Anda di halaman 1dari 39

Pengertian

Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik psikososial
edukasional vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional yang optimal.
Program
Pada
Lansia
1)
Program
Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling ringan
kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :
a.
Aktivitas
di
tepat
tidur
Positioning,
alih
baring,
latihan
pasif&aktif
lingkup
gerak
sendi
b.
Mobilisasi
- Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
- Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll
2)
Program
Okupasiterapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan latihan
dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya
latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak
memungkinkan maka dibuat modifikasi.
3)
Program
Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotis-prostetis
akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan
kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya
pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga
mudah dipakai, dll.
4)
Program
Terapi
Wicara
Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu
diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila
ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada
penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll
5)
Program
Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama lansia,
melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang
dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk
mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal
dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang
datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll

6)
Program
Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang
mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau
konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program
lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko
kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan
merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik
dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis, spiritual,
fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh
tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga
lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, Parkinson, dan
osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat menyebabkan disabilitas pada
lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul
karena stres yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu
tertentu, selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila
menimbulkan penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu
instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga

mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual
sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam
keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.
1.2

Rumusan Masalah
Terapi apa saja yang dapat diterapkan pada lansia?

1.3

Tujuan
Untuk mengetahui terapi apa saja yang dapat diterapkan pada lansia.

1.4

Manfaat
Lansia dapat mengetahui terapi apa saja yang dapat diterapkan pada dirinya.
BAB II
DASAR TEORI

2.1

Pengertian
Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik psikososial
edukasional vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional yang optimal.

2.2

Program Pada Lansia

1)

Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling ringan
kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :

a.

Aktivitas di tepat tidur

Positioning, alih baring, latihan pasif&aktif lingkup gerak sendi

b.

Mobilisasi

Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan

Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll

2)

Program Okupasiterapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan
latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang diinginkan.
Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak
memungkinkan maka dibuat modifikasi.

3)

Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotisprostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai
dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya
pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga
mudah dipakai, dll.

4)

Program Terapi Wicara


Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu
diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila
ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada
penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll

5)

Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama
lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang
dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk
mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal
dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang
datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll

6)

Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang
mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau

konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program
lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
2.3

Peran Tim Medis

1)

Fase Perawatan Intensif (Intensive Care)


Yang menonjol peran perawat, baru kemudian fisioterapis dan mungkin petugas sosial medik
sudah mulai berperan.

2)

Fase Perawatan Antara (Intermediate Care)


Perawat masih diperlukan, fisioterapis makin menonjol, terapis okupasi mulai berperan,
mungkin terapis wicara atau psikolog mulai berperan. Juga bila alat bantu diperlukan, misalnya
walker, dynamic-splint, dll. Maka ortoris-prostetis yang akan membuat susuai dengan kondisi
penderita.

3)

Fase Perawatan Sendiri (Self Care)


Okupasi terapi sangat penting untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari. Mulai dari
aktiviats untuk pribadi sampai dengan pada aktivitas dalam kehidupannya dalam pekerjaan.

4)

Fase Rawat Jalan (Day Care)


Tergangtung pada gangguan/dissabilitas yang dideritanya. Biasanya terapi okupasi suportif
sangat membantu, dan dalam hal ini program bisa diberikan dalam bentuk kegiatan yang
menghasilkan sesuatu. Pada keadaan ini seluruh tim akan berperan, dan dokter selalu memantau
pada setiap fase yang dijalani.

2.4

Macam-macam Terapi Lansia

1)

Terapi Modalitas
Pengertian
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
Tujuan

a.

Mengisi waktu luang bagi lansia

b. Meningkatkan kesehatan lansia


c.

Meningkatkan produktifitas lansia

d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia


Jenis Kegiatan :
a.

Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan
masalah lansia.

b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi,
bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader,
Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
c.

Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan

d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.
Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll
e.

Terapi dengan Binatang


Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan
bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll

f.

Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas,
membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat

(pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari benang,
kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi
TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
h. Life Review Terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
i.

Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekreasi
ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.

j.

Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjamaah, dan lain-lain.

k. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit
penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan
fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi;
tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan
kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali.
Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah
yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk
kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), dan
fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya,
isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau
fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola
interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual
anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama
ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang
selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul.
Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.
2)
a.

Teknik
Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu sindroma penurunan densitas tulang (matrix dan mineral
berkurang), terapi rasio matrik dan mineral tetap normal. Osteoporosis terjadi karena
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Densitas mineral tulang
berkurang sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah walaupun dengan trauma minimal.

Contoh latihan yang harus dihindari :


1. Sit Up
2. Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
3. Duduk dengan punggung membungkuk
4. Mengangkat beban dengan ayunan punggung
b. Menjaga Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh. Kebugaran
jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran
jantung-paru dan peredaran darah serta kekuatan otot dan kelenturan sendi.

c.

Mengangkat dan Mengangkut


Melihat berbagai perubahan karena penuaan, cara mengangkat dang mengakut yang
efektif, efisien, dan aman merupakan kebutuhan bagi lansia. Untuk menunjang prinsip kinetic
dalam mengangkat dan mengangkut dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Pegangan harus tepat, kerja statis local dihindari

2) Pegangan/tangan berada sedekat mungkin dengan tubuh


3) Punggung harus lurus
4) Dagu (kepala) diusahakan segera ke posisi tegak
5) Kaki diusahakan sedemikian rupa sehingga keseimbangannya kuat
6) Menfaatkan berat badan sebagai gaya tarik/dorong
7) Beban berada sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh.
d. Perlindungan sendi
Usaha perlindungan sendi dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian sendi secara
berlebihan, menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha menggunakan sendi yang
lebih kuat atau lebih besar, dan istirahat sejenak disela-sela aktivitas.
e.

Konservasi Energi
Konservasi energy adalah suatu cara melakukan aktivitas dengan energy yang relative
minimal, namun dapat memperoleh hasil aktivitas yang baik. Teknik konservasi energy dapat
dicapai apabila dalam setiap aktivitas memperhatikan hal-hal berikut :

1)

Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan sehingga tidak ada gerakan kejut yang akan
meningkatkan strees fisik atau emosional.

2) Atur lingkungan aktivitas sedemikian rupa sehingga pada waktu melaksanakan aktivitas, energy
dapat digunakan secra efisien
3) Jika mungkin, aktivitas dilakukan dalam posisi duduk
4) Jangan menjinjing atau mengangkat barang jika dapat didorong atau digeser.
5) Gunakan alat aktivitas yang relatife ringan
6) Lakukan aktivitas dengan cara yang sama karena akan membuat lebih efisien.
7) Dalam setiap aktivitas, harus sering diselingi istirahat. Salah satu pedoman adalah sepuluh menit
istirahat untuk setiap satu jam bekerja.
8) Bagi aktivitas menjadi beberapa bagian kemudian kerjakan pada waktu yang berbeda.
f.

Peningkatan Kekuatan Otot

Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar mampu melakukan gerak
fungsional tanpa adanya hambatan. Dalam latihan ini, jenis latihan yang dianjurkan adalah
latihan isotonic, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Tentukan kemampuan otot maksimal
2) Latihan pada 60%-80% kemampuan otot maksimal
3) Ukur ulang setiap minggu
4) 3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan
5) Istirahat 1-2 menit diantara seri
6) Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu
g. Kegels Exercise
Upaya lain dalam meningkatkan otot dasar panggul adalah dengan latihan kontraksi otot
dasar panggul secara aktif. Petunjuknya sebagai berikut :
1) Posisi duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut tersokong dengan rileks
2) Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga pada paha
3) Konsentrasikan kontraksi pada daerah vagina, uretra, dan rectum
4) Kontraksikan otot dasar panggul seperti menahan defekasi dan berkemih
5) Rasakan kontraksi otot dasar panggul
6) Pertahankan kontraksi sebatas kemampuannya
7) Rileks dan rasakan otot dasar panggul yang rileks
8)

Kontraksikan otot dasar panggul lagi, pastikan otot berkontraksi dengan benar tanpa ada
kontraksi otot abdominal, contohnya jangan menahan napas. Control kontraksi otot abdominal
dengan meletakkan tangan pada perut.

9) Rileks. Coba rasakan perbedaan saat berkontraksi dan rileks


10) Sesekali kontraksi dipercepat, pastikan tidak ada kontraksi otot yang lain
11) Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada latihan awal, lakukan 3X pengulangan karena
otot yang lemah akan mudah lelah
12) Latih untuk mengkontraksikan otot dasar panggul dan mempertahankannya sebelum dan selama
aktivitas tertawa, abtuk, bersin, mengangkat benda, bangun dari kursi/tempat tidur, dan jogging

13) Target latihan ini adalah 10X kontraksi lambat dan 10X kontraksi cepat. Tiap kontraksi
dipertahankan selama 10 hitungan. Lakukan 6-8X dalam sehari atau setiap saat dapat
melakukannya.
h. Memperbaiki Koordinasi (latihan Frenkel)
i.

Aksesibilitas bagi lansia


Kemudahan yang disediakan bagi lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan. Agar lansia dapat mandiri diperlukan penilaian
terhadap lingkungan aktivitasnya.

3)

Farmakoterapi
Pada lansia terjadi penurunan proses farmakokinetik dan farmakodinamik, yaitu :

a.

Dengan pemberian dosis yang lazim KOP (Kadar Obat Plasma) akan lebih tinggi oleh karena
sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal menurun.

b. Denga KOP yang sama dapat terjadi FOB (Fraksi Obat Bebas) lebih tinggi dari yang lazim sebab
kadar albumin pada lansia telah menurun terlebih-lebih pada waktu sakit atau oleh karena
pengangsuran tempat (Silent Reseptor) dari ikatan albumin oleh obat lain (Polifarmasi).
c.

Perubahan efek farmakodinamik obat bersamaan dengan penurunan mekanisme regulasi


homeostatik dapat menyebabkan bias besar dalam efek farmakoterapi.
Oleh karena itu, semua pemberian obat harus dimulai dengan dosis yang lebih kecil,
misalnya dosis standart dan dinaikkan perlahan-lahan dengan pemantauan yang ketat. Dalam
banyak hal diperlukan pengukuran KOP dalam darah.
BAB III
PENUTUP

3.1

Simpulan
Menua merupakan proses fisologis dengan berbagai perubahan fungsi organ tubuh dan
bukan suatu penyakit. Adapun gangguan yang menyebabkan penderita harus berbaring lama
sedapat mungkin dihindarkan. Pemberian terapi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam

pemulihan kesehatan pada lansia. Seperti pemberian modalilitas alamiah ataupun dengan
menggunakan peralatan khusus biasanya hanya menggurangi keluhan yang bersifat sementara,
akan tetapi latihan-latihan yang bersifat pasif maupun aktif yang bertujuan untuk
mempertahankan kekuatan pada sekelompok otot-otot tertentu agar mobilitas tetap terjaga
sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga pencegahan disabilitas primer
diminimalkan dan disabilitas sekunder bisa dicegah, dan pada akhirnya tidak terjadi handicap.
3.2

Saran
Peran perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan pada lansia
dalam taraf setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan.
Dengan demikian, lansia masih dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Oleh karena itu
perkembangan ilmu dan praktika dalam pembelajaran sangat penting untuk memenuhi kualitas
sumber daya yang dibutuhkan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1)

Martono, Hadi dan Kris Pranarka.2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut).Edisi IV.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

2)

Mubarak, Wahid Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.Jakarta :


Salemba Medika

3)

Maryam, R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika

4)

Stockslager, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik.Edisi II.Jakarta : EGC

5)

Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia.Jakarta : EGC

6)

Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo.2003.Fisioterapi Pada Lansia.Jakarta : EGC


Prinsip-prinsip memilih peserta terapi aktivitas kelompok
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas, yang dijabarkan
antara lain;
1. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien halusinasi dan
lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa
untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik

tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga
mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
2. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Pasien yang dapat
diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor rendah sampai pasien tahap
promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi
akan lebih mudah tercapai.
3. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama, biasanya
laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.
4. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.
5. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan
kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan
tujuanya sulit tercapai.
2.5. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia
Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai eksistensinya oleh anggota
kelompok yang lain
Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku yang
destrkutif dan maladaptif
Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain unutk
menemukan cara menyelesaikan masalah
2.6. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
2.6.1. Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang
mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki
andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan
matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.
Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi, dapat menghasilkan
integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh. Bagi penyanyi dalam sebuah
kelompok, musik memberikan suatu komunikasi yang intim dan emosional antara pemimpin dan
anggota kelompok secara individu, juga antara anggota itu sendiri, dan masih terjadi ketika

hubungan antarpribadi itu menjadi terbatas dan pecah. Musik dapat mempersatukan suatu
kelompok yang beraneka ragam menjadi suatu unit yang fungsional. Fungsi musik sebagai
ungkapan perhatian dapat dilihat ketika musik dialami sebagai suatu pemberian dari orang-orang
yang kelihatannya tidak memiliki apa-apa.
1. Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian
Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi tambahan bagi konseling
pastoral melibatkan integrasi dari beberapa disiplin sejarah: pendidikan musik, pelayanan musik,
dan terapi musik. Terapi musik merupakan yang paling muda dari ketiga bidang ini dan yang
langsung berhubungan dengan aplikasi klinis musik.
Kata terapi dalam konteks ini berarti lebih daripada sekadar penyembuhan suatu penyakit.
Di zaman stres, penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa, dan kekalahan ini, musik dapat
disebut sebagai terapi untuk menstimulasi, memulihkan, menghidupkan, mempersatukan,
membuat seseorang peka, menjadi saluran, dan memerdekakan. Terapi musik memiliki suatu
kapasitas yang unik dan mapan sehingga memungkinkan terjadinya perubahan hidup.
Musik merupakan bagian dari musik temporal, yaitu bahwa musik hadir dalam tari dan drama.
Musik mengandung kumpulan yang sistematis dan teratur dari berbagai komponen suara irama,
melodi, dan keselarasan untuk dapat dilihat dan dinikmati. Musik, seperti bentuk seni lainnya,
merupakan ekspresi yang penuh gaya. Musik melibatkan pengelolaan serta keterampilan dari
materi artistik sehingga dapat menyajikan atau mengomunikasikan suatu hal tertentu, gagasan,
atau keadaan perasaan.
Musik dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang: sejarah, teori, filsafat, estetika, atau
fungsional. Musik yang fungsi utamanya lebih bersifat sosiologis atau psikologis daripada
estetika murni disebut musik fungsional. Dengan perkataan lain, ketika musik digunakan dengan
tujuan utama lebih menitikberatkan pada musiknya, maka saat itu berarti musik telah digunakan
secara fungsional. Penggunaan musik secara estetika, di pihak lain, merupakan musik demi
musik belaka atau musik demi kepuasan artistik. Sebenarnya, pada batas tertentu kebanyakan
musik memiliki kedua fungsi tersebut sehingga suatu klasifikasi yang eksak kadang-kadang sulit
diperoleh.
Suatu pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik secara terapis yang dibawakan
dalam wujud informal dan tanpa bentuk dengan penggunaan terapi musik sebagai suatu dimensi
khusus dari suatu cara terapi yang terintegrasi. Mula-mula pengalaman musikal dapat dipilih
sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh terapis, mungkin dapat juga dilakukan dengan
memasukkan aktivitas-aktivitas seperti berperan serta dalam paduan suara gereja atau koor
umum, menghadiri pagelaran musik, ikut pelajaran musik, dan lain-lain. Ini mengingat terapi
musik formal sering menggunakan irama sederhana dan instrumen perkusi yang dapat dimainkan
oleh hampir setiap orang.
Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh pengalaman musikal dengan nilai
terapetis yang tidak berupa terapi musik formal. Misalnya, mereka dapat berpartisipasi dengan
nyanyi bersama dalam acara rekreasi, mendengarkan rekaman musik yang inspiratif, atau
menyanyikan lagu pujian di sisi tempat tidur pasien.
Di pihak lain, terapi musik sebagai disiplin saintifik, menyangkut pemanfaatan secara hati-hati

dan sengaja dari semua dinamika mendalam dan potensial yang berhubungan dengan
pengalaman musikal, termasuk memilih, memasang, dan memainkan musik itu sendiri, selain
hubungannya dengan interaksi antara terapis dan pasien.
Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat dijabarkan sebagai suatu aktivitas kelompok
secara umum dari lingkungan pergaulan terapetik dalam bentuk kelompok nyanyi, koor atau
ensambel musik, dan kelas apresiasi musik atau secara perseorangan dapat ditujukan kepada
pasien tertentu berdasarkan kebutuhan terapi mereka yang unik dan kecakapan dalam bentuk
vokal atau latihan instrumen dan teori musik dan pelajaran komposisi.
Pilihan materi musik, medium musik, tingkat kompleksitas, dan sasaran terapetik merupakan
keputusan dan kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan pasien. Seperti dalam
semua cara terapi, terapi musik menyangkut penilaian terhadap pasien, aktivitas yang akan
dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman terapetik, dan evaluasi.
Kadang-kadang terapi musik dapat digabungkan secara efektif dengan aktivitas seni lain yang
kreatif, misalnya menari, psikodrama, puisi dan tulisan kreatif, melukis dan membuat patung,
dan bermacam bentuk terapi pertukangan (kerajinan tangan, perkayuan, dan hortikultura).
Selanjutnya, setiap terapi tambahan dapat menjadi kapasitas yang unik untuk menstimulasi dan
mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki individu. Secara psikologis, semua bentuk
ekspresi artistik memiliki kapasitas untuk memberi kepuasan kebutuhan akan ego dasar dari
individu, terutama untuk merasa memiliki, mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan,
mengasihi dan dikasihi, dan mengembangkan suatu citra diri yang positif.
Terapi musik menempati posisinya yang kuat di antara terapi- terapi seni kreatif karena beberapa
alasan. Pertama, musik secara tradisional dan secara benar disebut sebagai bahasa universal.
Setiap kultur memiliki tradisi musikal yang mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial,
estetika, dan komersial. Kedua, musik merupakan seni yang serba guna dan dapat diperoleh.
Hampir setiap orang dapat terlibat dalam aktivitas musik dengan kadar kemampuan yang sama.
Akhirnya yang ketiga, musik, terutama musik vokal dengan campuran musik dan puisi, mampu
mengekspresikan dan membangkitkan seluruh tangga nada emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta
pengalaman manusia.
2. Musik sebagai Terapi Tingkah Laku
Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih daripada sekadar pengalaman yang mendidik
atau suatu aktivitas sosial, walaupun pada batas tertentu berfungsi sebagai penghiburan, bersifat
mendidik, dan maksud-maksud sosial. Secara teknis, terapi musik telah didefinisikan sebagai
suatu sistem yang telah dikembangkan secara maksimal untuk menstimulasi dan mengarahkan
tingkah laku untuk mencapai sasaran terapi yang benar-benar jelas. Salah satu penyajian yang
terbaik dan paling singkat dari kerangka konseptual ini adalah yang diberikan oleh William Sears
dalam makalahnya yang berjudul Proces in Music Therapy.
a. Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen kepada aktivitas, untuk membuat aneka
ragam komitmen, dan menumbuhkan kesadaran akan manfaat yang diperoleh. Dengan cara yang
tidak memaksa, musik menuntut tingkah laku yang sesuai dengan urutan waktu, realitas yang

teratur, kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur. Musik menimbulkan gagasan dan
asosiasi ekstramusikal.
b. Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-nilai, dan pengertian seseorang. Sasaran harus
memberikan kepuasan sehingga seseorang akan berusaha untuk memperoleh lebih banyak
pengalaman serupa yang aman, baik, dan nikmat. Musik menyediakan kesempatan untuk
ekspresi diri dan untuk memperoleh kecakapan baru yang memperkaya citra diri (terutama bagi
yang memiliki keterbatasan tubuh/cacat).
c. Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar pribadi
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana individu telah
mengesampingkan kepentingannya demi kepentingan kelompok. Sasarannya ialah untuk
memperbanyak jumlah anggota dalam kelompok, menambah jangkauan dan variasi interaksi,
dan menyediakan pengalaman yang akan memudahkan melakukan adaptasi terhadap kehidupan
di luar lembaga. Pengalaman kelompok memungkinkan seseorang berbagi rasa secara intens
dalam cara- cara yang secara sosial dapat diterima; musik memberikan penghiburan dan rekreasi
yang diperlukan bagi lingkungan terapi secara umum. Juga bantuan pengalaman dalam
pengembangan kecakapan sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang dapat diterima
secara lembaga dan kelompok sebaya dalam masyarakat.
2.6.2. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami.
Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini maka
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : seperti baca majalah,
menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi
klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian .
2.6.3. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang
ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang pernah
mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang
lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, benda yang
ada disekitar dan semua kondisi nyata.
2.6.4. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi
dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa.
Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
2.7. Nilai Terapeutik Dari Terapi Aktivitas Kelompok
Pembinaan harapan

Universalitas
Altruism
Penyebaran informasi
Kelompok sebagai keluarga
Sosialisasi
Belajar berhubungan dengan pribadi lain
Kohesivitas
Katarsis dan Peniruan perilaku
2.8. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Memperkenalkan diriv
Tujuan kegiatanv
Jenis kegiatanv
Contoh kegiatanv
Kontrakv
Aturan main disepakativ
Evaluasiv
Reward jangan berlebihanv
2.9. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok
Orientasi realitasv
Sosialisasiv
Stimulasi persepsiv
Stimulasi sensoriv
Pengeluran energiv
2.10. Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Fokal konflik modelv
Mengatasi konflik yang tidak disadari
Terapis membantu kelompok memahami terapi
Digunakan bila ada perbedaan pendapat antar anggota kelompok
Communication modelv
Mengembangkan komunikasi: verbal, non verbal, terbuka
Pesan yang disampaikan dipahami orang lain
Model interpersonalv
Terapis ekerja dengan individu dan kelompok
Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis
Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi
Model psikodramav
Aplikasi dari bermain peran dalam kehidupan

2.11. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Fase pre-kelompok: membuat tujuanv
Fase awal:v
Tahap orientasi: penentu sistem konflik sosial
Tahap konflik: penentu siapa yang menguasai komunikasi
Tahap kohesif: kebersamaan dalam pemecahan masalah
Fase kerja:v
Fase yang menyenangkan bagi anggota dan pimpinan
Kelompok menjadi stabil dan realistis
Fase terminasiv
Muncul cemas, regresi
Evaluasi dan feedback sangat penting
Follow up
BAB III
PEMBAHASAN DAN HASIL TAK
Pada bab ini akan dibahas tentang kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang dilakukan
dari TAK kecil (tiap wisma) dan TAK besar (di ikuti oleh seluruh wisma) dan hambatan yang
ditemukan selama kegiatan TAK pada klien dan pemecahan masalah yang telah dilakukan.
Wisma Baru mengadakan TAK tentang Diskusi Kasus yang bertujuan agar klien mampu
meningkatkan hubungan interpersonal, yang di ikuti oleh 3 orang. Hasil yang di peroleh sekitar
80% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK diskusi kasus dan dapat memberikan pendapatnya
tentang kasus yang diberikan.
Wisma mawar mengadakan TAK tentang peningkatan rasa percaya diri lansia yang bertujuan
agar klien mampu mengekspresikan kemampuan yang dimiliki (bernyanyi, ceramah, dan
bermain musik), yang di ikuti oleh 4 orang. Hasil yang di peroleh sekitar 75% peserta dapat
mengikuti kegiatan TAK dan 25% peserta tidak dapat mengikuti kegiatan TAK.
Wisma Isolasi mengadakan TAK tentang menggambar yang bertujuan dapat mengekspresikan
melalui gambar, yang di ikuti oleh 5 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 80% peserta dapat
mengikuti kegiatan TAK dan dapat mengekspresikan melalui gambar, sedangkan 20% tidak
dapat mengikuti dan mengekspresikan melalui gambar.
Wisma kenanga mengadakan TAK tentang recall memori dan stimulasi warna yang bertujuan
mampu mengenal orientasi realita dan mampu membedakan warna sebagai stimulus sensori,
yang di ikuti oleh 8 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 75% peserta dapat mengikuti kegiatan
TAK dan dapat mengingat kembali, sedangkan 87,5% dapat memilih dan membedakan warna.
Wisma Bougenville mengadakan TAK tentang tanya jawab dan komunikata yang bertujuan dapat
bersosialisasi dan meningkatkan kerja sama serta saling mendukung, mengasah memori terutama
memori jangka pendek klien dan mengasah indera pengdengaran, yang di ikuti oleh 3 orang.
Hasil yang diperoleh sekitar 100% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK dan menjawab semua
pertanyaan dengan benar.
Wisma edelweis mengadakan TAK tentang aspek kognitif (orientasi dan perhatian kalkulasi),

yang bertujuan dapat mempertahankan fungsi kognitif yang dimiliki yaitu aspek kognitif
(orentasi dan perhatian kalkulasi), yang di ikuti oleh 3 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 75%
peserta dapat menjawab pertanyaan yang di berikan.dan 25 % peserta tidak dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan.
Hasil TAK besar 100% peserta dapat memperagakan busana yang dipakai, 90% peserta dapat
menjawab pertanyaan yang diberikan tim terapis, 100% peserta TAK dapat merasakan
kebahagiaan dan kesenangan dengan adanyan TAK. Adapun dibawah ini adalah peserta yang
mengikuti kegiatan TAK besar adalah :
Ny S.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awl sampai akhir. Dari penampilannya klien cukup baik, klien tampak berbusana rapi, dan
gaya berjalan klien juga tampak baik, klien berjalan tegap tidak membungkuk ataupun
memerlukan bantuan dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang
diberikan oleh tim terapis.
Ny T.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien sedang, klien berjalan dengan kaki diseret dan klien dapat menjawab satu
pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Tn R.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien sedang, klien berjalan dengan menyeret kaki dan klien dapat menjawab semua
pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Tn. H.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien sedang, klien tampak berbusana biasa, dan
gaya berjalan klien kurang, klien berjalan agak membungkuk dan klien dapat menjawab satu
pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Tn. M.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien sedang, klien tampak berbusana biasa, dan
gaya berjalan klien baik, klien berjalan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari
tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Ny. I.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien baik, klien berjalan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga
pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Tn. M.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK

dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien sedang, klien berjalan agak membungkuk dan klien dapat menjawab semua
pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Ny. S.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien kurang, klien tampak berbusana tidak rapi, dan
gaya berjalan klien kurang, klien berjalan dengan tongkat dan klien dapat menjawab semua
pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Ny. L.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien baik, klien berjalan dengan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari
tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Tn. R.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien sedang, klien berjalan dengan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan
dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Ny. K.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien sedang, klien berjalan dengan menyeret dan klien dapat menjawab satu pertanyaan
dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
Tn. S2.v
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK
dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik klien tampak berbusana rapi, dan gaya
berjalan klien baik, klien berjalan dengan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari
tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa, Terapi Aktifitas Kelompok sangat dibutuhkan bagi
lansia karena dapat mempertahankan kemampuan stimulasi persepsi lansia, mempertahankan
kemampuan stimulasi sensori lansia, mempertahankan kemampuan orientasi realitas lansia dan
mempertahankan kemampuan sosialisasi lansia.
Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok bagi lansia yaitu agar anggota kelompok merasa dimiliki,
diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain, membantu anggota
kelompok berhubungan dengan yang lain, serta merubah perilaku yang destruktif dan mal adaptif
dan Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain untuk

menemukan cara menyelesaikan masalah.


Hasil Terapi Aktivitas Kelompok semua wisma yang ada di BPS 75.% berpenampilan baik,
sekitar 42% memiliki gaya berjalan cukup baik karena klien berjalan masih tegap dan 83,3%
klien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan terapis, klien tampak memiliki memori cukup
baik.
i ada Rahmat Allah. Maka berdo'alah dan berprasangkalah yang baik kepada Allah.

Sehat tanpa obat, cukup 1/4 jam sehari dengan senam


ayun tangan.
Riyadhoh pernafasan dengan senam ayun-tangan
Bila Anda ingin belajar therapy hanya dengan waktu 1 jam 1 hari. sudah mampu menguasai
teknik chec up, alur penyakit dan alur pengobatan, silahkan baca halaman Kursus Pengobatan
( ketabiban, herbalist ) Gratis . Semua contac person herbalist bahasa alam di masing-masing
kota ada di halaman tersebut. Insya Allah herbalit kami akan dengan senang hati menginfaqkan
ilmunya untuk Anda, gratiss Cukuplah Allah.

Saat pertama kali membaca bukunya Bp. Hembing tentang senam ayun tangan, dalam pikiran
saya : Ini adalah suatu hal yang luar biasa . Bertahun-tahun saya mencari dan mendalami akan
senam pernafasan dan semadi daaann.. berujung pada senam ayun tangan yang luar biasa.
Belum juga senam ini saya praktekan,, sudah ada niatan dari saya untuk menggantikan beberapa
teknik senam dan semadi yang selama ini saya lakukan. dengan senam ayun-ayun.
Alhamdulillah terima kasih kepada Bp. Hembing yang telah menyusun buku senam ayun
tangan.. ( bisa didapatkan di toko-toko buku swalayan ). Yang paling terasa saat pertama saya
melakukan senam ayun tangan adalah : selang 1/4 jam kemudian badan saya terasa sangat segar,
hilang segala lesu.
Senam ini saya rutinkan cukup 1/4 jam sehari. Dan suatu hal yang luar biasa benar-benar terjadi..
Polip ( radang sinusitis) mereda dan hilang dalam waktu 2 minggu, tanpa minum jamu (obat )
sedikitpun. Sebenarnya sejak tahun 1992 saya mengidap sakit polip ( radang sinusitis )
diakibatkan oleh kebiasaan menahan nafas bermenit-menit, hingga tubuh terasa mengambang
saat melakukan senam pernafasan dan semadi. Dan memang banyak sekali senam pernafasan
yang sangat sulit untuk dijalankan, selain menyiksa juga membutuhkan waktu yang sangat
banyak.. tetapi sekarang semua senam pernafasan dan semadi telah benar-benar saya buang
karena cukup 1/4 jam sehari dengan senam ayun tangan telah jauh melebihi senam pernafasan
yang dulu saya jalankan.
Senam ayun tangan

Senam ini sangat mudah dan simple, tidak melelahkan, cukup 1/4 jam sehari untuk perawatan
kesehatan.
1. Lakukan senam pada tempat yang rata, tanpa alas kaki. Tidak harus di tempat yang luas, cukup
asalkan gerakan tangan tidak terganggu. Di dalam kamar juga boleh.. tetapi jika Anda sedang
terserang flu atau masuk angin,, lakukan senam ini di bawah sinar matahari secara langsung.
2. Posisi tubuh berdiri tegak, kaki dibuka sebahu, pandangan lurus ke depan.
3. Ayunkan tangan ke belakang dengan kuat bertenaga dan biarkan tangan kembali ke depan
secara wajar tanpa tenaga, jangan terlalu tinggi sekitar 30. Yang perlu diperhatikan telapak
tangan harus menghadap ke belakang. Jadi yang begerak saat tangan diayun adalah sendi
lengan dan bahu bukan siku.

Biarkan tangan terayun ke depan karena gravitasi, tanpa tenaga dan jangan terlalu tinggi cukup
30'.

Ayun ke belakang dengan kuat bertenaga, badan tetap tegar berdiri tidak sampai bungkuk.

4. Lakukan ayunan tangan dengan santai, jangan tegang. Tanpa menghentikan ayunan.. sertai
dengan mengatur pernafasan dengan pola pernafasan segi tiga seimbang. Tarik nafas dengan
halus dan pelan.. dalam 6 ayunan hingga paru-paru penuh. Jangan sampai terlalu penuh sampai
seluruh otot tegang. Setelah paru-paru penuh dengan udara tahan nafas di dada.. hingga 6
ayunan juga. Keluarkan nafas dengan halus dan pelan... dalam 6 ayunan hingga habis.
Lakukan terus secara berulang hingga 1/4 jam.
5. Daripada kita menghitung 1 6 saat mengatur pernafasan akan lebih afdol jika kita
ganti dengan Zikrullah, menggunakan kalimah yang berbeda beda.. agar tidak lupa akan
batasan pernafasannya. Misal kita lafalkan dalam batin : Yaa Allah, Yaa Rahman, Yaa
Allah, Yaa Rahim, Yaa Haiyu, Yaa Qoiyum.
6. Lakukan 1/4 jam sehari, insya Allah sehat lahir batin.
Manfaat Senam Ayun tangan.
Senam ayun-ayun mengobati penyakit tanpa jamu
1. 70 % organ dalam kita ada pada tubuh bagian atas. Semua aliran darah dari organ
tersebut akan melewati nodus limphatik yang terletak di bagian atas juga. Banyak sekali
nodus limphatik yang terlindung di bawah persendian bagian dalam. Ada 4 nodus
limphatik utama dalam tubuh kita. 2 di selangkang kaki dan 2 di ketiak.
Nodus limphatik adalah pabrik cairan getah bening, salah satu zat imun tubuh kita.
Berbeda dengan jantung nodus limphatik hanya bisa bekerja jika ada gerakan otot
disekitarnya. Maka ketika kita ayunkan tangan dengan telapak menghadap ke belakang,
maka gerakan otot sendi lengan akan mengaktifkan nodus utama di ketiak. Jika
Limphatik kita aktif, semua racun dan penyakit akan dimusnahkan dengan produknya
cairan getah bening, kekebalan tubuh meningkat dan Insya Allah sehatlah kita.
2. Pengaturan nafas seimbang akan sangat membantu menormalisasi kerja paru-paru.
Penyerapan oksigen meningkat, menjadikan badan segar, lesu hilang.. dan yang penting
angin dan zat-zat oksidan akan tertekan dan termusnahkan. Jika suplai oksigen tercukupi..
kita juga tidak cepat tua, lhoo.
3. Saat terjadi ayunan tangan ke belakang dan ke depan, sebenarnya ada gerakan otot
kaki yang lembut untuk menjaga keseimbangan tubuh. Gerakan otot kaki ini berefek sama
dengan pijat refleksi ( accupresure ), untuk seluruh tubuh. Maka sumbatan partikel yang
ada pada pembuluh kapiler pun akan kembali hilang. Jika aliran darah kita lancar, tentu
suplai makanan dan pembuangan sisa metabolisme juga lancar.. daan tentu menyehatkan.
4. Saat terjadi ayunan dan pernafasan.. otot perut pun bekerja secara halus menjaga
keseimbangan. Gerakan otot perut ini, akan mampu mengembalikan usus pada posisi yang
benar.. jadi tidak perlu pijat perut lagi. Dengan senam ayun-ayun ini, sembelit akan hilang,
buang air jadi lancar dan pencernaan pun jadi sehat.

