Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN TRAUMA MELAHIRKAN

Trauma kelahiran adalah kelahiran pada bayi baru lahir yang terjadi karena trauma kelainan
akibat tindakan, cara persalinan / gangguan yang diakibatkan oleh kelainan fisiologik persalinan
(Sarwono Prawirohardjo, 2001 :229)
Trauma persalinan adalah kelainan bayi baru lahir yang terjadi karena trauma lahir akibat
tindakan, cara persalinan atau gangguan persalinan yang diakibatkan kelainan fisiologis
persalinan.
Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran.
Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik, baik yang dapat
dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan
kelahiran. Trauma dapat terjadi sebagai akibat ketrampilan atau perhatian medik yang tidak
pantas atau yang tidak memadai sama sekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat
perawatan kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan
tindakan atau sikap orang tua yang acuh tak acuh. Pembatasan trauma lahir tidak meliputi trauma
akibat amniosentesis, tranfusi intrauteri, pengambilan contoh darah vena kulit kepala atau
resusitasi.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan
menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan
seksio sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara kelahiran bayi
sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir. Angka kejadian trauma lahir yang
mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor
risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia,
malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan
lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia
penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan cara lahir
bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan
demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula.
Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang
dapat meninggalkan gejala sisa.Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal
pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan
antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler
dalam otak.
ETIOLOGI TRAUMA MELAHIRKAN

Menurut A.H. Markum dkk (1991 : 266) penyebab terjadinya trauma persalinan yaitu sebagai
berikut:
1. Makrosomia(Berat bayi baru lahir lebih dari 400 gram)
2. Mal presentasi (bagian terendah janin yang tidak sesuai)
3. Presentasi ganda (bagian terendah janin lebih dari 1 bagian)
4. Disproporsi sephalo pelvik (ketidak sesuaian panggul dan kepala janin)
Kelahiran dan tindakan (proses persalinan yang tidak spontan tapi dengan menggunakan
alat)
5. Persalinan lama (persalinan yang lebih dari 24 jam)
6. Persalinan presipitatus (persalinan dimana gejala Kala I tidak dirasakan sakit dan
berakhir dengan lahirnya bayi)
7. Bayi kurang bulan (bayi lahir dengan usia kehamilan 22 – 26 minggu)
8. Distosia bahu (kemacetan bahu)

BBLL dari 400g


Bagian terendah janin yg tidak sesuai
Bagian terendah janin lebi dari 1
Melahirkan yg tidak spontan dan menggunakan alat
Persalinan > 24j
Persalinan dgn gejala kala 1 – lahirnya bayi tdk merasakan sakit
Bayi lahir dgn usia 22-26 minggu
Kemacetan bahu
MACAM-MACAM TRAUMA PERSALINAN
Macam-Macam Tauma persalinan
a. susunan saraf
      Paralis Pleksus Brakialis
      Paralisis Nervus Frenikus
      Kerusakan Medulla Spinalis
      Paralisis Pita Suara
b. Fraktur (Patah Tulang)
      Fraktur Tulang Tengkorak
      Fraktur Tulang Klavikula9
      Fraktur Tulang Humerus
      Fraktur Tulang Femur
c. Jaringan lunak
      Kaput Suksedaneum
      Sefalohematoma
      Perdarahan Subafoneurosis
      Trauma Muskulus Sternokleido-Mastoideus
      Perdarahan Subkunjungtiva
      Nekrosis Jaringan Lemak Subkutis

Susunan saraf
Fraktur
Jaringan lunak
FRAKTUR (PATAH TULANG)

I. Fraktur Tulang Tengkorak

Kebanyakan fraktur tulang tengkorak terjadi akibat kelahiran pervaginam sebagai


akibat penggunaan cunam atau forceps yang salah, atau dari simfisis pubis, promontorium,
atau spina ischiadica ibu pada persalinan dengan diproporsi sefalopelvik. Yang paling
sering adalah fraktur linier yang tidak menimbulkan gejala dan tidak memerlukan
pengobatan, serta fraktur depresi yang biasanya kelihatan sebagai lekukan pada kalvarium
yang mirip lekukan pada bola pingpong. Semua fraktur ini harus direposisi untuk
menghindari cedera korteks akibat tekanan yang terus-menerus dengan menggunakan
anestesi lokal dalam minggu pertama dan segera setelah kondisi bayinya stabil.

II. Fraktur Tulang Klavikula

A. Definisi Fraktur Klavikula


Fraktur adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan
sekitarnya. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Clavicula merupakan tulang yang berbentuk huruf S, bagian medial melengkung
lebih besar dan menuju ke anterior. Lengkungan bagian lateral lebih kecil dan
menghadap ke posterior. Ujung medial clavicula disebut extremitas sternalis, membentuk
persendian dengan sternum, dan uJung lateral disebut extremitas acromialis, membentuk
persendian dengan acromion. Facies superior clavicula agak halus, dan pada facies
inferior di bagian medial terdapat tuberositas costalis. Disebelah lateral tuberositas
tersebut terdapat sulcus subclavius, tempat melekatnya m. Subclavius, dan disebelah
lateralnya lagi terdapat tuberositas coracoidea, tempat melekat lig. Coracoclaviculalis.
Clavicula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada masa
fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan
lateral clavicula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin. Kernudian
ossifikasi sekunder pada epifise medial clavicula berlangsung pada usia 18 tahun sampai
20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu pada usia 25 tahun sampai 26 tahun.
Pada tulang ini bisa terjadi banyak proses patologik sama seperti pada tulang yang
lainnya yaitu bisa ada kelainan congenital, trauma (fraktur), inflamasi, neoplasia,
kelainan metabolik tulang dan yang lainnya. Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh
benturan ataupun kompressi yang berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi
yang bisa menyebabkan terjadinya fraktur tertutup ataupun multiple trauma.
Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang mungkin
terjadi apabila terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Hal ini dapat
timbul pada kelahiran presentasi puncak kepala dan pada lengan yang telentang pada
kelahiran sungsang. Gejala yang tampak pada keadaan ini adalah kelemahan lengan pada
sisi yang terkena, krepitasi, ketidakteraturan tulang mungkin dapat diraba, perubahan
warna kulit pada bagian atas yang terkena fraktur serta menghilangnya refleks Moro pada
sisi tersebut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan palpasi dan foto rontgent. Penyembuhan
sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat
dan fleksi 90 derajat dari siku yang terkena.

Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering
ditemukan dibandingkan dengan trauma tulang lainnya. Trauma ini ditemukan pada
kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau
sering pula ditemukan pada waktu melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir
letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.

Fraktur Klavikula adalah patah tulang klavikula pada saat proses persalinan,
biasanya karena terjadi kesulitan dalam melahirkan bbahu pada kelahiran dengan
presentasi kepala dan melahirkan lengan pada presentasi bokong (Dewi, 2010)

Fraktur klavikula dapat terjadi pada persalinan letak sungsang dengan lengan
menumbung ke atas, persalinan presentasi kepala bayi besar atau bahu besar (Muslihatun,
2010)

B. Klasifikasi Fraktur Klavikula


Pengklasifikasian fraktur clavicula didasari oleh lokasi fraktur pada clavicula
tersebut. Ada tiga lokasi pada clavicula yang paling sering mengalami fraktur yaitu pada
bagian midshape clavikula dimana pada anak-anak berupa greenstick, bagian distal
clavicula dan bagian proksimal clavicula.
Menurut Neer secara umum fraktur klavikula diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu :
1. Tipe I : Fraktur pada bagian tengah clavicula. Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur.
2. Tipe II : Fraktur pada bagian distal clavicula. Lokasi tersering kedua mengalami
fraktur setelah midclavicula.
3. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang terjadi
dari semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.

