Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang


Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu
instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga
mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat
individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang
diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi
yang sesuai harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.
1.2       Rumusan Masalah
Terapi apa saja yang dapat diterapkan pada lansia?

1.3       Tujuan
Untuk mengetahui terapi apa saja yang dapat diterapkan pada lansia.

1.4       Manfaat
Lansia dapat mengetahui terapi apa saja yang dapat diterapkan pada dirinya.

BAB II
DASAR TEORI

2.1       Pengertian
Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik – psikososial
– edukasional – vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional yang optimal.

2.2       Program Pada Lansia


                  1)         Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling
ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut,
misalnya :
a.         Aktivitas di tepat tidur
        Positioning, alih baring, latihan pasif&aktif lingkup gerak sendi
b.         Mobilisasi
        Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
        Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll

                  2)         Program Okupasiterapi


Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan
latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang diinginkan.
Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila
tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.
                  3)         Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotis-
prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan
sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus,
misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana
sehingga mudah dipakai, dll.

                  4)         Program Terapi Wicara


Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu
diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila
ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada
penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll

                  5)         Program Sosial-Medik


Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama
lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang
dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk
mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal
dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang
datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll

                  6)         Program Psikologi


Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang
mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau
konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan
program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.

2.3       Peran Tim Medis


                  1)         Fase Perawatan Intensif (Intensive Care)
Yang menonjol peran perawat, baru kemudian fisioterapis dan mungkin petugas sosial
medik sudah mulai berperan.
                  2)         Fase Perawatan Antara (Intermediate Care)
Perawat masih diperlukan, fisioterapis makin menonjol, terapis okupasi mulai berperan,
mungkin terapis wicara atau psikolog mulai berperan. Juga bila alat bantu diperlukan,
misalnya walker, dynamic-splint, dll. Maka ortoris-prostetis yang akan membuat susuai
dengan kondisi penderita.

                  3)         Fase Perawatan Sendiri (Self Care)


Okupasi terapi sangat penting untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari. Mulai
dari aktiviats untuk pribadi sampai dengan pada aktivitas dalam kehidupannya dalam
pekerjaan.

                  4)         Fase Rawat Jalan (Day Care)


Tergangtung pada gangguan/dissabilitas yang dideritanya. Biasanya terapi okupasi
suportif sangat membantu, dan dalam hal ini program bisa diberikan dalam bentuk kegiatan
yang menghasilkan sesuatu. Pada keadaan ini seluruh tim akan berperan, dan dokter selalu
memantau pada setiap fase yang dijalani.

2.4       Macam-macam Terapi Lansia


                  1)         Terapi Modalitas
Pengertian
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.

Tujuan
a.       Mengisi waktu luang bagi lansia
b.      Meningkatkan kesehatan lansia
c.       Meningkatkan produktifitas lansia
d.      Meningkatkan interaksi sosial antar lansia

Jenis Kegiatan :
a.       Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan
masalah lansia.

b.      Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi,
bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan
Leader, Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.

c.       Terapi Musik


Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan

d.      Terapi Berkebun


Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.
Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll

e.       Terapi dengan Binatang


Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan
bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll

f.       Terapi Okupasi


Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat
kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah
di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut
dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar,
menjemur kasur, dll)

g.      Terapi Kognitif


Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi
TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll

h.      Life Review Terapi


Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
i.        Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda,
rekreasi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.

j.        Terapi Keagamaan


Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.

k.      Terapi Keluarga


Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan
kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali.
Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah
yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk
kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), dan
fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling
percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di
fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis
berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi
masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga,
peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana
keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan
cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan
perawatan yang berkesinambungan.

                  2)         Teknik


a.       Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu sindroma penurunan densitas tulang (matrix dan mineral
berkurang), terapi rasio matrik dan mineral tetap normal. Osteoporosis terjadi karena
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Densitas mineral tulang
berkurang sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah walaupun dengan trauma
minimal.

Contoh latihan yang harus dihindari :


1.      Sit Up
2.      Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
3.      Duduk dengan punggung membungkuk
4.      Mengangkat beban dengan ayunan punggung

b.      Menjaga Kebugaran Jasmani


Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh. Kebugaran
jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran
jantung-paru dan peredaran darah serta kekuatan otot dan kelenturan sendi.
c.       Mengangkat dan Mengangkut
Melihat berbagai perubahan karena penuaan, cara mengangkat dang mengakut yang
efektif, efisien, dan aman merupakan kebutuhan bagi lansia. Untuk menunjang prinsip kinetic
dalam mengangkat dan mengangkut dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1)      Pegangan harus tepat, kerja statis local dihindari
2)      Pegangan/tangan berada sedekat mungkin dengan tubuh
3)      Punggung harus lurus
4)      Dagu (kepala) diusahakan segera ke posisi tegak
5)      Kaki diusahakan sedemikian rupa sehingga keseimbangannya kuat
6)      Menfaatkan berat badan sebagai gaya tarik/dorong
7)      Beban berada sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh.

d.      Perlindungan sendi


Usaha perlindungan sendi dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian sendi secara
berlebihan, menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha menggunakan sendi
yang lebih kuat atau lebih besar, dan istirahat sejenak disela-sela aktivitas.

e.       Konservasi Energi


Konservasi energy adalah suatu cara melakukan aktivitas dengan energy yang relative
minimal, namun dapat memperoleh hasil aktivitas yang baik. Teknik konservasi energy dapat
dicapai apabila dalam setiap aktivitas memperhatikan hal-hal berikut :
1)      Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan sehingga tidak ada gerakan kejut yang akan
meningkatkan strees fisik atau emosional.
2)      Atur lingkungan aktivitas sedemikian rupa sehingga pada waktu melaksanakan aktivitas,
energy dapat digunakan secra efisien
3)      Jika mungkin, aktivitas dilakukan dalam posisi duduk
4)      Jangan menjinjing atau mengangkat barang jika dapat didorong atau digeser.
5)      Gunakan alat aktivitas yang relatife ringan
6)      Lakukan aktivitas dengan cara yang sama karena akan membuat lebih efisien.
7)      Dalam setiap aktivitas, harus sering diselingi istirahat. Salah satu pedoman adalah sepuluh
menit istirahat untuk setiap satu jam bekerja.
8)      Bagi aktivitas menjadi beberapa bagian kemudian kerjakan pada waktu yang berbeda.

f.       Peningkatan Kekuatan Otot


Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar mampu melakukan gerak
fungsional tanpa adanya hambatan. Dalam latihan ini, jenis latihan yang dianjurkan adalah
latihan isotonic, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1)      Tentukan kemampuan otot maksimal
2)      Latihan pada 60%-80% kemampuan otot maksimal
3)      Ukur ulang setiap minggu
4)      3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan
5)      Istirahat 1-2 menit diantara seri
6)      Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu

g.      Kegel’s Exercise


Upaya lain dalam meningkatkan otot dasar panggul adalah dengan latihan kontraksi
otot dasar panggul secara aktif. Petunjuknya sebagai berikut :
1)      Posisi duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut tersokong dengan rileks
2)      Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga pada paha
3)      Konsentrasikan kontraksi pada daerah vagina, uretra, dan rectum
4)      Kontraksikan otot dasar panggul seperti menahan defekasi dan berkemih
5)      Rasakan kontraksi otot dasar panggul
6)      Pertahankan kontraksi sebatas kemampuannya
7)      Rileks dan rasakan otot dasar panggul yang rileks
8)      Kontraksikan otot dasar panggul lagi, pastikan otot berkontraksi dengan benar tanpa ada
kontraksi otot abdominal, contohnya jangan menahan napas. Control kontraksi otot
abdominal dengan meletakkan tangan pada perut.
9)      Rileks. Coba rasakan perbedaan saat berkontraksi dan rileks
10)  Sesekali kontraksi dipercepat, pastikan tidak ada kontraksi otot yang lain
11)  Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada latihan awal, lakukan 3X pengulangan
karena otot yang lemah akan mudah lelah
12)  Latih untuk mengkontraksikan otot dasar panggul dan mempertahankannya sebelum dan
selama aktivitas tertawa, abtuk, bersin, mengangkat benda, bangun dari kursi/tempat tidur,
dan jogging
13)  Target latihan ini adalah 10X kontraksi lambat dan 10X kontraksi cepat. Tiap kontraksi
dipertahankan selama 10 hitungan. Lakukan 6-8X dalam sehari atau setiap saat dapat
melakukannya.

h.      Memperbaiki Koordinasi (latihan Frenkel)

i.        Aksesibilitas bagi lansia


Kemudahan yang disediakan bagi lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Agar lansia dapat mandiri diperlukan
penilaian terhadap lingkungan aktivitasnya.

                  3)         Farmakoterapi


Pada lansia terjadi penurunan proses farmakokinetik dan farmakodinamik, yaitu :
a.       Dengan pemberian dosis yang lazim KOP (Kadar Obat Plasma) akan lebih tinggi oleh karena
sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal menurun.
b.      Denga KOP yang sama dapat terjadi FOB (Fraksi Obat Bebas) lebih tinggi dari yang lazim
sebab kadar albumin pada lansia telah menurun terlebih-lebih pada waktu sakit atau oleh
karena pengangsuran tempat (Silent Reseptor) dari ikatan albumin oleh obat lain
(Polifarmasi).
c.       Perubahan efek farmakodinamik obat bersamaan dengan penurunan mekanisme regulasi
homeostatik dapat menyebabkan bias besar dalam efek farmakoterapi.
Oleh karena itu, semua pemberian obat harus dimulai dengan dosis yang lebih kecil,
misalnya ½ dosis standart dan dinaikkan perlahan-lahan dengan pemantauan yang ketat.
Dalam banyak hal diperlukan pengukuran KOP dalam darah.

BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
Menua merupakan proses fisologis dengan berbagai perubahan fungsi organ tubuh dan
bukan suatu penyakit. Adapun gangguan yang menyebabkan penderita harus berbaring lama
sedapat mungkin dihindarkan. Pemberian terapi merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam pemulihan kesehatan pada lansia. Seperti pemberian modalilitas alamiah ataupun
dengan menggunakan peralatan khusus biasanya hanya menggurangi keluhan yang bersifat
sementara, akan tetapi latihan-latihan yang bersifat pasif maupun aktif yang bertujuan untuk
mempertahankan kekuatan pada sekelompok otot-otot tertentu agar mobilitas tetap terjaga
sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga pencegahan disabilitas primer
diminimalkan dan disabilitas sekunder bisa dicegah, dan pada akhirnya tidak terjadi
handicap.

3.2       Saran
Peran perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan pada lansia
dalam taraf setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan.
Dengan demikian, lansia masih dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Oleh karena
itu perkembangan ilmu dan praktika dalam pembelajaran sangat penting untuk memenuhi
kualitas sumber daya yang dibutuhkan.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1)         Martono, Hadi dan Kris Pranarka.2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2)         Mubarak, Wahid Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.Jakarta :
Salemba Medika
3)         Maryam, R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika
4)         Stockslager, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik.Edisi II.Jakarta : EGC
5)         Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia.Jakarta : EGC
6)         Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo.2003.Fisioterapi Pada Lansia.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai