BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian
Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik – psikososial –
edukasional – vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional yang optimal.
1) Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling ringan k
emudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :
b. Mobilisasi
· Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
2) Program Okupasiterapi
3) Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotis-
prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan se
suai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, mis
alnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana se
hingga mudah dipakai, dll.
5) Program Sosial-Medik
Petugas sosial-
medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama lansia, melihat bagai
mana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderit
a, tingkat sosial-
ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung program lain yang ahrus
dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bag
aimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi,
dll
6) Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang me
mpunyai ciri-
ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Ju
ga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosia
lisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasiln
ya bisa lebih baik.
Yang menonjol peran perawat, baru kemudian fisioterapis dan mungkin petugas sosial medik
sudah mulai berperan.
Perawat masih diperlukan, fisioterapis makin menonjol, terapis okupasi mulai berperan, mun
gkin terapis wicara atau psikolog mulai berperan. Juga bila alat bantu diperlukan, misalnya w
alker, dynamic-splint, dll. Maka ortoris-
prostetis yang akan membuat susuai dengan kondisi penderita.
1) Terapi Modalitas
Pengertian
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
Tujuan
Jenis Kegiatan :
Satu dari pendekatan yang paling terkenal terhadap pengobatan usila adalah dengan menggun
akan Review Kehidupan/Life Review (Butler, 1963, Butler dan Lewis, 1981).
Butler dan Lewis (1981) menjelaskan bahwa Therapi Review Kehidupan adalah lebih ekstens
if daripada pengingatan kembali masa lampau secara sederhana, walaupun kenang-
kenangan merupakan komponen utama dalam pendekatan ini. Mereka juga menjelaskan bah
wa pemerolehan suatu otobiografi yang ekstensif dari manula adalah penting (tergantung pad
a keragaman sumber misalnya : album keluarga, silsilah keluarga), dengan membiarkan mere
ka mengatur hidupnya sendiri. Oleh karena itu, konflik-
konflik intrapsikis, hubungan keluarga, keputusan tentang keberhasilan dan kegagalan, penye
lesaian masalah dan klarifikasi dari nilai-
nilai yang dimiliki manula adalah potensial untuk memberikan keuntungan yang diperoleh m
elalui life review yang dilakukan secara individu atau kelompok.
Tetapi review kehidupan dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat frustasi dan menya
kitkan untuk banyak manulau yang mungkinmemperoleh dukungan emosional dari seorang p
enasehat (konselor) selama periode waktu yang lama untuk mengatasi hasil tambahan (by pro
duct) dari proses ini (putus asa, rasa bersalah, permusuhan).
pendekatan-pendekatan lainnya
Disamping therapy review kehidupan, ada sejumlah pendekatan lain terhadap pengobatan ma
nula namun pemakaiannya terbatas, meliputi therapy musik, remotivasi, orientasi realitas, the
rapy okupasi, therapy olag raga (tari), therapy seni dan therapy main peran atau drama.
Therapi musik menggantungkan pada memainkan instrumen musik, bernyanyi atau mendeng
arkan rekaman untuk memudahkan pergerakan, meningkatkan tingkat aktifitas dan meningkat
kan perasaan puas dan keterlibatan dalam kehidupan. Seperti ditunjukan oleh Hartyford (198
0) bahwa penelitian yang jumlahnya sedikit tentang evaluasi therapy musik mengisyaratkan b
ahwa therapy musik benar-
benar dapat mencapai tujuan ini. Therapi ini lebih tepat dianggap sebagai suatu “tehnik” atau
suatu pelengkap karena therapy ini dapat dipergunakan dalam konteks suatu situasi kelompok
tau therapy review kehidupan. Sama juga bagi therapy seni, therapy okupasi, therapy olah ra
ga (tari), therapy drama. Sejauh seseorang terlibat dalam seni (baik sebagai kreatifitas maupu
n sebagai apresiasi), terutama dalam penulisan, pengarahan atau permainan peran teater/dram
a, atau bergabung dengan kelompok senam aerobik, tari atau suatu kelompok ketrampilan/kea
hlian, maka dia akan memperoleh banyak keuntungan yang potensial.
Disamping dapat mengembangkan kepercayaan diri dan kepuasan dalam kemampuan, tehnik
ini memungkinkan seseorang untuk mengembangkan ketrampilan interpersonal, sehingga dap
at mengurangi perasaan terisolasi. Yang lebih penting lagi, pola pengobatan ini, karena mene
nkankan keterlibatan dalam sesuatu (suatu kegiatan atau minat) atau dalam seseorang, dapat j
uga merenungi kegagalan-
kegagalan masa lampau dan sekarang atau konflikyang tidak terpecahkan. Kegiatan-
kegiatan ini dapat mempertahankan seseorang merasa disibukkan baik secara fisik maupun m
ental, sehingga mengurangi kemungkinan akan mempergunakan waktunya untuk kegiatan-
kegiatan (memikirkan tentang masa lampau) yang sifatnya merusak diri.
2) Farmakoterapi
a. Dengan pemberian dosis yang lazim KOP (Kadar Obat Plasma) akan lebih tinggi oleh
karena sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal menurun.
b. Denga KOP yang sama dapat terjadi FOB (Fraksi Obat Bebas) lebih tinggi dari yang laz
im sebab kadar albumin pada lansia telah menurun terlebih-
lebih pada waktu sakit atau oleh karena pengangsuran tempat (Silent Reseptor) dari ikatan alb
umin oleh obat lain (Polifarmasi).
Oleh karena itu, semua pemberian obat harus dimulai dengan dosis yang lebih kecil, misalnya
½ dosis standart dan dinaikkan perlahan-
lahan dengan pemantauan yang ketat. Dalam banyak hal diperlukan pengukuran KOP dalam
darah.
DAFTAR PUSTAKA