Ada beberapa subtype fraktur clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3 yaitu :
1. Tipe I  :  merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana ligament tidak
mengalami kerusakan.
2. Tipe II : merupakan fraktur pada daerah medial ligament coracoclavicular.
3. Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament coracoclavicular dan
melibatkan permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.

C. Etiologi Fraktur Klavikula


Berikut beberapa penyebab pada fraktur clavicula yaitu :
1. Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis
selama proses melahirkan.
2.  Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya
pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi,
keganasan clan lain-lain.

Faktor predisposisi fraktur klavikula adalah:


1. Bayi yang berukuran besar.
2. Distosia bahu yaitu tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan. Selain itu distosia bahu juga dapat di defenisikan sebagai
ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme atau cara biasa.
3. Partus dengan letak sungsang yaitu persalinan dengan letak atau posisi bayi tidak
normal yaitu bokong berada di bagian bawah atau di daerah pintu atas panggul
sedangkan kepala berada pada fundus uteri.
4. Persalinan traumatic yaitu bayi atau ibu yang menderita cedera saat lahir bisa
menjadi faktor penyebab trauma setelah melahirkan
D. Tanda dan Gejala Fraktur Klavikula
Penyebab fraktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat trauma
jalan lahir dengan gejala:
1. Bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena,
2. Krepitasi dan ketidakteraturan tulang,
3. Kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur,
4. Tidak adanya refleks moro pada sisi yang terkena,
5. Adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya depresi
supraklavikular pada daerah fraktur.
6. Biasanya diikuti palsi lengan

Tanda dan Gejala:

1. Gerakan abnormal/ posisi asimetris dengan lengan /tungkai


2. Bengkak pada daerah tulang yang terkena
3. Menangis apabila lengan, kaki atau bahu di gerakkan
4. Terdapat perubahan bentuk atau deformitas
5. Hilangnya fungsi anggota gerak dan persendian yang terdekat ( paralisis )
6. Reflek moro negatif pada sisi yang terkena.
7. Pemeriksaan diagnostik foto sinar X dari ekstremitas yang sakit atau lokasi fraktur.
8. Bayi secara khas tidak menggerakkan lengan secara bebas
9. Pada palpasi teraba ketidakteraturan tulang dan krepitasi.(Wahab, 2000: 581)
10. Hilangnya lengkung supraklavikula pada sisi fraktur. (Cunningham, dkk: 2005)

E. Penatalaksanaan Fraktur Klavikula


1. Fraktur klavikula dapat di atasi dengan pemasangan balutan klavikula berbentuk angka
delapan. dengan cara dari pundak kanan pembalut di silangkan dari punggung ketiak kiri,
selanjutnya dari ketiak kiri ke depan dan ke atas pundak kiri. Dari pundak kiri
disilangkan lagi ke ketiak kanan lalu ke pundak kiri. Demikian seterusnya dan akhirnya
dengan sebuah peniti di kaitkan di ujung pembalut pada bagian bawahnya. Bentuk ini
akan mengekstensikan bahu dan meminimalkan besarnya tumpang tindih fragmen
fraktur.
2. Bayi jangan banyak digerakkan
3. Immobilisasi lengan dan bahu pada sisi yang sakit dan abduksi lengan dalam stanhoera
menopang bahu belakang dengan memasang ransel verband
4. Rawat bayi dengan hati-hati
5. Nutrisi yang adekuat (pemberian asi yang adekuat dengan cara mengajarkan pada ibu
cara pemberian asi dengan posisi tidur, dengan sendok atau pipet)
6. Rujuk bayi kerumah sakit

III. Fraktur Humerus

A. Definisi Fraktur Humerus


Fraktur humerus merupakan salah satu bentuk fraktur tulang panjang (long bone)
yang terjadi pada tulang humerus. Fraktur Humerus menurut (Mansjoer, Arif, 2000) yaitu
diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus. Sedangkan menurut
(Sjamsuhidayat 2004 ). Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.
Fraktur humerus pada bayi baru lahir adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan
teknik dalam melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang
dengan lengan membumbung ke atas. Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak
dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang. Fraktur tulang humerus
umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang
humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini,
jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis.
Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.
B. Klasifikasi Fraktur Humerus
Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas:
1. Fraktur Suplemen humerus
Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi:
 Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan posisi
lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi
 Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan
dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi
sedikit fleksi.
2. Fraktur interkondiler humerus
Fraktur yang sering terjadi pada anak fraktur kondiler lateralis dan fraktur kondiler
medialis humerus
3. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang disebabkan fraktur spiral (fraktur
yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang menyebabkan trauma rotasi)
4. Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput humeri) dan
kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum)
C. Tanda dan Gejala Fraktur Humerus
- Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
- Refleks moro asimetris
- Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
- Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
- Letak fraktur umumnya di daerah diafisi.
- Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.

Gejala klinis

- Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki yang
berkurang dan asimetris.
- Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang
femur.
- Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
D. Penanganan Fraktur Humerus
 Imobilisasi lengan pada sisi bayi dengan siku fleksi 90 derajat selama 10 sampai 14
hari serta control nyeri
 Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih
ringan dengan deformitas, umumnya akan baik.
 Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang
fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal

IV. Fraktur Tulang Femur

A. Definisi Fraktur Tulang Femur


Fraktur femur adalah patah tulang paha. Kelainan ini jarang terjadi, dan jika ditemukan
sering terjadi karena kesalahan teknik dalam pertolongan pada presentasi sungsang. Pada
kelainan ini biasanya penyembuhan sempurna didapat setelah 3-4 minggu pengobatan.
B. Etiologi
Terjadi karena kesalahan pertolongan pada letak bokong waktu mengeluarkan kaki atau
pada ekstraksi kaki
C. Tanda dan Gejala
1. Pembengkakan pada paha di sertai nyeri bila di lakukan gerakan pasif pada tungkai
2. Perubahan warna kulit agak kebiruan
3. Bayi tidak dapat bergerak secara bebas pada sisi yang terkena
4. Diagnosa pasti dilakukan dengan palpasi dan pemeriksaan radiologic

D. Penatalaksanaan
1. Letakkan bayi terlentang dan letakkan bantalan bidai dibawah pinggang sampai
dengan lutut bayi pada tungkai yang terkena
2. Balut bidai ke tubuh bayi dengan pembalut elastis pada pinggangnya dan dari paha
sampai dibawah lutut pada kaki yang terkena.
3. Tali pusat jangan sampai tertutup pembalut
4. Amati tungkai bawah 4 kali sehari selama 2 hari. Bila kaki menjadi biru atau
bengkak, lepas pembalut dan bungkus ulang dengan balutan lebih longgar. Bila
pembalut dipasang ulang, amati 2 hari lagi, apakah kaki tampak kebiruan atau
bengkak.
5. Nasehati ibu agar kembali dalam 14 hari untuk membuka bidai

V. Fraktur dan Dislokasi Tulang Belakang

Kelainan ini jarang ditemukan dan biasanya terjadi dilakukan kuat untuk melahirkan
kepala pada presentasi sungsang atau untuk membuat bahu pada presentasi kepala. Fraktur
atau dislokasi lebih sering pada tulang belakang servikal bagian bawah dan torakal bagian
atas. Tipe lesinya total perusakan total medula spinalis pada satu atau lebih aras (level) otak.
Keadaan bayi mungkin buruk sejak lahirnya, memenangkan depresi pernafasan, syok dan
hipotermia. Kematian yang parah dapat terjadi dalam kemacetan. Pada bayi yang selamat,
perawatan yang dilakukan suportif dan sering dilakukan kerusakan permanen.
Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri.Jakarta : EGC.
Manuaba.1998.Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga Berencana untuk
Pendidik Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Henderson,Christine, dkk. 2006.Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
Prawirohardjo, Sarwono. 2002.Asuhan Maternal dan Neonatal .Jakarta : YBP-SP
Prawiroharjo,Sarwonno.2010.Ilmu  Kebidanan. Jakarta. Pt Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai