaran (budgeting)
20

Merupakan bidang yang berkaitan dengan penyusunan rencana keuangan


dalam hal kegiatan perusahaan dalam jangka waktu tertentu, menganalisis
dan melakukan pengawasan atas pelaksanaannya”.

Menurut Rahman Pura (2013:4) bidang-bidang akuntansi ada delapan macam

yaitu:

1. “Akuntansi Keuangan (Financial Accounting)


Adalah bidang akuntansi dari suatu entitas ekonomi secara keseluruhan.
Akuntansi ini menghasilkan laporan keuangan yang ditujukan untuk
semua pihak khususnya pihak-pihak dari luar perusahaan, sehingga
laporan yang dihasilkannya bersifat serbaguna (general purpose).
2. Akuntansi Manajemen (Management Accounting)
Adalah akuntansi yang khusus memberi informasi bagi pimpinan
perusahaan/manajemen untuk pengambilan keputusan dalam rangka
pencapaian tujuan perusahaan.
3. Akuntansi Biaya (Cost Accounting)
Adalah akuntansi yang kegiatan utamanya adalah menetapkan, mencatat,
menghitug, menganalisis, mengawasi, serta melaporkan kepada
manajemen tentang biaya dan harga pokok produksi.
4. Akuntansi Pemeriksaan (Auditing)
Bidang ini berhubungan dengan pemeriksaan secara bebas terhadap
laporan akuntansi yang dibuat bisa lebih dipercaya secara obyektif.
5. Sistem Akuntansi (Accounting System)
Bidang ini melakukan perancangan dan implementasi dari prosedur
pencatatan dan pelaporan data akuntansi.
6. Akuntansi Perpajakan (Tax Accounting)
Adalah bidang akuntansi yang bertujuan untuk membuat laporan keuangan
untuk kepentingan perpajakan dan perencanaan perpajakan sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku.
7. Akuntansi Anggaran (Budgeting)
Bidang ini berhubungan dengan penyusunan rencana keuangan perusahaan
mengenai kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu di masa datang
serta analisa dan pengawasannya.
8. Akuntansi Organisasi Nir laba (Non Profit Accouting)
21

Adalah bidang akuntansi yang proses kegiatannya dilakukan oleh


organisasi non laba seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
yayasan dan lain-lain”.

2.1.1.3 Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2013:105) laporan keuangan adalah sebagai berikut:


“Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu”.

Menurut Kasmir (2013:7) laporan keuangan adalah sebagai berikut:


“Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukan kondisi keuangan
perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”.

Menurut Irham Fahmi (2015:21) laporan keuangan adalah sebagai berikut:


“Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan
kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut
dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut”.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan

adalah suatu informasi yang berbentuk laporan yang menunjukkan kondisi

keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.

2.1.1.4 Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Irham Fahmi (2015:24) tujuan laporan keuangan adalah sebagai

berikut:

“Untuk memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan tentang


kondisi suatu perusahaan dari sudut angka-angka dalam satuan moneter”.
22

Menurut Kasmir (2013:8) mengemukakan beberapa tujuan pembuatan atau

penyusunan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. “Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang


dimiliki perusahaan pada saat ini.
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal
yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu.
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap
aktiva, pasiva, dan odal perusahaan.
6. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan lain
dan informasi keuangan lainnya”.

2.1.1.5 Jenis Laporan Keuangan

Menurut Irham Fahmi (2015:22) pada umunya sebuah laporan keuangan

terdiri dari:

1. “Neraca (balance sheet)


2. Laporan laba rugi (income statement)
3. Laporan perubahan modal (statement of changes in capital)
4. Laporan arus kas (cash flow statement)
5. Catatan atas laporan keuangan (notes to the financial statement)”.

Jenis laporan keuangan menurut Satriawan, Raja Adri (2012:30) adalah

sebagai berikut:
23

1. “Laporan laba rugi (statement of income) dan/atau lapran laba rugi


komprehensif (statement of comprehensive income) selama periode.
2. Laporan perubahan ekuitas (statement of changes in equities) selama
periode.
3. Laporan posisi keuangan (statement of financial position) pada akhir
periode.
4. Laporan arus kas (statement of cash flows) selama periode.
5. Catatan atas laporan keuangan (notes of financial statement), yang berisi
ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya.
6. Laporan posisi keuangan awal periode komparatif terawal, yang disajikan
apabila entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif
atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika
entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.”

2.1 Pajak

a. Definisi Pajak

Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu

sendiri, menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Mardiasmo

(2011 : 1) :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-


undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.”

Sedangkan menurut P. J. A. Andriani dalam bukunya Waluyo, (2009 : 2) :

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang


terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
24

langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai


pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.”

Dari kedua definisi di atas terdapat persamaan pandangan atau prinsip

mengenai pajak. Perbedaan mengenai kedua definisi tersebut hanya pada

penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya saja. Kedua pendapat tersebut

mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang.

2) Tidak ada timbal jasa (Kontraprestasi) secara langsung.

3) Dapat dipaksakan.

4) Hasilnya untuk membiayai pembangunan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang

dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan dan tidak mendapatkan prestasi-prestasi kembali yang secara

langsung dapat ditunjuk.

b. Fungsi Pajak

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang mempunyai dua

fungsi (Mardiasmo 2011 : 1), yaitu :

1) Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2) Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan

pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga ssistem


25

(Mardiasmo, 2011: 7), yaitu sebagai berikut :

1) Official Assessment system

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

2) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya

kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan

melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.

3) With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak

ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

d. Definisi Wajib Pajak

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan

Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan.

Orang Pribadi merupakan Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di

Indonesia ataupun di luar Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun

2007 (2007:3), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa:

“Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan,


baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama
26

dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun,


persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

e. Definisi Pajak Penghasilan

Soebakir, dkk (1999: 41) mengemukakan definisi pajak penghasilan

sebagai suatu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Salah satu subjek pajak adalah

badan, terdiri dari perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya,

Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam

bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau

organisasi yang sejenis, lembaga dana pension dan bentuk badan usaha lainnya.

Dengan demikian, pajak penghasilan badan yang dikenalkan terhadap salah satu

bentuk usaha tersebut, atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam

satu tahun pajak.

f. Pajak Penghasilan Badan Pasal 25

Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2009 : 204) adalah:

“Angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
setiap bulan dalam tahun berjalan.”

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan: Pajak Penghasilan Badan

Pasal 25 adalah Angsuran Pajak Penghasilan yang dipungut pemerintah pusat dan

harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun berjalan sesuai

dengan peraturan perpajakan.

g. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Dalam

Negeri
27

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak

Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas penghasilan

Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap

adalah sebesar 28 %.

2.1.2 Pajak Tangguhan

2.1.2.1 Definisi Pajak Tangguhan

Menurut Dwi Martani dkk (2015:251-252) pajak tangguhan adalah sebagai

berikut:

“Penghasilan kena pajak dan laba akuntansi memiliki dasar hukum yang
berbeda. Pajak dikenakan dan dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan,
sedangkan laba akuntansi dihitung sesuai dengan kaidah dalam standar
akuntansi. Perbedaan antara keduanya berlaku umum hampir di semua
peraturan perpajakan di berbagai negara. Walaupun letak perbedaan
tersebut sebenarnya relatif umum dan sama, namun memiliki cara
pengaturan yang berbeda.

Perbedaan yang muncul misalnya terkait dengan perhitungan depresiasi,


pengaturan beberapa beban dan penghasilan yang menurut pajak diakui
dengan basis kas, pengaturan atas penghasilan yang menurut pajak diatur
dengan ketentuan khusus dan pengaturan beberapa beban yang menurut
pajak tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Perbedaan tersebut dapat diklasifikasikan atas perbedaan temporer dan


permanen. Namun jika dilihat dari dampak akhirnya dapat diklasifikasikan
atas perbedaan positif atau negatif. Perbedaan positif terjadi jika laba
akuntansi lebih besar dari laba pajak dan sebaliknya. Perbedaan yang
mengandung konsekuensi pengakuan pajak tangguhan menurut akuntansi
adalah perbedaan temporer”.

Pengertian pajak tangguhan menurut Diana Sari (2014:289) yaitu sebagai

berikut:
28

“Perbedaan yang terjadi akibat perbedaan PPh Terutang dengan Beban


Pajak dimaksud sepanjang yang menyangkut perbedaan temporer,
hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan
komersial”.
Pengertian pajak tangguhan menurut Karianton Tampubolon (2017:255)

yaitu:

“Pajak tangguhan tidak dapat dijadikan sebagai unsur untuk menghitung


kewajiban perpajakan kepada kantor pajak, dan dicatat untuk
mencerminkan jumlah utang pajak pada posisi laporan keuangan dalam
tahun buku atau periode tertentu”.

Pengertian pajak tangguhan menurut Hadimukti (2012) yaitu sebagai

berikut:

“Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba pajak. Besarnya laba pajak
tangguhan (deferred tax) dapat dilihat pada laporan keuangan (neraca)
perusahaan pada tahun berjalan. Perhitungan untuk pajak tangguhan yang
dijadikan ukuran adalah dengan menyesuaikan pada PSAK No 46 tentang
pajak penghasilan”.

Pajak tangguhan menurut Early Suandy (2011:99) adalah sebagai berikut:

“Pajak tangguhan diatur dalam PSAK Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak


Penghasilan. Pajak tangguhan memerlukan bagian yang cukup sulit untuk
dipelajari dan dipahami, karena pengakuan pajak tangguhan bisa
membawa akibat terhadap berkurangnya laba bersih jika ada pengakuan
beban pajak tangguhan. Sebaliknya jika berdampak terhadap berkurangnya
rugi bersih jika ada pengakuan manfaat pajak tangguhan”.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak tangguhan

adalah perkembangan yang terjadi munculnya perlakuan laporan keuangan

komersial dan fiskal mengalami berbagai permasalah yang timbul akibat

perkembangan aturan dari perpajakan itu sendiri, PSAK No. 46 tentang pajak.
29

Penghasilan yang memunculkan beberapa perbedaan dalam pengakuan dan

perlakuaannya, yaitu adanya perbedaan antara laba akuntansi dengan laba pajak.

Menurut PSAK 46 pajak tangguhan dapat dihitung dengan cara:

DTEit
Deferred Tax =
DTEit

Dimana:

𝐷𝑇𝐸𝑖𝑡 = Deferred tax expense (perusahaan i tahun t)

𝐴𝑇𝐴𝑖 = Average total assets yang diperoleh dari total aset perusahaan

i tahun t ditambah dengan perusahaan i tahun t-1 kemudian dibagi

2.1.2.2 Metode Pajak Tangguhan

Metode pajak tangguhan menurut Diana Sari (2014:293) adalah sebagai

berikut:

“Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode pajak


tangguhan, cenderung penekanannya kepada berapa besar pajak yang
dapat dihemat pada saat ini. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak
pada saat munculnya perbedaan temporer tersebut, untuk selanjutnya
dihitung berapa besar beban pajaknya. Apabila terjadi perubahan tarif
pajak pada periode berikutnya atau adanya pengenaan pajak baru, hal ini
tidak akan mengubah jumlah pajak tangguhan yang telah dihitung
tersebut”.

2.1.2.3 Kewajiban Pajak Tangguhan Dan Aktiva Pajak Tangguhan


30

Menurut Diana Sari (2014:298), kewajiban pajak tangguhan dan aktiva

pajak tangguhan adalah sebagai berikut:

“Dengan berlakunya PSAK 46, timbul kewajiban bagi perusahaan untuk


menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred tax) atas “future tax
effects” dengan menggunakan pendekatan “the asset and liability method”,
yang berbeda dengan pendekatan “income statement liability method”
yang sebelum ini lazimnya digunakan oleh perusahaan dalam menghitung
pajak tangguhan.
Kewajiban pajak tangguhan, maupun aset pajak tangguhan dapat terjadi
dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Apabila penghasilan sebelum pajak (pretax accounting income) lebih
besar dari penghasilan kena pajak (taxable income), maka beban pajak
(tax expense) pun akan lebih besar dari pajak terutang (tax payable),
sehingga akan menghasilkan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax
liability). Kawajiban pajak tangguhan dapat dihitung dengan mengalikan
perbedaan temporer dengan tarif pajak yang sesuai.
2. Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak lebih kecil dari
penghasilan kena pajak, maka beban pajaknya akan juga lebih kecil dari
pajak terutang, sehingga akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan.
Aktiva pajak tangguhan adalah sama dengan perbedaan temporer dengan
tarif pajak pada saat perbedaan tersebut dipulihkan”.

Menurut Harnanto (2016:115) kewajiban pajak tangguhan dan aktiva pajak

tangguhan adalah sebagai berikut:

“Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan adalah efek atau konsekuensi pajak
periode mendatang dari perbedaan temporer, yang secara garis besar dapat
dibedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut:
1. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences)
2. Perbedaan temporer boleh dikurangkan (deductible temporary
differences)”.

2.1.2.4 Penyajian Pajak Tangguhan Di Neraca

Penyajian pajak tangguhan di neraca menurut Diana Sari (2014:317)

adalah:
31

“Akun pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva pajak


tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang diklasifikasi sebagai
jumlah lancar neto (net current amount) dan jumlah tidak lancar neto (net
noncurrent amount). Masing-masing aktiva pajak tangguhan dan
kewajiban pajak tangguhan tersebut dikalsifikasikan sebagai current atau
noncurrent didasarkan kepada keterkaitan dengan klasifikasi aktiva atau
kewajiban yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Dianggap ada
keterkaitan apabila terdapat reduksi aktiva atau kewajiban yang akan
menyebabkan timbulnya perbedaan waktu pemulihan atau sebaliknya.
Apabila terdapat pajak tangguhan yang tidak terkait dengan aset atau
kewajiban yang spesifik, maka klasifikasinya apakah termasuk akun lancar
atau akun tidak lancar akan sangat tergantung pada antisipasi jangka waktu
pemulihan atas perbedaan temporer tersebut:
1. Apabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu setahun atau
kurang, maka diklasifikasikan sebagai akun lancar.
2. Apabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu lebih dari
setahun, maka diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar.
Sebelum disajikan di neraca antara aktiva pajak tangguhan dengan
kewajiban pajak tangguhan dilakukan saling menghapus (offset) terlebih
dahulu sehingga akan menghasilkan (1) net current atau (2) net
noncurrent dengan catatan antara akun lancar (current account) dan akun
tidak lancar (noncurrent account) tidak dapat saling menghapus”.

Menurut Karianton Tampubolon (2017:261) yaitu sebagai berikut:

“Perhitungan aset pajak tangguhan dengan pendekatan neraca dilakukan


dengan menggunakan akun-akun yang terdapat pada neraca, yaitu saldo yang
terdapat pada aktiva dan kewajiban yang mengandung unsur koreksi fiskal
temporer, seperti saldo aktiva yang dapat disusutkan dan kewajiban utang
guna usaha. Tekniknya adalah demikian:
1. Jika nilai harta akuntansi lebih kecil dari nilai buku harta fiskal,
perbedaannya akan menimbulkan deffered tax assets. Jumlahnya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
2. Jika nilai harta akuntansi lebih besar dari nilai buku harta fiskal,
perbedaannya akan menimbulkan deffered tax liabilities. Jumlahnya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
3. Jika nilai buku kewajiban akuntansi lebih besar dari nilai buku
kewajiban fiskal, perbedaannya akan menimbulkan deffered tax assets.
32

Jumlahnya adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif


pajak yang berlaku.
4. Jika nilai buku kewajiban akuntansi lebih kecil dari nilai buku
kewajiban fiskal, perbedaannya akan menimbulkan deffered tax
liabilities. Jumlahya adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan
dengan tarif pajak yang berlaku”.

2.1.2.5 Penyajian Pajak Tangguhan Di Laporan Laba Rugi

Penyajian pajak tangguhan di laporan laba rugi menurut Karianton

Tampubolon (2017:257) adalah sebagai berikut:

“Beda temporer dapat berupa koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal
negatif. Dalam menghitung pajak tangguhan koreksi fiskal positif menimbulkan
adanya pengakuan income dan koreksi fiskal negatif menimbulkan adalah
pengakuan expense. Rugi fiskal yang terdapat pada SPT PPh Badan masih dapat
dikompensasi kepada perhitungan PPh badan tahun berikutnya, diperlukan untuk
menambah aktiva pajak tangguhan”.

Penyajian pajak tangguhan di laporan laba rugi menurut Diana Sari


(2014:320) adalah sebagai berikut:

“Beban atau keuntungan pajak penghasilan disajikan dalam laporan laba


rugi, harus dipecah atas dua dokumen:
1. Pajak Kini (Pajak Penghasilan Terutang)
2. Bagian dari pajak tangguhan (bagian yang diperhitungkan sebagai beban
pajak, yang dihitung berdasarkan perbedaan temporer dikalikan dengan
tarif)”.

Beban/keuntungan pajak hendaknya dialokasikan pada operasi yang berlanjut,

operasi yang tidak berlanjut, hal-hal yang luar biasa, pengaruh kumulatif

perubahan akuntansi dan penyesuaian pada periode sebelumnya. Pendekatan ini

adalah semacam pendekatan alokasi pajak intraperiod. Dapat ditambahkan,


33

bahwa komponen-komponen yang signifikan yang terkait dengan beban pajak

yang diakibatkan oleh operasi yang berlanjut, dapat diungkapkan sebagai berikut:

“Beban atau keuntungan pajak penghasilan disajikan dalam laporan laba rugi,
harus dipecah atas dua dokumen:
1. Pajak Kini (Pajak Penghasilan Terutang)
2. Bagian dari pajak tangguhan (bagian yang diperhitungkan sebagai
beban pajak, yang dihitung berdasarkan perbedaan temporer dikalikan
dengan tarif)”.

Beban/keuntungan pajak hendaknya dialokasikan pada operasi yang berlanjut,

operasi yang tidak berlanjut, hal-hal yang luar biasa, pengaruh kumulatif

perubahan akuntansi dan penyesuaian pada periode sebelumnya. Pendekatan ini

adalah semacam pendekatan alokasi pajak intraperiod. Dapat ditambahkan,

bahwa komponen-komponen yang signifikan yang terkait dengan beban pajak

yang diakibatkan oleh operasi yang berlanjut, dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. “Beban/keuntungan pajak kini


2. Beban/keuntungan pajak tangguhan, terpisah dari komponen lain yang
tercatat
3. Kredit pajak investasi
4. Bantuan pemerintah (pada tingkat tertentu merupakan pengurangan beban
pajak penghasilan)
5. Keuntungan karena kompensasi kerugian (juga mengakibatkan
pengurangan beban pajak penghasilan)
6. Beban pajak yang dihasilkan dari alokasi keuntungan pajak tertentu, baik
terhadap modal yang disetor maupun menurunkan nilai goodwill atau aset
tidak berwujud noncurrent lainnya dari entitas yang bersangkutan.
7. Penyesuaian kewajiban pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan akibat
perubahan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan atau
perubahan status perusahaan yang bersangkutan.
8. Penyesuaian saldo penyisihan penilaian pada awal tahun akibat perubahan
keaadan yang menyebabkan perubahan pertimbangan terhadap
kemampuan realisasi aset pajak tangguhan dimasa-masa yang akan datang.
34

Perhitungan seluruh beban pajak penghasilan didasarkan kepada penghasilan


sebelum pajak (pretax accounting income) dalam laporan keuangan komersial
yang dikalikan dengan tarif orisinal tidak termasuk perbedaan tetap dengan
catatan bahwa perusahaan juga diminta untuk menyusun rekonsiliasi (dengan
presentase atau dengan mata uang yang berlaku) antara beban pajak yang
berkenaan dengan operasi berkelanjutan dengan penghasilan sebelum pajak yang
dikalikan dengan tarif yang juga terkait dengan operasi berkelanjutan. Jumlah
yang diperkirakan dan sifat dari setiap rekonsiliasi yang signifikan harus
diungkapkan”.

2.1.2.4 Penyajian Pajak Tangguhan Di Neraca

Penyajian pajak tangguhan di neraca menurut Diana Sari (2014:317)

adalah:

“Akun pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva pajak


tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang diklasifikasi sebagai
jumlah lancar neto (net current amount) dan jumlah tidak lancar neto (net
noncurrent amount). Masing-masing aktiva pajak tangguhan dan
kewajiban pajak tangguhan tersebut dikalsifikasikan sebagai current atau
noncurrent didasarkan kepada keterkaitan dengan klasifikasi aktiva atau
kewajiban yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Dianggap ada
keterkaitan apabila terdapat reduksi aktiva atau kewajiban yang akan
menyebabkan timbulnya perbedaan waktu pemulihan atau sebaliknya”.

Apabila terdapat pajak tangguhan yang tidak terkait dengan aset atau
kewajiban yang spesifik, maka klasifikasinya apakah termasuk akun lancar
atau akun tidak lancar akan sangat tergantung pada antisipasi jangka waktu
pemulihan atas perbedaan temporer tersebut:
1. Apabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu setahun atau
kurang, maka diklasifikasikan sebagai akun lancar.
2. Apabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu lebih dari
setahun, maka diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar.
Sebelum disajikan di neraca antara aktiva pajak tangguhan dengan
kewajiban pajak tangguhan dilakukan saling menghapus (offset) terlebih
dahulu sehingga akan menghasilkan (1) net current atau (2) net noncurrent
dengan catatan antara akun lancar (current account) dan akun tidak lancar
(noncurrent account) tidak dapat saling menghapus”.
35

Menurut Karianton Tampubolon (2017:261) yaitu sebagai berikut:

“Perhitungan aset pajak tangguhan dengan pendekatan neraca dilakukan


dengan menggunakan akun-akun yang terdapat pada neraca, yaitu saldo yang
terdapat pada aktiva dan kewajiban yang mengandung unsur koreksi fiskal
temporer, seperti saldo aktiva yang dapat disusutkan dan kewajiban utang
guna usaha. Tekniknya adalah demikian:
1. Jika nilai harta akuntansi lebih kecil dari nilai buku harta fiskal,
perbedaannya akan menimbulkan deffered tax assets. Jumlahnya adalah
sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
2. Jika nilai harta akuntansi lebih besar dari nilai buku harta fiskal,
perbedaannya akan menimbulkan deffered tax liabilities. Jumlahnya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
3. Jika nilai buku kewajiban akuntansi lebih besar dari nilai buku kewajiban
fiskal, perbedaannya akan menimbulkan deffered tax assets. Jumlahnya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
4. Jika nilai buku kewajiban akuntansi lebih kecil dari nilai buku kewajiban
fiskal, perbedaannya akan menimbulkan deffered tax liabilities. Jumlahya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku”.

2.1.2.5 Penyajian Pajak Tangguhan Di Laporan Laba Rugi

Penyajian pajak tangguhan di laporan laba rugi menurut Karianton

Tampubolon (2017:257) adalah sebagai berikut:

“Beda temporer dapat berupa koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal
negatif. Dalam menghitung pajak tangguhan koreksi fiskal positif
menimbulkan adanya pengakuan income dan koreksi fiskal negatif
menimbulkan adalah pengakuan expense. Rugi fiskal yang terdapat pada
SPT PPh Badan masih dapat dikompensasi kepada perhitungan PPh badan
tahun berikutnya, diperlukan untuk menambah aktiva pajak tangguhan”.

Penyajian pajak tangguhan di laporan laba rugi menurut Diana Sari

(2014:320) adalah sebagai berikut:


36

“Beban atau keuntungan pajak penghasilan disajikan dalam laporan laba rugi,

harus dipecah atas dua dokumen:

1. Pajak Kini (Pajak Penghasilan Terutang)


2. Bagian dari pajak tangguhan (bagian yang diperhitungkan sebagai beban
pajak, yang dihitung berdasarkan perbedaan temporer dikalikan dengan
tarif).
Beban/keuntungan pajak hendaknya dialokasikan pada operasi yang berlanjut,
operasi yang tidak berlanjut, hal-hal yang luar biasa, pengaruh kumulatif
perubahan akuntansi dan penyesuaian pada periode sebelumnya. Pendekatan
ini adalah semacam pendekatan alokasi pajak intraperiod. Dapat ditambahkan,
bahwa komponen-komponen yang signifikan yang terkait dengan beban pajak
yang diakibatkan oleh operasi yang berlanjut, dapat diungkapkan sebagai
berikut:
1. Beban/keuntungan pajak kini
2. Beban/keuntungan pajak tangguhan, terpisah dari komponen lain yang
tercatat
3. Kredit pajak investasi
4. Bantuan pemerintah (pada tingkat tertentu merupakan pengurangan
beban pajak penghasilan)
5. Keuntungan karena kompensasi kerugian (juga mengakibatkan
pengurangan beban pajak penghasilan)
6. Beban pajak yang dihasilkan dari alokasi keuntungan pajak tertentu,
baik terhadap modal yang disetor maupun menurunkan nilai goodwill
atau aset tidak berwujud noncurrent lainnya dari entitas yang
bersangkutan.
7. Penyesuaian kewajiban pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan
akibat perubahan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan
atau perubahan status perusahaan yang bersangkutan.
8. Penyesuaian saldo penyisihan penilaian pada awal tahun akibat
perubahan keaadan yang menyebabkan perubahan pertimbangan
terhadap kemampuan realisasi aset pajak tangguhan dimasa-masa yang
akan datang.
Perhitungan seluruh beban pajak penghasilan didasarkan kepada
penghasilan sebelum pajak (pretax accounting income) dalam laporan keuangan
komersial yang dikalikan dengan tarif orisinal tidak termasuk perbedaan tetap
dengan catatan bahwa perusahaan juga diminta untuk menyusun rekonsiliasi
(dengan presentase atau dengan mata uang yang berlaku) antara beban pajak yang
37

berkenaan dengan operasi berkelanjutan dengan penghasilan sebelum pajak yang


dikalikan dengan tarif yang juga terkait dengan operasi berkelanjutan. Jumlah
yang diperkirakan dan sifat dari setiap rekonsiliasi yang signifikan harus
diungkapkan”.

2.1.3 Tax To Book Ratio

2.1.3.1 Definisi Tax To Book Ratio

Menurut Hadimukti (2012:472) pengertian tax to book ratio yaitu:

“Tax to book ratio adalah perbandingan antara ratio penghasilan kena


pajak (taxable income) terhadap Laba Akuntansi (Book Income) dimana
penjelasan tentang rasio pajak terdapat pada catatan atas laporan keuangan
suatu perusahaan”.

Menurut Suparman (2011:13) pengertian tax to book ratio adalah sebagai

berikut:

“Persepsi Rasio Pajak adalah perbandingan antara rasio penghasilan kena


pajak terhadap Laba Akuntansi dimana penjelasan tentang rasio pajak
terdapat pada catatan atas laporan keuangan suatu perusahaan”.

Menurut PSAK 46 tax to book ratio dapat dihitung dengan cara:

TIit
Tax to Book Ratio =
PTBit

Dimana:

𝑇𝐼𝑖𝑡 = Laba fiskal atau laba kena pajak (perusahaan i tahun t)

𝑃𝑇𝐵𝑖𝑡 = Laba akuntansi atau laba sebelum pajak (perusahaan i tahun t).
38

2.1.4 Kinerja Perusahaan

2.1.4.1 Definisi Kinerja Perusahaan

Kinerja merupakan hasil yang diperoleh oleh suatu origanisasi baik

organisasi atau perusahaan tersebut bersifat profit oriented atau nonprofit oriented

yang dihasilkan selama satu periode waktu.

Mulyadi (2007:337) pengertian kinerja adalah sebagai berikut:

“Kinerja adalah keberhasilan personel, tim atau unit organisasi dalam


mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
perilaku yang diharapkan.”

Menurut Pabundu Tika (2010:121) menyatakan bahwa kinerja adalah

sebagai berikut:

“Kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi


pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu”.

Menurut Moeheriono (2012:95) pengertian kinerja adalah sebagai berikut:

“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu


program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi
dan misi perusahaan yang dituangkan melalui perancangan strategis suatu
perushaan”.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah

kemampuan atau prestasi yang dicapai di dalam melaksanakan suatu tindakan

tertentu.

Menurut Irham Fahmi (2013:3) kinerja perusahaan adalah sebagai berikut:

“Kinerja organisasi atau perusahaan adalah sebagai efektivitas organisasi


secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap
kelompok yang berkenaan dengan usaha-usahanyang sistematik dan
39

meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus mencapai


kebutuhannya secara efektif”.

Menurut Wahyudin Zarkasyi (2008:48) menyatakan kinerja perusahaan

adalah sebagai berikut :

“Sesuatu yang dihasilkan oleh organisasi dalam periode tertentu dengan


mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya
merupakan hasil yang dapat diukur dengan menggambarkan kondisi
empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati”.

Menurut Surjadi (2009:7) pengertian kinerja perusahaan adalah sebagai

berikut:

“Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu


perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar dan
totalitas hasil kerja yang dicapai suatu perusahaan tercapai tujuan, kinerja
suatu perusahaan itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana perusahaan
dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya”.

Menurut Imam Widodo (2011:9) pengertian kinerja perusahaan adalah

sebagai berikut :

“Suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode


waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-
sumber daya yang dimiliki”.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2011:3) pengertian kinerja perusahaan

adalah:

“Kinerja perusahaan adalah agregasi atau akumulasi kinerja semua unit-


unit organisasi, yang sama dengan penjumlahan kinerja semua orang atau
individu yang bekerja diperusahaan”.

Menurut Helfert (2013:67) pengertian kinerja perusahaan adalah sebagai

berikut :
40

“Company performance is a result made by the management on an


ongoing basis. In this case, the intended outcome is the result of many
individual decisions”.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja

perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil yang diperoleh seseorang atau

kelompok dalam organisasi atau perusahaan atas berbagai peran dan fungsi

kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dalam periode

waktu tertentu. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan

pengukuran kinerja dan menggambarkan kondisi sesungguhnya suatu perusahaan

agar perangkat penting perusahaan seperti pemegang saham dapat mengetahui

tindakan apa yang selanjutnya harus dilakukan.

2.1.4.2 Pengukuran Kinerja Perusahaan

Pada dasarnya pengukuran kinerja merupakan alat pengendalian bagi

perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan

perbaikan dan pengendalian atas kinerja operasionalnya agar dapat bersaing

dengan perusahaan lain. Selain itu, melalui pengukuran kinerja perusahaan juga

dapat memilih strategi yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan

perusahaan.

Menurut Moeheriono (2012:96) pengertian pengukuran kinerja

(performance measurement) adalah:

“Pengukuran kinerja (performance measurement) suatu proses penilaian


tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam
pengolahan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa,
41

termasuk informasi atas efisiensi serta efektifitas tindakan dalam mencapai


tujuan perusahaan”.

Menurut Irham Fahmi (2012:71) pengertian pengukuran kinerja adalah

sebagai berikut:

“Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah kualifikasi dari


efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian
bisnis selama periode akuntansi”.

MenurutWibowo (2009:7) pengukuran kinerja dapat didefinisikan sebagai

berikut:

“Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah proses


menghitung efisiensi atau efektifitas suatu kegiatan”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian pengukuran kinerja

adalah suatu usaha formal yang dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi dan

efektivitas dari aktifitas perusahaan yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan

standar yang telah ditetapkan pada suatu periode tertentu.

Menurut Irham Fahmi (2015:136), pengukuran kinerja perusahaan dapat

diukur dengan:

Earning After Tax ( EAT )


Net profit margin =
Sales

Menurut Sugiyono (2010:39), pengukuran kinerja perusahaan dapat diukur

dengan:

Net Income
Return on Assets =
Total Asset
42

Menurut Kasmir (2008:199-207), pengukuran kinerja perusahaan dapat

diukur dengan:

Earning After ∧Tax


ROE =
Equity

Earing After ∧Tax


ROI =
Total asset

2.1.4.3 Tujuan Pengukuran Kinerja Perusahaan

Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang paling penting dalam proses

pengendalian.

Menurut Atty Tri Juniarti (2012:60) tujuan pengukuran kinerja adalah

sebagai berikut :

“Untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan untuk


menilai kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya,
agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan”.

Secara umum, tujuan perusahaan mengadakan pengukuran kinerja

perusahaan adalah untuk :

1. Menetapkan kontribusi masing-masing divisi atau perusahaan secara

keseluruhan atau atas kontribusi dari masing-masing sub divisi dari

suatu divisi (ekonomi/evaluasi segmen).

2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kerja masing-masing

divisi (evaluasi manajerial).


43

3. Memotivasi para manajer divisi supaya konsisten mengoperasikan

divisinya sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan (evaluasi

operasi).

2.1.4.4 Manfaat Pengukuran Kinerja Perusahaan

Pengukuran kinerja merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen

program secara keseluruhan, karena kinerja yang dapat diukur akan mendorong

pencapaian kinerja tersebut. Pengukuran kinerja yang dilakukan secara

berkelanjutan memberikan umpan balik (feedback), yang merupakan hal yang

penting dalam upaya perbaikan secara terus menerus dan mencapai keberhasilan

dimasa yang akan datang.

Menurut Ismail Nawawi Uha (2013:235) mengatakan pengukuran kinerja

sangat penting peranannya sebagai alat manajemen untuk :

1. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan

untuk pencapaian kinerja.

2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.

3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksana kinerja dan membandingkan

dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki

kinerja.
44

4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi

pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja

yang telah disepakati.

5. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka

upaya memperbaiki kinerja organisasi.

6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.

10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

Menurut Mulyadi (2008:417) manfaat kinerja perusahaan adalah sebagai

berikut :

1. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

penghargaan personel, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

2. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui

pemotivasian personel secara maksimum.

3. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

4. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel dan

untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan

personel.
45

2.1.4.5 Masalah Pengukuran Kinerja Perusahaan

Kecenderungan yang sering dalam pengukuran kinerja perusahaan adalah

mengukur hasil akhir, hal ini biasanya dikaitkan dengan finansial. Jika hal

tersebut tidak memenuhi target yang telah direncanakan maka kinerja dikatakan

buruk.

Menurut Dale Furtwengler (2002:11) yang dialihbahasakan oleh Fandy

Tjiptono, ada beberapa masalah dalam pengukuran kinerja, yaitu:

1. “Tidak semua hasil dapat diukur.


2. Ukuran lain yang bermanfaat adalah yang terlupakan”.
3. Pengukuran kinerja dengan pendekatan diatas kurang akurat untuk
ditetapkan karena pengukuran kinerja memiliki sasaran dan tujuan
yang lebih dari sekedar teknik untuk mengukur, melainkan sebagai
identifikasi kelemahan proses yang ada”.

2.1.4.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan

Menurut Atmosoeprapto dalam Tangkilisan (2005:181) mengemukakan

bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, secara

lebih lanjut kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut :

1. Faktor Eksternal, yang terdiri dari :

a. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan

perusahaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban,


46

yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara

maksimal.

b. Faktor ekonomi, yaitu tingakat perkembangan ekonomi yang

berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli

untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem

ekonomi yang lebih besar.

c. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat,

yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang

dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

2. Faktor Internal, yang terdiri dari :

a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin di

produksi oleh suatu organisasi.

b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan di

jalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.

c. Sumber daya manusia, yaitu kuliatas dan pengelolaan anggota

organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan”.

2.1.4.7 Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan


47

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur kinerja.

Pengukuran kinerja tersebut ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat

khusus.

Menurut Wibowo (2009:13) sistem pengukuran kinerja terdiri dari

beberapa metode yaitu :

“Prosedur perencanaan dan kontrol pada proyek pembangunan US. Railroad


(1860-1870).
1. Awal abad ke-20, Du Pont Firm memperkenalkan return of investment
(ROI) dan the pyramid of financial ratio serta general motor
mengembangkan innovative management accounting of the time.
2. Sejak tahun 1925, pengukuran kinerja finansial telah dikembangkan
sampai sekarang, diantaranya discount cash flow (DCF), resedual income
(RI), economic value added (EVA) dan cash flow return on investment
(CFROI).
3. Keegan et al (1989) mengembangkan performance matriks yang
mengidentifikasi pengukuran dalam biaya dan non biaya.
4. Maskel (1989) memprakarsai penggunaan performance measurement
berbasis world class manufacturing (WCM) dengan pengukuran kualitas,
waktu, proses dan fleksibilitas.
5. Cross dan Linch (1988-1989) mengembangkan hubungan antara kriteria
6. Dixon et.al (1990) mengenalkan questionnaire pengukuran kinerja.
7. Brignal et.al (1991) menerapkan konsep non-finansial.
8. Azzone et.al (1991) memprakasai tentang pentingnya kriteria waktu pada
penggunaan matrik.
9. Kaplan dan Norton (1992, 1993) memperkenalkan balance scorecard
sebagai konsep baru pengukuran kinerja dengan empat pilar utama yaitu:
finansial, konsumen, internal proses dan inovasi.
10. Pada tahun 2000, Chris Adam dan Andy Neely memperkenalkan suatu
pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya menyelaraskan
aspek perusahaan (stakeholder) secara keseluruhan dalam suatu framework
pengukuran yang strategis. Konsep pengukuran kinerja ini dikenal dengan
istilah Performance Prism.”
2.2 Peneliti Terdahulu
48

Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu

yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Perusahaan yaitu:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Variabel Hasil Penelitian


I Made Dwi Pengaruh Pajak Pajak Tangguhan - Pajak tangguhan
Harmana dan Tangguhan dan (X1) berpengaruh
Ketut Alit Tax To Book positif signifikan
Suardana Ratio Terhadap Tax To Book terhadap kinerja
(2014) Kinerja Ratio (X2) perusahaan
Perusahaan Kinerja - Tax to book
Perusahaan (Y) ratio tidak
perpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
perusahaan
Cynthia Christina Pengaruh Sistem Sistem Informasi - Sistem
Novitasari Informasi Akuntansi informasi
Akuntansi Penjualan (X1) akuntansi
(2015) Penjualan dan penjualan
Pengendalian Pengendalian berpengaruh
Internal Terhadap Internal (X2) signifikan
Kinerja Kinerja terhadap kinerja
Perusahaan Perusahaan (Y) perusahaan
-Pengendalian
internal
perpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
perusahaan
Jessica Aprilia Pengaruh Good Good Corporate - Good Corporate
Corporate Governance (X1) Governance
(2017) Governance berpengaruh
Terhadap Kinerja Kinerja signifikan
Perusahaan Perusahaan (Y) terhadap kinerja
perusahaan

Asyfha Ajiyanpi Pengaruh Total Total Quality - Total Quality


49

Marvalia Quality Management (X1) Management


Management berpengaruh
(2017) (TQM) Terhadap Kinerja signifikan
Kinerja Perusahaan (Y) terhadap kinerja
Perusahaan perusahaan

Nur Fikriansyah Pengaruh Activity Based - Activity Based


Hudayana Penerapan Costing System Costing System
Activity Based (X1) berpengaruh
(2016) Costing System signifikan
Terhadap Kinerja Kinerja terhadap kinerja
Perusahaan Perusahaan (Y) perusahaan

Retno Kusuma Pengaruh Corporate Social -Corporate Social


Dewi dan Corporate Social Responsibility Responsibility
Bambang Responsibility (X1) berpengaruh
signifikan
Widagdo Dan Good Good terhadap kinerja
(2013) Corporate Corporate perusahaan
Governance Governance (X2)
Terhadap Kinerja - Good Corporate
Perusahaan Kinerja Governance
Perusahaan (Y) berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
perusahaan
Serra Ekowati, Pengaruh Modal Modal Fisik (X1) - Modal Fisik
Oman Rusmana Fisik, Modal berpengaruh
dan Mafudi Finansial, Dan Modal Finansial signifikan
(2012) Modal Intelektual (X2) terhadap kinerja
Terhadap Kinerja Modal Intelektual perusahaan
Perusahaan (X3) - Modal Finansial
Kinerja berpengaruh
Perusahaan (Y) signifikan
terhadap kinerja
perusahaan
-Modal
Intelektual
berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
50

perusahaan
Iqbal Bukhori Pengaruh Good Good Corporate - Good Corporate
(2012) Corporate Governance
Governance (X1) berpengaruh
Governance Dan signifikan
Ukuran Ukuran
Perusahaan (X2) terhadap kinerja
Perusahaan perusahaan
Terhadap Kinerja Kinerja -Ukuran
Perusahaan Perusahaan (Y)
Perusahaan tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
perusahaan
Danu Candra Pengaruh Corporate Social -Corporate Social
Indrawan (2011) Corporate Social Responsibility
Responsibility tidak berpengaruh
Responsibility (X1) signifikan
Terhadap Kinerja terhadap kinerja
Kinerja
Perusahaan Perusahaan (Y) perusahaan

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian I Made Dwi Harmana

dan Ketut Alit Suardana (2014) dengan judul “PENGARUH PAJAK

TANGGUHAN DAN TAX TO BOOK RATIO TERHADAP KINERJA

PERUSAHAAN”. Perbedaannya terletak pada indikator variabel dependen,

dimana peneliti sebelumnya menggunakan indikator ROI (Return On Investment),

sedangkan penulis menggunakan indikator Net Profit Margin (NPM). Net Profit

Margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas

penjualan, rasio ini akan menggambarkan penghasilan bersih perusahaan

berdasarkan total penjualan. Pengukuran rasio dapat dilakukan dengan cara

membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih (Irham Fahmi,

2015).
51

Adapun alasan dipilihnya net profit margin dari beberapa rasio

profitabilitas yang ada karena net profit margin menunjukan kemampuan

perusahaan menghasilkan keuntungan dari nilai laba bersih dengan total

penjualan. Laba bersih merupakan salah satu keyakinan bahwa perhatian jangka

panjang manajemen adalah terhadap laba bersih dan para pengguna laporan

keuangan biasanya melihat pada angka paling akhir.

Selain itu penjualan merupakan salah satu sumber pendapatan suatu

perusahaan dari adanya transaksi jual dan beli, dalam suatu perusahaan apabila

semakin besar penjualan maka akan semakin besar pula keuntungan perusahaan

tersebut, oleh karena itu nilai penjualan sangat penting dimana nilai itu

berpengaruh nantinya terhadap laba yang diperoleh perusahaan, dimana laba

tersebut nantinya menjadi perhatian para calon investor dalam menanamkan

saham nya diperusahaan tersebut.

Tempat penelitian dari peneliti sebelumnya yaitu pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan penulis melakukan

penelitian pada Perusahaan Pertambangan subsektor Logam dan mineral yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain itu, tahun penelitian yang dilakukan

penulis periode 2013-2017 sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian

periode 2010-2011.

2.2 Kerangka Pemikiran


52

Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan

keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

(www.pajak.go.id).

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara (Siti Resmi, 2014).

Upaya tersebut ditempuh dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan

pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak

Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain (Siti Resmi,

2014).

Laporan keuangan komersial atau bisnis ditunjukkan untuk menilai kinerja

ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan

fiskal lebih ditunjukkan untuk menghitung pajak (Siti Resmi, 2014).

Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan

prinsip yang berlaku umum, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK),

sedangkan untuk kepentigan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan


53

peraturan perpajakan UU PPh (Undang-Undang Pajak Penghasilan). Perbedaan

kedua dasar perhitungan laba (rugi) suatu entitas (Siti Resmi, 2014).

Perbedaan laba sebelum pajak dengan jumlah laba kena pajak akibat

adanya perbedaan standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan

disebut dengan book tax defferences yang akhirnya akan meningkatkan jumlah

beban pajak tangguhan (Christina dkk, 2010).

Perbedaan standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dapat

membuka peluang adanya kecurangan dalam mengungkapkan laba karena

peraturan dalam perpajakan bisa dijadikan jalan bagi manajemen untuk

membenarkan standar akuntansi keuangan yang menyimpang dengan cara

perencanaan pajak yang ilegal. Perusahaan yang melakukan perencanaan pajak

dengan baik tercermin dari adanya perbedaan yang tidak terlihat terlalu besar

antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Hal tersebut dapat dilihat pada rasio laba

pajak terhadap laba akuntansi (tax to book ratio) (Ferry dan Anna, 2014).

