A1Q115133
A1Q115133
PTBK
OLEH
DWI LESTARI
A1Q1 15 133
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah .................................................................. 4
1.3 Rumusan Masalah................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian................................................................ 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Vandalisme ......................................................................... 6
2.1.1 Definisi Vandalisme ......................................................... 6
2.1.2 Bentuk-bentuk Vandalisme .............................................. 7
2.1.3 Ciri-ciri Vandalisme ........................................................ 10
2.1.4 Faktor-faktor penyebab Vandalisme ................................ 12
2.1.5 Dampak Negatif Vandalisme ............................................ 14
2.1.6 Upaya Penanggulangan Vandalisme ................................. 15
2.2 Konseling Kelompok ........................................................... 18
2.2.1 Definisi Konseling Kelompok ....................................... 18
2.2.2 Fungsi Konseling Kelompok ......................................... 20
2.2.3 Tujuan Konseling Kelompok ......................................... 21
2.2.4 Manfaat Konseling Kelompok........................................ 23
2.2.5 Struktur Layanan Konseling Kelompok ......................... 24
2.2.6 Dinamika dalam Konseling Kelompok .......................... 27
2.2.7 Peranan dan Keterampilan Pemimpin Kelompok ........... 28
2.2.8 Tahapan Konseling Kelompok ...................................... 31
2.2.9 Kebihan dan Kekurangan Konseling Kelompok ............. 35
2.3 Penelitian Relevan .............................................................. 40
2.4 Kerangka Pikir Penelitian .................................................... 41
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................. 44
1
i
BAB I
PENDAHULUAN
dinding fasilitas umum, aksi pengambilan dan aksi perusakan terhadap fasilitas
dilakukan oleh sekelompok anak remaja atau di sekolah biasanya dilakukan oleh
sekolah seperti melukis dilakukan di dinding tembok, meja, kursi, dan kaca
seperti memecahkan pot bunga, merusak meja dan kursi, menginjak-injak bunga
dampak buruk baik bagi orang lain maupun bagi lingkungan fisiknya, dampak
buruk yang ditimbulkan oleh aksi vandalisme adalah: (1) perusakan lingkungan, (2)
1
2
2018: 28).
Berdasarkan studi awal yang dilakukan oleh peneliti pada SMP Negeri
coretan dan gambar yang dibuat siswa, terdapat beberapa bunga di sekolah yang
dipetik oleh siswa dan bahkan ada beberapa bunga dan pohon dilingkungan
sekolah dipatahkan. Hal ini dikuatkan oleh penjelasan salah satu guru yang
sejak dulu dan sekarang juga masih ada siswa yang melakukannya. Sedangkan
berdasarkan studi pada buku kasus yang ada di ruang bimbingan dan konseling
banyak motif seperti dikemukakan oleh Safitri (2012: 45) yaitu karena ikut-
ikutan teman, faktor keluarga, faktor media sosial, dan faktor lingkungan
kelompok adalah salah satu layanan dalam bimbingan dan konseling. Shertzer &
sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk bertukar pikiran dan berbagai
kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta lebih mandiri (Winkel dan
anggota kelompok dapat belajar perilaku baru yang sesuai dengan aturan dan
17 Kendari”.
Agar masalah penelitian dapat lebih fokus pada tujuan penelitian, maka
Negeri 17 Kendari ?.
5
Kendari.
a. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah, khususnya
c. Penelitian ini bermanfaat bagi guru bimbingan dan konseling, bahwa salah
d. Penelitian ini, dapat dijadikan sebagai salah satu bahan reverensi yang relevan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Vandalisme
pertama, suatu anggota dari Negara Jerman Timur yang membinasakan Gaul,
Spanyol, Afrika Utara dan merampok Roma pada tahun 455 M. Dari pengertian
tersebut ditonjolkan sifat kelompok yang bersifat merusak. Kedua, orang yang
menginginkan barang milik orang lain yang belum dipunyai khususnya barang
yang indah atau artistic. Kata sifat vandal adalah vandalis (vandalic) dan
(https://id.wikipedia.org/wiki/Vandal).
kondisi sosial ekonomi yang tidak kondusif atau dapat juga diakibatkan oleh
6
7
Bahasa Indonesia kata vandalisme berasal dari kata dasar vandal yang berarti
remaja yang mempunyai sikap vandalisme merasa ada kepuasan jiwa (Laksono
menyebabkan kerusakan fasilitas sekolah, dan itu akan diukur sesuai dengan
tingkat yang dimiliki siswa pada kuisioner penelitian (Thawabieh, 2010: 43).
individu atau siswa seperti menganggu atau merusak berbagai objek lingkungan
fisik maupun lingkungan buatan, baik milik pribadi, milik orang lain maupun
keindahan alam.
subjek tersebut tidak melakukan bentuk vandalisme yang sama, namun dari
keenam subjek tersebut mereka memiliki satu bentuk tindakan vandalisme yang
sama. Disini peneliti hanya menjelaskan tiga subjek saja karena beberapa subjek
1. Ideological
menyampaikan pesan bahwa gengnya adalah salah satu geng besar yang
berada di DIY.
2. Vindicate
melakukan vandalisme yaitu balas dendam terhadap geng lain yang telah
9
menumpuk atau menghapus symbol atau nama geng yang telah dibuat oleh
3. Malicious
merupakan bentuk karena merasa kecewa dan tidak puas jika tim sepak bola
2. Memotong (cutting)
berbagai alasan.
3. Memetik (plucking)
Memetik kembang, daun dan buah tanaman orang lain tanpa alasan yang
berarti.
4. Mengambil (taking)
tersebut terlalu besar, terlalu kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh
dan sebagainya.
5. Merusak (destroying)
Siswa yang melakukan vandalisme merupakan bentuk dari rasa iseng dan
sarana untuk mencari perhatian terhadap orang lain. Rasa iseng ini timbul
tetapi menonjol dalam hal positif sehingga dapat menginsipirasi peserta didik
lainnya.
perusakan. Adapun aksi corat-coret yang dilakukan siswa dilakukan pada meja,
kursi, dinding, jendela, pintu, papa, kantin dan kamar mandi. Bentuk coretan
labeling, komunitas. Selain tulisan adapun garis tak beraturan dan gambar
tokoh kartun.
tentang suatu yang menarik, misalnya pohon yang rusak dalam proses
botol pada suatu tebing hanya untuk melihat bagaimana botol itu pecah
suatu tindakan secara langsung atau tidak merusak keindahan dan kekerasan
barang atau benda di lingkungan atau milik orang lain 2) Mengambil benda
dan tidak mengembalikan pada tempatnya 3) Mencoret dinding dan pada tempat
1. Teman Sebaya
Pengaruh kelompok dari remaja yang sama usianya biasanya akan mudah
perilaku yang sama dalam satu kelompok agar diterima dalam kelompok
remaja yang memulai kehidupan bersosialisasi, hal ini sangat biasa dalam
lingkup usia remaja agar bisa diterima dalam sebuah kelompok. kelompok
2. Keluarga
3. Media Massa
bisa kita lihat sudah memiliki gadget dengan fitur-fitur yang canggih. Fitur-
fitur ini jika diakses tanpa pengawasan orang tua dapat menjadi menyebab
melanggar norma. Akses internet yang semakin cepat membuat remaja dapat
mengakses gambar, video dan hal-hal lainnya yang mengarah pada perilaku
4. Lingkungan Masyarakat
remaja melakukan pelanggaran kecil dan tidak ada penindakan dari orang-
lebih besar.
14
bebas karena belum ada teguran oleh lingkungan. Dalam hal ini sebenarnya
umumnya vandalisme dilakukan pada saat malam hari yang tidak diketahui
Banyak di antara para remaja yang tidak mengetahui dampak buruk dari
aksi vandalism ini yang tentunya sangat merugikan baik dirinya sendiri maupun
orang lain. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh aksi vandalisme adalah:
Banyak diantara para siswa yang tidak mengetahui dampak buruk dari
aksi vandalisme ini yang tentunya sangat merugikan baik dirinya sendiri
atau terpuji. Maka dari itu dengan adanya aksi ini maka lingkungan
namun ketertiban juga akan terganggu akibat adanya ulah aksi vandalisme
melanggar tata tertib yang ada sehingga tujuan mereka untuk melakukan
remaja, maka hal ini akan mengganggu kenyamanan orang lain yang akan
merupakan perilaku yang sangat merugikan baik bagi diri sendiri, bagi orang
keindahan dan juga merusak fasilitas umum lainnya. Hal ini tentunya akan
informasi secara klasikal mejadi cara pertama dalam pemberian pemahaman dan
bentuk pencegahan sekolah dan pemberian skoring kepada siswa yang ditemui
akan ada pemanggilan orang tua. Upaya pemeliharaan yang dilakukan adalah
yang ditemui menunjukkan hal yang sama yaitu kurangnya rasa memiliki
siswa sehingga siswa tidak ikut serta dalam menjaga kebersihan fasilitas umum.
bisa dibuat sesuai dengan permasalahan yang ada. Upaya pencegahan tindakan
berikut :
1. Target Hardening
menghambat perusakan, seperti memasang kaca anti pecah dan teralis jendela
2. Access Control
dengan motion detector, metal detector, dan closed- circuit televisions (CCTV).
3. Deflecting Offenders
secara fisik, misalnya dengan memanfaatkan papan graffiti dan program seni
mural.
4. Controlling Facilitators
5. Surveillance
secara resmi yaitu dengan menempatkan polisi atau pengawas bayaran dan
pengawasan secara alamiah oleh pemilik rumah, pejalan kaki, dan orang yang
6. Target Removal
7. Removing Inducements
18
8. Rule Setting
9. Counselling
suatu masalah publik seperti vandalisme melalui iklan anti vandalisme, poster,
slogan anti vandalisme, pin dan kaos bertuliskan anti vandalisme dan
sebagainya.
berkembang dengan intensif dalam suasana kelompok yang justru tidak dapat
antara kemampuan konseli untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal-
pemahaman, sikap, keyakinan, dan perilaku konseli yang tepat dengan cara
konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang
terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses itu mengandung ciri-
mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian dan
saling mendukung.
kepada individu untuk mengubah sikap dan perilakunya agar selaras dengan
lingkungannya.
perkembangannya.
klien tidak mengalami suatu masalah dan ketika klien sudah mengalami masalah
Selain itu krumboltz dalam Lubis dan Hasnida (2016: 55) menyebutkan
tujuan konseling kelompok terbagi menjadi tiga jenis, yakni sebagai berikut:
yang salah adalah perilaku yang secara psikologis mengarah pada perilaku
22
dilakukan oleh klien padahal hal tersebut harus dilakukan sebagai bagian
dialami oleh masing-masing anggota kelompok, agar terhindar dari masalah dan
lain.
kelompok, dan
kelompok sebagai proses belajar dan upaya membantu klien dalam pemecahan
dan untuk memahami bagaimana mereka sama dan berbeda dari orang lain
sebagai berikut :
2. Memperoleh balikan yang cepat dari anggota kelompok lain dan pimpinan
baru
kesimpulan dari teori diatas dalam penelitian ini konseling kelompok dapat
dilakukan dengan jumlah peserta minimal empat (4) orang dan maksimal
delapan (8) orang dan dalam pemilihan peserta kelompok, dilakukan dengan
konseling.
5 hal yang harus diperhatikan yaitu : Hubungan antar anggota kelompok, tujuan
kehidupan kelompok, itikad dan sikap para anggota dan kemandirian anggota
kelompok.
diterima atau ditolak, rasa cinta atau benci, rasa berani atau takut, semua
hubungan.
3. Tujuan Bersama
26
Para anggota kelompok dalam hal ini perlu merumuskan secara bersama
tujuan kelompok yang hendak dicapai. Tujuan tersebut harus kongkrit dan jelas
sehingga proses menuju pencapaian tersebut menjadi jelas bag semua anggota.
4. Sifat kelompok
Lubis dan hasnida (2016: 79) menyebutkan ada dua macam sifat kelompok
yang terdapat dalam konseling kelompok, yaitu: (a) Sifat terbuka, dikatakan
sifat terbuka karena pada kelompok ini dapat menerima kehadiran anggota baru
satiap saat sampai batas yang telah ditetapkan, (b) Sifat tertutup, bersifat
kelompok
mencapai siswa dalam jumlah satu kelas sedangkan dalam konseling kelompok
konseling kelompok.
Itikad baik dalam arti tidak mau menang sendiri, tidak sekedar
menanggapi dan menyerang pendapat anggota kelompok yang lain adalah hal
pendapatnya.
8. Waktu pelaksanaan
pertemuan antara satu sampai tiga kali dalam seminggunya, dan dari durasinya
oleh semangat tinggi, dinamis, hubungan yang harmonis, kerjasama yang baik,
kelompok pun seharusnya terjadi hal tersebut dan akan terwujud jika para
setiap anggota kelompok diharapkan dapat dan mampu tegak sebagai perorangan
anggota tentang bagaimana harus bertingkah laku dalam kelompok adalah juga
tersebut meliputi hal-hal yang bersifat isi dari yang dibicarakan dan
(umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok: baik
diluar kelompok.
beupaya membantu para anggota kelompok untuk saling belajar satu sama
merupakan bagian tak terpisahkan dari fungsi dan peran utama pemimpin
berikut.
1. Pengalaman individu.
31
(konselor).
kelompok.
32
ditetapkan.
11. Rasa humor, bahagia, dan rasa puas; baik yang dialami oleh konselor sendiri
Menurut Corey dan Yalom (Lubis dan Hasnida, 2016: 80) tahapan
1. Prakonseling
2. Tahap Permulaan
kembali tujuan yang harus dicapai dalam konseling. Hal ini agar klien sadar
inilah klien menjelaskan tentang dirinya dan tujuan yang ingin dicapainya
3. Tahap Transisi
Tahap ini disebut sebagai tahap peralihan. Hal umum yang sering terjadi
mulai terbuka satu sama lain, tetapi dapat pula terjadi kecemasan, resistensi,
konflik dan keengganan anggota kelompok membuka diri. Oleh karena itu,
nyaman.
4. Tahap Kerja
Tahap kerja sering disebut tahap kegiatan. Tahap ini dilakukan setelah
tahap ini anggota kelompok diharapkan telah membuka dirinya lebih jauh dan
dari tingkah laku baru serta belajar untuk bertanggung jawab dari tingkah
lakunya. Akan tetapi, pada tahap ini dapat saja terjadi konfrontasi antar
anggota dan transferensi. Dan peran konselor dalam hal ini adalah berupaya
5. Tahap Akhir
34
perilaku baru yang telah mereka pelajari dan dapatkan dari kelompok. Umpan
anggota kelompok. Hal ini dilakukan untuk menilai dan memperbaiki perilaku
kelompok apabila belum selesai. Oleh karena itu, tahap akhir ini dianggap
sebagai tahap melatih diri klien untuk melakukan perubahan. Konselor dapat
anggota kelompok merasakan bahwa tujuan telah tercapai dan telah terjadi
6. Pasca konseling
rencana baru atau melakukan perbaikan pada rencana yang dibuat sebelumnya.
1. Tahap Permulaan (begining stage), pada tahapan ini yang terjadi meliputi:
dan tujuan yang akan dicapai, membuat dan menyepakati norma kelompok
2. Tahap Transisi (transition stage), masa ini ini merupakan kelanjutan dari
3. Tahap Kegiatan (working stage), pada tahap ini anggota kelompok belajar
agenda yang telah ditetapkan, mereka mulai mengubah perilaku yang kurang
dengan kadar masalah yang dialami anggota, pada tahap ini kelompok benar-
benar mengarah pada tujuan yang ingin dicapai. Tahap ini dapat dianggap
4. Tahap Pengakhiran (termination stage), pada tahap ini yang terpenting adalah
tingkah laku mereka yang mereka inginkan untuk dilakuka di luar kelompok
meliputi : tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir konseling. Pada tahap
kedalamsatu kelompok, pada tahap awal ini juga perlu untuk merencanaan
metode untuk mencapau tugas utama dan memperhatikan hubungan sosial dalam
baru, diskusi dengan baik tentang berbagai topik personal. Sedangkan pada
rekan konseli atau dari konselor yang memimpin kelompok itu daripada bila
rekannya tidak malu-malu untuk berbicara secara jujur dan terbuka; lebih
hubungan sosial yang lebih baik, dan merasa lebih bergembir adalam hidup
37
sendiri. Dan
c. Bagi konselor manfaat dari konseli kelompok antara lain kesempatan untuk
dalam seluk beluk kehidupan orang muda dengan ikut berbicara sebagai
partisipan dalam diskusi dan bukan sebagai orang yang ingin berkuasa;
diantara para konseli ada yang ingin melanjutkan hubungan dengan konselor
individual.
a. Kepraktisan.
f. Motivasi manusia bisa muncul dari kelompok kecil salah satunya melalui
konseling kelompok.
perilaku baru ini dalam situasi yang hampir sama dengan lingkungan.
belajar lebih memahami orang lain dan lebih menghargai orang lain,
kelompok adalah merupakan suatu yang khas yang tidak mungkin terjadi
baru, dan dpat mengembangkan pola hubungn yng produktif dan inovatif.
“tidak semua siswa cocok berada dalam kelompok, tidak semua siswa
tujuan, peran konselor menjadi lebih menyebar dan kompleks, dan sulit
kurang jelas”.
kelompok adalah :
kelompok dan konselor secara spontan harus dapat memberi perhatian kepada
setiap klien.
d. Kekurangan informasi individu yang mana yang lebih baik ditangani dengan
konseling individual.
kelompok, yaitu :
kelompok sebagai paksaan moral untuk membuka isi hatinya seperti banyak
teman yang lain; padahal mereka belum siap atau belum bersedia untuk
sebegitu terbuka dan jujur, apalagi jika hal-hal yang akan dikatakan terasa
terfokus pada suatu masalah umum atau karena perhatian kelompok terpusat
pada persoalan pribadi konseli yang lain; senagai akibatnya, satu-dua konseli
c. Bagi konselor sendiri pun lebih sulit memberikan perhatian penuh pada
terbagi atas beberapa orang yang semuanya menuntut diberi porsi perhatian
yang wajar.
(authority figure).
yang sering muncul dan harus dilakukan oleh konselor yang benar-benar
terampil.
Beberapa penelitian yang telah lebih dulu dilakukan dan relevan dengan
konseling baik individu maupun kelompok dan jika diperlukan akan ada
yang ditemui menunjukkan hal yang sama yaitu kurangnya rasa memiliki
siswa sehingga siswa tidak ikut serta dalam menjaga kebersihan fasilitas
umum. Jadi salah satu upaya untuk mengatasi perilaku vandalisme siswa
pemilihan media agar pesan yang disampaikan tepat sasaran dan efisien.
tempat atau suatu benda. Di sekolah kita sering menjumpai meja yang
dicoret, bunga yang dipetik dan dinding yang diberi gambar-gambar tidak
yang lebih luas itu perbuatan merusak dan menyimpang dari norma dan
sebagai bentuk ekspresi dan kreatifitas dalam berseni oleh pelakunya. Namun
telepon umum, pagar, aksi pengambilan, aksi perusakan dan lain-lain dianggap
suatu tindakan pelarian, b) adanya kasih sayang yang berlebihan sehingga tidak
subyek melakukan vandalisme karena terpengaruh dari film dan video game,
vandalisme dianggap bebas karena belum ada teguran oleh lingkungan. Dalam
mengetahuinya.
suatu masalah publik seperti vandalisme melalui iklan anti vandalisme, poster,
44
slogan anti vandalisme, pin dan kaos bertuliskan anti vandalisme dan
sebagainya.
para siswa diantaranya adalah mencoret-coret meja dan kursi, dinding kelas,
tiang bangunan sekolah, pintu kelas dan fasilitas lainnya. Selain itu juga tidak
jarang siswa merusak fasilitas sekolah seperti menendang pintu, pot bunga,
vandalisme yang selama ini dilakukannya adalah perilaku yang buruk karena
merusak fasilitas sekolah dan juga tentu akan merugikan orang lain. Selain itu
siswa dapat mengarahkan kreativitasnya pada hal-hal yang positif yaitu dengan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka piker berikut ini.
Bagan 2.1
45
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Amti, Erman. 2004. Layanan bimbingan dan konseling kelompok.
Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan.
Prayitno. 2004. Buku Seri Bimbingan dan Konseling Layanan Bimbingan
dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta : Ghalia Indonesia.
Romadhony, Muhammad Tsabit. 2017. Studi Tentang Perilaku Vandalisme Serta
Penanganannya Pada Siswa Di Smp Negeri Se-Kecamatan Sampang.
Jurnal BK Unesa: vol.7 no 1. 2017.
Simanjuntak, Natanael. 2012. Kemunculan Vandalisme dan Kemunculan Seni
Grafitti di Ruang Bawah Jalan Layang. Jakarta: Skripsi UI.
Safitri, Ani. 2018. Pengaruh Budaya Hedonisme Terhadap Timbulnya
Vandalisme Siswa Smk Tri Dharma 3 Dan Smk Yktb 2 Kota Bogor. Jurnal
Teknologi Pendidikan Vol. 1. No. 2 Juli 2012
Salmah Sri, 2015. Perilaku Vandalisme Remaja di Yogyakarta. Jurnal Media
Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, 39 ( 1), 15- 29.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta.
Suhardi, 2018. Model Manajemen Pendidikan Karakter (Studi Kasus Vandalism
Siswa Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 10 Wedi Klaten). Surakarta:
IAIN Surakarta.
Sukardi, Dewa Ketut . 2002. Manajemen Bimbingan dan konseling di Sekolah.
Bandung: Alfabeta.
Thawabieh, Ahmad Mahmoud dan Mohammed.Ahmad Al-rofo. (2010).
Vandalism at Boys Schools in Jordan. Int J Edu Sci, 2 (1), 41-46.
https://id.wikipedia.org/wiki/Vandal