Disusunoleh:
Hendrik Bona Togi
191FF05059
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker yang bertempat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Penulis
menyadari banyak pihak yang telah membantu baik secara moral maupun
material, saran-saran, bimbingan dan dukungan dalam Praktik Kerja Profesi
Apoteker. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana.
2. Ibu Herni Kusriani,M.Si.,Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Bhakti Kencana.
3. Ibu Widhya Aligata, M.Si., Apt selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi
Apoteker dari Universitas Bhakti Kencana.
4. Ibu Eka Prasetiawati, S.Si., Apt selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi
Apoteker dari Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
5. Seluruh staf dan karyawan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat.
6. Kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga penulis atas segala doa dan
dukungannya baik moril maupun material.
7. Teman-teman Profesi Apoteker serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
SUMPAH APOTEKER ........................................................................................ vii
KODE ETIK APOTEKER ................................................................................... viii
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA.............................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit ............. 1
1. 2 Tujuan Praktik kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit ........................... 2
1. 3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ........... 3
BAB II TINJAUAN UMUM .................................................................................. 4
2. 1 Gambaran Umum Rumah Sakit................................................................ 4
2. 2 Gambaran Umum Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................. 15
2. 3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ............................................................ 24
2. 4 Pelayanan Farmasi Klinis ....................................................................... 31
2. 5 Formularium Rumah Sakit ..................................................................... 38
2. 6 Tenaga Kefarmasian ............................................................................... 39
2. 7 Peran Apoteker ....................................................................................... 41
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSJ PROVINSI JAWA BARAT ...................... 51
3. 1 Lokasi ..................................................................................................... 51
3. 2 Struktur Organisasi ................................................................................. 54
3. 3 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker ................................................... 56
3. 4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ............................................................ 56
3. 5 Pelayanan Farmasi Klinik....................................................................... 60
3. 6 Administrasi Keuangan .......................................................................... 64
BAB IV TUGAS KHUSUS .................................................................................. 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 74
5. 1 Kesimpulan ............................................................................................. 74
5. 2 Saran ....................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75
LAMPIRAN ......................................................................................................... 76
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Denah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat ................................ 695
Lampiran 2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat ........................... 76
Lampiran 3 Struktur IFRS Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat .................................... 77
Lampiran 4 Alur Pelayanan Kefarmasian ............................................................. 78
Lampiran 5 BON Permintaan Obat ...................................................................... 79
Lampiran 6 Kartu Stok Obat ................................................................................. 80
Lampiran 7 Nota Penjualan................................................................................... 81
Lampiran 8 Etiket Dan Pengemas ......................................................................... 82
Lampiran 9 Salinan Resep .................................................................................... 83
Lampiran 10 Form Konseling ............................................................................... 84
Lampiran 11 Box Obat Unit Doses Dispensing .................................................... 85
Lampiran 12 Lemari Obat Unit Doses Di Ruang Inap ......................................... 86
Lampiran 13 Lembar E-Purchasing...................................................................... 87
Lampiran 14 Form Serah Terima Obat Dan Alkes ............................................... 88
Lampiran 15 Form Rekonsiliasi Obat ................................................................... 89
Lampiran 16 Contoh Standar Operasional (SOP) ................................................. 90
Lampiran 17 Form Laporan Visite ........................................................................ 91
Lampiran 16 Form Monitoring Efek Samping Obat (MESO) .............................. 92
vi
SUMPAH APOTEKER
vii
KODE ETIK APOTEKER
MUKADIMAH
viii
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
oranglain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi
padakhususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana iasendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untukmematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
ix
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yangdapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan
masyarakatkepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etikApoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
x
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
BAB II
KETENTUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
xi
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
xii
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syaratuntuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
buktitertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
xiii
BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI),Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
2. Penjelasan: Melakukan Praktik kefarmasian tidak dengan standar praktik
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi
menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
3. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/atau
Apoteker pendamping yang sah.
4. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
5. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
xiv
6. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
7. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
8. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, “keamanan”, dan
“khasiat/manfaat” kepada pasien.
9. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
10. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
11. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
12. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
13. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidakdilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
14. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-
medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
15. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
16. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
17. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
18. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
xv
19. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.
20. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
21. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
22. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
23. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun; atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya.
xvi
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana
pelayanankesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.
BAB VI
PENUTUP
Pedoman disiplin apoteker indonesia ini disusun untuk menjadi pedoman bagi
Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam menetapkan
ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang farmasi,
serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh para praktisi tersebut
agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara profesional.
xvii
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA
xviii
BAB I PENDAHULUAN
Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Upaya kesehatan jiwa teridiri atas
preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah
1
2
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari sarana
kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa. Rumah sakit ini
merupakan unit pelayanan kesehatan jiwa yang paling kompleks serta difungsikan
oleh berbagai kesatuan personel terlatih, terdidik dan tenaga ahli dalam
menghadapi dan menangani masalah medik modern yang semuanya terikat
bersama-sama dengan maksud yang sama yaitu untuk pemulihan serta
pemeliharaan kesehatan yang baik terutama masalah kesehatan jiwa.
4
5
7) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.
Kriteria berdasarkan pelayanannya tenaga kefarmasian terdiri dari:
1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit
2) 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian
3) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian
4) 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh
minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian
5) 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
(dua) orang tenaga teknis kefarmasian
6) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi
yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit; dan
7) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2020 Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit Umum
yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (dua ratus lima puluh)
buah.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit
kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar (penyakit dalam, kesehatan
anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi), dan 4(empat) pelayanan spesialis
penunjang medik (pelayanan anestesiologi, radiologi, dan patologi klinik) dan
9
pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling sedikit berjumlah 1 (satu)
pelayanan.
Kriteria berdasarkan pelayanannya tenaga medis terdiri dari :
1) 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar
2) 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
3) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar
4) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang; dan
5) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.
Kriteria berdasarkan pelayanan tenaga kefarmasian terdiri dari :
1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;
2) 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling
sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian;
3) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2020Rumah Sakit umum kelas D merupakan Rumah Sakit Umum
yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 50 (dua ratus lima puluh)
buah. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit
kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.
Kriteria berdasarkan pelayanannya terdiri dari:
1) 4(empat) orangdokter umum untuk pelayanan medik dasar
10
c. KARS menetapkan tim surveior akreditasi rumah sakit dengan jumlah tim 3-7
orang surveior, masa survei 2-4 hari, tergantung besar dan kompleksitas
rumah sakit.
d. KARS menetapkan Ketua Tim Surveior Akreditasi Rumah Sakit
e. KARS memberitahu nama dan nomor HP kontak person dari rumah sakit ke
ketua tim survei.
f. Ketua tim survei mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Menghubungi rumah sakit paling lambat 3 hari sebelum survei untuk
koordinasi dan membahas rencana pelaksanaan survei akreditasi di rumah
sakit tersebut.
2) Menetapkan area dan jenis pelayanan yang dicakup dalam telaahan dan
mengharuskan keberadaan staf yang terlibat di setiap kegiatan survei.
dalam seluruh tugas dan fungsi IFRS terutama dalam unit fungsional yang di
pimpinnya.
Perwakilan manajemen untuk jaminan mutu yang disebut dengan manajer mutu,
adalah seorang apoteker tertentu yang dipilih dan diberikan wewenang untuk
mengelola dan memantau, mengevaluasi, dan mengkoordinasikan proses sistem
manajemen mutu. Manajer mutu harus melapor kepada kepala IFRS dan
mengkomunikasikan kepada konsumen serta pihak lainnya tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu. Manajer mutu bertanggung jawab
untuk mendesain dan mengembangkan sistem mutu yang sesuai dengan kebijakan
mutu IFRS. Memfasilitasi penerapan sistem, mengkoordinasikan seluruh kegiatan
menuju pencapaian tujuan mutu, memantau keefektifan dari sistem mutu melalui
audit terorganisasi tentang unjuk kerja mutu dan melaporkan kepada kepala IFRS,
serta merupakan penghubung dengan pihak eksternal seperti badan sertifikasi.
Macam-macam peralatan:
1) Peralatan kantor
2) Peralatan sistem komputerisasi
3) Peralatan produksi
4) Peralatan aseptic dispensing
5) Peralatan penyimpanan
a. Peralatan penyimpanan kondisi umum;
b. Peralatan penyimpanan kondisi khusus;
c. Peralatan pendistribusian/pelayanan;
d. Peralatan konsultasi;
24
e. Peralatan PIO;
f. Peralatan Ruang Arsip
2.3.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan
dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian.
2.3.4 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik.
2.3.5 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas
dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka,
tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus;
27
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya;
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan
tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
2.3.6 Pendistribusian
28
persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah untuk:
a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.
b. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi
terdiri dari:
3. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku (Permenkes 72Tahun 2016).
2.4.5 Konseling
Konseling obat adalah suatu aktifitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling
34
untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko Reaksi Obat Yang Tidak
Dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan Cost-effectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).Secara khusus
konseling obat ditujukan untuk :
a. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;Membantu pasien
untuk mengatur dan terbiasa dengan obat;
b. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan
penyakitnya;
c. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
d. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat;
e. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
f. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
g. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat:
1. Kriteria Pasien:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil
dan menyusui);
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi,
dan lain-lain);
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off);
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
phenytoin);
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi); dan
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
35
2.4.6 Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis
pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat
dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional,
dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya.Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik
atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa
disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan;
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan / mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO;
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki; dan
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
d) Obat toksik
e) Obat paling efektif
f) Obat evaluasi formularium
g) Obat berbahaya bagi pasien misalnya antikoagulan
h) Obat yang dipilih oleh RS
d. Mengembangkan kriteria penggunaan obat
e. Mengumpulkan dan mengorganisir data
1. Rekam medik
2. Sumber data:
a) Permintaan non formularium
b) Obat khusus
c) Obat tertentu
d) Laporan laboratorium
e) Rekaman pemberian obat
f) Laporan ROM
g) Laporan peristiwa kejadian
f. Mengevaluasi data
g. Mengambil tindakan untuk solusi masalah
1. Tindak lanjut dari PFT
2. Tindakan edukasi
h. Mengkaji keefektifan tindakan yang diambil
i. Mengkomunikasikan informasi kepada individu atau kelompok yang tepat
dirumah sakit.
2. 6 Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian terdiri atas:
a. Apoteker
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga kefarmasian melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada:
40
a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan
baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang
memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi
dan pengawasan mutu;
b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui
Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan
alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota; dan/atau
c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:
a. Apoteker berupa STRA; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi
persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek;
c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah
memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan
d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian.
STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena:
41
a. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau
tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;
b. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. permohonan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.
2. 7 Peran Apoteker
Peran farmasis yang di gariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “seven stars
pharmacist” meliputi :
1. Pemberi Pelayanan
Dalam memberikan pelayanan mereka harus dengan mutu yang tinggi serta
memandang pekerjaan mereka sebagai bagian dan terintegrasi dengan sistem
pelayanan kesehatan dan profesi lainnya.
2. Pembuat Keputusan
Penggunaan sumber daya yang tepat , bermanfaat , aman dan tepat guna seperti
SDM, obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus
merupakan dasar kerja dari Apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional apoteker
memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Pencapaian
tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi, menyintesa informasi
dan data serta memutuskan kegiatan yang paling tepat.
3. Komunikator
Apoteker merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan antara dokter dan
pasien dan untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan pada
masyarakat. Dia harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri dalam
berintegrasi dengan profesi lain dan masyarakat. Komunikasi itu dapat dilakukan
secara verbal ( langsung ) non verbal , mendengarkan dan kemampuan menulis.
4. Manager
Apoteker harus dapat mengelola sumber daya ( SDM, fisik dan keuangan), dan
informasi secara efektif . Mereka juga harus senang dipimpin oleh orang lainnya,
apakah pegawai atau pimpinan tim kesehatan. Lebih-lebih lagi teknologi
42
1) Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku hanya dapat dilakukan olrh
perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan
2) Penyaluran Narkotika hanya dilakukan berdasarkan surat pesanan dari
Apoteker penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan.
b. Psikotropika dalam Bentuk Bahan Baku
1) Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya dapat dilakukan
oleh PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika kepada Industri
Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
2) Penyaluran Psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan
dari Apoteker Penanggung Jawab produksi dan/atau kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan.
c. Prekursor Farmasi dalam Bentuk Bahan Baku
1) Penyaluran Prekursor Farmasi berupa zat/bahan pemula/bahan kimia atau
produk antara/produk ruahan hanya dapat dilakukan oleh PBF yang
memiliki izin IT Prekursor Farmasi Kepala Industri Farmasi dan/atau
Lembaga Ilmu Pengetahuan.
2) Penyaluran Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan dari Apoteker Penanggung Jawab produksi dan/atau Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan.
3. Penyaluran Narkotika, Psikotropika , dan Prekursor dalam Bentuk Obat Jadi
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi hanya dapat dilakukan oleh :
a. Industri Farmasi kepada PFB dan Instalasi Farmasi Pemerintah
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Instalasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada
Industri Farmasi, untuk penyaluran narkotika
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah
Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi
Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian
45
d. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/ sarana
tersebut;
e. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
dimusnahkan;
f. Cara pemusnahan; dan
g. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/ failitas distribusi/ fasilitas
pelayanan kefarmasian/ pimpinan lembaga/ dokter praktik perorangan dan
saksi.
8. Pencatatan dan Pelaporan
a. Pencatatan paling sedikit terdiri atas :
1) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi
2) jumlah persediaan
3) tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
4) jumlah yang diterima
5) tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran / penyerahan
6) jumlah yang disalurkan / diserahkan
7) nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran /
penyerahan dan
8) paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran,
dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan secara terpisah paling
singkat 3 (tiga) tahun.
b. Pelaporan paling sedikit terdiri atas :
1) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi;
2) jumlah persediaan awal dam akhir bulan;
3) tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
4) jumlah yang diterima;
5) tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
6) jumlah yang disalurkan; dan
50
3. 1 Lokasi
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat berlokasi di Jalan Kolonel Masturi KM.7
Cisarua Kabupaten Bandung Barat.Lokasinya yang cukup strategis di lingkungan
masyarakat yang tergolong menengah dengan pemandangan alam dan udara yang
sejuk cocok untuk perawatan gangguan kejiwaan.
51
52
Adapun tempat pelayanan kesehatan jiwa dilakukan pada dua tempat, yaitu:
a. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat berlokasi di Jalan Kolonel Masturi
KM 7 Cisarua kabupaten Bandung Barat, memberikan pelayanan IGD 24
jam, Rawat Jalan, Rawat Inap Jiwa dan NAPZA, pelayanan penunjang
kesehatan, rehabilitasi pasien mental, rehabilitasi NAPZA, pelayanan
pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa.
b. Satuan Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas (Gedung Graha Atma)
berlokasi di Jalan RE. Martadinata (Riau) 11 Bandung, yang memberikan
pelayanan Rawat Jalan dan Pusat Pelayanan Konsultasi Kesehatan Jiwa
Dewasa, lansia, anak remaja, psikologi dan psikometri, penyakit dalam, gigi
dan mulut.
3. 1. 3 Visi, Misi, Tata Nilai dan Motto RSJ Provinsi Jawa Barat
Visi
Mewujudkan Rumah Sakit Jiwa unggulan di Indonesia yang nyaman, berkualitas,
dan inovatif.
Misi :
a. Mengembangkan pelayanan unggulan kesehatan jiwa anak dan remaja,
rehabilitasi NAPZA serta kampung walagris sebagai pusat pemberdayaan
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan Orang Dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK) berbasis pemulihan secara komperhensif.
b. Meningkatkan layanan kesehatan jiwa melalui kompetensi tenaga profesional
yang inovatif dan kolaboratif.
c. Mengembangkan Rumah Sakit Jiwa yang nyaman berbasis ramah lingkungan.
d. Mengembangkan Rumah Sakit Pendidikan yang handal dan bermutu.
Tata Nilai :
a. Kebersamaan;
b. Profesionalisme (empati, keterbukaan, cepat tanggap, tanggungjawab);
c. Kejujuran;
d. Disiplin; dan
e. Inovasi
Motto :
53
Obat-obat yang memiliki sifat termolabil seperti vaksin, disimpan di dalam lemari
pendingin (chiller) untuk menjamin suhu penyimpanannya tetap memenuhi syarat
yakni 2-8o C. Penyimpanan untuk obat golongan psikotropika di dalam lemari
khusus psikotropika dan selalu terkunci. Lemari penyimpanannya berupa lemari
dengan pintu ganda dengan kunci yang berbeda. Penyimpanannya dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis dan dengan menerapkan sistem First Expire
First Out, serta dilengkapi kartu kontrol barang (kartu stok). Kunci lemari khusus
dipegang oleh Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian yang mendapat wewenang
sesuai jadwal kerja.
pasien BPJS, JPKMM dan GAKINDA. Untuk resep BPJS, dokumen yang
disertakan diantaranya adalah fotokopi kartu BPJS, Surat Elegibilitas Peserta
BPJS dan Bukti Pelayanan oleh Tim Medis. Sedangkan untuk resep JPKMM
dan GAKINDA, hanya menyertakan surat Jaminan Pelayanan dan Bukti
Pelayanan saja. Setelah dilakukan telaah resep dan pemeriksaan terhadap
dokumen penyerta, petugas farmasi akan memberikan nomor antrian kepada
pasien atau pendamping pasien, kemudian akan dilakukan input resep pada
SIM RS.
b. Untuk pasien rawat inap, IFRS menggunakan sistem distribusi dosis unit
dimana obat dan BMHP dikemas dalam satu kantong/wadah untuk sekali
penggunaan obat (dosis), sehingga siap untuk diberikan ke pasien (ready to
administer). Obat yang sudah dikemas per dosis tersebut diantarkan setiap
hari pukul 14.00 WIB dan disimpan di lemari obat pasien di ruang rawat
untuk persediaan tidak lebih dari 24 jam.
Sementara itu, penyaluran perbekalan farmasi dari gudang farmasi ke bagian
pelayanan IFRS Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan:
a. Penyerahan perbekalan farmasi ke instalasi pelayanan dari gudang
farmasi.Penyerahan perbekalan farmasi dilakukan kepada instalasi atau satelit
yang melakukan pelayanan sesuai permintaan dan sudah disetujui Kepala
Bidang terkait.
b. Permintaan perbekalan farmasi bagian pelayanan IFRS (satelit farmasi) ke
gudang farmasi.
Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi di bagian pelayanan dan menjamin tertib
administrasi.Permohonan permintaan dilakukan atas dasar data persediaan akhir di
setiap satelit.
Pelayanan informasi obat kepada pasien rawat inap di RS Jiwa Provinsi Jawa
Barat berupa edukasi terhadap informasi obat yang digunakan oleh pasien rawat
jalan maupun rawat inap. Pelayanan informasi obat dilakukan oleh Apoteker.
Informasi yang disampaikan terkait obat yang diberikan meliputi :
1. Kegunaan obat yang sedang dikonsumsi
2. Cara pakai obat, dan memberikan informasi agar selalu meminum obat
denganair putih. Serta agar meminum obat tepat waktu sesuai dengan waktu
yang ditetapkan
3. Efek samping yang mungkin timbul dan cara penanganannya
4. Informasi penyimpanan obat.
3.5.5 Konseling
Konseling di RS Jiwa Provinsi Jawa Barat dilakukan untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya. Konseling dilakukan untuk meingkatkan kepatuhan pasien,
mengoptimalkan terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat bagi pasien (patient safety). Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
3.5.6 Visite
Visite di RS Jiwa Provinsi Jawa Barat dilakukan oleh apoteker dan tim medis
lainnya untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi atau efek samping obat
yang tidak dikehendaki.
Kegiatan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) yang dilakukan dalam
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat belum dilakukan oleh
IFRS. Dengan adanya PKOD dapat mengetahui kadar obat dalam darah, dan
memberikan rekomendasi terapi atas PKOD.
3. 6 Administrasi Keuangan
Dalam hal administrasi, Instalasi Farmasi melakukan pengarsipan atau
pendokumentasian seluruh hasil kegiatan yang dilakukan dalam bentuk
laporan.Baik itu laporan harian, bulanan, dan tahunan.Seluruh laporan yang
dikerjakan oleh petugas farmasi dilaporkan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk
kemudian di laporkan kembali pada manajemen dan untuk disimpan sebagai arsip.
Untuk mendukung ketertiban pengarsipan atau kokumentasi, Direktur Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Keputusan mengenai
Prosedur Tetap Pengarsipan dan Dokumentasi. Laporan yang dibuat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat diantaranya :
a. Laporan yang dikerjakan setiap hari :
1) Laporan pengeluaran obat per hari
Laporan ini bersisi item dan jumlah obat yang terpakai per hari dalam
format excel. jumlah obat-obatan yang keluar setiap harinya untuk
kemudian dipindahkan ke kartu stok. Kartu stok disini digunakan untuk
mencatat mutasi obat (penerimaan, pengluaran, hilang, rusak atau
kadaluwarsa). Data yang nanti diperoleh dari kartu stok digunakan untuk
menyusun laporan, perencanaan pengadaan dan sebagai pembanding
terhadap keadaan fisik obat yang tersedia.
2) Laporan harian
Laporan ini berisi jumlah lembar resep masuk setiap harinya yang
diklasifikasikan berdasarkan kriteria berikut ini:
a) Resep Rawat Jalan BPJS
b) Resep Rawat Jalan Umum
c) Resep IGD BPJS
d) Resep IGD Umum
e) Resep Rawat Inap BPJS
65
System distribusi unit dosis ini sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap
mengingat dengan system ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat
diminimalkan dibandingkan dengan system floor stock. Pendistribusian system
floor stock adalah persediaan perbekalan farmasi di ruang rawat. Dimana dengan
system ini ada beberapa kerugian terhadap perbekalan farmasi apabila terdapat
diruang perawatan yaitu :
1) Resiko kesalahan pemberian obat
2) Meningkatkan resiko terjadinya kerusakan obat karena cara penyimpanan
yang tidak benar
3) Meningkatkan persediaan obat diruang perawatan sehingga besar
kemungkinan terjadi penumpukan stok obat diruang perawatan
4) Memperbesar kemungkinan kebocoran obat karena tidak adanya pengawasan
dari pihak farmasi dan menjadi tidak terkendali.
Sehingga Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat menggunakan system unit dosis
dalam pendistribusiannya kepada pasien rawat inap agar tetap menjaga keamanan,
efikasi dan kualitas obat. Untuk menerapkan atau mendukung system ini maka
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat melakukan pemeriksaan
kesetiap ruang perawatan untuk temuan adanya obat yang terdapat atau disimpan
68
69
dalam ruang perawatan setiap tahunnya. Adapun temuan obat yang didapatkan
diruang perawatan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Adanya temuan obat yang disimpan di ruang perawatan ini dapat disebabkan
karena pasien tidak ingin minum obat atau pasien telah diperbolehkan pulang dan
dibawa oleh keluarga, sehingga obat tidak sempat diminum dan di biarkan berada
di ruang perawatan dan tidak dikembalikan ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan adanya obat di ruang perawatan dapat terjadi penyalahgunaan obat oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, terutama terhadap obat-obat yang
masuk kedalam obat jiwa yang bersifat adiktif. Untuk tindak lanjut yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, obat-obat
yang ditemukan ini ditarik dan direkap untuk kemudian dibuat laporannya dan
diarsipkan.
21 OLANZAPINE 10 MG 1 - ELANG
22 ORALIT 5 Jul-23 ELANG
23 PAPAVERINE TAB 1 - ELANG
24 PARACETAMOL 500 1 - ELANG
25 PIROXICAM 10 MG 2 - ELANG
26 RISPERIDONE 2 MG 91 Jun-21 ELANG
27 RISPERIDONE 3 MG 10 - ELANG
28 SANDEPRIL 50 MG 1 - ELANG
29 SEROQUEL XR 300 4 - ELANG
30 SEROQUEL XR 400 4 - ELANG
31 SERTALINE 50 MG 1 - ELANG
32 STELOSI 5 MG 10 - ELANG
33 THF 2 MG 7 - ELANG
34 TRIFLUOPERAZINE 2 - ELANG
35 VITAMIN B COMPLEX 1 - ELANG
36 BD ALKOHOL SWAB 8 Sep-23 GELATIK
37 CARBAMAZEPINE 1 - GELATIK
38 CLOZAPINE 100 MG 5 - GELATIK
39 CLOZAPINE 25 MG 4 - GELATIK
40 CURCUMA TAB 1 - GELATIK
41 DIAZEPAM 5 MG 7 - GELATIK
42 DIAZEPAM INJEKSI 17 Jan-20 GELATIK
43 DIAZEPAM INJEKSI 6 Nov-22 GELATIK
44 DIPHENHYDAMINE INJEKSI 17 Aug-22 GELATIK
45 GENTAMYCIN SULFAT ED 1 Nov-21 GELATIK
46 HALOPERIDOL 5 MG 6 - GELATIK
47 LODOMER DROP 1 Apr-21 GELATIK
48 LODOMER INJEKSI 17 Aug-22 GELATIK
49 LORAZEPAM 2 MG 3 - GELATIK
50 NEEDLE 24 8 Mar-23 GELATIK
51 OLANZAPINE 10 MG 1 - GELATIK
52 OLANZAPINE 5 MG 1 - GELATIK
53 ORALIT 18 Feb-23 GELATIK
54 RISPERIDONE 2 MG 15 - GELATIK
55 RISPERIDONE 3 MG 4 - GELATIK
56 SARUNG TANGAN NON STERIL 2 - GELATIK
57 SEROQEL XR 400 1 - GELATIK
58 SERTALINE 50 MG 1 - GELATIK
59 SPUIT 3CC 29 Mar-24 GELATIK
60 STELOSI 1 - GELATIK
61 TRIHEXYPHENIDYL 2 MG 15 - GELATIK
62 WATER FOR INJEKSI 16 Aug-24 GELATIK
63 ZYPREXA 10 MG 4 - GELATIK
71
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan
diRumahSakitJiwaProvinsiJawa Barat selama bulan Januari-Februari 2020, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat merupakan rumah sakit Pemerintah
Provinsi Jawa Barat yang termasuk kategori Rumah Sakit Khusus kelas A.
2. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dimulai dari
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan dan pemusnahan, pencatatan dan
pelaporan serta administrasi.
3. Pemberian obat untuk rawat jalan diberikan obatnya untuk penggunaan satu
bulan sedangkan untuk pemberian obat rawat inap untuk satu minggu dan
diberikan kepada pasien dengan bantuan perawat serta diterapkan dalam
sistem unit dose.
5. 2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sebagai masukan yang kiranya dapat
bermanfaat bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yaitu:
1. Untukmeningkatkanmutupelayanan,
terutamapelayananfarmasiklinikdiperlukanpenambahanjumlahtenagaapoteker
sehinggaterapipasiendapattercapaidengantepat, efektif, danaman.
2. Perlunya peningkatansaranainformasiobatkepada pasien dan keluarga pasien,
sepertipenyediaanbrosur-brosurobat, majalahkesehatan, dan lain-lain
untukmeningkatkanpengetahuankesehatan.
3. Pelaksanaan pelayanan farmasi
kliniklebihditingkatkandandilakukansecaraterjadwal agar
terapipasiendapattercapaidengantepat, efektif, danaman.
74
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Barart, Gubernur Jawa
Barat, Bandung.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat, Gubernur Jawa Barat, Bandung.
75
LAMPIRAN 1
76
DENAH RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT JIWA JAWA BARAT
77
78
LAMPIRAN 3
STRUKTUR IFRS JIWA PROVINSI JAWA BARAT
Direktur
Dr. Rr. Endang Noersita Daim, MPH
Wadir Pelayanan
Dr. H. RizaPutra,Sp.KJ
PJ Administrasi IFRS
AsepHeryadi
PJ Pengelolaan Sediaan Farmasi PJ Pelayanan Farmasi Klinik PJ Managemen Mutu & SDM
Saelendra, S.Si.,Apt Dra. Timan Sari Barus,Apt. Ardi Yoga, A.Md.Farm
Staff/TTK
79
LAMPIRAN 4
PELAYANAN KEFARMASIAN
80
LAMPIRAN 5
BON PERMINTAAN BARANG
81
LAMPIRAN 6
KARTU STOK OBAT
82
LAMPIRAN 7
NOTA PENJUALAN
83
LAMPIRAN 8
ETIKET DAN PENGEMAS
84
LAMPIRAN 9
SALINAN RESEP
85
LAMPIRAN 10
FORM KONSELING
86
LAMPIRAN 11
BOX OBAT UDD
87
LAMPIRAN 12
LEMARI UDD DI RUANG INAP
88
LAMPIRAN 13
e-PURCHASING (SISTEM PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK)
89
LAMPIRAN 14
FORM SERAH TERIMA OBAT & ALKES
90
LAMPIRAN 15
FORM REKONSILIASI TERAPI
91
LAMPIRAN 16
CONTOH SOP
92
LAMPIRAN 17
FORM LAPORAN VISITE
93
94
LAMPIRAN 18
FORM MESO
95