Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS DIETETIK 2

MEDICAL NUTRITION THERAPY IN CRITICAL CARE


“Kasus Hernia, Sepsis, Bowel Compromise, dan Gangguan Ginjal
dengan Komplikasi Pada Tindakan Bedah”

Dosen pengampu :
Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi
Fillah Fithra Dieny, S.Gz, M.Si
Ayu Rahadiyanti, S.Gz, MPH
Deny Yudi Fitranti, S.Gz, M.Si
Ahmad Syauqy, S.Gz, MPH, PhD

Disusun oleh :

SEPTIANA DWI RUBYANTI 22030117120002

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN
ILMU GIZI
2020
STUDI KASUS DIETETIKA
MEDICAL NUTRITION THERAPY IN CRITICAL CARE

I. LATAR BELAKANG
Penilaian Pertama
Nn. S merupakan seorang mahasiswi yang berusia 21 tahun, saat ini dirawat di
rumah sakit dengan gangguan berupa ventral hernia dan kemungkinan ada kaitannya
dengan gangguan pada ususnya/pencernaanya. Nn. S menjalani pemeriksaan pada usus
kecil dan pengobatan hernia sehingga memerlukan eksplorasi ulang selama 2 hari
kemudian karena diperlukan pengeluaran isi luka. Luka perutnya dibiarkan terbuka.
Selanjutnya perjalanan pascaoperasinya ternyata terdapat komplikasi oleh sindrom
gangguan pernapasan akut dan sepsis yang berhubungan dengan aspirasi pneumonia.
Seacara mekanis, memiliki ventilasi dan dilakukan pembiusan. Pada hari ke enam di
rumah sakit, Tn.S menjalani operasi bedah ketiga yangmana hernia yang dialami dapat
ditanggulangi, luka sayatan pada perutnya ditutup, dan ditempatkan sistem vakum pada
lukanya. Nn. S diberlakukan (NPO) dimana rutinitas ini tidak diperbolehkan
mengonsumsi apapun secara oral ditengah malam sebelum operasi dihentikan, hal ini
dilaukan untuk menurunkan risiko aspirasi. NPO dilakukan sejak dilakukan pemasangan
tabung nasogastrik di sebagai tempat drainase lebih dari 1 L cairan berwarna hijau.
Data Penyaringan dan Penilaian
 Tinggi Badan : 155 cm
 Berat Badan : 55 kg
 Indeks massa tubuh : 22,89 kg / m2
 Berat badan ideal : 49,5 kg
 Perubahan berat dalam 1 bulan sebelum masuk RS : tidak ada
 Pengurangan asupan di bulan sebelumnya : tidak ada
 Pemeriksaan fisik : edema pitting bilateral parah di pergelangan kaki dan atas
ekstremitas.
 Pemeriksaan perut : buncit dengan bunyi usus yang tidak ada
 Pemeriksaan radiologis : loop usus kecil yang sedikit melebar secara konsisten
dengan ileus adynamic
 Saat ini menerima 0,45% normal saline @ 120 mL / jam
 Input / Output = 3305/3725 mL
Nilai Laboratorium
Sodium: 138 mmol / dL Glukosa: 185 mg / dL
Kalium: 3 mmol / dL Kalsium terionisasi : 1,12 mm / L
Klorida: 105 mmol / dL Magnesium : 1,6 mg / dL
Karbon dioksida : 27 mmol / dL Fosfor : 2,1 mg / dL
Nitrogen urea darah : 13 mg / dL Albumin : 1,9 mg / dL
Kreatinin : 1,28 mg / dL
Soal :
1. Tulis pernyataan diagnosis gizi yang bersangkutan (problem, etiology, dan sign and
symptoms [PES]) sesuai dengan urutan prioritas untun Nn. S !
Jawab :
a.) NI-5.2 Malnutrisi (P) berkaitan dengan penyakit akut (hernia, gangguan
saluran cerna, aspirasi pneumonia), peningkatan kebutuhan karena trauma (E)
ditandai dengan intake cairan < output, terdapat infeksi berupa sepsis,
penumonia, trauma pembedahan di perut dan status NPO : asupan ≤50%
selama ≥5 hari (S).
b.) NC-2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait tentang gizi (P) berkaitan
dengan respons metabolik terhadap adanya stres dan kurangnya asupan
elektrolit dalam makanan dan cairan intravena (E) ditandai dengan rendahnya
kadar kalium, kalsium CO2, dan albumin (S).
2. Haruskah Nn. S mulai diberikan dengan Parenteral Nutrition (PN)? Jelaskan.
Jawab :
Menurut pendapat saya setuju dengan jawaban tersebut. Berdasarkan pemaparan
masalah yang dialami oleh Nn. S, memang benar bahwa Nn. S harus mulai
diberikan menggunakan Parenteral Nutrition (PN) karena Tn. N mengalami
malnutrisi, kondisi kritis dan ketergantungan ventilator, disertai sudah diberlakukan
NPO (dimana rutinitas ini tidak diperbolehkan mengonsumsi apapun secara oral
ditengah malam sebelum operasi dihentikan, hal ini dilaukan untuk menurunkan
risiko aspirasi) selama 6 hari. Selain itu, Nn. S juga tidak mungkin diberikan
makanan melalui oral, karena saluran cerna terganggu, dan belum siap untuk
diberikan makan enteral (sekunder ke ileus) karena fungsi usus belum sembuh
dengan baik. Kemungkinan jika enteral gagal memenuhi kebutuhan karena
penyerapan GI tidak maksimal, sehingga perlu didukung cara PN ini. Sehingga
perlu didisuksikan terkait pemberian makanan enteral melalui jejunal dengan para
dokter jika masalah ileus terselesaikan. (Bilkuet al, 2014).
3. Hitung kebutuhan gizinya !
Jawab :
Perhitungan kebutuhan kalorinya harus diperkirakan dengan menggunakan
hypocaloric (rendah kalori), pendekatan protein tinggi karena Nn. S memiliki status
gizi normal dan fungsi ginjal normal. Perhitungan menggunakan BB aktual..
Regimen hypocaloric untuk pasien ini adalah 14 kkal / kg berat badan aktual:
sehingga hanya ketemu 770 kkal / hari. Kebutuhan protein dapat diatur pada 2
hingga 2,5 g / kg berat badan ideal atau 162 hingga 203 g / hari.
Akan tetapi menurut pendapat saya, kebutuhan gizi Nn. S dapat menggunakan rumus
Ventilator-dependent patients karena pasien dipasang ventilator mekanis
disebabkan gangguan sepsis yang terdapat kaitannya dengan aspirasi pneumonia.
EEE = 1784 – 11 (Age) + 5 (BB) + 244 (JK) + 239 (Trauma) + 804 (Luka
Bakar)
= 1784 – 11 (21) + 5 (55) + 244 (0) + 239 (1) + 804 (0)
= 1784 – 231 + 275 + 0 + 239 + 0
= 2067 kkal
= 2070 kkal
Protein = 1,2-2 g/kg BB/hari (dari buku Krausse hal : 782)
= 2 x 55
= 110 gram
(kebutuhan protein pada pasien Critically ill tinggi untuk memenuhi
kebutuhan karena peningkatan metabolisme, adanya cedera/luka perut
terbuka dan untuk penyembuhan) Hoffer and Bistrian, 2012
Lemak = 15-25% dari kebutuhan E total
= 20% x 2070 : 9
= 46 gram
Karbohidrat = 2070 – [(110x4) + (46x9)]
= 2070 – 440 + 414
= 2044 : 4
= 511 gram
(Penggunaan tinggi karbohidrat pada masa pra-operasi dapat
meningkatkan glikemik, megontrol dan mengurangi elekrolit (nitrgen)
yang hilang, massa tubuh tanpa lemak, dan menjaga kekuatan otot pada
perut setelah dilakukan operasi) Bilku et al, 2014
Perubahan Status Pertama dengan Penilaian Ulang
Pada hari ke-10 di rumah sakit suhu tubuh Nn. S meningkat mencapai 39°C, dan
pada pemeriksaan Nn. S ditemukan terdapat infeksi ganda berupa beberapa abses
perut. Kemudian Nn. S dibawa pergi ke ruang operasi untuk drainase abses. Selama
waktu ini tekanan darahnya dan output urin menurun sehingga sangat membutuhkan
inisiasi resusitasi cairan dan vasopresif untuk menstabilkan tekanan darah. Fungsi
ginjalnya tercatat memburuk. Tidak ada rencana terapi penggantian ginjal saat ini.
Catatan status saat ini:
 Suhu maksimum : 39,3ºC  sangat tinggi
 VE : 15.6 L / mnt (ventilasi menit)
 PN (pemberian parenteral nutrition) dilanjutkan
 Cairan intravena: larutan salin normal 0,45% 150 mL / jam, tambahan cairan bolus
 Sodium : 131 mmol / dL  rendah
 Kalium : 5,1 mmol / dL  normal
 Klorida : 96 mmol / dL  rendah
 Karbon dioksida : 15 mmol / dL  rendah
 Glukosa darah : 225 mg / dl  tinggi
 Kalsium terionisasi : 1,01 mm / L  sangat rendah
 Magnesium : 2,8 mg / dL  tinggi
 Fosfor : 4,8 mg / dL  tinggi
 Albumin : 1,2 mg / dL  rendah
 Gas darah arteri : 7.31 / 24/115/11

4. Setelah pemantauan, bagaimana keadaan metaboliknya?


Jawab :
Pada Nn. S setelah dilakukan assesment kembali ternyata mengalami perubahan,
keadaan metaboliknya kini telah menjadi hipermetabolik, hiperkatabolik dan
dengan fungsi ginjal yang memburuk, hiperglikemia telah memburuk.
Hipermetabolik : Dalam hal ini metabolisme karbohidrat mengalami peningkatan
berupa glikogenolisis (pengubahan glikogen otot/hati menjadi glukosa),
peningkatan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru selain dari bahan
karbohidrat), serta hiperglikemia ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi
(225mg/dl).
Hiperkatabolik : terjadi katabolisme dalam tubuh dan hilangnya jaringan pada
tubuh, selain itu juga terjadi ketidakseimbangan elektrolit (tingginya fosfor,
magnesium serta rendahnya natrium, klorida, dan kalsium), padahal cairan
elektrolit harus normal dan disediakan untuk mempertahankan output urin yang
mencukupi. Ketidakseimbangan ini memiliki pengaruh terhadap ginjal sebagai
organ ekskresi, glomerulus ginjal tidak dapat memfiltrasi dengan baik, sehingga
fungsi ginjal menjadi memburuk.

5. Bagaimana status asam-basa nya?


Jawab :
Status asam basa Nn. S pada saat assesment kedua, diketahui memiliki asidosis
metabolik akibat gangguan ekskresi ginjal yang asam, dan reabsorpsi dan
regenerasi bikarbonat. Ketidakseimbangan asam – basa dapat diketahui melalui
kadar mineral yang diuji seperti kalsium, fosfor, magnesium, kalium. Pada awal
assesment hingga assesment kedua ini Tn. N keseimbangan asam – basanya
mengalami masalah, dibuktikan dengan nilai lab dan inadekuat urin output yang
lebih besar (3725 ml) dibandingkan input cairan (3305 ml). Pada pasien yang
mengalami pembedahan akan memiliki kelainan metabolisme terkait kehilangan
cairan, elektrolit, dan beberapa zat gizi. (Friese, 2012; Majercik et al, 2012).
Pada hari ke-10 di rumah sakit suhu tubuh Nn. S meningkat mencapai 39°C, dan
pada pemeriksaan Nn. S ditemukan terdapat infeksi ganda berupa beberapa abses
perut. Kemudian Nn. S dibawa pergi ke ruang operasi untuk drainase abses. Selama
waktu ini tekanan darahnya dan output urin menurun sehingga sangat membutuhkan
inisiasi resusitasi cairan dan vasopresif untuk menstabilkan tekanan darah. Fungsi
ginjalnya tercatat memburuk. Tidak ada rencana untuk terapi penggantian ginjal saat
ini.

6. Tulis pernyataan PES yang diperbarui:


a.) NI-5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi (energi dan protein) (P) berkaitan
dengan respons peradangan sistemik atau infeksi berupa abses pada perut (E)
ditandai dengan rendahnya kadar albumin serum (1,2 mg/dL), demam tinggi,
peningkatan laju ventilasi, dan penurunan tekanan darah serta output urin (S).
b.) NC-2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (P) berkaitan dengan stres
metabolisme dan asupan glukosa (hiperglikemia), serta gangguan ginjal akut
(E) ditandai dengan nilai glukosa darah yang tinggi sebanyak 225 mg/dL, dan
peningkatan fosfor, magnesium, penurunan natrium (S).
7. Apakah kontrol glukosa darah pasien memadai? Jika tidak, mengapa dan apa harus
dilakukan?
Jawab :
Glukosa darah pada Nn. S tidak cukup terkontrol. Terdapat bukti bahwa kadar
glukosa normal dikontrol antara 65 hingga 114 mg/dL, atau dalam perihal lain
glukosa darah normal 180-215 mg/dL akan tetapi pada pasien Nn. S kadar
glukosanya tinngi yaitu sebanyak 225 mg/dL.
Kadar glukosa darah pada pasien tidak terkontrol karena perubahan fungsi
ginjal yang memburuk. Tidak hanya kekacauan pengaturan asam-basa (ditandai
dengan pH arteri rendah (7,3) yang menandakan keasaman pada ginjal), namun
terjadi kegagalan dalam memfiltrasi cairan, sehingga urin yang dikeluarkan
semakin sedikit dan ternyata terdapat keterkaitan setelah dicek glukosa darah
tinggi. Pada pasien yang mengalami Critically ill ini mengalami hipermetabolisme,
dimana terjadi glikogenolisis, glukoneogenesis sehingga menyebabkan
hiperglikemia.
Penggunaan pengaturan dekstrosa dalam PN (Parenteral Nutrition)-nya harus
dikurangi atau kadar insulin standar harus mulai diberikan terlebih dahulu, atau
keduanya. Ditambah lagi, asupan energi harus diuji atau dinilai untuk memastikan
tidak ada asupan berlebih karena hal ini dapat menyebabkan hiperglikemia atau
meningkatnya kadar glukosa dalam darah yang dapat mengganggu kinerja ginjal
dan dapat meningkatkan derajat infeksi, serta memperlama penyembuhan pada
luka.

8. Mengapa kadar albumin serumnya turun?


Jawab :
Kadar albumin serum Nn. S dalam hal ini mengalami penurunan, penurunan protein
fase akut dibuktikan dengan kadar nilai laboratoriumnya pada assesment pertama :
1,9 gm/dL sedangkan pada assesment kedua : 1,2 gm/dL (kadar normal albumin 3,5-
5,5 mg/dL). Penurunan kadar serum albumin ini disebabkan karena respons terhadap
proses inflamasi untuk mencoba menyeimbangkan kembali homeostasis. Kadar
albumin serum turun dikarenakan pasien mengalami inflamasi atau peradangan dan
penggunaan albumin protein untuk penyaluran zat” gizi dan regenerasi sel yang
rusak dan adanya penyembuhan akibat luka bekas operasi. Selian itu juga terdapat
pengaruh akibat tindakan medis yaitu pemasangan ventilator yang meningkatkan
penggunaan protein albumin sehingga beberapa masalah ini menjadikan
hipoalbuminemia atau turunnya kadar albumin dalam darah.
9. Hitung kembali kebutuhan gizinya.
Jawaban :
Perhitungan atau pengkajian untuk memperhitungkan kebutuhan energi akan
berubah karena kondisi akut pasien berupa gangguan ginjal dan kebutuhan asupan
protein lebih rendah karena terdapat gangguan ginjal. Untuk menentukan kebutuhan
ini maka digunakan rumus Penn State 2003 Equation karena pada assesment ke 2 ini
diketahui suhu maksimal dan ventilasinya (Ve).
Penn State 2003 Equation :
 Jika Pakai Mifflin
REE = Mifflin-St. Jeor equation x (0,96) + VE (31) + Tmax (167) – 6212
*) Mifflin = 10 BB + 6,25 TB – 5 U – 161 (female)
= 10 (55) + 6,25 (155) – 5 (21) – 161
= 550 + 968,75 – 105 – 161
= 1252,75 kkal
REE = Mifflin-St. Jeor equation x (0,96) + Ve (31) + Tmax (167) – 6212
= 1252,75 x (0,96) + (15,6 x 31) + (39,3 x 167) – 6212
= 1202,64 + 483,6 + 6563,1 – 6212
= 2037,34 kkal/hari
Ket :
Ve = ventilasi menit dalam (L/mnt)
Tmax = suhu tubuh maksimum dalam 24 jam terakhir (ºC)
Penn State 2003 Equation :
 Jika Pakai Harris Benedict
REE = (0,85 x nilai dari Harris-Benedict) + (175 x Tmax) + (33 x Ve) – 6443
*) Harris Benedict = 655 + [9,6 x BB(kg)] + [1,8 x TB(cm)] – [4,7 x Umur(th)]
= 655 + [9,6 x 55] + [1,8 x 155] – [4,7 x 21]
= 655 + 528 + 279 – 98,7
= 1363,3 kkal
REE = (0,85 x nilai dari Harris-Benedict) + (175 x Tmax) + (33 x Ve) – 6443
= (0,85 x 1363,3) + (175 x 39,3) + (33 x 15,6) – 6443
= 1158,8 + 6977,5 + 514,8 – 6443
= 2208,1 kkal
= 2208 kkal/hari
NB :
Rumus Penn State 2003 Equation memiliki 2 cara perhitungan, karena perbandingan
menggunakan Mifflin (dari jawaban) dan menggunakan HarBen (rumus di buku
Krausse). Dari hasil perhitungan ternyata energinya lebih tinggi menggunakan
HarBen, selain itu jika dibandingkan dengan kebutuhan sebelumnya “Assesment
Pertama” maka di kasus “Assesment Kedua” kali ini kebutuhannya meningkat
karena kondisinya, sehingga kebutuhan energi Nn. S saat ini sebesar 2208 kkal/hari.

Protein = 1,2-1,3 g/kg BBI/hari


= 1,2 x 49,5
= 59,4 gram
(kebutuhan protein pada pasien Critically ill disertai ganggun ginjal 
rendah untuk mengurangi risiko pada ginjal yang berlebihan)
Lemak = 15-25% dari kebutuhan E total
= 20% x 2208 : 9
= 49,1 gram
Karbohidrat = 2208 – [(59,4x4) + (49,1x9)]
= 2208 – 237,6 + 441,9
= 2412,3 : 4
= 603 gram

Perubahan Status Kedua


Ketika di RS hari ke 13, dilakukan pemeriksaan atau assesment kembali kepada Nn.
S, abdomen menunjukkan peningkatan gambar ileus pasien. Pasien belum buang air
besar, tetapi perutnya lunak dan ia memiliki suara usus hipoaktif. Gangguan ginjal
akutnya cedera berlanjut, meskipun hemodialisis telah diberikan dan kadar elektrolit
telah mencapai normalisasi. Pada putaran, ahli diet bertanya apakah pasien cukup
stabil untuk mulai menyusu melalui tabung tabung nasojejunal. Tim perawat bedah
dan kritis percaya bahwa status gastrointestinal pasien telah mengalami peningkatan
yang cukup untuk memulai pemberian makanan enteral.
10. Formula makanan apa yang harus digunakan? Adakah indikasi pemberian formula
untuk penambah imunitas tubuh yang dapat ditunjukkan?
Jawab :
Formula penambah kekebalan komersial yang menggabungkan beberapa nutrisi
yang diduga meningkatkan fungsi kekebalan tubuh tidak diindikasikan penggunaan
rutin, dan dapat dikontraindikasikan pada orang yang sakit kritis, seperti pasien ini.
Formula nonfiber polimer dapat dipilih. Jika formula 1 kkal/mL adalah digunakan,
volume infus akan menjadi 3 L/hari, jika formula 1,5 kkal digunakan, volume infus
akan menjadi sekitar 2 L/hari; dan jika 2 kkal/m. Formula dipilih, volume akan
menjadi sekitar 1,5 L/hari. Pemasukan enteral polimerik dimulai melalui akses
nasojejunal dan secara bertahap maju ke tingkat sasaran selama 3 hingga 4 hari ke
depan. Toleransi didemonstrasikan tanpa perubahan pada distensi abdomen, nyeri,
atau mual dan muntah. Saat pemberian makan meningkat, PN secara bertahap
dikurangi, kemudian dihentikan ketika pemberian enteral telah tercapai.
Pemilihan formula, cairan, energi, dan kebutuhan zat gizi, serta memperhatikan
fungsi GI (saluran cerna) perlu dilakukan dalam pemberian formula enteral. Pada
umunya, formula enteral polimer standar dapat digunakan untuk meberi asupan
pada pasien yang sakit kritis. Namun, beberapa formula tidak toleran karena
kandungan lemaknya dan kondisi tersebut untuk sementara membutuhkan formula
rendah lemak atau produk yang mengandung rasio trigliserida (MCT) yang lebih
tinggi. Terdapat beberapa produk secara komersial khusus untuk diberikan kepada
pasien dengan trauma dan stres metabolik. Produk-produk ini biasanya memiliki
kandungan protein yang lebih tinggi dan rasio BCAA atau glutamin dan arginin
tambahan.
Formulasi enteral untuk meningkatkan imunitas yang mengandung arginin,
glutamin, asam nukleat, antioksidan, dan lemak omega-3. Asam lemak berpotensi
memiliki efek menguntungkan dan hasil yang baik untuk pasien sakit kritis dimana
telah menjalani operasi GI (saluran cerna), seperti trauma dan luka bakar pada
pasien. Namun, formulasi ini tidak boleh digunakan secara rutin untuk pasien ICU
dengan sepsis karena dapat memperburuk peradangan (SCCM dan A.S.P.E.N.,
2009). Serat yang tidak larut (insoluble fiber) juga harus dihindari pada pasien
critically ill yang hemodinamiknya tidak stabil, karena efenya menyebabkan diare
(SCCM dan A.S.P.E.N., 2009).
- STUDI KASUS –
I. PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR
A. Asesmen (Pengkajian) Gizi
1. Pengkajian Data Riwayat Pasien (CH)
Tabel 1. Data Riwayat Pasien (CH) Hari ke 1 – 6 (assesment pertama)

Domain Data Interpretasi


CH-1.1.1 Umur 21 tahun Lansia
CH-1.1.2 Jenis Kelamin Laki – laki -
CH-1.1.6 Pendidikan Mahasiswa -
CH-1.1.10 Mobilitas Tidak dapat beraktivitas, -
Terikat tempat tidur
CH-2.1.3 Malnutrisi Pengeluaran asupan lebih besar
Endokrin/metabolisme daripada pemasukan asupan
CH-2.1.5 Gastrointestinal Gangguan sal. cerna (usus), -
akan dilakukan reseksi usus
kecil – pengeluaran luka
CH-2.1.8 Imunitas Sepsis / infeksi -
CH-2.1.9 Integumentary Luka bedah di perut -
CH-2.1.13 Respiratory Gangguan pernapasan akut -
(pneumonia aspirasi)
CH-2.1.14 Other Hernia ventral -
CH-2.2.1 Terapi medis Ventilasi mekanik merupakan salah satu
perawatan intensif untuk pengaturan
jangka panjang dalam membantu pasien
yang membutuhkan bantuan pernapasan
tambahan. Hal ini diindikasikan pada
pernapasan akut atau kegagalan kronis
yang kurang kurang oksigen. Fungsinya
meningkatkan pertkaran gas dan
mengurangi kerja pernapasan.
Grossbach, I., Chlan, L., & Tracy, M.
Mechanical ventilation (2011). Overview of Mechanical
Ventilatory Support and Management of
Patient and Ventilator-Related
Responses. Critical Care Nurse, 31(3),
30-45. doi: 10.4037/ccn2011595
Kane, C., & York, N. (2012).
Understanding the Alphabet Soup of
Mechanical Ventilation. Dimensions of
Critical Care Nursing, 31 (4), 217-222.
doi: 10.1097/DCC.0b013e318256e2fd
CH-2.2.2 Surgical Intestinal / bowel resection -
Treatments Nasogastric tube Sebagai drainase sehingga
mengeluarkan cairan berwarna
hijau yang volumenya lebih dari
1 liter
Kesimpulan :
Nn. S berusia 21 tahun, merupakan seorang mahasiswa yang saat ini sedang
mengalami ventral hernia dengan peningkatan gangguan pada saluran cerna
(usus), mengalami malnutrisi, tidak dapat beraktivitas, terdapat sepsis, aspirasi
penumonia, dan pada bagian saluran pernapasan dibantu oleh mechanical
ventilation. Selain itu, karena terdapat masalah pada saluran cernanya dipasang
nasogastric tube sebegai saluran makannya.
2. Pengkajian Riwayat Terkait Gizi/Makanan (FH)
Asupan SMRS
Tabel 2. FH SMRS Nn. S

Domain Data Interpretasi


- - -
Kesimpulan :
Tidak terdapat keterangan riwayat asupan SMRS pada Nn. S

Asupan MRS
Tabel 3. FH MRS Nn. S

Domain Data Interpretasi


FH-1.2.1.3 0,45% normal saline @120 mL/hari Merupakan cairan isotonik yang
Liquid meal disebut juga cairan isotonik atau
infus natrium klorida (NaCl),
replacement
Cairan infus ini bening, tidak
berbau, tidak memiliki rasa, dan
tidak memiliki partikel-partikel
di dalamnya. pH cairan 4,5-7,0
Obat ini digunakan sebagai
terapi pertama sebagai
pengganti cairan dan elektrolit
natrium dan klorida pada
kondisi kekurangan cairan
misalnya diare, demam, dan
dehidrasi selain itu juga
digunakan untuk merawal tuka
setelah operasi
FH-2.1.4.2 Nasogastric tube Pemasangan selang pipa sebagai
Parenteral acces saluran enteral yang disalurkan
melalui hidang sampai lambung

Kesimpulan :
Berdasarkan data riwayat asupan pada masuk RS (MRS) Nn. S diberikan secara
enteral melalui nasogastric tube, dan diberikan normal saline 0,45% @120
ml/hari untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit.

3. Pengkajian Antropometri (AD)


Tabel 4. Antropometri (AD)
Domain Data Interpretasi
AD-1.1.1 Tinggi Badan 155 cm -
AD-1.1.2 Berat Badan 55 kg -
AD-1.1.5 Indeks Masa 22,89 kg / m2 Normal
Tubuh (IMT)
Kesimpulan :
Berdasarkan data Nn. S memiliki TB 155 cm dan BB 55 kg. Sehingga
diperoleh IMT sebesar 22,89 kg/m2 yang termasuk kategori normal.

4. Pengkajian Data Biokimia (BD)


Tabel 5. Data Biokimia (BD) Nn. S First Assesment (Day 1-6)
Nilai
Domain Data Satuan Interpretasi
Normal
BD-1.1.3 Carbon dioxide
27 mmol/dL 35-45 mmol/dL Rendah
BD-1.2.1 BUN
13 mg/dL 7-23 mg/dL Normal
BD-1.2.2 Creatinine
1,28 mg/dL 0,6 – 1,5 mg/dL Normal
BD-1.2.5 Sodium 138 mmol/dL 135-145 mmol/dL Normal
BD-1.2.6 Chloride 105 mmol/dL 98-109 mmol/dL Normal
BD-1.2.7 Potassium 3 mmol/dL 3,5-5,5 mmol/dL Rendah
BD-1.2.8 Magnesium 1,6 mg/dL 1,5-2,5 mg/dL Normal
BD-1.2.10 Ionized mm/L
1,12 mm/L 8,5-10,5 Rendah
calcium (Ca)
BD-1.2.11 Phosporus 2,1 mg/dL 2,5-4,8 mg/dL Rendah
BD-1.5.3 Glucose 185 mg/dL 65-114 mg/dL Tinggi
BD-1.11.1 Albumin 1,9 mg/dL 3,5-5,5 mg/dL Rendah
Sumber : Penunutun Diet, 2005 dan Greenspan’s Basic and Clinical Endocriology 8th Edition, 2012.
Developed by Katy G. Wilkens, MS, RD, Northwest Kidney Centers, Seattle, Washington

Tabel 6. Data Biokimia (BD) Nn. S Second Assesment (Day 10)


Nilai
Domain Data Satuan Interpretasi
Normal
BD-1.1.1 Arterial pH
7,31 7-23 - Normal
BD-1.1.2 Arterial
bicarbonate 24 22-28 mEq/L Normal
BD-1.1.4 PaCO2
11 38-42 mmol/dL Rendah
BD-1.1.4 PaO2
115 75-100 mmol/dL Tinggi
BD-1.1.3 Carbon dioxide
15 mmol/dL 35-45 mmol/dL Rendah
BD-1.2.5 Sodium 1131 mmol/dL 135-145 mmol/dL Rendah
BD-1.2.6 Chloride 96 mmol/dL 98-109 mmol/dL Rendah
BD-1.2.7 Potassium 5,1 mmol/dL 3,5-5,5 mmol/dL Normal
BD-1.2.8 Magnesium 2,8 mg/dL 1,5-2,5 mg/dL Tinggi
BD-1.2.10 Ionized mm/L
1,01 mm/L 8,5-10,5 Rendah
calcium (Ca)
BD-1.2.11 Phosporus 4,8 mg/dL 2,5-4,8 mg/dL Normal
BD-1.5.3 Glucose 225 mg/dL 65-114 mg/dL Tinggi
BD-1.11.1 Albumin 1,2 mg/dL 3,5-5,5 mg/dL Rendah
Sumber : Penunutun Diet, 2005 dan Greenspan’s Basic and Clinical Endocriology 8th Edition, 2012.
Developed by Katy G. Wilkens, MS, RD, Northwest Kidney Centers, Seattle, Washington .

Kesimpulan : kadar elektrolit dalam darah baik pada assesmen pertama dan
aseesmen kedua mengalami kenaikan dan penurunan, status kadar elektrolit
dapat dilihat pada kolom keterangan.

5. Pengkajian Data Klinis/ Fisik (PD)

Tabel 7. Data Fisik Klinis (PD) Nn. S First Assesment (Day 1-6)

Nilai
Domain Data Satuan Interpretasi
Normal
PD-1.1.3 Sepsis, pneumonia - - -
Cardiovascular- aspirasi, sindomgangguan
pulmonary systems pernapasan akut
PD-1.1.4 Edema pitting bilateral - - -
Ekstremitas, tulang, parah di pergelangan kaki
dan otot dan atas ekstremitas
PD-1.1.5 Buncit dengan tidak ada - - -
Dygestive systems bunyi usus, loop usus
kecil yang sedikit melebar
secara konsisten dengan
ileus adynamic, diberikan
pemasangan nasogastric
tube
PD-1.1.8 Luka bedah pada bagian - - -
Skin perut
Kesimpulan :
Dari data klinis dan fisik Nn. S pada pemeriksaan pertama di atas dapat
disimpulkan bahwa Nn. S mengalami sepsis, pneumonia aspirasi, sindom
gangguan pernapasan akut. Pada bagian ekstremitasnya mengalami edema
pitting bilateral parah di pergelangan kaki dan atas ekstremitas. Pada bagian
perutnya buncit dengan tidak ada bunyi usus, loop usus kecil yang sedikit
melebar secara konsisten dengan ileus adynamic, diberikan pemasangan
nasogastric tube, pada bgaian kulit terdapat luka bedah.

Tabel 8. Data Fisik Klinis (PD) Nn. S Second Assesment (Day 10)

Nilai
Domain Data Satuan Interpretasi
Normal
PD-1.1.5 Abdominal abses - - -
Dygestive systems
PD-1.1.9 15,6 5-10 L/menit Tinggi
Vital Sign : minute
ventilation
PD-1.1.9 39,3 36-37 °C Tinggi
Vital Sign : Suhu
Kesimpulan :
Dari data klinis dan fisik Nn. S di atas dapat disimpulkan bahwa Nn. S
mengalami abdominal abses. Ventilasi per menitnya tinggi, serta suhu
tubuhnya sangat tinggi.
6. Comparative Standar (CS)
Tabel 9. Comparative Standar (CS) First Assesment (Day 1-6)

Domain SMRS MRS Interpretasi


CS-1.1.2 SMRS = - Karena mengalami komplikasi
Metode
MRS = Ventilator-dependent gangguan hernia dan saluran
Total Perkiraan
Kebutuhan Energi patients pencernaan

Tabel 10. Comparative Standar (CS) Second Assesment (Day 10)

Domain SMRS MRS Interpretasi


Karena mengalami komplikasi
CS-1.1.2 gangguan ginjal, peningkatan
Metode SMRS = - suhu, dan komplikasi lainnya
Total Perkiraan MRS = Penn State 2003 Equation (urin menurun, kadar elektrolit
Kebutuhan Energi menurun, serta terjadi peningkatan
suhu tubuh)

Kesimpulan :
Dari data comparative standart Nn. S di atas dapat disimpulkan bahwa Nn. S
dihitung kebutuhan energinya Ventilator-dependent patients pada First
Assesment (Day 1-6) karena Karena mengalami komplikasi gangguan hernia
dan saluran pencernaan. Sedangkan energi Penn State 2003 Equation pada
Second Assesment (Day 10) Karena mengalami komplikasi gangguan ginjal,
peningkatan suhu, dan komplikasi lainnya (urin menurun, kadar elektrolit
menurun, serta terjadi peningkatan suhu tubuh).
Pertanyaan dari Materi : METABOLIC STRESS, TINDAKAN BEDAH

1. Respon metabolik memiliki beberapa fase. Pada fase ini terjadi selama 24-48 jam
dengan ciri – ciri penurunan BMR, penurunan suhu, penurunan cardiac output hal ini
khas terjadi pada fase ...
a. EBB
b. Flow
c. Anabolic
d. Katabolic
e. EBB – Flow
Jawab : EBB
2. Pada diet Perioperatif (diet pada tindakan bedah), memiliki beberapa macam
diantaranya adalah praoperatif, selama operasi, dan pasca operasi. Berikut ini
merupakan salah salah ciri khas dari diet “Praoperatif” adalah ...
a. Diberikan diet dengan rendah sisa
b. Pasien dipuasakan
c. Diberikan formula dengan pemberian 15 ml/jam meningkat secara bertahap
d. Kemungkinan terjadi risiko stress akibat anestesi
e. Diberikan makanan sesegera mungkin untuk mengganti protein, glukosa, dan
cairan elektrolit yang hilang
Jawaban : Pasien dipuasakan
3. Berikut ini pernyataan yang tidak tepat terkait syarat diet “Pra-Bedah”
a. Energi diberikan 40-45 kkal/kg BB pada status gizi kurang
b. Lemak diberikan 15-25% dari E total
c. Diberikan karbohidrat tinggi, untuk menghindari hipermetabolisme
d. Protein sebesar 1,2-2 g/kgBB/hari untuk pasien status gizi kurang
e. Protein sebesar 0,8-1 g/kgBB/hari untuk pasien status gizi lebih
Jawaban : Diberikan karbohidrat tinggi, untuk menghindari hipermetabolisme
Pertanyaan dari Materi : ASUHAN GIZI PADA PASIEN LUKA BAKAR

1. Pada pasien yang mengalami luka bakar, tentunya terjadi perubahan metabolik.
Berikut ini pernyataan yang tidak terkait dengan perubahan metabolik berupa
“biokimia” adalah ...
a. Meningkatnya proteolisis
b. Meningkatnya glukoneogenesis
c. Meningkatnya uragenesis
d. Menurunnya penggunaan keton bodies
e. Meningkatnya derajat infeksi
Jawab : Meningkatnya derajat infeksi
2. Kebutuhan gizi pada pasien luka bakar mengalami peningkatan, termasuk pada masa
resusitasi, konsumsi oksigen yang mendekati normal kemudian mengalami
peningkatan sampai puncaknya sebanyak .............. kali dibandingkan rerata metabolic
normal.
a. 1,5 kali
b. 2,5 kali
c. 3,5 kali
d. 4,5 kali
e. 5,5 kali
Jawab : 2,5 kali
3. Refeeding syndrome adalah kondisi yang dapat mengancam jiwa akibat gangguan
elektrolit dan cairan yang berhubungan dengan metabolisme yang tidak normal pada
pasien malnutrisi. Berikut ini beberapa mineral yang diidentifikasi untuk menentukan
refeeding syndrome adalah ...
a. K, Fe, Na, Mg
b. Mg, K, Ca, Phos
c. Fe, P, Se, Ca
d. Mg, K, P, Cu
e. Mg, Na, P, Phos
Jawaban : Mg, K, Ca, Phos

Anda mungkin juga menyukai