5. Jika pencernaan, aliran darah, penyerapan oksigen dan cairan getah bening pun bagus.
tentu organ yang lain pun akan sehat. Liver, ginjal, jantung juga ikut sehat.
6. YANG lebih dari semua ini, jika kita bisa khusuk saat berzikir maka otak kita akan
benar-benar diam, beristirahat. Saat kita khusuk, otak beristirahat maka pituitary gland
akan bekerja, memproduksi zat yang berfungsi mengontrol seluruh hormonal dan
metabolisme tubuh. Keseimbangan metabolisme tubuh ini sangat kita butuhkan untuk
kesehatan.
7. Selain menyehatkan tubuh yang bisa kita rasakan secara langsung, senam ayun-ayun
juga akan menguatkan energi aura kita. Bahkan dengan sarana senam ini, tinggal belajar
sedikit ilmu bedah aura ( tranfer energi ), kita akan mampu melakukan bedah aura untuk
mentherapy orang lain baik karena sakit dhoiri atupun yang kasat mata. lebih dari itu
energi kita juga bisa dimanfaatkan untuk menjaga bisnis atau warung agar tidak dihijab
secara meta fisik oleh orang lain. Semua energi ini adalah energi alam non khodam. Allahu
alamu bishowab.
8. Dengan melanggengkan senam ini, Insya Allah akan membantu penguatan syaraf kita
untuk agar mampu berzikir sepnjang waktu, hingga tidur kita pun dalam kondisi berzikir..
Syaratnya jika mau dan ihlas selalu.
Terapi Pencegah Kelumpuhan dan Kerusakan Saraf
STROKE tidak saja menghantui orang-orang berusia senja.Penyakit yang menyebabkan
rusaknya fungsi saraf ini juga mulai menyerang orang-orang muda. Untuk menghindari
terjadinya kelumpuhan dan tidak berfungsinya saraf, berikut beberapa jenis terapi yang bisa
dilakukan pasca-serangan stroke.
1- Hidroterapi
Jangan heran dulu ketika melihat sebuah rumah sakit memiliki kolam renang.Kolam renang yang
biasanya disebut sebagai kolam hidroterapi, memiliki fungsi khusus. Kolam ini biasanya
digunakan untuk merehabilitasi gangguan saraf motorik pasien, mulai pasien pasca-stroke hingga
kecelakaan.
Bedanya lagi dengan kolam biasa adalah kolam hidroterapi berisi air hangat yang membuat
tubuh bisa bergerak lancar, memperlancar peredaran darah,dan memberikan ketenangan. Kolam
hidroterapi memungkinkan pasien untuk berlatih menggerakkan anggota tubuh tanpa risiko
cedera karena terjatuh. Kolam hidroterapi sekarang bisa ditemukan di banyak rumah sakit,
seperti RSPAD Gatot Subroto, juga RS Fatmawati Jakarta dan RS Bethesda Bandung.
2- Terapi Sonolisis (Synolysis Therapy)
Terapi ini dilakukan dengan teknik ultrasound dan tanpa menggunakan obat-obatan. Dengan
terapi ini diharapkan sumbatan pada pembuluh darah pecah menjadi partikel-partikel kecil yang
sangat halus (hancur) sehingga tidak menjadi risiko untuk timbulnya sumbatansumbatanbaruditempatlain. Terapi ini sudah bisa ditemukan di Medistra Neuroscience Center.

3- Senam Khusus
Stroke adalah penyakit yang mengakibatkan kerusakan saraf yang perlu ditangani dengan serius.
Untuk mengembalikan fungsi otot dan saraf yang tidak berfungsi, salah satu cara adalah dengan
melakukan senam khusus penderita stroke. Senam ini berfungsi untuk melatih otot yang kaku
dengan gerakan- gerakan yang ringan dan tidak menyakitkan bagi penderitanya. Senam khusus
untuk pascastroke banyak dijumpai di rumah sakit di kota-kota besar di Indonesia. Salah satunya
adalah di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).
4- Terapi Musik
Musik adalah bahasa universal yang memiliki banyak manfaat.Selain didengarkan ketika
bersantai, musik ternyata dapat digunakan untuk perawatan kesehatan seperti mengurangi stres
dan kecemasan.
Ahli terapi menggunakan musik atau suara dalam membantu pasien dalam mencapai tujuan
teraputik, termasuk di dalamnya mental, fisik, emosi, sosial, dan spiritual. Penderita stroke yang
rajin mendengarkan musik setiap hari, menurut hasil riset,ternyata mengalami peningkatan pada
ingatan verbalnya dan memiliki moodyang lebih baik dibandingkan penderita yang tidak
menikmati musik.
Temuan lainnya adalah mendengarkan musik pada tahap awal pascastroke dapat meningkatkan
pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya perasaan negatif. Terapi musik untuk
penderita stroke telah diteliti Pendidikan Keperawatan Universitas Respati Jakarta.
5- Terapi AIUEO
Sesuai dengan namanya,terapi AIUEO adalah terapi yang fokus pada perbaikan cara
berbicara.Karena banyak pasien stroke kehilangan kemampuan berbicara karena saraf yang
terganggu. Terapi ini sudah banyak diperkenalkan di rumah sakit atau di pusat rehabilitasi stroke
di kotakota besar di Indonesia.
Diharapkan dengan terapi AIUEO tersebut pasien bisa mendapatkan kembali kemampuan
berkomunikasi.
sumber : koransindo
BENTUK-BENTUK LATIHAN FISIK .
Unsur-unsur penting yang terkandung dalam latihan kondisi fisik meliputi :
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah kemampuan otot untuk melakukan kontraksi guna membangkitkan
tegangan terhadap suatu tahanan. Latihan yang sesuai untuk mengembangkan kekuatan ialah
melalui bentuk latihan tahanan (resistence exercise). Kontraksi otot yang terjadi pada saat

melakukan tahanan atau latihan kekuatan terbagi dalam tiga kategori, yaitu (1) kontrkasi
isometrik, (2) kontraksi isotonik, dan (3) kontraksi isokinetik.
a. Kontraksi isometrik (kontraksi statik) yaitu kontraksi sekelompok otot untuk mengangkat
atau mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh, dan panjang
otot tidak berubah. Seperti mengangkat, mendorong, atau menarik suatu benda yang tidak dapat
digerakan (tembok, pohon, dsb). Lamanya perlakuan kira-kira 10 detik, pengulangan 3 kali, dan
istirahat 20 - 30 detik. Namun dari hasil penelitian Muller (Bowers dan Fox, 1992) menyarankan
bahwa 5 - 10 kontraksi maksimal dengan ditahan selama 5 detik adalah yang terbaik dilihat dari
sudut pandang cara berlatih. Pada permulaan latihan, frekuensi latihan kekuatan isometrik adalah
5 hari/minggu. Sebagai percobaan untuk mendapatkan hasil yang baik bisa pula dilaksanakan
dalam frekuensi latihan 3 hari/minggu. Sedangkan lamanya latihan paling sedikit 4 - 6 minggu.
b. Kontraksi isotonik (kontraksi dinamik) yaitu kontraksi sekelompok otot yang bergerak
dengan cara memanjang dan memendek, atau memendek jika tensi dikembangkan. Latihan
kontraksi isotonik dapat dilakukan melalui latihan beban dalam yaitu beban tubuh sendiri,
maupun melalui beban luar seperti mengangkat barbel atau menggunakan sejenis alat/mesin
latihan kekuatan, dan sejenis lainnya. Salah satu bentuk latihan kekuatan dengan kontraksi
isotonik yang paling populer adalah melalui program Weight Training. Menurut Harsono (1988)
weight training adalah latihan-latihan yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat
untuk menambah tahanan terhadap kontraksi otot guna mencapai berbagai tujuan tertentu,
seperti untuk meningkatkan dan menjaga kondisi fisik, kesehatan, kekuatan atau prestasi dalam
suatu cabang olahraga tertentu.
Beberapa syarat dan prinsip penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan latihan weight
training antara lain :
Weight training harus didahului oleh pemanasan yang menyeluruh
Prinsip beban lebih (overload) harus diterapkan
Membuat patokan atau kriteria dalam jumlah berat beban, pengulangan (repetisi), set, dan
istirahat untuk maksud latihan tertentu. Seperti untuk latihan kekuatan, daya tahan, dan power
patokan atau kriterianya berbeda.
Setiap mengangkat, mendorong atau menarik beban harus dilaksanakan dengan teknik atau cara
yang benar dan sungguh-sungguh.

Repetisi sedikit dengan beban maksimum akan membentuk kekuatan (strength), sedang
repetisi banyak (kira-kira 15 20 repetisi) degan beban ringan atau sedang akan menghasilkan
perkembangan daya tahan (endurance). Kemudian repetisi sedang dengan beban sedang atau
berat dalam jumlah yang sedang atau rendah diikuti dengan percepatan ketika melakukannya,
maka akan menghasilkan power.
Setiap bentuk latihan harus dilakukan dalam ruang gerak seluas-luasnya.
Selama latihan atau mengangkat beban, pengaturan pernapasan harus diperhatikan.
Dalam pengaturan pernapasan sebaiknya dilakukan sebagai berikut : (1) pada waktu mengangkat
beban atau bagian terberat dari mengangkat beban lakukan pengambilan napas (inhalasi), (2)
pada waktu beban sudah mulai diturunkan atau bagian ringan dari angkat beban lakukan
pengeluaran napas (exhalasi). Hati-hati, sekali-kali janganlah manahan napas ketika mengangkat
atau menurunkan beban.
Pada akhir melakukan suatu bentuk latihan, atlet harus berada dalam keadaan lelah otot lokal dan
berlangsung hanya untuk sementara.
Latihan weight training sebaiknya dilakukan tiga kali dalam seminggu. Maksudnya
adalah untuk memberikan kesempatan kepada ometabolisme otot beristirahat diantara selingan
hari dalam seminggu tersebut.
Latihan weight training harus selalu diawasi oleh pelatih yang mengerti betul tentang weight
training.
Metode dan sistem latihan weight training terdiri dari :
1) Set sistem yaitu melakukan beberapa repetisi dari suatu bentuk latihan, disusul dengan
istirahat sebentar, untuk kemudian mengulangi lagi repetisi seperti semula. Banyak para ahli
menyatakan bahwa perkembangan kekuatan otot akan lebih cepat apabila atlet berlatih sebanyak
3 set dengan 8 - 12 RM (Repetisi Maksimal) untuk setiap bentuk latihan. Untuk daya tahan otot
bisa dilakukan 20 - 25 RM, power 12 - 15 RM. Dan sebaiknya dilakukan 3 kali seminggu, agar
pada hari-hari tanpa latihan dapat dikondisikan untuk pemulihan dari kelelahan. Sebagai
landasan tambahan, hasil penelitian dari Delorme dan Watkins (Bowers dan Fox, 1992)
menggambarkan bahwa program latihan kekuatan isotonik terdiri dari 1 - 3 set dengan beban 2 10 RM. Dan apabila pelaksanaan 6 set dengan beban RM yang tinggi akan membutuhkan banyak
waktu. Pada program latihan yang disusun oleh Delorme dan watkins ini, frekwensi latihan 4
kali/minggu merupakan batas maksimal yang dapat ditolelir. Selanjutnya para pelatih telah

sepakat, bahwa latihan 3 kali/minggu akan meningkatkan kekuatan tanpa ada resiko yang kronis.
Perlu ditekankan, bahwa kelelahan yang kronis yang disebabkan kurangnya istirahat merupakan
hal yang harus dihindari. Lebih jelas lagi, istirahat disini bukan hanya dibutuhkan perhari tapi
juga antara set yang satu dengan set yang lainnya. Jika frekwensi latihan diperhatikan, maka
pencapaian kekuatan yang signifikan dapat diharapkan terjadi setelah 6 minggu, atau lebih lama
dari itu.
2) Super set, pelaksanaannya yaitu setiap bentuk latihan diteruskan dengan bentuk latihan untuk
otot-otot antagonisnya. Program latihan melalui super set ini sangat melelahkan. Karena
disamping harus melakukan bentuk latihan otot-otot bagian depan (diagonis) juga harus
melakukan bentuk latihan otot-otot bagian belakang tubuh (antagonis).
3) Split routines, pelaksanaannya yaitu setiap bentuk latihan dibagi-bagi dalam setiap harinya.
Misalnya hari ini melatih bagian atas dari tubuh, dan pada hari berikutnya
melatih bagian-bagian tubuh sebelah bawah. Program ini dilakukan, apabila waktu untuk berlatih
sangat terbatas.
4) Multi poundage, pelaksanaannya yaitu setiap bentuk latihan dimulai dengan melakukan
beberapa repetisi dengan beban yang berat. Kemudian, bila tampak tanda-tanda kelelahan mulai
timbul dan hampir tidak dapat lagi mengangkat beban yang berat itu (misalnya pada repetisi ke 5
atau 6), segera salah seorang temannya mengurangi berat beban tersebut dengan mencopot
beberapa beban, sedang atlet yang sedang melakukan masih terus mengangkat beban tanpa
istirahat (sampai jumlah repetisi yang sesuai). Bila kemudian timbul tanda-tanda kelelahan lagi,
temannya mencopot lagi beban yang sedang diangkat, dan begitu seterusnya (sampai 20 repetisi).
5) Burn-0ut, Sistem latihan ini sangat berat pelaksanaannya, karena disamping menekankan pada
kekuatan, juga pada daya tahan otot, maka dari itu otot harus bekerja sampai habis tenaga
(burned-out). Dan urutan bentuk latihannya pun bergantian, dari mulai anggota tubuh bagian atas
sampai anggota tubuh bagian bawah. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut : (a) mula-mula
berat beban hanya mampu diangkat satu kali atau 1 RM, (b) kemudian beban dikurangi sampai
hanya bisa diangkat 2 RM, (c) selanjutnya beban dikurangi lagi sampai hanya mampu
mengangkat beban 3 RM adalah angkatan yang maksimal, (d) demikian seterusnya sampai atlet
tidak mampu lagi mengangkat beban karena kehabisan tenaga, yang berarti tenaga atlet telah
terbakar habis, (e) istirahat antara setiap set adalah 5 detik, waktu tersebut hanya cukup untuk
mencopot besi dari tiangnya. Pada metode ini tidak membatasi jumlah repetisi angkatannya.

Sehingga, sebaiknya menggunakan alat weight training machine yang bobotnya lebih mudah
untuk dikurangi. Sistem ini pun metodenya hampir sama dengan sistem multi -poundage.
6) Sistem piramid. Pelaksanaan sistem piramid adalah sebaliknya dari sistem burn out. Yaitu
beban untuk set 1 ringan, kemudian pada set-set berikutnya makin lama makin berat.
c. Kontraksi isokinetik yaitu otot mendapatkan tahanan yang sama melalui seluruh ruang
geraknya sehingga otot bekerja secara maksimal pada setiap sudut ruang gerak persendiannya.
Alat latihannya melalui mesin latihan yang diciptakan secara khusus, seperti Cybex Isokinetic
Exerciser. Alat-alat itu memungkinkan otot berkontraksi secara cepat dan konstan melalui
seluruh ruang geraknya, karena mesin memiliki mekanisme untuk mengontrol kecepatan.
Program ini termasuk baru, oleh sebab itu belum banyak penelitian yang dilakukan. Walaupun
demikian, berdasarkan beberapa penelitian dapat diketahui bahwa pencapaian kekuatan
substansial bisa didapatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan selama 8 minggu
dengan 3 hari/minggu dapat meningkatkan kekuatan isokinetik sebanyak 30 % (Bowers dan Fox,
1992).
Prinsip latihan isokinetik adalah : (1) frekuensi latihan antara 2 - 4 hari/minggu, (2) lama
latihan paling sedikit 6 minggu atau lebih, (3) gerakan yang dilakukan dalam latihan harus mirip
dengan keterampilan olahraga yang sebenarnya, (4) kecepatan latihan harus secepat atau lebih
cepat dari keterampilan olahraga yang sesungguhnya, dan (5) jumlah kontraksi maksimal tiap set
antara 8 - 15 RM, dengan menggunakan 3
set latihan.
2. Daya Tahan (Endurance)
Daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu yang
relatif lama. Daya tahan terbagi atas :
a. Daya tahan otot (muscle endurance). Daya tahan otot sangat ditentukan oleh dan berhubungan
erat dengan kekuatan otot. Oleh karenanya metode untuk mengembangkan daya tahan otot
sangat mirip dengan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan. Dalam latihan
mengembangkan daya tahan otot, teknik isotonik dan isokinetik harus dilaksanakan dalam
tahanan (beban) yang lebih rendah dari pada latihan kekuatan dan pengulangan yang lebih
sering. Sebagai contoh, daya tahan otot dilakukan kira-kira pada tingkat 20 - 25 RM, dan tidak
pada 8 - 12 RM seperti yang disarankan untuk mengembangkan kekuatan. Sedangkan dalam

mengembangkan daya tahan otot melalui teknik isometrik, kontraksi yang kuat haruslah ditahan
selama 10 - 20 detik atau lebih.
b. Daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah (respiratori-cardio-vasculatoir endurance).
Peningkatan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah terutama dapat dicapai melalui
peningkatan tenaga aerobik maksimal (VO2 maks) dan ambang anaerobik. Menurut Soekarman
(1987) sebaiknya untuk meningkatkan VO2 maks dilakukan latihan anaerobik dengan interval
istirahat. Maka dari itu, pelaksanaan latihan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah
selalu terkait dengan tenaga aerobik dan anaerobik, yang mana unsur tersebut selalu terkait pula
dengan sistem energi yang diperlukan. Hal di atas tidak akan banyak dijelaskan disini oleh
penulis, karena akan dijelaskan dalam materi ilmu faal olahraga.
Bentuk latihan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah dapat dilaksanakan
melalui : (1) Lari cepat sekali, (2) Lari cepat yang kontinu, (3) Lari lambat yang kontinu, (4) Lari
dengan interval, (5) Latihan interval, (6) Jogging, (7) lari cepat ulang, (8) Fartlek atau speed play
adalah suatu sistem latihan endurance yang maksudnya untuk membangun, mengembalikan atau
memulihkan kondisi tubuh seorang atlet. Sedangkan latihan interval adalah suatu sistem latihan
endurance yang maksudnya untuk memperkembangkan stamina atlet. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan latihan interval adalah sebagai berikut : (a) jarak ditentukan, (b)
jumlah repetisi ditentukan, (c) kecepatan lari ditentukan, (d) interval waktu istirahat atau
pemulihan ditentukan.
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan daya tahan secara umum yaitu :
- Mempertinggi intensitas latihan daya tahan
- Memperjauh jarak lari atau renang
- Mempertinggi tempo (latihan kecepatan)
- Memperkuat otot-otot untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama.
Fartlek. Disebut juga speed play, yaitu suatu sistem latihan endurance yang maksudnya adalah
untuk membangun, mengembalikan, atau memelihara kondisi tubuh seseorang. Diciptakan oleh
Gosta Holmer dari Swedia. Fartlek merupakan salah satu bentuk latihan yang sangat baik untuk
mengembangkan daya tahan hampir pada semua cabang olahraga, terutama cabang olahraga
yang memerlukan daya tahan.
Menururt penciptanya, fartlek dilakukan dialam terbuka yang ada bukit-bukit, belukar,
tanah rumpt, tanah lembek dan sebagainya. Maksudnya adalah bahwa fartlek tersebut bukan

dilakukan pada jalan raya atau trek yang pemandangannya membosankan. Dalam melakukan
fartlek, atlet dapat menentukan sendiri intensitas dan lamanya latihan tergantung kepada kondisi
atlet yang bersangkutan pada saat itu. Olah karena itu, atlet bebas untuk bermain-main dengan
kecepatannya sendiri serta bebas membuat variasi kecepatan, jarak, dan rute yang akan
dilaluinya.
Sebaiknya latihan fartlek dilakukan pada awal-awal musim latihan jauh sebelum masa
pertandingan atau preseason. Tetapi ada pula beberapa pelatih yang memberikan latihan fartlek
ini pada musim-musim peningkatan juara atau menjelang pertandingan sebagai variasi latihan
guna menghindari kejenuhan dalam menghadapi latihan yang relatif padat.
Interval Training. Interval training adalah latihan atau sistem latihan yang diselingi intervalinterval berupa masa istirahat. Jadi dalam pelaksanaannya adalah ; istirahat - latihan - istirahat latihan - istirahat dan seterusnya. Interval trainingmerupakan cara latihan yang penting untuk
dimasukan ke dalam program latihan keseluruhan. Banyak pelatih menganjurkan menggunakan
interval training untuk melaksanakan latihan karena hasilnya sangat positif untuk
mengembangkan daya tahan keseluruhan maupun stamina atlet.
Bentuk latihan interval dapat berupa latihan lari (interval running) atau renang (internal
swimming) dapat pula dilakukan dalam program weight training maupun circuit training.
Latihan interval dapat dilakukan dalam semua cabang olahraga yang membutuhkan daya tahan
dan stamina, seperti atletik, basket ball, renang, voli, sepakbola, bulutangkis dan sebagainya.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam internal training, yaitu;
a. intensitas/beban latihan
b. lamanya latihan
c. repetisi/ulangan latihan, dan
d. recovery internal (masa istirahat diantara latihan)
Beban latihan dapat diterjemahkan kedalam tempo, kecepatan dan beratnya beban. Sedangkan
lamanya latihan dapat dilihat dari jarak tempuh atau waktu, Repetisi dapat ditinjau dari ulangan
latihan yang harus dilakukan; kemudian masa istirahat adalah masa berhenti melakukan
latihan/istirahat diantara latihan-latihan tersebut.
Contoh interval training untuk endurance yang dilakukan dalam lari (interval running):
Jarak lari : 400 meter
Tempo lari : 90 detik

Repetisi : 12 kali
Istirahat : 3 - 5 menit
Bentuk latihan interval ini harus disesuaikan dengan kemampuan atlet yang bersangkutan.
3. Kelentukan (Flexibility).
Kelentukan adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan gerak dengan ruang
gerak seluas-luasnya dalam persendiannya. Faktor utamanya yaitu bentuk sendi, elastisitas otot,
dan ligamen.
Ciri-ciri latihan kelentukan adalah : (1) meregang persendian, (2) mengulur sekelompok otot.
Kelentukan ini sangat diperlukan oleh setiap atlet agar mereka mudah untuk mempelajari
berbagai gerak, meningkatkan keterampilan, mengurangi resiko cedera, dan mengoptimalkan
kekuatan, kecepatan, dan koordinasi.
Kelentukan dapat dikembangkan melalui latihan peregangan (stretching), yang modelnya terdiri
atas:
a. Peregangan dinamik (Dynamic stretch), sering juga disebut peregangan balistik adalah
peregangan yang dilakukan dengan menggerakkan tubuh atau anggota tubuh secara berirama
(merengut-rengutkan badan).
b. Peregangan statik (Static stretch) adalah satu cara untuk meregangkan sekelompok otot secara
perlahan-lahan sampai titik rasa sakit yang kemudian dipertahankan selama 20 hingga 30 detik.
Dilakukan dalam beberapa kali ulangan, misalnya 3 kali untuk setiap bentuk latihan.
c. Peregangan pasif. Pelaksanaannya yaitu si pelaku berusaha agar sekelompok otot tertentu
tetap rileks. Selanjutnya, temannya membantu untuk meregangkan otot tersebut secara perlahanlahan sampai tercapai titik rasa sakit. Peregangan itu dipertahankan selama 20 - 30 detik.
d. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF). Pelaksanaannya yaitu melakukan
penguluran dengan bantuan orang lain, atlet yang sedang melakukan peregangan statik.
Selanjutnya temannya mendorong secara perlahan-lahan dan atlet yang sedang melakukan
peregangan menahannya sampai terjadi kontraksi isometrik, beberapa detik kemudian atlet yang
sedang melakukan peregangan, melakukan rileksasi dan temannya terus mendorong hingga titik
optimum.
4. Keseimbangan (Balance).
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuh baik
dalam kondisi statik maupun dinamik. Dalam keseimbangan ini yang perlu diperhatikan adalah

waktu refleks, waktu reaksi, dan kecepatan bergerak. Dan biasanya latihan keseimbangan
dilakukan bersama dengan latihan kelincahan dan kecepatan, bahkan kelentukan.
Ada dua macam keseimbangan :
a. Keseimbangan statis adalah mempertahankan sikap pada posisi diam di tempat. Ruang
geraknya biasanya sangat kecil, seperti berdiri di atas alas yang sempit.
b. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuhnya
pada waktu bergerak. Seperti Sepatu roda, ski air, dan olahraga sejenisnya.
5. Kecepatan (Speed).
Menurut Dick (1989) kecepatan adalah kapasitas gerak dari anggota tubuh atau bagian
dari sistem pengungkit tubuh atau kecepatan pergerakan dari seluruh tubuh yang dilaksanakan
dalam waktu yang singkat. Terdapat dua tipe kecepatan yaitu (1) kecepatan reaksi adalah
kapasitas awal pergerakan tubuh untuk menerima rangsangan secara tiba-tiba atau cepat, dan (2)
kecepatan bergerak adalah kecepatan berkontraksi dari beberapa otot untuk menggerakan
anggota tubuh secara cepat (Bloomfield, Ackland, dan Elliot, 1994) .
Terdapat 6 wilayah yang dapat meningkatkan kecepatan (Dick, 1989) , antara lain :
a. Melatih reaksi dengan sinyal
b. Mempercepat kapasitas gerak
c. Kapasitas untuk mengatur keseimbangan kecepatan
d. Meningkatkan prestasi dari kecepatan maksimum
e. Kapasitas mempertahankan kecepatan maksimum
f. Kapasitas akhir dari pengaruh faktor daya tahan pada kecepatan
Latihan kecepatan sebaiknya diberikan pada program pre-season setelah atlet memiliki kekuatan,
kelentukan, dan daya tahan yang cukup (Harsono, 1988).
6. Kelincahan (Agility).
Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan
tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan ini berkaitan erat antara
kecepatan dan kelentukan. Tanpa unsur keduanya baik, seseorang tidak dapat bergerak dengan
lincah. Selain itu, faktor keseimbangan sangat berpengaruh terhadap kemampuan kelincahan
seseorang.
Bentuk latihan kelincahan dapat dilakukan dalam bentuk lari bolak-balik (shuttle-run), lari kulakkelok (zig-zag run), jongkok-berdiri (squat-thrust), dan sejenis lainnya.

7. Power (Elastic/ Fast Strength).


Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu
yang sangat cepat. Power sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang memerlukan
eksplosif, seperti lari sprint, nomor-nomor lempar dalam atletik, atau cabang-cabang olahraga
yang gerakannya didominasi oleh meloncat seperti dalam bola voli, dan juga pada bulutangkis,
dan olahraga sejenisnya.
Menurut Bucher (Harsono, 1988) dikatakan bahwa seorang individu yang mempunyai power
adalah orang yang memiliki : (a) derajat kekuatan otot yang tinggi, (b) derajat kecepatan yang
tinggi, dan (c) derajat yang tinggi dalam keterampilan mengabungkan kecepatan dan kekuatan
otot. Beberapa bentuk latihan untuk mengembangkan power diantaranya adalah dengan
melakukan latihan beban/barbels (12 - 16 RM), atau latihan kekuatan (8 - 12 RM) dan
dilanjutkan dengan latihan kecepatan.
Dapat pula melakukan latihan pliometrik, yaitu latihan yang dilakukan dengan cara meregangkan
(memanjangkan) otot tertentu sebelum mengkontraksikannya (memendekan) secara eksplosif.
Jika ingin meningkatkan power pada kelompok otot tertentu kita harus meregangkan kelompok
otot tersebut kemudian secara eksplosif segera memendekan otot tersebut.
Program latihan pliometrik biasanya lebih efektif bila dibandingkan dengan latihan squats atau
squatjump dalam hal mengembangkan daya ledak otot tungkai. Namun latihan ini harus
dilakukan dengan hati-hati, sebab jika ototnya belum kuat akan mudah terkena cedera. Sebagai
patokan saja apabila akan melakukan latihan pliometrik pada tungkai, maka kekuatan otot
tungkai harus mampu mengangkat 1 1/2 berat badan.
Beberapa bentuk latihan pliometrik khusus untuk tungkai adalah sebagai berikut
a. Lompat kodok (frog leap); dari sikap jongkok menolak dengan kedua kaki ke atas dan depan
sejauh-jauhnya.
b. Jingkat; berjingkat-jingkat pada satu kaki dengan menekankan pada tinggi dan jauhnya
lompatan.
c. Hop; memantul-mantul sejauh mungkin dengan kedua kaki bergantian.
d. Lompat dari ketinggian (Depth jump); lompat dari atas bangku atau meja dan mendarat
dilantai dengan tungkai dibengkokan (mengeper).
8. Stamina.

Stamina adalah komponen fisik yang tingkatannya lebih tinggi dari daya tahan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa atlet yang memiliki stamina yang tinggi akan mampu bekerja
lebih lama sebelum mencapai hutang-oksigennya, dan dia juga mampu untuk pemulihan kembali
secara cepat ke keadaan semula. Salah satu bentuk latihan untuk meningkatkan stamina atlet
adalah melalui latihan interval. Oleh karena stamina memiliki derajat yang lebih tinggi dari daya
tahan, maka dari itu atlet yang akan berlatih stamina sebaiknya terlebih dahulu harus memiliki
suatu tingkatan daya tahan yang memadai. Dimana sistem kerja pada stamina lebih didominasi
oleh sistem kerja anaerobik
. Dengan begitu, tentunya latihan daya tahan (aerobik) haruslah makin lama makin ditingkatkan
menjadi latihan stamina (anaerobik).
Ada beberapa cara untuk meningkatkan daya tahan menjadi stamina, antara lain :
a. Mempertinggi intensitas latihan daya tahan. Seperti latihan interval dengan intensitas yang
lebih tinggi.
b. Memperjauh jarak lari atau renang dengan tetap memperhatikan tempo yang tinggi.
c. Mempertinggi tempo.
d. Memperkuat otot-otot yang dibutuhkan untuk kerja tersebut.
9. Koordinasi.
Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks (Harsono, 1988).
Menurut Bompa (1994) koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan
kelentukan. Oleh karena itu, bentuk latihan koordinasi harus dirancang dan disesuaikan dengan
unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan.
Bentuk latihan koordinasi sebaiknya melibatkan berbagai variasi gerak dan keterampilan, seperti
atlet bulutangkis sebaiknya jangan hanya latihan gerak dan keterampilan yang terdapat dalam
aktivitas bulutangkis saja, namun berikan latihan-latihan gerak dan keterampilan yang
terkandung dalam cabang-cabang olahraga lainnya seperti bola voli, bola basket, atau olahraga
lainnya.
Latihan-latihan koordinasi yang dianjurkan oleh Harre (Harsono, 1988) antara lain
a. Latihan-latihan dengan perubahan kecepatan dan irama.
b. Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah (memodifikasi
perlengkapan latihan).
c. Kombinasi berbagai latihan senam.

d. Kombinasi berbagai permainan


e. Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi
f. Lari halang rintang dalam waktu tertentu.
g. Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata tertutup
h. Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan.
I. Latihan keseimbangan segera setelah melakukan koprol beberapa kali atau setelah berputarputar di tempat.
10.Latihan Sirkuit (Circuit Training).
Untuk dapat melatih atau berlatih secara efisien adalah melalui latihan sirkuit. Karena
dalam latihan sirkuit ini akan tercakup unsur-unsur yang terlatih, seperti Kekuatan otot,
ketahanan otot, kelentukan, kelincahan, keseimbangan, dan ketahanan jantung-paru. Dan latihanlatihan ini harus merupakan siklus, sehingga tidak membosankan. Dalam satu sirkuit biasanya
ada 6 sampai 15 pos.
Latihan sirkuit ini sangat bermanfaat apabila ketersediaan waktu untuk pembinaan
kondisi fisik secara menyeluruh kurang memadai. Misalnya waktu yang tersedia untuk
mempersiapkan diri menjelang suatu pertandingan hanyalah 1 - 2 bulan saja. Sudah jelas waktu
yang sebegitu, kurang memadai untuk pembinaan kondisi fisik, maka dari itu latihan sirkuit
merupakan latihan alternatif untuk mengkondisikan program latihan dengan ketersediaan waktu
yang kurang tersebut.
Sistem Circuit Training dikembangkan oleh Morgan dan Adamson pada tahun 1953 di
Universitay of Leeds Inggris. Sistem latihan circuit semakin populer setelah beberapa pelatih
mencoba dan mengembangkan latihan bentuk circuit ini dengan beberapa variasi latihan yang
disesuaikan dengan kebutuhan pada cabang olahraga.
Latihan Circuit merupakan sistim latihan yang dapat memperkembangkan secara serempak
fitness keseluruhan dari tubuh, yaitu komponen power, daya tahan, kecepatan, fleksibilitas, dan
komponen-komponen fisik lainnya.
Pelaksanaan Circuit Training didasarkan pada asumsi bahwa seorang atlet akan dapat
memperkembangkan kekuatannya, daya tahannya, kelincahannya, total fitnessnya dengan jalan :
(1) melakukan sebanyak mungkin pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dan (2) melakukan
suatu jumlah pekerjaan atau latihan dalam waktu yang singkat.
Keuntungan berlatih dengan cara Circuit diantaranya adalah :

a. Meningkatkan berbagai komponen kondisi fisik secara serempak dalam waktu yang relatif
singkat.
b. Setiap atlet dapat berlatih sesuai dengan kemajuannya masing-masing.
c. Setiap atlet dapat mengobservasi dan menilai kemajuannya sendiri.
d. Latihan mudah diawasi.
e. Hemat waktu dan dapat dilakukan oleh banyak orang sekaligus.
Akan tetapi kelemahannya adalah beban latihan tidak bisa diatur secara optimal sesuai
dengan beban pada latihan khusus. Maka setiap unsur fisik tidak dapat berkembang secara
maksimal, kecuali stamina.
Dalam melakukan latihan Circuit biasanya digunakan beberapa pos sesuai dengan
kebutuhan misalnya latihan circuit dengan B pos. Kemudian dapat ditentukan variasi latihannya,
misalnya dalam setiap pos latihan harus dilakukan sekian repetisi, atau melakukan repetisi
sebanyak-banyaknya dalam waktu tertentu misalnya 30 detik. Setelah selesai berpindah ke pos
lain dan dilakukan dengan cepat. Setiap pelatih dapat membuat kreasi sendiri mengenai jumlah
pos yang akan digunakan dan bentuk latihan apa yang dilakukan pada masing-masing pos.
11. latihan Kecepatan Gerak
Kecepatan gerak merupakan kemampuan yang terpenting dalam olahraga prestasi.
Hampir semua hasil ditentukan oleh kemampuan ini apakah itu jenis olahraga permainan,
olahraga beladiri, olahraga siklis, atau olahraga jenis akurasi sekali pun. Karena mayoritas atlet
dituntut untuk melakukan lari (run), gerak (move), bereaksi (react), atau merubah arah (change
direction) dengan cepat.
Kemampuan ini merupakan kemampuan yang telah dilahirkan (genetic) dan keturunan
(herediter) tergantung pada komposisi tipe otot. Kontraksi otot yang cepat terjadi karena proporsi
serabut otot cepat (fast twitch fibers) lebih banyak dibandingkan dengan serabut otot lambat
(slow twitch fibers).
Pada anak usia tahap permulaan, pelatihan kemampuan ini lebih diarahkan pada bentuk
permainan untuk mendapatkan speed, agility dan quickness-nya.
Speed games
Agility games
Reaction games
Quickness games

Relays

Anda mungkin juga menyukai