Dari pemaparan di atas tersebut, adapun pengaruh dari masing-masing

variabel adalah sebagai berikut:

2.2.1 Pengaruh Pajak Tangguhan terhadap Kinerja Perusahaan

Menurut PSAK No. 46 pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca

sebagai manfaat pajak yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan

dipulihkan dalam periode yang datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara

antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya

saldo kerugian yang dikompensasi pada periode mendatang. Bila dampak pajak di
54

masa mendatang tersebut tidak tersaji dalam laporan posisi keuangan dan laporan

laba komprehensif, maka bisa saja laporan keuangan menyesatkan pembacanya

(Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadimukti (2012) menyatakan bahwa

pajak tangguhan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Hadimukti (2012) dalam artikelnya menyatakan bahwa:

“Besarnya perbedaan laba akuntansi dan laba pajak yang terlihat pada
semakin besarnya pajak tangguhan bernilai positif pada perusahaan
menunjukan semakin besar pula kemungkinan pihak manajemen
melakukan tindakan manajemen laba. Tindakan tersebut mengakibatkan
laba akuntansi yang dilaporkan menjadi tidak berkualitas, sehingga kinerja
perusahaan dikhawatirkan dapat mengalami penurunan di masa
mendatang”.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmana dan Suardana (2014)

menyatakan bahwa pajak tangguhan berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja perusahaan. Harmana dan Suardana (2014) dalam artikelnya menyatakan

bahwa:

“Ketika perusahaan mampu melakukan manajemen pajak yang baik, dapat


membantu untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dan juga
mengindikasikan perlunya para investor untuk mempertimbangkan pajak
tangguhan dalam suatu perusahaan sebelum memutuskan untuk
berinvestasi. Semakin besar pajak tangguhan maka akan semakin baik
kinerja perusahaan”.

Kevin Aris Pranata (2016) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan

bahwa pengungkapan pajak tangguhan berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perusahaan. Kevin Aris Pranata (2016) dalam artikelnya menyatakan bahwa:


55

“Kewajiban pajak tangguhan dikatakan mampu mempengaruhi laba karena


pajak merupakan beban yang dapat mengurangi laba, dan kewajiban pajak
tangguhan sendiri mencerminkan besarnya laba yang diperoleh oleh
perusahaan. Semakin tinggi pajak yang perlu dilunasi oleh perusahaan,
maka akan semakin tinggi pula laba dari perusahaan tersebut”.

2.2.2 Pengaruh Tax To Book Ratio terhadap Kinerja Perusahaan

Tax to book ratio merupakan perbandingan antara rasio penghasilan kena

pajak terhadap laba akuntansi dimana penjelasan tentag rasio pajak terdapat pada

catatan atas laporan keuangan suatu perusahaan. Kinerja perusahaan dikatakan

baik ketika perusahaan memiliki perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal

yang minim, perbedaan minim tersebut dapat terlihat dari nilai tax to book ratio

yang rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa deferred tax dan tax to book ratio

akan memiliki pengaruh atas tinggi rendahnya kinerja dari suatu perusahaan.

Hasil penelitian Kevin Aris Pranata (2016) menemukan bahwa

pengungkapan tax to book ratio berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perusahaan. Kevin Aris Pranata (2016) dalam artikelnya menyatakan bahwa:

“Semakin besar perbedaan perhitungan yang dilakukan perusahaan dengan


fiskus maka akan memberikan anggapan bahwa perusahaan tidak mampu
merencanakan pajak yang sesuai dengan aturan pajak yang ada. Perbedaan
tersebut dapat mempengaruhi laba karena pajak merupakan suatu beban
yang dapat mengurangi laba dari suatu perusahaan”.

Hadimukti dan Endang Kiswara (2012) berdasarkan hasil penelitiannya

menemukan bahwa tax to book ratio (rasio pajak) berpengaruh secara signifikan

terhadap kinerja perusahaan. Hadimukti dan Endang Kiswara (2012) dalam

artikelnya menyatakan bahwa:


56

“Semakin kecil tax to book ratio maka laba perusahaan akan menjadi
rendah dan kemungkinan resiko investasi kepada investor/kreditor menjadi
tinggi, resiko investasi yang tinggi merupakan estimasi bahwa emiten
tidak dapat membayar kewajiban jangka panjangnya. Semakin besar tax to
book ratio maka perusaahan akan meminimalisasi pembayaran pajak dan
akan meningkatkan kas untuk membayar kewajiban jangka panjang,
perusahaan akan menghindari pembayaran pajak kemungkinan resiko yang
akan didapat oleh investor/kreditor menjadi lebih tinggi”.

Menurut Admaja et al (2011) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan

bahwa tax to book ratio (rasio pajak) berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja perusahaan. Menurut Admaja et al (2011) dalam artikelnya menyatakan

bahwa:

“Peningkatan tax to book ratio menunjukan performa perusahaan dalam


menghasilkan laba semakin besar sehingga menciptakan image positif bagi
pelaku pasar untuk segera berinvestasi di dalam perusahaan.”

2.2.3 Pengaruh Pajak Tangguhan Dan Tax To Book Ratio Terhadap Kinerja

Perusahaan

Hadimukti dan Endang Kiswara (2012) berdasarkan hasil penelitiannya

menemukan bahwa pajak tangguhan dan tax to book ratio (rasio pajak)

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hadimukti dan

Endang Kiswara (2012) dalam artikelnya menyatakan bahwa:

“Faktor-faktor kepemilikan pajak tangguhan dan tax to book ratio (rasio


pajak) yang dimiliki oleh perusahaan akan berdampak secara simultan
mempengaruhi tingkat kepemilikan peringkat obligasi pada perusahaan pada
saat penentuan peringkat obligasi. Dengan kata lain kedua variabel tersebut
yaitu Pajak Tangguhan dan Rasio Pajak akan secara bersama-sama
memberikan dampak atas tinggi rendahnya peringkat obligasi yang dimiliki
oleh perusahaan pada saat penentuan peringkat obligasi. Informasi mengenai
resiko investasi nantinya akan tercermin pada tinggi atau rendahnya peringkat
obligasi yang dimiliki”.
57

2.2.4 Gambar Skema Kerangka Pemikiran

Manufaktur

Food & beverages

Analisis Laporan Kinerja


Keuangan Perusahaan

Catatan atas Laba


Neraca
Laporan Keuangan Perusahaan

Pajak Text to
Tangguhan Book Ratio NPM

Pengaruh Pajak Tangguhan dan Tax to


book Ratio terhadap Kinerja
Perusahaan
58

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, maka penulis dapat merumuskan

hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H1 : Pajak tangguhan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

H2 : Tax to book ratio berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

H3 : Pajak tangguhan dan tax to book ratio berpengaruh signifikan terhadap

kinerja perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai