Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM VI

RANGKAIAN SERI, PARALLEL DAN HUKUM OHM

6.1 Tujuan Praktikum


1. Dapat memahami karakteristik dari rangkaian seri dan parallel
2. Dapat memahami tengangan, arus dan resistansi dalam rangkaian seri dan parallel
3. Membuktikan Hukum Ohm

6.2 Dasar Teori


6.2.1 Hukum Ohm
Hukum ini dicetuskan oleh Georg Simon Ohm, seorang fisikawan dari Jerman pada
tahun 1825 dan dipublikasikan pada sebuah paper yang berjudul The Galvanic Circuit Investigated
Mathematically pada tahun 1827. Hukum Ohm merupakan salah satu hasil percobaan
laboratorium yang dilakukan oleh George Simon Ohm tentang hubungan arus dan tegangan yang
kemudian dikenal dengan hukum Ohm Hukum Ohm sendiri merupakan hasil analisis matematis
dari rangkaian galvanic yang didasarkan pada analogi antara aliran listrik dengan aliran panas.
Pada dasarnya, bunyi dari Hukum Ohm adalah :

“Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui sebuah penghantar atau Konduktor akan
berbanding lurus dengan beda potensial / tegangan (V) yang diterapkan kepadanya dan berbanding
terbalik dengan hambatannya (R)”.

Sehingga dari bunyi hukum tersebut, secara Matematis, Hukum Ohm dapat dirumuskan menjadi
persamaan seperti dibawah ini :
V=I.R
Keterangan :
V : Voltage (Beda Potensial atau Tegangan Volt (V))
I : Current (Arus Listrik Ampere (A))
R : Resistance (Hambatan atau Resistansi Ohm (Ω))

Sebagai contoh realisasi dari Hukum Ohm, dapat diilustrasikan dari Gambar 6.1. Sebuah
sirkuit aktif ketika ada arus di sirkuit tertutup (closed loop). Biasanya, sebuah sirkuit yang terdiri
dari baterai yang mampu menyalakan lampu yang terhubung ke kutub baterai. Hal ini disebabkan
arus yang mengalir dari kutub positif kemudian ke lampu dan mengalir kembali ke kutub negatif.

Gambar 6.1

1
Jika tegangan baterai meningkat, maka lampu akan lebih terang. Hal ini disebabkan arus
yang mengalir melalui lampu meningkat. Hubungan antara tegangan dan arus juga resistensi
lampu dapat dinyatakan dalam hukum Ohm, yaitu persamaan 6.1.
6.2.2 Hambatan Seri
Rangkaian hambatan seri adalah rangkaian yang disusun secara berurutan (segaris). Pada
rangkaian hambatan seri yang dihubungkan dengan suatu sumber tegangan, besar kuat arus di
setiap titik dalam rangkaian tersebut adalah sama. Jadi, semua hambatan yang terpasang pada
rangkaian tersebut dialiri arus listrik yang besarnya sama. Pada rangkaian seri tegangan yang jatuh
pada tiap resistor akan berbeda apabila nilai resistansinya berbeda sesuai dengan besarnya
resistansi pada resistor tersebut semakin besar resistansi maka semakin besar pula tegangan yang
jatuh pada resistor tersebut. Bila salah satu hambatan ada yang putus, maka arus listrik pada
rangkaian tersebut juga putus/tidak mengalir.

Gambar 6.2

Dari penjelasan hambatan seri di atas, terbentuk persamaan berikut :


RT .I=R1 .I+R2 .I+R3 .I
RT .I=(R1 +R2 +R3 ).I
RT =R1 +R2 +R3
6.2.3 Pembagi Tegangan
Voltage Divider atau Pembagi Tegangan adalah suatu rangkaian sederhana yang mengubah
tegangan besar menjadi tegangan yang lebih kecil. Fungsi dari pembagi tegangan ini di rangkaian
elektronika adalah untuk membagi tegangan input menjadi satu atau beberapa tegangan output
yang diperlukan oleh komponen lainnya didalam Rangkaian. Pembagi tegangan digunakan untuk
mengetahui tegangan dalam salah satu resistor dari dua resistor seri hal ini terjadi berdasarkan
hukum ohm dimana arus yang mengalir pada rangkaian seri adalah sama namun untuk tegangan
yang jatuh pada tiap resistor sesuai dengan besarnya resistansi dari masing-masing resistor,
dinyatakan dalam persamaan berikut :

R1 R2
V1 = R Vs V2 = R Vs
1 +R2 1 +R2

2
Dimana Vs adalah tegangan sumber dan V1 dan V2 adalah tegangan yang jatuh pada
masing-masing resistor, karena pada hukum ohm V = I . R maka apabila di turunkan I = VS/Rtotal
dan R disini adalah Rtotal = R1 + R2 dan apabila ingin mendapatkan tegangan pada masing-masing
resistor, dapat dengan cara mengubah persamaan tersebut menjadi V1 maka berubah pula R
menjadi R1 apabila ingin mencari tegangan yang jatuh pada R1 dan dimasukan pula persamaan
penganti I tadi sehingga didapatlah persamaan 6.3

Gambar 6.3
Jika rangkaian pada Gambar 6.3 diperpanjang dengan mengubah R2 dengan R2, R3, ... , Rn yang
diserikan, maka bisa mendapatkan pola pembagi tegangan umum yang berlaku:
R1
V1 = V
R1 +R2 +…+Rn s
6.2.4 Hambatan Parallel
Hambatan paralel adalah rangkaian yang disusun secara berdampingan/berjajar. Jika
hambatan yang dirangkai paralel dihubungkan dengan suatu sumber tegangan, maka tegangan
pada ujung-ujung tiap hambatan adalah sama. Sesuai dengan Hukum I Kirchoff, jumlah kuat arus
yang mengalir pada masing-masing hambatan sama dengan kuat arus yang mengalir pada
penghantar utama yang diserikan. Susunan resistor disebut sebagai paralel jika tegangan di setiap
percabangan memiliki tegangan yang sama namun memiliki arus yang berbeda pada tiap
cabangnya dan besarnya arus dipengaruhi oleh besarnya resistansi dan arus akan mengalir lebih
besar apabila hambatan semakin kecil hal ini disebabkan oleh tegangan yang jatuh pada tiap
cabang adalah sama dan hambatan pada tiap cabangnya berbeda. Karena arus yang masuk dan
keluar pada loop tertutup adalah sama sehingga dapat kita simpukan bahwa arus keseluruhan
adalah total dari masing-masing arus yang mengalir pada percabangan sehingga diperoleh
persamaan berikut :

Gambar 6.4

3
IT =I1 +I2 +I3

Karena I sama dengan V/R sehingga persamaan diatas bisa diubah menjadi seperti di bawah. :

V V V V
= + +
RT R1 R2 R3

Kemudian saat mengeluarkan V pada persamaan tersebut sehingga mendapat persamaan di bawah
ini :
1 1 1 1
V ( ) =V ( + + )
RT R1 R2 R3

Dan karena pada masing-masing ruas terdapat V sehingga dapat menghilangkan V karena V/V=1
sehingga didapatlah persamaan berikut :
1 1 1 1
= + +
RT R1 R2 R3

6.2.5 Pembagi Arus


Pembagi Arus digunakan untuk mengetahui seberapa banyak arus di salah satu resistor
paralel. Biasanya kita menggunakan konduktansi dimana konduktansi adalah ukuran dari seberapa
kuat suatu zat dapat menghantarkan listrik atau panas dimana ini merupakan kebalikan dari
hambatan (resistansi) dan biasa disimbolkan dengan G, yaitu:

1
G=
R

Satuan G adalah Siemens (mho)

Dari persamaan 6. kita dapat mengubah persamaan dasar V = I . R menjadi I = V . G dan


V = ITotal/GTotal dimana GTotal = G1 + G2 + G3 + .. + Gn sehingga kita dapat memperoleh persamaan
6. dengan mensubtitusikan kedua persamaan tersebut dan apabila kita ingin mencari I pada cabang
pertama kita tinggal mengubah pula G menjadi G1 sehingga kita memperoleh persamaan 6.
Jadi:

Gambar 6.5

4
G1
Dengan: I1 = G It
1 +G2 +…Gn

Khusus untuk 2 resistor parallel:

Gambar 6.6
𝑅2 𝑅1
𝐼1 = 𝐼𝑡 𝐼2 = 𝐼
𝑅1 +𝑅2 𝑅1 +𝑅2 𝑡

1/𝑅1
Karena G=1/R dan G1/G1+G2 bisa diubah menjadi dan dari persamaan tersebut
1/𝑅1 +1/𝑅2
𝑅1 +𝑅2
kemudia dirubah lagi menjadi sehingga hanya tersisa R2 dan kita mengembalikan lagi
𝑅1
kedalam persamaan 6. kembali sehingga didapat persamaan 6

5
6.3 Peralatan
▪ Power Supply Bervariasi
▪ Breadboard
▪ Multimeter Digital
▪ Komponen: R = 100, 220, 470, 560, 680, 1K, 1K2, 2K, 3K, 4K7, LED

6
6.4 Analisa
6.4.1 Prosedur Praktikum
a. Hukum Ohm dengan Variasi Tegangan

Gambar 6.7
1. Rancang sirkuit kedalam breadboard
2. Atur voltase power supply ke 1 V.
3. Ukur arus menggunakan multimeter and dan tulis nilainya kedalam Tabel 6.1
4. Ulangi pengukuran berdasarkan voltase supply dalam tabel dan tulis arus untuk setiap voltase
5. Isi semua data yang dibutuhkan di Tabel 6.1 kemudian buat persamaan regresi dari hubungan
antara V dan I berdasarkan data yang ada dalam tabel. Lampirkan kedalam laporan dan analisa
data tersebut.

Tabel 6.1 Hubungan Antara V dan I dengan R Konstan (Regresi)

V I ln V ln I (ln I)2 ln V . ln I B A
1 0,009 0,000 -4,658 21,692 0,000
2 0,019 0,693 -3,961 15,691 -2,746
3 0,029 1,099 -3,551 12,609 -3,901
4 0,039 1,386 -3,249 10,558 -4,505
5 0,048 1,609 -3,041 9,246 -4,894
6 0,057 1,792 -2,865 8,207 -5,133 0,996 103,179
7 0,068 1,946 -2,694 7,258 -5,243
8 0,077 2,079 -2,567 6,587 -5,337
9 0,086 2,197 -2,453 6,019 -5,391
10 0,096 2,303 -2,345 5,501 -5,401
∑ 0,527 15,104 -31,384 103,369 -42,549

7
Dari data percobaan pada tabel 6.1, maka dapat ditentukan nilai B dan A dengan persamaan
sebagai berikut
( ∑ ln Ii . ∑ ln Vi ) -n ( ∑ ( ln Ii . ln Vi ))
B =
(∑ ln Ii )2 -n ( ∑(ln Ii )2 )
(-31,384 . -15,104)-5 (-42,549)
=
(-31,384)2 -5 .103,369

= 0,996

∑ ln Vi ∑ ln Ii
-B.
A =e n n

-15,104 -31,384
- 0,996 .
=e 5 5

= 103,179

Y=A XB

Y=(103,179) (X)0,996
Apabila kita memasukkan nilai I untuk V = 2 ke persamaan diatas maka kita dapat mengetahui
apakah persamaan diatas benar. Jika kita mensubsitusi nilai X dengan nilai I = 0,019 maka
seharusnya akan didapat nilai Y = 2

Y = (103,179) (X)0,996

Y = (103,179) (0,019)0,996
𝑌 = 1,991
Dari perhitungan menggunakan persamaan diatas didapatkan nilai Y = 1,991. Jika nilai Y tersebut
dibulatkan maka akan menjadi Y = 2. Jadi dari hasil perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa
hasil percobaan yang telah dilakukan memiliki data yang sudah cukup akurat.

Secara matematis, Hukum Ohm dapat dirumuskan menjadi persamaan seperti dibawah ini:
𝑉 = 𝐼 .𝑅
Sesuai dengan persamaan diatas dapat kita lihat bahwa besar arus listrik (I) yang mengalir melalui
sebuah pengantar atau konduktor akan berbanding lurus dengan beda potensial atau tegangan (V)
yang diterapkan kepadanya. Pada percobaan tabel 6.1 dilakukan karena ingin mengetahui
pengaruh tegangan listrik yang diberikan terhadap arus listrik yang dihasilkan. Dapat dilihat data

8
yang dihasilkan pada percobaan tabel 6.1 semakin besar tegangan listrik (V) yang diberikan maka
akan semakin besar pula arus listrik (I) yang dihasilkan, maka hubungan dari tegangan listrik (V)
dengan arus listrik (I) merupakan berbanding lurus. Jika data percobaan pada tabel 6.1
digambarkan dengan grafik hubungan antara V dan I maka akan membentuk grafik hubungan
seperti berikut:
Grafik V terhadap I
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1

Grafik 6.1 Grafik V Terhadap I

b. Hukum Ohm Dengan Variasi Resistansi

Gambar 6.8
1. Nyalakan power suppy dan atur ke 10V sebelum dihubungkan kedalam sirkuit.
2. Ambil resistor 100 Ω.
3. Rancang sirkuit ke dalam breadboard.
4. Ukur arus dan voltase dari R san tulis nilainya kedalam tabel 6.2.
5. Ulangi pengukuran berdasarkan resistor dalam tabel 6.2 dalam tabel dan tulis arus
untuk setiap resistor
6. Isi semua data yang dibutuhkan di Tabel 6.2 kemudian buat persamaan regresi dari
hubungan antara I dan R berdasarkan data yang ada dalam tabel. Lampirkan kedalam
laporan dan analisa data tersebut.

9
Tabel 6.2 Hubungan Antara I dan R dengan V Konstan (Regresi)

R VR I ln R ln I (ln I)2 ln R . ln I B A
100 9,9 0,103 4,605 -2,273 5,167 -10,468
220 9,91 0,046 5,394 -3,090 9,548 -16,667
470 9,92 0,022 6,153 -3,833 14,690 -23,582
560 9,9 0,018 6,328 -4,015 16,117 -25,404
680 9,91 0,015 6,522 -4,217 17,779 -27,500
1000 9,92 0,010 6,908 -4,610 21,254 -31,846 -0,997 10,214
1200 9,91 0,008 7,090 -4,785 22,901 -33,930
2000 9,9 0,005 7,601 -5,288 27,967 -40,196
3000 9,91 0,003 8,006 -5,690 32,375 -45,555
4700 9,92 0,002 8,455 -6,142 37,728 -51,935
∑ 99,1 0,232 67,062 -43,943 205,525 -307,083

Dari data percobaan pada tabel 6.2, maka dapat kita tentukan nilai B dan A dengan persamaan
sebagai berikut:
( ∑ ln Ii . ∑ ln Ri ) -n ( ∑ ( ln Ii . ln Ri ))
B =
(∑ ln Ii )2 -n ( ∑(ln Ii )2 )
(-43,943 .67,062)-5 (-307,083)
=
(-43,943)2 -5 .205,525

= -0,997

∑ ln Ri ∑ ln Ii
-B.
A=e n n

67,062 -43,943
-(-0,997) .
=e 5 5

= 10,214
𝑌 = 𝐴 𝑋𝐵
𝑌 = (10,214) (𝑋)−0,997
Apabila kita memasukan nilai I untuk R = 100 ke persamaan diatas maka kita dapat mengetahui
apakah persamaan diatas benar. Jika kita mensubsitusi nilai X dengan I = 0,103 maka seharusnya
yang akan didapat nilai Y = 100
𝑌 = (10,214) (𝑋)−0,997
𝑌 = (10,214) (0,103)−0,997

10
𝑌 = 98,491
Dari perhitungan diatas dapat dilihat nilai y yang didapatkan adalah Y = 98,491. Perbedaan nilai
ini disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi saat sedang melakukan percobaan seperti
kesalahan pembacaan saat pengukuran arus listrik saat menggunakan multimeter dikarenakan nilai
pada multimeter seringkali berubah-ubah secara cepat.
Percobaan 6.2 dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Hambatan atau resistor (R) dengan
Arus listrik (I). jika sesuai dengan teori Hukum Ohm maka hubungan antara resistor (R) dengan
arus listrik (I) dapat dilihat dari persamaan sebagai berikut:
𝑉
𝐼=
𝑅
Sesuai dengan persamaan diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara resistor (R) dengan arus
listrik (I) merupakan berbanding terbalik. Sesuai dengan data yang tertera pada tabel 6.2, disitu
dapat kita lihat semakin besar hambatan yang kita berikan maka akan semakin kecil arus listrik
yang akan dihasilkan. Jika data percobaan tabel 6.2 digambarkan dengan grafik hubungan antara
R dan I maka akan membentuk grafik hubungan seperti berikut:

Grafik R terhadap I
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Grafik 6.2 Grafik R Terhadap I

c. Sirkuit Seri
1. Rancang sirkuit pada Gambar 6.9 ke dalam breadboard
2. Ukur VR1, IAB. Tulis nilainya dalam Tabel 6.3

11
Gambar 6.9
3. Tambahkan resistor di ujung sirkuit menjadi seperti Gambar 6.10
4. `Ukur VR1, VR2, IAB, ICD. Tulis nilainya di Tabel 6.3

Gambar 6.10
5. Kemudian tambahkan lagi resistor di ujung sirkuit menjadi seperti Gambar
6.11
6. Ukur VR1, VR2, VR3, IAB, ICD, IEF. Tulis nilainya di Tabel 6.3

Gambar 6.11
Tabel 6.3
Voltage Current
Circuit VR1 VR2 VR3 IAB ICD IEF
A 5,9 - - 0,006c - -
B 1,968 3,96 - 0,002 0,002 -
C 0,986 1,979 2,961 0,001 0,001 0,001

Berdasarkan data yang tercatat di tabel 6.3, percobaan-percobaan dilakukan dengan


tengangan (V) yang sama, dan jumlah hambatan yang berbeda. Pada percobaan ini tercatat bahwa
nilai kuat arus (A) adalah sama. Hal tersebut menerapkan hukum kirchoff dimana Imasuk = Ikeluar .
Pada percobaan pertama, yang hanya memiliki satu hambatan tercatat bahwa rangkaian tersebut

12
dialiri besar kuat arus sebesar 0,006 A. Karena hanya memiliki satu hambatan maka, arus yang
mengalir hanya melalui satu hambatan tersebut. Kemudian pada percobaan kedua, yang dimana
rangkaian tersebut memiliki dua hambatan, yaitu R1 dan R2 nilai kuat arus disetiap hambatan yang
dilaluinya adalah sama, yaitu sebesar 0.002 A. Kemudian pada percobaan ketiga, terdapat tiga
buah hambatan pada rangkaian tersebut. Nilai kuat arus pada R1, R2 dan R3 jugalah sama. Dari
ketiga percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nilai kuat arus pada setiap
hambatan di rangkaian yang disusun seri adalah sama. Hal tersbut dikarenakan kuat arus yang
melewati R1 akan keluar dengan nilai yang sama dan akan memasuki R2, kemudian keluar dan
memasuki R3, kemudian keluar dengan nilai yang sama pula atau bisa disebut Itotal. Lalu mengapa
nilai I yang mengalir disetiap hambatan selalu sama? Hal tersebut terjadi karena tidak terjadinya
pembagian arus, karena bentuk rangkaian pada percobaan ini adalah seri, yang disusun berututan
(segaris).
Kemudian data pada tabel mununjukan bahwa Itotal pada percobaan pertama adalah 0.006
A, maka Ikeluar bernilai sama. Kemudian pada percobaan kedua, nilai total kuat arus (Itotal)
adalah 0.004 A, dan pada percobaan ketiga, nilai total kuat arus (Itotal) adalah 0.003 A. Jika nilai
total kuat arus pada percobaan berbeda hal tersebut dapat terjadi karena pembuktian dari rumus
yang di kemukakan pada Hukum Ohm, yaitu :
V=I.R

Keterangan :
V : Voltage (Beda Potensial atau Tegangan Volt (V))
I : Current (Arus Listrik Ampere (A))
R : Resistance (Hambatan atau Resistansi Ohm (Ω))

Maka dari rumus tersebut, dapat dicari nilai kuat arus dengan cara membagi beda potensial
dengan hambatan. Hal tersebut membuat nilai kuat arus akan berbanding terbalik dengan nilai
hambatan. Pada setiap percobaan memiliki jumlah dan nilai hambatan yang berbeda. Hal tersebut
mendukung terjadinya nilai Itotal yang berbeda. Karena meningkatnya jumlah dan nilai hambatan,
maka nilai Itotal akan berbanding terbalik, atau semakin menurun.

13
d. Sirkuit Parallel
1. Rancang sirkuit pada gambar 6.12 ke dalam breadboard.
2. Ukur VR1, IAB. Tulis nilainya di Table 6.4

Gambar 6.12
3. Tambahkan resistor di ujung sirkuit menjadi seperti Gambar 6.13
4. Ukur VR1, VR2, IAB, ICD. Tulis nilainya di Tabel 6.4

Gambar 6.13
5. Kemudian tambahkan lagi resistor di ujung sirkuit menjadi seperti Gambar 6.14
6. Ukur VR1, VR2, VR3, IAB, ICD, IEF. Tulis nilainya di Tabel 6.4

Gambar 6.14

14
Tabel 6.4
Voltage Current
Circuit VR1 VR2 VR3 IAB ICD IEF
A 5,84 - - 0,00615 - -
B 5,82 5,82 - 0,00597 0,00293 -
C 5,72 5,72 5,72 0,00595 0,00286 0,00197

Berdasarkan data pada tabel 6.4, nilai tegangannya bisa dibilang sama pada setiap
percobaan. Hal tersebut dikarenakan pada rangkaian paralel komponen listriknya dipasang secara
bersusun sehingga membentuk percabangan, di mana cabang-cabang tersebut terhubung dengan
hanya satu daya sebagai sumber energy listrik. Karena masing-masing cabang terhubung hanya
dengan satu sumber energi listrik yang memiliki nilai tegangan, maka nilai tegangan masing-
masing cabang pasti akan sama dengan nilai tegangan yang tersimpan dalam sumber energy listrik
tersebut.
Dan juga dapat dilihat data pada tabel 6.4 untuk percobaan kedua, nilai kuat arusnya
berbeda. Hal itu dikarenakan dalam rangkaian listrik pada percobaan kedua merupakan rangkaian
paralel sehingga membentuk cabang-cabang. Dengan adanya cabang-cabang tersebut, maka arus
yang mengalir pada setiap cabang akan menjadi berbeda nilainya karena nilai kuat arusnya terbagi-
bagi ke masing-masing cabang atau hambatan-hambatan yang ada dalam percabangan tersebut.
Hal tersebut juga dapat membuktikan Hukum Kirchoff di mana jumlah arus yang masuk pada
percabangan sama dengan jumlah arus yang keluar dari percabangan tersebut. Kedua pernyataan
tersebut jika digabungkan dapat berarti arus yang masuk pada percabangan awalnya akan terbagi-
bagi tapi kemudian akan menjadi satu sehingga nilai kuat arus yang masuk akan sama dengan yang
keluar sehingga itu berarti nilai arus listrik yang keluar sama dengan penjumlahan dari setiap
hambatan yang ada dalam pecabangan, di mana dalam penjumlahan pada umumnya atau dapat
dikatakan bahwa masing-masing nilai yang akan dijumlahkan itu pasti berbeda.

15
6.5 Foto & Fungsi Alat
No. Nama Alat Foto Alat Fungsi
Perangkat keras
yang digunakan
untuk memberikan
tegangan kepada
komponen yang
1. DC Power Supply akan di uji, ataupun
dengan tujuan
pemecahan masalah
dalam suatu
rangkaian
elektronik.
Alat yang digunakan
untuk menguji
sirkuit elektronik
tanpa memelrlukan
solder. Bagian
breadboard
disatukan sehingga
2. Bread Board
listrik dapat
mengalir dari satu
komponen ke
komponen lainnya
dalam baris yang
teratur.

Alat ukur yang di


gunakan dalam
bidang kelistrikan,
yang mampu
mengukur berbagai
macam satuan.
3. Digital Multimeter Satuan yang dipakai
untuk mengukur
suatu komponen bisa
dalam bentuk Volt
(Tegangan), Ohm
(Resistansi), atau I
(Kuat Arus)

16
Komponen Sebagai variabel
R = 100 Ω, 470Ω, 1 penguji dalam
4. kΩ, 220Ω, 560, percobaan yang
680,1K,1K2, 2K, digunakan untuk
3K, 4K7, LED analisa.

17
6.6 Kesimpulan
1. Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui sebuah penghantar atau Konduktor akan berbanding
lurus dengan beda potensial / tegangan (V) yang diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik
dengan hambatannya (R)
2. Semakin besar tegangan listrik (V) yang diberikan maka akan semakin besar pula arus
listrik (I) yang dihasilkan, maka hubungan dari tegangan listrik (V) dengan arus listrik (I)
merupakan berbanding lurus.
3. Nilai I yang mengalir disetiap hambatan pada rangkaian seri selalu sama. Hal tersebut
terjadi karena tidak terjadinya pembagian arus, karena bentuk rangkaian pada percobaan
ini adalah seri, yang disusun berututan (segaris).
4. Meningkatnya jumlah dan nilai hambatan, maka nilai Itotal akan berbanding terbalik, atau
semakin menurun.
5. Nilai tegangannya bisa dibilang sama pada setiap rangkaian parallel. Hal tersebut
dikarenakan pada rangkaian paralel komponen listriknya dipasang secara bersusun
sehingga membentuk percabangan, di mana cabang-cabang tersebut terhubung dengan
hanya satu daya sebagai sumber energy listrik. Karena masing-masing cabang terhubung
hanya dengan satu sumber energi listrik yang memiliki nilai tegangan, maka nilai tegangan
masing-masing cabang pasti akan sama dengan nilai tegangan yang tersimpan dalam
sumber energy listrik tersebut.

18

Anda mungkin juga menyukai