Kelompok : B4
Tujuan pembelajaran :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan anatomi organ yang berkaitan dengan kasus di atas.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan kerja system organ yang berkaitan dengan kasus di atas.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan struktur histologi saluran pernapasan dan jaringan organ
paru yang berkaitan dengan kasus di atas.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan factor-faktor yang memengaruhi kerja system respirasi.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaturan system respirasi.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan respon pengaturan system respirasi ketika terjadi perubahan
kadar oksigen di udara.
Rangkuman Belajar :
Nasus externus terdiri dari tulang keras (ossa) dan tulang rawan (cartilago) yaitu :
Ossa : os nasale, os maxilla, dan os frontale
Cartilage : processus lateralis cartilage septi nasi, cartilage alaris major, 3 atau 4
cartilagines alaris minores, dan sebuah cartilage septi nasi pada garis tengah
SEPTUM NASI CAVUM NASI SINUS PARANASALES
APERTURA :
VASKULARISASI
III. LARYNX
Merupakan saluran pernapasan, sphincter, dan organ fonasi yang membentang dari
lingua hingga trachea.
Laring merupakan saluran yang fleksibel saat proses menelan. Saat istirahat, larynx
terletak setinggi skeletopis VC 3-VC 6.
CARTILAGO LARYNGIS CAVITAS LARYNGIS
Cartilago Thyroidea Vestibulum Laryngis/Cavitas Supraglottica
Cartilago Cricoidea Ventriculus Laryngis
Cartilago Epiglottis Cavitas Infraglottica
Cartilago Arytenoidea Bangunan-Bangunan
Cartilago Corniculata Plica Vestibularis
Cartilago Triticea Rima Vestibuli
Plica Vocalis
Rima Glottidis
Sacculus Laryngeus
Trachea
Tersusun dari cartilago hyalin trachealis untuk bagian anterolateral, dan Musculus
trachealis untuk bagian posterior. Dibagian distal dari trachea terdapat bifurcatio
trachealis atau percabangan trechea menjadi broncus primarius dexter dan sinister.
Broncus
Terdiri dari broncus primarius, secundus, tersius, semuanya berfungsi sebagai zona
konduksi, sebagai penyalur udara agar mencapai alveolus. Selanjutnya dari
bronchiolus respiratorius sampai alveoli berfungsi sebagai zona respirasi untuk
pertukaran udara khususnya O2 dan CO2.
Pulmo
Pulmo atau paru paru terbungkus oleh pleura, pada pleura terdapat dua lamina
yaitu lamina parietalis pleura yang melekat pada dinding dada, dan lamina visceralis
yang melekat langsung pada parenkim paru paru. Antara kedua lamina ini terdapat
cavum pleura yang terisi cairan serosa sebagai pelumas saat paru paru mengembang
dan mengempis. Pulmo memiliki 2 bagian yaitu pulmo dexter dan sinister. Untuk
bagian pulmo dexter memiliki 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media, dan lobus
inferior. Memiliki 2 fissura atau pemisah yaitu: fissura horisontalis pulmonal dexter
yang memisahkan lobus superior dan lobus media. Fissura obliquus pulmonal dexter
memisahkan lobus media dan lobus inferior. Pulmo sinister memiliki 2 lobus yaitu
lobus superior dan lobus inferior yang akan dipisahkan oleh fissura obliquus
pulmonal sinister.
2. Kerja system organ yang berkaitan dengan kasus
Sistem Respirasi merupakan proses memasukkan udara ke tractus respiratoria sampai ke
alveolus, udara mengalami pertukaran, difusi, transportasi ke sel jaringan tubuh.
Ventilasi
Proses keluar masuknya udara ke dan dari paru paru. Proses inhalasi atau menghirup
udara dibantu dengan tekanan negatif dari intrapelural dan bertambah volume
cavum thorax membuat perbedaan gradien tekanan dengan athmosfer tinggi
sehingga udara dari tekanan tinggi (athmosfer) masuk ke dalam paru paru yang
bertekanan lebih rendah. Proses ekspirasi berkebalikan dari proses inspirasi diatas.
Otot-otot inspirasi:
Otot Regulair (utama) Otot Auxillair (tambahan)
M. intercostalis externus M. scaleni
M. levator costae M. sternocleidomastoideus
M. serratus post. sup. M. pectoralis major et minor
M. Intercartilagineus M. latissimus dorsi
M. serratus anterior
Otot-otot ekspirasi :
Otot Regulair (utama) Otot Auxillair (tambahan)
M. intercostalis internus M. obliquus externus et internus abdominis
M. subcostalis M. transversus abdominis
M. transversus thoracis M. rectus abdominis
M. serratus posterior inferior
Difusi
Bergantung pada perbedaan tekanan parsial O2 di dalam alveolus dan pembuluh
darah.
Perfusi
Aliran darah yang melalui paru paru sama dengan curah jantung. Pembuluh paru-
paru dibuat elastis agar mampu mengembang saat terjadi peningkatan dari blood
pressure, dan mampu mengecil saat blood pressure turun. Saat kadar O2 rendah
maka pembuluh darah akan mengalami konstriksi dan mengakibatkan meningkatnya
tahanan vaskular untuk meningkatkan heart rate. Dengan adanya peningkatan heart
rate darah akan cepat berjalan pada pembuluh dan memberikan O2 kepada
jaringan. Kontraksi dari capillary spinchter menyebabkan darah tidak mengalir ada
kapiler di ujung tubuh, misalnya di kuku pada saat hipoksia.hal ini berfungsi agar
organ vital mendapatkan suplai O2 yang cukup.
Transpor Gas
Gas CO2 dan O2 sulit untuk larut dalam plasma, sehingga pada penyalurannya gas
gas ini memerlukan transporter agar dapat larut dalam plasma yaitu hemoglobin.
Sesampainya gas O2 di dalam jaringan, akan digunakan sel, khususnya mitokondria
untuk membentuk energi dan melakukan aktivitas seluler.
3. Struktur histologi saluran pernapasan dan jaringan organ paru yang berkaitan dengan
kasus
a. Cavum nasi
o Vestibulum nasi : epitel skuamous kompleks non kornifikasi
o Fossa nasalis : epitel respirasi
o Sinus paranasalis : epitel respirasi
b. Faring
o Nasofaring : epitel respirasi
o Orofaring : epitel skuamous kompleks non kornifikasi
o Laringofaring : epitel skuamous kompleks non kornifikasi
o Lamina Propia: terdapat jaringan ikat longgar sampai padat iregular, pembuluh darah,
kelenjar seromukosa, limfoid (tonsila pharyngea)
c. Laring
Lamina mukosa
o Memiliki epitel respirasi kecuali facies lingualis epiglottis dan plica vocalis
(squamous complex non kornifikasi)
Lamina propria banyak mengandung serat elastis dan glandula seromukous kecil
Lamina submukosa tidak jelas
Lamina kartilaganes
o Mayoritas tulang rawan hialin (tiroid, krikoid) dan tulang rawan elastis (epiglottis,
kuneiform, kornikulatum)
o Terdapat otot dinding laring
o Otot ekstrinsik (menghubungkan tulang rawan)
o Otot intrinsik (menggerakkan plica vocalis)
d. Epiglottis
Facies lingualis (menghadap ke cavum oris)
Epitel: skuamous kompleks non kornifikasi
Facies laryngealis (menghadap ke laring)
Epitel bagian distal: skuamous kompleks non kornifikasi
Epitel bagian proksimal: epitel respirasi / pseudokompleks kolumner
Banyak terdapat kelenjar seromukous
e. Trakhea
Seperti tabung dengan diameter 2-2,5 cm dan panjang 12 cm
Dilapisi oleh epitel reseptorik, jaringan pengikat, dan kelenjar seromukosa pada
lamina propria
Pada bagian sub mukosa dikuatkan oleh cartilage hialin dan dilapisi perikondrium
Cincin trakea terbuka di bagian posterior, berbentuk C, dan dihubungkan musculus
trachalis
f. Bronkus primer
Memiliki epitel respirasi dengan sedikit sel goblet
Lamina propia dengan bagian atas lebih banyak elastin
Otot polos untuk memisahkan lamina propia dan sub mukosa
Tunika submukosa yang mengandung sedikit kelenjar seromusin
Tunika adventitia dengan struktur kartilago tidak teratur
g. Bronkus segmental / interlobularis
Memiliki epitel respirasi dengan sedikit sel goblet
Memiliki lamina propia yang lebih tipis & elastis
Tunika muskularis mukosa : Berisi otot polos yang mengelilingi lamina propia
Tunika submukosa yang mengandung kelenjar seromukos
Tunika adventitia dengan cartilage & limfonodus (MALT)
h. Bronkiolus / bronkus Intralobularis
Memiliki epitel kolumner bersilia dengan sedikit sel goblet
Tunika muskularis mukosa relatif dominan bentuk anyaman spiral mendominasi
lamina propia
Tidak terdapat kelenjar seromukos dan kartilago
Terdapat tunika adventitia
i. Bronkiolus terminalis
Memiliki epitel kuboid bersilia dan terdapat sel clara
Terdapat otot polos yang terdiri dari 1-2 lapis
Kartilago tidak ada
Membentuk >2 bronkiolus respiratorius
j. Bronkiolus respiratorius
Memiliki epitel kuboid simpleks dengan silia dan tidak ada sel goblet
Alveoli tesebar pada dindingnya
k. Alveoli
Merupakan unit fungsional sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat
pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah.
Terdapat septum interalveolaris dan porus kohn
l. Pulmo
Pulmo diselubungi pleura pars parietalis dan pars visceralis
Cavum Pleura Terdapat cairan serous yang diproduksi mesothelium
Memiliki epitel skuamous simpleks (mesothelium)
Memiliki vena dan pembuluh limfe
4. Faktor-faktor yang memengaruhi kerja system respirasi
UMUR
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia
seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru
JENIS KELAMIN
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita lebih kecil daripada pria.
RIWAYAT PENYAKIT PARU
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot
pernapasan dapat berkurang akibat sakit.
STATUS GIZI
Kesehatan dan aktifitas sehari-hari sangat erat hubungannya dengan tingkat gizi seseorang.
Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk beraktifitas akan diambil dari
cadangan yang terdapat dalam cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan yang terus-
menerus akan menyebabkan susunan fisiologi terganggu.
POSTUR TUBUH
Bentuk dada sangat berpengaruh pada jumlah O2 yang dapat dihirup.
POSISI TUBUH
Ketika tubuh tidur telentang, otot dan tulang dinding dada akan menekan cavum thorax
sehingga volumenya menurun dan akan mengakibatkan turunnya tekanan di cavum thorax.
Ventilasi paru paru diperngaruhi oleh : otot pernapasan, tekanan atmosfer, kondidi
tractus respiratoria, kondisi alveolus, keadaan cavum pleura, daya elastin dari paru
paru, dan jumlah sulfaktan pada paru paru.
Difusi dipengaruhi oleh : perbedaan gradien tekanan, ketebalan membran difusi, luas
membran difusi, dan koefisien difusi gas.
Transpor gas dipengaruhi oleh : saturasi oksigen, keadaan hemoglobin dalam eritrosit,
jumlah O2 pada alveolus, serta sistem vaskular darah.
5. Pengaturan system respirasi
Brain Stem Control
Menjadi pusat pernapasan, terdiri dari 3 kelompok neuron yaitu : (1) medulary group :
Dorsal Respiratory Group sebagai pusat pengendalian inspirasi. Akan menerima impuls
dari kemoreseptor dan baroreseptor di perifer melalui saraf sensorik afferens yaitu N.
Glosopharyngeus sesampainya di BSC impuls sensorik akan diubah menjadi impuls
motorik dan disalurkan oleh N.vagus sebagai jaras parasimpatis dan truncus simpaticus
sebagai jaras simpatis ke organ target. Ventral Respiratory Group berperan sebagai
pengendali ekspirasi. (2) Pneumotaxic centre berfungsi untuk mengatur frekuensi nafas
dan membatasi laju inspirasi landai. (3) apneustic centre.
Cerebral Cortex
Mengatur mekanisme hiperventilasi jika kadar CO2 dalam darah tinggi dan pH darah
rendah. Hipoventilasi pada keadaan sebaliknya.
Chemoreceptor, diantaranya:
Central Chemoreceptor = Terletak di batang otak tepatnya di ventral medulla
oblongata tepatnya diantara jalur keluar N. IX (Glossopharingeus) dan N.X (Vagus).
Central chemoreceptor sangat sensitif terhadap perubahan pH pada Cairan
Serebrospinal. Apabila pH terlalu rendah tubuh akan melakukan mekanisme
Hyperventilasi. Apabila pH terlalu tinggi tubuh akan melakukan mekanisme
Hypoventilasi.
Peripheral Chemoreceptor (Sinus Caroticus) = mempunyai sensitivitas terhadap
penurunan PO2 apabila dibawah 60 mmHG(Akan menginduksi peningkatanRespiratory
rate), Peningkatan PCO2 akan menginduksi hiperventilasi, Penurunan pH.
Lung Stretch Reseptor
Merupakan suatu mekanoreseptor yang terletak di otot polos jalan napas. Berfungsi
untuk menurunkan respiratory rate(RR)/frekuensi napas dengan cara memperpanjang
periode expirasi.
Joint and Muscle Reseptor
Akan aktif ketika melakukan exercise. Berfungsi untuk meningkatkan suplai O2 pada
otot yang mengalami kontraksi.
Iritant Reseptor
Receptor ini berfungsi untuk mendeteksi adanya senyawa berbahaya yang terhirup dan
akan menimbulkan reflex berupa bronchokonstriksi serta meningkatkan frekuensi
napas. Receptor ini terletak di antara epitel jalan napas dan akan mengirim sinyal untuk
meningkatkan RR melalui Nervus Vagus (CN X).
6. Respon pengaturan system respirasi ketika terjadi perubahan kadar oksigen di udara
High Altitude
Berdasarkan tabel pengaruh pajanan akut tekanan atmosfer rendah pada kadar
gas alveolar dan saturasi O2 arteri (Guyton , 2019)
Dengan adanya peningkatan ketinggian suatu tempat, tekanan O2 didalam udara
akan menurun. Hali ini juga berpengaruh terhadap PO2 di dalam alveolusdan akan
berujung pada penurunan kadar saturasi O2 dalam darah. Dengan kadar O2 dalam
darah akan mengakibatkan hipoksia jika dibiarkan akan mengalami sianosis untuk
bagian bagian ujung tubuh seperti ujung jari. Respon tubuh terhadap penurunan
barometrik dan tekanan parsial O2 didalam arteri : (1) meningkatkan ventilasi, (2)
pelebaran pembuluh darah patu, (3) meningkatkan heart rate agar O2 cepat sampai
ke jaringan (4) kontraksi dari musculus capillary spinchter, untuk menghentikan darah
menuju kapiler ujung tubuh.sehingga pada orang orang yang mendaki gunung dengan
ketinggian diatas 40.000 meter dpl secara cepat ( hanya berjam jam ) akan mengalami
sesak napas dibanding dengan orang yang mendaki gunung lama ( berhari – hari).
Berbeda dengan orang yang telah lama tinggal di pegunungan, tubuh mereka telah
mengalami aklimatisasi terhadap rendahnya kadar O2 yaitu dengan: (1) ventilasi paru
orang pegunungan lebih tinggi dari pada orang yang tinggal didataran rendah. (2)
jumlah eritrosit banyak, fungsi dari peningkatan eritrosit berbanding lurus dengan
jumlah Hemoglobin. Dengan jumlah Hb yang banyak maka akan lebih banyak O2 yang
diikat sehingga tidak membuang atau megeluarkan kembali O2 yang sudah di hirup.(3)
curah jantung meningkat sehingga lebih banyak O2 yang ada pada sirkulasi. (4)
meningkatkan kemampuan difusi, dengan vasodilatasi kapiler alveolus sehingga
ketebalan membran difusi berkurang, luas membran difusi bertambah, akan
mengakibatkan meningkatnya kemampuan difusi. (5) meningkatkan kemampuan sel
dalam menggunakan O2 dalam jumlah sedikit.
Daftar Pustaka
Hall, John E. (2019). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Ke-13. Jakarta :
EGC
Mescher, Anthony L. (2016). Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas Edisi 14. Jakarta : EGC
Paulsen F, J Waschke. (2018) Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid (2) Edisi 24. Jakarta :
Elsevier
Sherwood, Lauralee. (2018). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 9. Jakarta : EGC
Tortora, Gerard J. (2017). Dasar Anatomi dan Fisiologi Volume 2 Edisi 13. Jakarta : EGC
TANGGAL ACC
23 April 2020