Anda di halaman 1dari 4

Hasil

Tabel 1 Hasil Pengamatan Laju Penjalaran Api pada Posisi Lidi yang Berbeda
Posisi Lamanya api padam (detik) Panjang lidi terbakar (cm) Laju
lidi penjalaran
(cm/detik)
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
00 24,26 30,05 26,29 26,86667 0,8 0,7 0,8 0,766667 0,028536
450 28,07 32 33,55 31,20667 0,9 1 0,8 0,9 0,02884
900 38,64 40,2 47,39 42,07667 0,6 0,8 0,6 0,666667 0,015844
1350 55,02 62,21 57,32 58,18333 5,5 5,6 6,2 5,766667 0,099112
1800 100,7
122,28 110,76 16,2 12 14,8
2 111,2533 14,33333 0,128835

0.14

0.12
Laju penjalaran (cm/detik)

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Posisi potongan kayu/lidi

Gambar 1 Grafik hubungan antara posisi lidi dengan laju penjalaran


Pembahasan
Kebakaran adalah peristiwa oksidasi dari material yang berlangsung cepat, serta
menghasilkan panas dan cahaya. Timbulnya kebakaran ditandai dengan penyulutan atau
penjalaran suatu material oleh sumber panas. Hal tersebut merupakan suatu permulaan dari
pembakaran, bila api terjadi sangat terbatas maka gejala tersebut belum dinyatakan sebagai
kebakaran. Tetapi bila api mulai memungkinkan terjadinya penjalaran maka gejala itu dapat
dikatakan sebagai kebakaran. Penjalaran api terdiri dari beberapa jenis, kebakaran biasanya
dimulai dari kecil kemudian membesar dan menjalar ke daerah sekitarnya (Tanubrataet al.
2016)
Brown an Darvis (1972) dalam Wardhani (2001) menyatakan bahwa faktor topografi
yang berperan dalam penyebaran api ialah kemiringan tempat. Api mempunyai tendensi
membakar cepat keatas bukit dan lambat ke arah lembah. Hal ini disebabkan oleh adanya
angin permukaan yang naik ke atas lereng. Kadar air yang berada di lembah menyebabkan
terhentinya penjalaran api kemudian mati. Sagala (1988) dalam Wardhani (2001) juga
menyatakan bahwa api akan menjalar lebih cepat apabila menaiki lereng dan akan lebih
lambat jika menuruni lereng. Hal ini disebabkan karena bahan bakar yang berada dibagian
atas lereng lebih banyak menerima panas. Makin besar derajat kelerengan maka api akan
menjalar karena bahan bakar lebih cepat menerima panas.
Purbowaseso (2004) dalam Rahayu (2011) menyatakan bahwa faktor topografi yang
memengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup tiga hal yaitu kemiringan, arah lereng,
dan medan. Masing-masing faktor tersebut sangat memengaruhi perilaku api kebakaran hutan
dan lahan. Syaufina (2008) jugamenambahkan bahwa semkain curam lereng maka api akan
semakin cepat api menjalar yang disebabkan karena nyala api lebih dekat dengan bahan
bakar. Aliran angin biasanya mneuju puncak lereng. Udara yang terpanaskan akan menambah
kecepatan angin dan menimbulkan lompatan bara api yang jatuh ke bawah dan menimpa
bahan bakar baru. Bentang alam yang berpengaruh terhadap pola pneyebaran angin setempat
menjadi penghalang dan merubah aliran udara yang akan menyebabkan turbulensi. Biasanya
bagian lereng yang pertama kali mendapat sinar matahari akan memengaruhi cuaca setempat
seperti suhu, cahaya, kelembaban dan arah angin. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
penjalaran api saat terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Semakin curam suatu lokasi hutan
atau lahan akan menyebabkan api pada hutan tersebut semakin cepat menjalar karena
didikung oleh angin dan juga bahan bakar yang terdapat pada hutan tersebut.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat bahwa posisi lidi (kemiringan
lidi) memengaruhi kecepatan api menjalar Penjaran api paling cepat terdapat pada posisi lidi
1800 dan paling rendah terdapat pada posisi lidi 90 0. Pada posisi 00, laju penjalaran cukup
rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pembakaran hanya terjadi pada
pangkal lidi, sudut yang terbentuk antara lidi dengan api cukup besar sehingga penjalarannya
cukup lambat dan tidak mampu membakar bahan bakar yang dibawahnya karena api
cenderung tegak lurus ke atas. Pada posisi 00,450, dan 900 lidi tidak habis terbakar dan
cenderung hanya sebagian kecil lidi yang terbakar. Pada posisi 1350 dan 1800 lidi cenderung
lebih banyak terbakar, terutama pada posisi 1800 hampir seluruh bagian lidi yang terbakar.
Hal ini karena posisi lidi yang berada diatas api sehingga api lebih mudah menjalar pada lidi.
Pada grafik hubungan hubungan antara posisi lidi dengan laju penjalaran api cenderung
meningkat namun pada posisi 900 mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan karena
perbedaan ukuran lidi yang digunakan selama praktikum sehingga menimbulkan bias selama
pengukuran.
Kebakaran hutan dan lahan di daerah lereng pegunungan sering terjadi di Indonesia
seperti pada tahun 2019 dimana terjadi kebakaran hutan di tujuh gunung di JawaTimur,
gunung-gunung itu adalah gunung Arjuna, Welirang, Kawi, Wilis, Semeru, Bromo dan
Gunung Ijen, diketahui terdapat 143 titik api di seluruh Jawa Timur kepulan asap tampak
membubung di lereng selatan Gunung Arjuna. Pada tahun 2018 juga terjadi kebakaran hutan
di lereng Gunung Sumbing wilayah Kabupaten Temanggung, meluas hingga ke wilayah
Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Berdasarkan data Fitriani (2018) kebakaran terjadi di
petak 20 Resort Pemangku Hutan (RPH) Kecepit BPKH Temanggung, Gelanpasari,
Kecamatan Bulu kemudian merembet ke Petak 2 Magelang atau pos 4 Pendakian
Kaliangkrak, Magelang. Penjalaran api yang semula dari resort menjalar menuju atas (Pos 4
jalur pendakian). Menurut Hadiprasetya (2009) pada lereng curam api akan menjalar dengan
cepat kearah puncak dan lambat kearah bawah, semakin curam kemiringannya akan semakin
cepat pula api menjalar.
Pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia dilakukan oleh para rimbawan dimana
diartikan sebagai kelompok yang bekerja bagi dan untuk mengelola sumberdaya hutan.
Rimbawan dianggap lebih mengetahui hal-hal tentang hutan dituntut untuk dapat menghadapi
berbagai tantangan salah satunya terkait permasalahan kebakaran hutan. Di Indonesia sendiri
dalam pemadaman kebakaran hutan menjangkau lokasi titik api masih sering terkendala oleh
medan yang sulit salah satunya kemiringan lereng dan juga lokasi yang jauh. Oleh karena itu
perlu dipikirkan upaya yang dapat dilakukan dalam pemadaman kebakaran hutan terutama di
lereng-lereng pegunungan dengan berbagai kemiringan. Selain upaya pemadaman seperti
pembuatan aliran, parit, sebagai penyekat api supaya tidak meluas. Nantinya, setelah pasca
kebakaran harus dipersiapkan rehabilitasi lahan secara baik supaya bukan tanaman invasif
yang tumbuh. Yogaswara et al., (2017) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya hutan di
Indonesia dilakukan oleh para rimbawan yang karena keprofesiannya berhubungan dengan
hutan dan kehutanan. Berbagai profesi yang termasuk dalam kategori rimbawan meliputi
pemikir, akademisi, pengelola, pelaksana serta pelaku industry dan bisnis bahkan mereka
yang bertindak sebagai pengamat hutan dan kehutanan.

Daftar pustaka
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Perilaku Api, Penyebab, dan
Dampak Kebakaran. Malang(ID): Bayumedia publishing.
Rahayu N. 2011. Kesesuaian lahan bekas kebakaran hutan sebagai upaya konservasi lahan di
Gunung Panderman RPh Oro-Oro Ombo BKPH Pujon KPH Malang. Gamma 6(2):
122-128.
Wardhani Y. 2001. Pengaruh bahan bakar terhadap laju penjalaran api pada pembakaran
terkendali.[Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai