Laporan Praktikum Uji Jominy-Dikonversi PDF
Laporan Praktikum Uji Jominy-Dikonversi PDF
UJI JOMINY
Disusun oleh:
Muhammad Aulia Farizi
201710120311018
1|Page
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakteristik bahan ST 42 yang mendapatkan perlakuan panas
dan sebelum perlakuan panas.
2. Adakah pengaruh hubungan grafik antara kekerasan dengan jarak.
3. Adakah persamaan regresi linear pada jominy test.
2|Page
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Jominy Test
Kekerasan adalah kemampuan material untuk menahan deformasi plastis
lokal akibat penetrasi dipermukaan. Peningkatan kekerasan bergantung pada
sifat mampu keras dari baja itu sendiri. Sifat mampu keras merupakan
kemampuan material untuk ditingkatkan kekerasannya dengan serangkaian
pelakuan panas. Sifat mampu keras dari baja tergantung pada komposisi kimia
dan kecepatan pendinginan.(Handoko, 2011)
Percobaan jominy bertujuan untuk mengetahui Hardenability suatu logam.
Cara untuk mengetahuinya adalah :
1. Bila laju pendinginan dapat diketahui, kekerasan dapat langsung dibaca
dari kurva kemampuan keras.
2. Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan dari titik tersebut dapat
diperoleh
Pada uji jominy ini, material dipanaskan dalam tungku dipanaskan sampa
suhu transformasi (austenit) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapat
dipasangkan pada aparatus jominy kemudian air disemprotkan dari bawah,
sehingga menyentuh permukaan bawah spesimen. Pada bagian yang terkena
air mengalami pendinginan yang lebih cepat dan semakin menurun ke bagian
yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran kekerasan tiap – tiap bagian dari
spesimen akan di dapatkan kurva Hardenability Band. (Hadi et al., 2013)
3|Page
Gambar 2.1 kurva Hardenability dan Hardenability Band.
Dari kurva diatas dapat diketahui bahwa fasa perlit didapatkan pada suhu
antara 5000C. Jika dipanaskan pada suhu austenit.
Sifat mampu keras dapat digambarkan dalam bentuk kurva, yaitu kurva
hardenability band. Kurva Hardenability band menggambarkan range – range
sifat mampu keras suatu logam. Jadi kekerasan suatu material akan berada
dalam range tersebut jika dilakukan proses pemanasan. Kurva diatas
menyatakan fasa yang terjadi pada spesimen sampai temperatur austenit yang
terkena semprotan air mengalami pendinginan cepat, dapat dilihat pada grafik
dengan nilai HLC paling tinggi dengan fasa martensit kemudian dengan seiring
nya peningkatan jarak dari ujing menuju penguat spesimen memiliki
penurunan angka kekerasan. Hal ini disebabkan pada bagian tersebut dapat
dilihat dari perubahan fasa pada grafik yang ditunjukkan, yaitu dari fasa
martensit dan perlit, fine perlite dan perlite.(Zakiyya and Drastiawati, 2016)
4|Page
2.2 Heat Treatment
Heat treatment adalah proses pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan
tertentu dan dilakukan terhadap benda uji dalam keadaan padat untuk
memperoleh sifat-sifat tertentu untuk mendapatkan hal diatas maka kecepatan
pendinginan dan batas waktu temperature sangat menentukan.(Chan, Gun and
Widia, 2018)
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan dan
pendinginan dari suatu logam untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Proses
tersebut diantaranya :
2.2.1 Qeuenching
Merupakan proses pengerasan baja dengan cara proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas austernit yang homogeny. Untuk
mendapatkan kehomogenan ini maka austernit perlu waktu pemanasan
yang cukup. Selanjutnya baja dicelupak ke meja pendinginan,
tergantung pada kecepatan pendinginan untuk mencapi kekerasan baja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fasa austernit tidak
sempat berubah menjadi ferit atau ferlit karena tidak ada kesempatan
bagi atom karbon yang telah larut dalam austernit untuk mengadakan
gerakan difusi dan bentuk sementit, ini berupa fasa yang sangat keras
dan terganutng pada keadaan karbon. Sehingga akan mendapatkan
sifat mekanik baja yang keras.
2.2.2 Annealing
Merupakan proses pelunakan baja dengan cara memanaskan baja
pada suhu austenite kemudian didinginkan secara perlahan sambil
menjaga suhu bagian luar dan dalam, kira-kira sama hingga diperoleh
struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendinginan
udara.
Tujuan Annealing :
1. Melunakkan material logam.
2. Menghilangkan tegangan dalam.
3. Memperbaiki butir-butir logam.
5|Page
2.2.3 Normalizing
Merupakan suatu proses pemanasan logam hingga suhu austernit
yang kemudian didinginkan dengan media udara. Hasil pendinginan
ini berupa ferlit dan farlit namun hasil yang dihasilkan jauh lebih
mulus dibandingkna dengan proses annealing. Prinsip dari normalizing
adalah untuk melunakkan baja, namun pada baja karbon tinggi atau
baja paduan tertentu dengan proses ini belum menghasilkan baja yang
lunak proses ini tergantung pada kadar karbon.
2.2.4 Tempering
Merupakan proses pemanasan logam setelah dipanaskan pada suhu
dibawah austernit, yang dilanjutkan dengan proses pendinginan. Baja
yang telah dikeraskan bersifat rapuh, melalui proses tempering
kerapuhan dapat diturunkan. Kekuatan tarik akan menurun dan
kekerasan akan turun sedangkan keuleton dan ketangguhan akan
meningkat. Proses ini digunakan pada alat kerja yang mengalami
beban berat seperti palu, pahat, pegas, dll.
2.3 Diagram Fe dan C
6|Page
Diagram fasa Fe – Fe3C adalah diagram yang menampilkan hubungan
antara temperatur dan kandungan karbon dalam perlakuan normal.
• 0.008%C : Batas kelarutan minimum karbon padat ferit pada
temperatur kamar
• 0.025%C : Batas kelarutan maksimum karbon pada ferit, pada
temperatur 7270C
• 0.83%C : titik eutectoid
• 2%C : Batas kelarutan pada besi, pada temperatur 11300C
• 4.3%C : titik eutectoid
• 6.67% : Garis temperatur dimana terjadi transformasi magnetik dari
sementit
• Garis A1 : Garis temperatur dimana terjadi austenit menjadi ferrite
dalam pendinginan
• Garis A2 : Garis temperatur dimana terjadi transformasi magnetik
pada ferrite
• Garis A3 : Garis temperatur dimana terjadi perubahan ferrit menjadi
austenit pada pemanasan
• Garis A : Garis yang menunjukkan kandungan karbon dan
transformasi baja hypotectoid
• Garis B : Garis yang menunjukkan kandungan karbon dari baja
transformasi hypotectoid
• Garis C : Garis yang menunjukkan transformasi baja hypotectoid
• Garid Liquids : Garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan
• Garis Solidus : Garis yang menunjukkan batas antara austenit solidus dan
austenit liquids
7|Page
2.4 Diagram CCT
8|Page
Diagram TTT adalah sebuah gambaran temperature terhadap waktu.
Diagram digunakan untuk menetukan kapan transformatan mulai dan berakhir
pada perlakuan panas internal sebelum menjadi campuran austernit.
Pada gambar diatas, area sebelah kiri dari kurva transformasi menunjukan
daerah austenite. Austenite stabil pada suhu diatas temperature kritis, tapi tidak
stabil pada suhu dibawah temperature kritis. Kurva sebelah kiri menandakan
dimulainya transformasi dan kurva sebelah kanan menunjukan berakhirnya
transformasi. Area diantara kedua kurva tersebut menandakan austenite
bertransformasi ke jenis struktur kristal yang berbeda (austenite ke perlit,
austenite ke martensit, austenite pertransformasi ke bainit).(Parekke, 2019)
9|Page
2.6.3 Kandungan Karbon
Semakin banyak penambahan karbon dalam suatu material maka
semakin keras material tersebut contoh proses perubahan karbon yaitu :
a) Karbolizing
Merupakan proses penambahan karbon pada baja dengan
cara menyemprotkan cairan carbon pada permukaannya.
b) Nitriding
Merupakan proses penambahan nitrogen untuk
meningkatkan kekerasan material.
c) Carbonsting
Merupakan proses penambahan karbon dan nitrogen
sekaligus untuk menambah kekerasan material.
10 | P a g e
BAB III
METODE PRKATIKUM
3.1 Bahan
Dalam pratikum jominy menggunakan baja ST 42 baik heat treatment dan
tidak heat treatment dengan berikut :
• Baja ST 42 setelah dan sesudah heat treatment
Dimensi Spesimen
L = 99.3 mm
D1 = 24.4 mm
D2 = 31.4 mm
t = 8 mm
11 | P a g e
3.4 Prosedur Pengujian
1. Sebelum Perlakuan Spesimen
a. Membersihkan specimen dari kotoran atau karat.
b. Membuat tanda pengukuran pada specimen seperti pada gambar
lembar kerja.
c. Mengukur kekerasan specimen menggunakan Rockwell Hardness
Tester pada titik-titik tanda pengukuran.
d. Mencatat data hasil setiap pengukuran pada lembar kerja yang
tersedia.
2. Perlakuan Spesimen (End Quenching)
a. Membersihkan specimen dari kotoran.
b. Memasukan specimen dalam dapur listrik (Furnace).
c. Melakukan proses pemanasan specimen dengan mengatur
temperature pemanasan dan holding time yang telah ditentukan dan
catat datanya pada lembar kerja.
d. Mengeluarkan specimen dari furnace dan menempatkan pada
dudukan tower pendinginan.
e. Melakukan pendinginan dengan mengalirkan air pendinginan
secara hati-hati sampai specimen betul-betul dingin.
3. Setelah Perlakuan (End Quenching)
a. Membersihkan specimen dengan kertas gosok sampai permukaan
specimen benar-benar bersih.
b. Membuat tanda pengukuran seperti sebelum perlakuan specimen.
c. Mengukur kekerasan specimen menggunakan Rockwell Hardness
Tester seperti sebelum perlakuan specimen.
d. Mencatat data hasil setiap pengukuran pada lembar kerja yang
tersedia.
12 | P a g e
3.5 Pengolahan Data Pengujian
1. Melakukan pengolahan data sebelum perlakuan menggunakan metode
Regresi Variabel Tunggal
2. Membuat grafik kekerasan vs jarak pengukuran menggunakan data
kekerasan dan persamaan Regresi yang diperoleh sebelum perlakuan.
3. Melakukan pengolahan data setelah perlakukan menggunakan metode
regresi variabel tunggal.
4. Membuat grafik kekerasan vs jarak pengukuran menggunakan data
kekerasan dan persamaan regresi yang diperoleh setelah perlakuan.
5. Membuat kesimpulan pengujian jominy yang dilakukan berdasarkan hasil
pengolahan data.
13 | P a g e
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengujian
4.1.1 Sebelum Perlakuan Panas
Jarak
No
(mm)
HRC (y) (x*y) x2 Regresi
14 | P a g e
1. Nilai rata – rata ̅̅̅
(𝑌)
∑𝑌 992,5 𝑘𝑔
𝑌̅ = = = 41,93182
𝑛 22 𝑚𝑚2
𝑘𝑔
HP = 𝑌̅ ± ̅̅̅̅
𝑆𝐷 = 41,93182 ± 0,84698 ⁄𝑚𝑚2
Persamaan Regresi
=
∑ 𝑹𝒆𝒈𝒓𝒆𝒔𝒊 = 𝟗𝟐𝟐,𝟒𝟗𝟗𝟗 = 𝟒𝟏, 𝟗𝟑𝟏𝟖
𝒏 𝟐𝟐
15 | P a g e
4.1.2 Setelah Perlakuan Panas
SETELAH HEAT TREATMENT
Jarak
No
(mm)
HRC (y) (x*y) x2 Regresi
1. Nilai Rata-rata
∑𝑌 909 𝑘𝑔
𝑌̅ = = = 41.31818
𝑛 22 𝑚𝑚2
16 | P a g e
3. Simpangan Rata-rata
Σ (𝑌 − 𝑌̅ )2 378,022727 𝑘𝑔⁄
̅̅̅̅
𝑆𝐷 = √ = √ = 0,90456
(𝑛 − 1) ∗ 𝑛 (22 − 1) ∗ 22 𝑚𝑚2
4. Kesalahan Relatif
̅̅̅̅
𝑆𝐷 0,90456
KR = * 100% = * 100% = 0.02189%
𝑌̅ 41,31818182
5. Keseksamaan
K = 100% - KR = 100% - 0.02189% = 99.97811%
6. Hasil Perhitungan
𝑘𝑔
HP = 𝑌̅ ± ̅̅̅̅
𝑆𝐷 = 41,31818182 ± 0.90456 ⁄𝑚𝑚2
Persamaan Regresi
=
∑ 𝑹𝒆𝒈𝒓𝒆𝒔𝒊 = 𝟗𝟐𝟐,𝟒𝟗𝟗𝟗 = 𝟒𝟏, 𝟗𝟑𝟏𝟖𝟐
𝒏 𝟐𝟐
17 | P a g e
4.2 Grafik
50
HRC & REGRESI
40 75, 41.80469
41.75
30
HRC
20
Regresi
10
0
0 5 10 15 20 25
JARAK
50
HRC & REGRESI
40 75, 41.80469
41.75
30
HRC
20
Regresi
10
0
0 5 10 15 20 25
JARAK
18 | P a g e
4.3 Pembahasan
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai HRC tertinggi 56,75 pada ujung
specimen atau 0 mm untuk spesimen sebelum Heat Treatment. Sedangkan pada
spesimen sesudah Heat Treatment di dapat HRC tertinggi 56,75 pada jarak 0 mm
dan terendah 37 pada jarak 25 mm. Dari grafik sebelum Heat Treatment mengalami
penurunan sedangkan pada grafik sesudah Heat Treatment juga mengalami
penurunan. Hal ini sesuai dengan teori Hardenability. Dimana daerah permukaan
spesimen yang menjauhi semprotan akhir maka akan mengalami penurunan
kekerasan.(Hadi et al., 2013)
Dalam grafik yang kami dapatkan bahwa baja ST 42 sebelum Heat
Treatment lebih keras daripada baja ST 42 sesudah Heat Treatment. Hal ini bertolak
belakang dengan teori kekerasan. Oleh karena itu kami mengira ada kesalahan
dalam proses Heat Treatment (cooling) dan kesalahan pada human error atau pada
alat praktikum yang sudah tidak standar untuk melakukan pengukuran.(Handoko,
2011)
Secara teori seharusnya nilai kekerasan paling dekat dengan ujung
pendingin memilki nilai kekerasan yang tinggi, hal ini disebabkan pendingin
diujung specimen yang paling cepat dan akan semakin berkurang kecepatan seiring
bertambahnya jarak dari ujung pendinginan. Fenomena seperti ini dilakukan dan
terjadi apabila konduktifitas specimen sangat tinggi sehingga laju pendinginan akan
terjadi sama rata. (Parekke, 2019)
Dalam beberapa literasi jurnal dan buku disebutkan bawha harga kekerasan
baja ST 42 sebelum mendapatkan perlakuan heat treatment adalah 40,8 HRC dan
pada percobaan kali ini kami mendapatkan harga kekerasan sebesar 41,931 HRC.
Sedangkan pada baja ST 42 setelah heat treatment nilai kekerasan adalah 47,32
HRC dan pada percobaan kali ini kami mendapatkan nilai sebesar 41,38. (Hadi et
al., 2013)
19 | P a g e
BAB V
5.1 KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Hubungan karakteristik antara jarak dan kekerasan logam adalah
berbanding terbalik, dengan kata lain semakin jauh jarak logam dengan
ujung pendingin maka akan semakin menurun dan begitu sebaliknya.
2. Karakteristik specimen (Baja ST 42) sebelum heat treatment dan
sesudah heat treatment seharunya nilai kekerasannya semakin besar,
tetapi pada praktikum kali ini kami mendapatkan sebaliknya. Dan ada
berbagai kesalahan yang terjadi hingga menyebabkan hasil tidak seperti
yang diinginkan.
3. Distribusi kekerasan setiap titik (jarak) memiliki kekerasan yang
berbeda. Dimana semakin jauh dari ujung pendingin atau pada jarak 0
mm specimen, maka nilai kekerasannya rendah, dan ujung specimen
memiliki kekerasan paling tinggi.
5.2 SARAN
1. Proses heat treatment harus maksimal pada suhu 900°C agar hasil uji
jominy menjadi maksimal.
2. Alat yang digunakan harus diperbarui atau tidak segara diperbaiki dan
dirawat dengan baik.
20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
21 | P a g e
LAMPIRAN
22 | P a g e