Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN LOGAM

UJI JOMINY

Disusun oleh:
Muhammad Aulia Farizi
201710120311018

LABORATORIUM TEKNIK MESIN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam dunia industri kita membutuhkan material yang kuat untuk suatu
produk. Material yang keras sangat menentukan kualitas produk yang kita buat.
Kekekrasan suatu logam bisa ditingkatkan dengan berbagai cara. Salah satunya
dengan cara heat treatment pada logam tersebut untuk mengetahu sifat mampu
keras dari logam dapat dilakukan pengujian jominy. (Susanto et al., 2016)
Hardenability merupakan ukuran kemampuan suatu material untuk
membentuk fase martensit. Hardenability dapat diukur menggunakan banyak
metode, salah satunya adalah pengujian jominy. Dari pengujian jominy kita
akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak pendinginan dari
pusat. Pada permukaan mempunyai laju pendinginan cepat dan pada bahan ini
memiliki lapisan berupa mortensit dan ferlit. (Hadi et al., 2013)
Oleh karena itu kemampuan otom kemudian suatu baja untuk membentuk
fasa. Mastensit merupakan suatu hal yang membantu mengetahui sejauh mana
baja tersebut bisa dikeraskan. Kemampuan suatu baja untuk mebentuk suatu
fasa martesnit biasa dikenal dengan sifat mampu keras.
Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengerjaannya sangat erat dengan
pemilihan bahan yang digunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga
bisa membangkitkan suatu teori yang sudah ada maupun penemuan baru dalam
bidang metalurgi, disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan
kualitasnya dalam produksi ini. Kami menggunakan metode jominy untuk
mengetahui tingkat kekerasan specimen baja tersebut.(Chandra, Ketapang and
Ketapang, 2018)

1|Page
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakteristik bahan ST 42 yang mendapatkan perlakuan panas
dan sebelum perlakuan panas.
2. Adakah pengaruh hubungan grafik antara kekerasan dengan jarak.
3. Adakah persamaan regresi linear pada jominy test.

1.3 TUJUAN PRAKTIKUM


1. Mendapatkan grafik hubungan antara jarak dan kekerasan pada bahan uji
ST 40 yang mendapatkan perlakuan panas dan sebelum perlakuan panas.
2. Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan
langsung dengan kekerasan bahan (kemampukerasan bahan).
3. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang
terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.

2|Page
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Jominy Test
Kekerasan adalah kemampuan material untuk menahan deformasi plastis
lokal akibat penetrasi dipermukaan. Peningkatan kekerasan bergantung pada
sifat mampu keras dari baja itu sendiri. Sifat mampu keras merupakan
kemampuan material untuk ditingkatkan kekerasannya dengan serangkaian
pelakuan panas. Sifat mampu keras dari baja tergantung pada komposisi kimia
dan kecepatan pendinginan.(Handoko, 2011)
Percobaan jominy bertujuan untuk mengetahui Hardenability suatu logam.
Cara untuk mengetahuinya adalah :
1. Bila laju pendinginan dapat diketahui, kekerasan dapat langsung dibaca
dari kurva kemampuan keras.
2. Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan dari titik tersebut dapat
diperoleh

Pada uji jominy ini, material dipanaskan dalam tungku dipanaskan sampa
suhu transformasi (austenit) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapat
dipasangkan pada aparatus jominy kemudian air disemprotkan dari bawah,
sehingga menyentuh permukaan bawah spesimen. Pada bagian yang terkena
air mengalami pendinginan yang lebih cepat dan semakin menurun ke bagian
yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran kekerasan tiap – tiap bagian dari
spesimen akan di dapatkan kurva Hardenability Band. (Hadi et al., 2013)

3|Page
Gambar 2.1 kurva Hardenability dan Hardenability Band.

Dari kurva diatas dapat diketahui bahwa fasa perlit didapatkan pada suhu
antara 5000C. Jika dipanaskan pada suhu austenit.

Sifat mampu keras dapat digambarkan dalam bentuk kurva, yaitu kurva
hardenability band. Kurva Hardenability band menggambarkan range – range
sifat mampu keras suatu logam. Jadi kekerasan suatu material akan berada
dalam range tersebut jika dilakukan proses pemanasan. Kurva diatas
menyatakan fasa yang terjadi pada spesimen sampai temperatur austenit yang
terkena semprotan air mengalami pendinginan cepat, dapat dilihat pada grafik
dengan nilai HLC paling tinggi dengan fasa martensit kemudian dengan seiring
nya peningkatan jarak dari ujing menuju penguat spesimen memiliki
penurunan angka kekerasan. Hal ini disebabkan pada bagian tersebut dapat
dilihat dari perubahan fasa pada grafik yang ditunjukkan, yaitu dari fasa
martensit dan perlit, fine perlite dan perlite.(Zakiyya and Drastiawati, 2016)

4|Page
2.2 Heat Treatment
Heat treatment adalah proses pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan
tertentu dan dilakukan terhadap benda uji dalam keadaan padat untuk
memperoleh sifat-sifat tertentu untuk mendapatkan hal diatas maka kecepatan
pendinginan dan batas waktu temperature sangat menentukan.(Chan, Gun and
Widia, 2018)
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan dan
pendinginan dari suatu logam untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Proses
tersebut diantaranya :
2.2.1 Qeuenching
Merupakan proses pengerasan baja dengan cara proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas austernit yang homogeny. Untuk
mendapatkan kehomogenan ini maka austernit perlu waktu pemanasan
yang cukup. Selanjutnya baja dicelupak ke meja pendinginan,
tergantung pada kecepatan pendinginan untuk mencapi kekerasan baja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fasa austernit tidak
sempat berubah menjadi ferit atau ferlit karena tidak ada kesempatan
bagi atom karbon yang telah larut dalam austernit untuk mengadakan
gerakan difusi dan bentuk sementit, ini berupa fasa yang sangat keras
dan terganutng pada keadaan karbon. Sehingga akan mendapatkan
sifat mekanik baja yang keras.

2.2.2 Annealing
Merupakan proses pelunakan baja dengan cara memanaskan baja
pada suhu austenite kemudian didinginkan secara perlahan sambil
menjaga suhu bagian luar dan dalam, kira-kira sama hingga diperoleh
struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendinginan
udara.
Tujuan Annealing :
1. Melunakkan material logam.
2. Menghilangkan tegangan dalam.
3. Memperbaiki butir-butir logam.

5|Page
2.2.3 Normalizing
Merupakan suatu proses pemanasan logam hingga suhu austernit
yang kemudian didinginkan dengan media udara. Hasil pendinginan
ini berupa ferlit dan farlit namun hasil yang dihasilkan jauh lebih
mulus dibandingkna dengan proses annealing. Prinsip dari normalizing
adalah untuk melunakkan baja, namun pada baja karbon tinggi atau
baja paduan tertentu dengan proses ini belum menghasilkan baja yang
lunak proses ini tergantung pada kadar karbon.

2.2.4 Tempering
Merupakan proses pemanasan logam setelah dipanaskan pada suhu
dibawah austernit, yang dilanjutkan dengan proses pendinginan. Baja
yang telah dikeraskan bersifat rapuh, melalui proses tempering
kerapuhan dapat diturunkan. Kekuatan tarik akan menurun dan
kekerasan akan turun sedangkan keuleton dan ketangguhan akan
meningkat. Proses ini digunakan pada alat kerja yang mengalami
beban berat seperti palu, pahat, pegas, dll.
2.3 Diagram Fe dan C

Gambar 2.2 Diagram Fe dan C.

6|Page
Diagram fasa Fe – Fe3C adalah diagram yang menampilkan hubungan
antara temperatur dan kandungan karbon dalam perlakuan normal.
• 0.008%C : Batas kelarutan minimum karbon padat ferit pada
temperatur kamar
• 0.025%C : Batas kelarutan maksimum karbon pada ferit, pada
temperatur 7270C
• 0.83%C : titik eutectoid
• 2%C : Batas kelarutan pada besi, pada temperatur 11300C
• 4.3%C : titik eutectoid
• 6.67% : Garis temperatur dimana terjadi transformasi magnetik dari
sementit
• Garis A1 : Garis temperatur dimana terjadi austenit menjadi ferrite
dalam pendinginan
• Garis A2 : Garis temperatur dimana terjadi transformasi magnetik
pada ferrite
• Garis A3 : Garis temperatur dimana terjadi perubahan ferrit menjadi
austenit pada pemanasan
• Garis A : Garis yang menunjukkan kandungan karbon dan
transformasi baja hypotectoid
• Garis B : Garis yang menunjukkan kandungan karbon dari baja
transformasi hypotectoid
• Garis C : Garis yang menunjukkan transformasi baja hypotectoid
• Garid Liquids : Garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan
• Garis Solidus : Garis yang menunjukkan batas antara austenit solidus dan
austenit liquids

Garis – garis penting dalam diagram fasa :


1. UPPGR Critical Temperature

A3 : Temperatur perubahan attotropi

2. Lower Critical Temperature

A1 : Temperatur reaksi eutectoid

3. Solvor line ACM


Menunjukkan batas kelarutan karbon dalam austenit

7|Page
2.4 Diagram CCT

Gambar 2.3 Diagram CCT

Dengan CCT ini, kita dapat menghubungkan antara laju pendinginan


tertentu dengan fasa yang terbentuk setelah terjadinya transformatan fasa. Dari
diagram diatas menunjukkan kurva-kurva pendinginan dengan laju yang
berbeda akan menghasilkan nilai kekerasan yang berbeda, sehingga sifat suatu
logam akan terbentuk fasa yang terdapat didalamnya.
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan
menghasilkan sturktur mikro perlit dan ferlit, Pada proses pendinginan sedang,
seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit. Pada
proses pendinginan cepat, seperti (c) akan menghasilkan atruktur mikro
martensit.
2.5 Diagram Time Temperatur Transformatan (TTT)

Gambar 2.4 Diagram TTT

8|Page
Diagram TTT adalah sebuah gambaran temperature terhadap waktu.
Diagram digunakan untuk menetukan kapan transformatan mulai dan berakhir
pada perlakuan panas internal sebelum menjadi campuran austernit.
Pada gambar diatas, area sebelah kiri dari kurva transformasi menunjukan
daerah austenite. Austenite stabil pada suhu diatas temperature kritis, tapi tidak
stabil pada suhu dibawah temperature kritis. Kurva sebelah kiri menandakan
dimulainya transformasi dan kurva sebelah kanan menunjukan berakhirnya
transformasi. Area diantara kedua kurva tersebut menandakan austenite
bertransformasi ke jenis struktur kristal yang berbeda (austenite ke perlit,
austenite ke martensit, austenite pertransformasi ke bainit).(Parekke, 2019)

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras


2.6.1 Kecepatan Pendinginan
a) Anneling
Dipanaskan hingga austenite kemudian di holding lalu
dibiarkan dingin dalam tungku. Proses ini menghasilkan bahan
yang lunak dari sebelumnya.
b) Normalizing
Pemanasan material sampai suhu austenite lalu di holding
kemudian dilanjutkan dengan pendinginan di udara.
c) Quenching
Pemanasan material suhu austenit lalu di holding kemudian
di dinginkan dengan cepat kedalam air. Air garam di proses ini
akan menghasilkan material yang lebih keras dan kuat dari
keadaan semula.

2.6.2 Komposisi Kimia


Merupakan hardenability bond karena komposisi material
memantulkan struktur dari sifat material semakin banyak unsur kimia
maka semakin keras.

9|Page
2.6.3 Kandungan Karbon
Semakin banyak penambahan karbon dalam suatu material maka
semakin keras material tersebut contoh proses perubahan karbon yaitu :
a) Karbolizing
Merupakan proses penambahan karbon pada baja dengan
cara menyemprotkan cairan carbon pada permukaannya.
b) Nitriding
Merupakan proses penambahan nitrogen untuk
meningkatkan kekerasan material.
c) Carbonsting
Merupakan proses penambahan karbon dan nitrogen
sekaligus untuk menambah kekerasan material.

10 | P a g e
BAB III
METODE PRKATIKUM
3.1 Bahan
Dalam pratikum jominy menggunakan baja ST 42 baik heat treatment dan
tidak heat treatment dengan berikut :
• Baja ST 42 setelah dan sesudah heat treatment

Gambar 3.1 Gambar 2D Spesimen

Dimensi Spesimen
L = 99.3 mm
D1 = 24.4 mm
D2 = 31.4 mm
t = 8 mm

3.2 Alat Ukur


a. Jangka Sorong
Untuk mengukur dimensi specimen benda.
b. Rockwell Hardness Tester
Spesifikasi rockwel hardnes tester :
- Type : RH- 3N
- Merk : Torse
- Kapasitas : 150 Kg
3.3 Alat Uji
a. Dapur Listrik (Furnoce)
b. Tower Pendinginan
c. Kertas Gosok

11 | P a g e
3.4 Prosedur Pengujian
1. Sebelum Perlakuan Spesimen
a. Membersihkan specimen dari kotoran atau karat.
b. Membuat tanda pengukuran pada specimen seperti pada gambar
lembar kerja.
c. Mengukur kekerasan specimen menggunakan Rockwell Hardness
Tester pada titik-titik tanda pengukuran.
d. Mencatat data hasil setiap pengukuran pada lembar kerja yang
tersedia.
2. Perlakuan Spesimen (End Quenching)
a. Membersihkan specimen dari kotoran.
b. Memasukan specimen dalam dapur listrik (Furnace).
c. Melakukan proses pemanasan specimen dengan mengatur
temperature pemanasan dan holding time yang telah ditentukan dan
catat datanya pada lembar kerja.
d. Mengeluarkan specimen dari furnace dan menempatkan pada
dudukan tower pendinginan.
e. Melakukan pendinginan dengan mengalirkan air pendinginan
secara hati-hati sampai specimen betul-betul dingin.
3. Setelah Perlakuan (End Quenching)
a. Membersihkan specimen dengan kertas gosok sampai permukaan
specimen benar-benar bersih.
b. Membuat tanda pengukuran seperti sebelum perlakuan specimen.
c. Mengukur kekerasan specimen menggunakan Rockwell Hardness
Tester seperti sebelum perlakuan specimen.
d. Mencatat data hasil setiap pengukuran pada lembar kerja yang
tersedia.

12 | P a g e
3.5 Pengolahan Data Pengujian
1. Melakukan pengolahan data sebelum perlakuan menggunakan metode
Regresi Variabel Tunggal
2. Membuat grafik kekerasan vs jarak pengukuran menggunakan data
kekerasan dan persamaan Regresi yang diperoleh sebelum perlakuan.
3. Melakukan pengolahan data setelah perlakukan menggunakan metode
regresi variabel tunggal.
4. Membuat grafik kekerasan vs jarak pengukuran menggunakan data
kekerasan dan persamaan regresi yang diperoleh setelah perlakuan.
5. Membuat kesimpulan pengujian jominy yang dilakukan berdasarkan hasil
pengolahan data.

13 | P a g e
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengujian
4.1.1 Sebelum Perlakuan Panas

SEBELUM HEAT TREATMENT

Jarak
No
(mm)
HRC (y) (x*y) x2 Regresi

1 0 56,75 14,81818182 219,578512 0 0 42,01094


2 1 45,5 3,568181818 12,7319215 45,5 1 42,00819
3 2 41,5 -0,43181818 0,18646694 83 4 42,00544
4 3 43,5 1,568181818 2,45919421 130,5 9 42,00269
5 4 42,25 0,318181818 0,10123967 169 16 41,99994
6 6 44 2,068181818 4,27737603 264 36 41,99444
7 8 42,25 0,318181818 0,10123967 338 64 41,98894
8 10 40,5 -1,43181818 2,05010331 405 100 41,98344
9 13 43,25 1,318181818 1,73760331 562,25 169 41,97519
10 16 43 1,068181818 1,1410124 688 256 41,96694
11 20 39,75 -2,18181818 4,76033058 795 400 41,95594
12 25 41,25 -0,68181818 0,46487603 1031,25 625 41,94219
13 30 42,75 0,818181818 0,66942149 1282,5 900 41,92844
14 35 36,5 -5,43181818 29,5046488 1277,5 1225 41,91469
15 40 40 -1,93181818 3,73192149 1600 1600 41,90094
16 45 37,5 -4,43181818 19,6410124 1687,5 2025 41,88719
17 50 41,5 -0,43181818 0,18646694 2075 2500 41,87344
18 55 41 -0,93181818 0,86828512 2255 3025 41,85969
19 60 41 -0,93181818 0,86828512 2460 3600 41,84594
20 65 39,5 -2,43181818 5,91373967 2567,5 4225 41,83219
21 70 37,5 -4,43181818 19,6410124 2625 4900 41,81844
22 75 41,75 -0,18181818 0,03305785 3131,25 5625 41,80469
Total 922,5 4,26326E-14 330,647727 25472,75 31305 922,4999
Rata – rata 41,93182 1,93784E-15 15,0294421 1157,85227 1422,95455 41,93182

Tabel 4.1 Hasil Sebelum Heat Treatment

14 | P a g e
1. Nilai rata – rata ̅̅̅
(𝑌)
∑𝑌 992,5 𝑘𝑔
𝑌̅ = = = 41,93182
𝑛 22 𝑚𝑚2

2. Standart Deviasi (SD)


Σ (𝑌− 𝑦̅)2 330,64772
𝑆𝐷 = √ = √ = 3,96801 𝑘𝑔⁄𝑚𝑚2
𝑛−1 22−1

3. Standar Deviasi Rata-rata


Σ (𝑌 − 𝑦̅ )2 330,64772 𝑘𝑔⁄
̅̅̅̅
𝑆𝐷 = √ = √ = 0.84698
(𝑛 − 1) ∗ 𝑛 (22 − 1) ∗ 22 𝑚𝑚2
4. Kesalahan Relatif
̅̅̅̅
𝑆𝐷 0.84698
KR = x 100% = * 100% = 0,020199%
𝑌̅ 41,93182
5. Keseksamaan
K = 100% - Kr = 100% - 0,020199% = 99,9798%
6. Hasil Perhitungan

𝑘𝑔
HP = 𝑌̅ ± ̅̅̅̅
𝑆𝐷 = 41,93182 ± 0,84698 ⁄𝑚𝑚2

7. Regresi Sebelum Heat Treatment

𝒏(∑ 𝒙𝒚) − (∑ 𝒙)(∑ 𝒚) 𝟐𝟐(𝟐𝟓𝟒𝟕𝟐, 𝟕𝟓) − (𝟔𝟑𝟑)(𝟗𝟗𝟐, 𝟓)


𝒃= 𝟐 𝟐
= = −𝟎. 𝟎𝟎𝟐𝟕𝟓
)
𝒏(∑ 𝒙 − (∑ 𝒙) 𝟐𝟐(𝟒𝟎𝟔𝟕𝟐𝟑) − (𝟔𝟑𝟑)𝟐

∑𝒚 ∑ 𝒙𝒃 𝟗𝟗𝟐, 𝟓 (𝟔𝟑𝟑)(−𝟎. 𝟎𝟎𝟐𝟕𝟓)


𝒂= − = − = 𝟒𝟐. 𝟎𝟏𝟎𝟗𝟒
𝒏 𝒏 𝟐𝟐 𝟐𝟐

Persamaan Regresi

𝒚 = 𝒂𝒙 + 𝒃 = 𝟒𝟐, 𝟎𝟏𝟎𝟗𝟒 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟕𝟓𝒙

8. Rata – rata regresi

=
∑ 𝑹𝒆𝒈𝒓𝒆𝒔𝒊 = 𝟗𝟐𝟐,𝟒𝟗𝟗𝟗 = 𝟒𝟏, 𝟗𝟑𝟏𝟖
𝒏 𝟐𝟐

15 | P a g e
4.1.2 Setelah Perlakuan Panas
SETELAH HEAT TREATMENT
Jarak
No
(mm)
HRC (y) (x*y) x2 Regresi

1 0 56,75 15,43181818 238,141012 0 0 42,01094


2 1 46,5 5,181818182 26,8512397 46,5 1 42,00819
3 2 43 1,681818182 2,8285124 86 4 42,00544
4 3 42,75 1,431818182 2,05010331 128,25 9 42,00269
5 4 39,5 -1,81818182 3,30578512 158 16 41,99994
6 6 41,75 0,431818182 0,18646694 250,5 36 41,99444
7 8 43 1,681818182 2,8285124 344 64 41,98894
8 10 42 0,681818182 0,46487603 420 100 41,98344
9 13 41,5 0,181818182 0,03305785 539,5 169 41,97519
10 16 44,25 2,931818182 8,59555785 708 256 41,96694
11 20 40,25 -1,06818182 1,1410124 805 400 41,95594
12 25 37 -4,31818182 18,6466942 925 625 41,94219
13 30 39,5 -1,81818182 3,30578512 1185 900 41,92844
14 35 38,5 -2,81818182 7,94214876 1347,5 1225 41,91469
15 40 42,5 1,181818182 1,39669421 1700 1600 41,90094
16 45 38,5 -2,81818182 7,94214876 1732,5 2025 41,88719
17 50 40,5 -0,81818182 0,66942149 2025 2500 41,87344
18 55 39 -2,31818182 5,37396694 2145 3025 41,85969
19 60 38,25 -3,06818182 9,41373967 2295 3600 41,84594
20 65 36,5 -4,81818182 23,214876 2372,5 4225 41,83219
21 70 39,25 -2,06818182 4,27737603 2747,5 4900 41,81844
22 75 38,25 -3,06818182 9,41373967 2868,75 5625 41,80469
Total 909 -4,26326E-14 378,022727 24829,5 31305 922,4999
Rata – rata 41,31818 -1,93784E-15 17,1828512 1128,61364 1422,95455 41,93182

Tabel 4.1 Hasil Sesudah Heat Treatment

1. Nilai Rata-rata
∑𝑌 909 𝑘𝑔
𝑌̅ = = = 41.31818
𝑛 22 𝑚𝑚2

2. Standart Deviasi (SD)


Σ (𝑌− 𝑌̅)2 378,022727
𝑆𝐷 = √ = √ = 4,24276 𝑘𝑔⁄𝑚𝑚2
𝑛−1 22−1

16 | P a g e
3. Simpangan Rata-rata
Σ (𝑌 − 𝑌̅ )2 378,022727 𝑘𝑔⁄
̅̅̅̅
𝑆𝐷 = √ = √ = 0,90456
(𝑛 − 1) ∗ 𝑛 (22 − 1) ∗ 22 𝑚𝑚2

4. Kesalahan Relatif
̅̅̅̅
𝑆𝐷 0,90456
KR = * 100% = * 100% = 0.02189%
𝑌̅ 41,31818182
5. Keseksamaan
K = 100% - KR = 100% - 0.02189% = 99.97811%
6. Hasil Perhitungan
𝑘𝑔
HP = 𝑌̅ ± ̅̅̅̅
𝑆𝐷 = 41,31818182 ± 0.90456 ⁄𝑚𝑚2

7. Regresi Setelah Heat Treatment

𝒏(∑ 𝒙𝒚) − (∑ 𝒙)(∑ 𝒚) 𝟐𝟐(𝟐𝟒𝟖𝟐𝟗, 𝟓) − (𝟔𝟑𝟑)(𝟗𝟎𝟗)


𝒃= 𝟐 𝟐
= = −𝟎. 𝟎𝟎𝟑𝟒𝟐
𝒏(∑ 𝒙 ) − (∑ 𝒙) 𝟐𝟐(𝟒𝟎𝟔𝟕𝟐𝟑) − (𝟔𝟑𝟑)𝟐

∑𝒚 ∑ 𝒙𝒃 𝟗𝟎𝟗 (𝟔𝟑𝟑)(−𝟎. 𝟎𝟎𝟑𝟒𝟐)


𝒂= − = − = 𝟒𝟏. 𝟑𝟐𝟖𝟒𝟒
𝒏 𝒏 𝟐𝟐 𝟐𝟐

Persamaan Regresi

𝒚 = 𝒂 + 𝒃𝒙 = 𝟒𝟏, 𝟑𝟐𝟖𝟖 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟑𝟒𝟐𝒙

8. Rata – rata regresi

=
∑ 𝑹𝒆𝒈𝒓𝒆𝒔𝒊 = 𝟗𝟐𝟐,𝟒𝟗𝟗𝟗 = 𝟒𝟏, 𝟗𝟑𝟏𝟖𝟐
𝒏 𝟐𝟐

17 | P a g e
4.2 Grafik

Grafik Hubungan HRC dan Regresi Terhadap


Jarak Sebelum Perlakuan Panas
60

50
HRC & REGRESI

40 75, 41.80469
41.75

30
HRC
20
Regresi
10

0
0 5 10 15 20 25
JARAK

Grafik 4.1 Hasil Sebelum Heat Treatment

Grafik Hubungan HRC dan Regresi Terhadap Jarak


Sebelum Perlakuan Panas
60

50
HRC & REGRESI

40 75, 41.80469
41.75

30
HRC
20
Regresi
10

0
0 5 10 15 20 25
JARAK

Grafik 4.1 Hasil Sesudah Heat Treatment

18 | P a g e
4.3 Pembahasan
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai HRC tertinggi 56,75 pada ujung
specimen atau 0 mm untuk spesimen sebelum Heat Treatment. Sedangkan pada
spesimen sesudah Heat Treatment di dapat HRC tertinggi 56,75 pada jarak 0 mm
dan terendah 37 pada jarak 25 mm. Dari grafik sebelum Heat Treatment mengalami
penurunan sedangkan pada grafik sesudah Heat Treatment juga mengalami
penurunan. Hal ini sesuai dengan teori Hardenability. Dimana daerah permukaan
spesimen yang menjauhi semprotan akhir maka akan mengalami penurunan
kekerasan.(Hadi et al., 2013)
Dalam grafik yang kami dapatkan bahwa baja ST 42 sebelum Heat
Treatment lebih keras daripada baja ST 42 sesudah Heat Treatment. Hal ini bertolak
belakang dengan teori kekerasan. Oleh karena itu kami mengira ada kesalahan
dalam proses Heat Treatment (cooling) dan kesalahan pada human error atau pada
alat praktikum yang sudah tidak standar untuk melakukan pengukuran.(Handoko,
2011)
Secara teori seharusnya nilai kekerasan paling dekat dengan ujung
pendingin memilki nilai kekerasan yang tinggi, hal ini disebabkan pendingin
diujung specimen yang paling cepat dan akan semakin berkurang kecepatan seiring
bertambahnya jarak dari ujung pendinginan. Fenomena seperti ini dilakukan dan
terjadi apabila konduktifitas specimen sangat tinggi sehingga laju pendinginan akan
terjadi sama rata. (Parekke, 2019)
Dalam beberapa literasi jurnal dan buku disebutkan bawha harga kekerasan
baja ST 42 sebelum mendapatkan perlakuan heat treatment adalah 40,8 HRC dan
pada percobaan kali ini kami mendapatkan harga kekerasan sebesar 41,931 HRC.
Sedangkan pada baja ST 42 setelah heat treatment nilai kekerasan adalah 47,32
HRC dan pada percobaan kali ini kami mendapatkan nilai sebesar 41,38. (Hadi et
al., 2013)

19 | P a g e
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Hubungan karakteristik antara jarak dan kekerasan logam adalah
berbanding terbalik, dengan kata lain semakin jauh jarak logam dengan
ujung pendingin maka akan semakin menurun dan begitu sebaliknya.
2. Karakteristik specimen (Baja ST 42) sebelum heat treatment dan
sesudah heat treatment seharunya nilai kekerasannya semakin besar,
tetapi pada praktikum kali ini kami mendapatkan sebaliknya. Dan ada
berbagai kesalahan yang terjadi hingga menyebabkan hasil tidak seperti
yang diinginkan.
3. Distribusi kekerasan setiap titik (jarak) memiliki kekerasan yang
berbeda. Dimana semakin jauh dari ujung pendingin atau pada jarak 0
mm specimen, maka nilai kekerasannya rendah, dan ujung specimen
memiliki kekerasan paling tinggi.

5.2 SARAN
1. Proses heat treatment harus maksimal pada suhu 900°C agar hasil uji
jominy menjadi maksimal.
2. Alat yang digunakan harus diperbarui atau tidak segara diperbaiki dan
dirawat dengan baik.

20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Chan, Y., Gun, G. and Widia, G. (2018) ‘PENGUJIAN JOMINY TERHADAP


KEKERASAN MATERIAL BAJA AISI 1045’, 255, pp. 186–192.
Chandra, Y., Ketapang, P. N. and Ketapang, S. K. (2018) ‘PENGARUH
VARIASI HOLDING TIME TERHADAP’, 8(2), pp. 2–7.
Hadi, S. et al. (2013) ‘EMS-45 Tool Steels Hardenability Experiment using
Jominy ASTM A255 Test Method’, IPTEK The Journal for Technology and
Science, 24(1). doi: 10.12962/j20882033.v24i1.137.
Handoko, D. W. I. (2011) ‘Rancang Bangun Alat Hardenability Jominy Test dan
Pengujian Bahan Praktikum Di Laboratorium Pengujian Bahan dan Metrologi’,
7(2), pp. 198–203.
Parekke, S. (2019) ‘Analisis Pengaruh Variasi Temperatur Baja Aisi 1018
Terhadap Kekerasan Dengan Metode Jominy Test’, DINAMIKA: Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin, 10(2), pp. 53–58. doi: 10.5281/zenodo.3066849.
Susanto, H. et al. (2016) ‘Rancang Bangun Alat Uji Jominy ( Jominy
Hardenability Test )’, 2(3), pp. 97–107.
Zakiyya, H. and Drastiawati, N. S. (2016) ‘EVALUASI SENSITASI PADA
BAJA TAHAN KARAT 316 MENGGUNAKAN ALAT UJI
KEMAMPUKERASAN TYPE JOMINY Keywords : Abstract ’:, 15(September),
pp. 52–55.

21 | P a g e
LAMPIRAN

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai