Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID


“PEMBUATAN PIL THIAMIN HCL”

Dosen Pembimbing :
Dra. Hj. DARYATI MARDJA, Apt. AFK,
SUZANA DEVI, S. Si., M. Farm., Apt

Disusun oleh :
Theresia Nirma (1818718)

AKADEMI FARMASI PRAYOGA


PADANG
2019 / 2020
I. TUJUAN
 Mahasiswa dapat mengetahui pembuatan sediaan obat yaitu pil Thiamin HCl.
 Mahasiswa dapat mengetahui komposisi dari pembuatan pil Thiamin HCl.
 Mahasiswa dapat mengetahui farmakologi dari zat Thiamin HCl.

II. TEORI PENUNJANG


 Pil (Pillulae) Ilmu Resep Hal 146-151
Pillulae berasal dari kata “pila” artinya bola kecil. Obat yang berbentuk bundar seperti
bola ini bermacam-macam bobotnya dan masing-masing diberi nama tersendiri.
Pillulae menurut FI III ialah suatu sediaan berupa massa bulat mengandung satu atau
lebih bahan obat yang digunakan untuk obat dalam dan bobotnya 50 – 300 mg/pil. Ada
juga yang menyebutkan bobot pil adalah 1 – 5 g. Boli adalah pil yang bobotnya di atas
300 mg; granula bobotnya 20-60 mg (Ph.Bld.V menyatakan tidak lebih dari 30 mg dan
mengandung 1 mg bahan obat); dan parvule bobotnya dibawah 20 mg/buah.
Bentuk pil ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain :
1. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari bahan-bahan obat.
2. Memberikan obat dalam dosis tertentu.

Komponen, Penggunaan, dan Contoh Pillulae


1. Zat utama
Berupa bahan obat yang harus memenuhi persyaratan farmakope misalnya KMnO 4,
asetosal, digitalis folia, garam ferro, dan lain-lain.
2. Zat tambahan
- Zat pengisi : fungsinya untuk memperbesar volume massa pil agar mudah dibuat.
Contoh : akar manis (Radix Liquiritae), bolus alba, atau bahan lain yang cocok
(glukosa, amilum, dan lain-lain). Radix liquiritae dengan gliserin adalah
konstituen yang baik untuk bahan-bahan minyak atsiri (Metode Blomberg).
Terlebih kalau ditambahkan succus liq. Hal ini karena radix liq. mengandung
glisirizin yang bersifat mengemulsi minyak.
- Zat pengikat : fungsinya untuk memperbesar daya kohesi maupun daya adhesi
massa pil agar massa pil dapat saling melekat menjadi massa yang kompak.
Contoh : sari akar manis (Succus liquiritae), gom akasia, tragakan, campuran
bahan tersebut (PGS) atau bahan lain yang cocok (glukosa, mel, sirop, musilago,
kanji, adeps, glycerinum cum tragacanth, extr. gentian, ext. aloe, dan lain-lain).
- Bahan/ zat penabur : fungsinya untuk memperkecil gaya gesekan antara molekul
yang sejenis maupun tidak sejenis, sehingga massa pil menjadi tidak lengket satu
sama lain, lengket pada alat pembuat pil, atau lengket satu pil dengan pil lainnya.
Contoh : lycopodium, talcum.
- Bahan/ zat pembasah : fungsinya untuk memperkecil sudut kotak (<90 0)
antarmolekul sehingga massa menjadi basah dan lembek serta mudah dibentuk.
Contoh : air, air-gliserin (aqua gliserinata), gliserin, sirop, madu, atau bahan lain
yang cocok.
- Bahan/ zat penyalut fungsinya adalah :
1) Untuk menutupi rasa dan bau yang tidak enak
2) Mencegah perubahan karena pengaruh udara
3) Supaya pil pecah dalam usus, tidak di lambung (enteric coated pil)
Contohnya: perak, tolu balsam, keratin, sirlak, kolodium, salol, gelatin, gula, atau
bahan lain yang cocok.

Ada 6 tipe bahan obat yang diberikan secara enteric:


a. Bahan obat yang dipakai terus menerus tetapi merangsang selaput lender lambung.
Misalnya senyawa arsen, antelmintik, asam salisilat, digitalis.
b. Bahan obat yang menghalangi pencernaan karena dengan pepsin membentuk
senyawa yang tidak larut. Misalnya tannin dan argentum nitrat.
c. Bahan yan terurai oleh asam lambung. Misalnya antibiotic golongan penisilin.
d. Bahan obat yang diharapkan agar dalam keadaan sepekat mungkin di usus. Misalnya
antiseptic, santonim.
e. Bahan obat yang mengakibatkan mabuk dan muntah-muntah. Misalnya emetin,
ulfonama.
f. Bahan obat yang dikehendaki lambat beraksi. Misalnya antispasmodic, antihistamin,
barbiturate.

Pembuatan Sediaan Pil


Cara pembuatan pil pada prinsipnya adalah mencampurkan bahan-bahan, baik bahan obat
atau zat utama dan zat-zat tambahan sampai homogeny. Setelah homogeny, campuran ini
ditetesi dengan zat pembasah sampai menjadi masa lembek yang elastis atau plastis dn
kohesif, lalu dibuat bentuk batang dengan cara menekan sampai sepanjang alat pemotong
pil yang dikehendaki, kemudian dipotong dengan alat pemotong pil sesuai jumlah pil
yang diminta. Bahan penabur ditaburkan pada massa pil, pada alat penggulung, dan alat
pemotong pil, agar massa pil tidak melekat pada alat tersebut. Penyalutan dilakukan jika
perlu, namun sebelum penyalutan pil harus kering dahulu atau dikeringkan dalam alat
atau ruang pengering, dan bahan penabur yang masih menempel pada pil harus
dibersihkan dahulu.

Beberapa keterangan pada pembuatan pil


1. Bobot pil ideal adalah antara 100-150 mg, rata-rata 120 mg, namun karena sesuatu
hal sering tidak dapat dipenuhi.
2. Sebagai zat pengisi, jika mungkin dipilih radix liq.; kecuali jika muncul reaksi, kadan
dipakai bolus alba. Jumlah yang dipakai umumnya 2 kali jumlah zat pengikatnya
(biasanya succus liq.). Dikenal juga istilah PPP (Pulvis Pro Pillulae), yang artinya
campuran succus liq. dan radix liq. sama banyak.
3. Sebagai zat pengikat, jika mungkin gunakan succus liq. 2 gram/ 60 pil. Jika ada reaksi
kadang digunakan adeps lanae atau Vaseline. Misalnya, pil digitalis folia dibuat
dengan adeps lanae, karena glikosida jantung yang terdapat di dalam digitalis folia
(digitoxin, digitalin, dan digoksin) akan terurai atau dirusak oleh air. Dengan
demikian, adeps di sini selain sebagai pengikat juga sebagai pembasah.
4. Pada pembuatan massa pil ke dalam campuran obat, radix dan succus harus
ditambahkan cairan (bahan pembasah) supaya pada pengepalan diperoleh massa yang
homogeny dan yang cukup baik untuk diproses lebih lanjut. Paling baik gunakan
aqua gliserinata yaitu campuran air dan gliserin yang sama banyak.
5. Setelah massa pil dibuat, massa pil kemudian digulung dan dipotong menurut jumlah
pil yang diminta dan akhirnya pil dibulatkan. Untuk mencegah melekatnya pil pada
alat pembulat pil, taburkan talk atau lycopodium hingga rata. Setelah selesai, jangan
lupa hitung kembali jumlah pil tersebut.

Pil dengan Bahan-Bahan Khusus


1. Pil dengan senyawa oksidator (KMnO4, KNO3, FeCl3, AgNO3) atau garam-garam Pb,
pengisinya menggunakan 100 mg bolus alba, dan pengikat adeps lanae atau vaseline
secukupnya. Selain itu, dengan menggunakan pillen plank ebonite.
2. Pil dengan extractum gentian akan bereaksi asam jika diberikan bersama-sama
dengan zat lain yang dengan asam-asam melepaskan gas. Misalnya: ferrum
sreductum ferrum pulveratum, Na-carbonat, Na-bicarbonat. Oleh karena itu, untuk
menetralkan asamnya perlu ditambahkan MgO sebanyak 100 mg untuk setiap 3 g
ekstrak gentian tersebut.
3. Pil yang mengandung garam-garam ferro harus dibalut dengan tolu balsam untuk
mencegah oksidasi oleh udara.
4. Pil dengan liquor fowleri tidak boleh diganti dengan As2O3 yang telah diperhitungkan
(Jika kita lihat pada resep baku liquor foleri untuk tiap 100 ml, larutan tersebut
mengandung 1 mg As2O3. Jadi untuk 250 ml larutan dapat dihitung kebutuhan As2O3.
Hal ini tidak boleh dilakukan dengan mengambil As2O3 hasil perhitungan tadi, tetapi
harus dilakukan dengan cara penguapan 250 ml larutan tersebut sampai sekental
sirop), baru ditambahkan bahan pengisi dan pengikat.
5. Pil dengan sari-sari cair, dalam jumlah kecil, tetap menggunakan succus dan radix,
sedangkan sari cairnya dapat digunakan sebagai pengganti aqua gliserinata. Dalam
jumlah besar, sari-sari cair diuapkan kemudian tambahkan radix secukupnya atau
diganti dengan sisa keringnya.
6. Pil dengan bahan yang bersifat higroskopis dapat menyebabkan pil menjadi basah
atau pecah. Hal ini dapat dicegah dengan membalut pil dengan suatu zat pembalut
yang sesuai.
Persyaratan Pil
1. Memenuhi syarat waktu hancur yang tertera pada compresi atau tablet. Waktu hancur
pil biasa tidak lebih dari 15 menit, pil bersalut tidak lebih dari 60 menit.
2. Memenuhi keseragaman bobot pil.
3. Pada penyimpanan, bentuknya harus tetap, tetapi tidak begitu keras sehingga dapat
hancur dalam saluran pencernaan.

Pengujian Keseragaman Bobot Pil


Timbang 20 pil satu per satu kemudian hitung bobot rata-rata. Penyimpangan terbesar
yang diperolehkan terhadap bobot rata-rata.

Penyimpangan terbesar terhadap bobot rata-rata yang


Bobot rata-rata
diperbolehkan (%)
18 pil 2 pil
100 – 250 mg
10% 20%
251 – 500 mg
7,5% 15%

Penyimpanan
Sesuai dengan cara penyimpanan tablet dengan memperhatikan sifat zat tambahan yang
digunakan.

III. ALAT DAN BAHAN


 ALAT
- Mortir
- Stamfer
- Sudip
- Timbangan
- Anak timbangan
- Pencetak pil
- Pipet tetes
- Kertas perkamen
- Pot
 BAHAN
- Thiamin HCl
- Succus liq
- Radix liq
- Aqua gliserinata
- Talcum

IV. DATA PREFORMULASI


A. ZAT AKTIF
THIAMINI HYDROCHLORIDUM
Tiamin Hidroklorida

Thiamin monohidroklorida
C12H17CIN4OS.HCl BM 337,27
Thiamin hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102%
C12H17ClN4OS.HCL dihitung terhadap zat anhidra.

Pemerian hablur atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah. Jika bentuk anhidrat
terpapar udara dengan cepat menyerap air lebih kurang 4%. Melebur pada suhu lebih
kurang 2480 disertai peruraian.

Kelarutan Mudah larut dalam air; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol; tidak
larut dalam eter dan dalam benzene.

B. ZAT TAMBAHAN
1. Glycyrrhizae succus (FI III hal 276)
Nama lain Ekstrak akar manis
Pemerian Batang berbentuk silinder atau bongkahan besar, licin agak mengkilap,
hitam coklat, tua, atu serbuk berwarna coklat, bau lemah khas, rasa manis khas
Khasiat Zat tambahan
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

2. Talkum (FI III hal 591)


Pemerian Serbuk hablur, sangat hablur licin, mudah melekat pada kulit, bebas
dari butiran, warna putih atau putih kelabu
Khasiat Zat tambahan
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat

3. Aqua destilata (FI III hal 96)


Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa,
Khasiat : zat tambahan
Penyimpanan : dalam adah tertutup baik

4. Glycerin (FI III hal 271)


Nama resmi Gliserol, gliserin
Pemerian Cairan seperti sirop, jernih tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti
rasa hangat higroskopis. Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk rasa hablur, tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu
mencapai lebih kurang 200
Kelarutan Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) praktis tidak larut
dalam kloroform, dalam eter, dan dalam minyak lemak.

5. Radix

V. TINJAUAN KIMIA ZAT AKTIF


A. Analisi kualitatif (FI V hal 1256)
Identifikasi
Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan pada suhu 105 0 selama 2 jam dan
didispersikan dalam klaium bromida, jika terdapat perbedaan larutkan masing-masing zat uji
baku pembanding dalam air, uapkan sampai kering, ulangi penetapan kadar dengan
menggunakan sisa

B. Penetapan kadar
Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada
Kromatografi <931>

KROMATOGRAFI CAIR (KC)


Kromatografi cair, yang di gunakan dalam Farmakope Indonesia adalah kromatografi cair
tekanan tinggi atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). KC merupakan teknik
pemisahan berdasarkan fase diam berupa padatan dan fase gerak berupa cair.

Fase diam Pemisahan dicapai melalui partisi, adsorpsi, atau proses pertukaran ion tergantung
jenis fase diarah yang diaguanakan.Fase diam umumnya digunakan adalah silika yang di
modifikasi atau butiran polimerik. Butiran dibuat dengan penambahan hidrokarbon rantai
panjang jenis fase diam diperlukan dalam suatu pengujian dinyatakan dalam masing masing
monografi dan ditunjukan oleh tanda “L” (lihat juga bagian kolom kromatografi). ukuran
dalam partikel sering juga disebut dalam monografi.perubahan dalam jenis fase diam dan
ukuran juga diatur dalam kesesuaian sistem.

Kolom Kromatografi Bagian kolom termasuk baja tahan karat, baja tahan karat berlapis
dan kolom polimer diisi dengan fase diam, panjang dan diameter diam dan kolom
mempengaruhi pemisahan, selanjutnya ukuran kolom terdapat masing masing monografi.
perubahan dalam kolom didiskusikan pada bagian kesesuian sistem pada bab ini. lihat bagian
kolom kromatografi. untuk infomsi lebih lanjut.

Fase gerak Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut seperti tertera dalam
masing masing monografi.
Peralatan Kromatografi cair terdiri dari wadah berisih wadah fase gerak. pompa untuk
mendorong fase gerak masuk kedalam sistem dengan tekanan tinggi, injektor untuk
memasukan sampel kedalam fase gerak, kolom kromatografi,detektor,dan perrangkat
pengumpulan data.

Eluasi Gradien perubahan komposisi fase gerak selama proses kromatografi disebut eluasi
gradien atau program pelarut. profil eluasi gardien terdapat dalam masing masing monografi
sebagai tabel gradien, yang mana diatur waktu dan perubahan komposisi fase gerak.

Prosedur:

1. Setimbangkan kolom dan detektor dengan fase gerak dengan laju alir tertentu sampai
tercapai Sampai kondisi konstan.
2. Suntikan sampel melalui injektor,atau gunakan autosampler.
3. Program gradien dimulai.
4. Pekam kromatogram.
5. Analisa kromatogram

VI. TINJAUAN FARMAKOLOGI (Informatorium obat generik hal 205)


Mekanisme kerja : sebagai kofaktor/koenzim dalam siklus asam sitrat
Indikasi : defisiensi vitamin B1
Kontra indikasi : alergi
Dosis : untuk orang sehat (kebutuhan harian)
 Untuk bayi 0-1 tahun : 0,2-0,5 mg/hari
 Anak anak 1-10 tahun : 0,5-1 mg/hari
 Laki-laki >10 tahun : 1,3-1,5 mg/hari
 Wanita >10 tahun : 1,1-1,3 mg/hari
 Wanita hamil : 1,5 mg/hari
 Wanita menyusui : 1,6 mg/hari
 Untuk definisi vit B1 : 5-10 mg/hari 3Xsehari oral, IM, IV
Peringatan : pernah dilaporkan reaksi hipersensitifitas akibat suntikan
Efek samping : alergi
Interaksi : diduga menangkal respon terhadap relaksan otot
Catatan khusus : vit B1 larut dalam air pemberian vit B1 melebihi kebutuhan khusus
adalah mubazir, sisanya akan dikeluarkan dalam urin, tidak ditimbun
dalam tubuh.

VII. FORMULASI NASIONAL


a. Formulasi yang ada dibuku standar (fornas hal 288)
R/ thiamin hcl 50 mg

b. Formulasi yang direncanakan


R/ thiamin hcl 50 mg/pil
Zat pengisi
Mf. Pil No XXX

c. Perhitungan bahan
o Thiamin HCl = 50 mg x 30 = 1500 mg (1,5g)
o Radix liq = 2 x Succus = 2 x 1g = 2 g (karna alasan tertentu radix diambil 1g)
o Succus liq = 2 g/60 pil
30
x2g =1g
60
o Aqua gliserinata qs

d. Cara kerja
 Siapkan dan bersihkan alat
 Timbang semua bahan
 (massa 1) gerus thiamin dan radix dalam mortir yang sama sampai homogen
 (massa 2) gerus succus dimortir yang berbeda
 Campurkan massa 1 dan massa 2 gerus ad homogen
 Tetesi aq gliserinata sampai lembab dan bisa dikempa
 Letakan massa pil diatas papan pil gulung agak memanjang lalu timbang, bagi 2 sama
berat
 Gulung lagi massa pil tersebut sampai tanda batas yang sudah ditandai di papan cetak
pil,
 Taburi massa pil dengan talkum secukupnya
 Tutup papan pil sesuai tanda batas, geser perlahan, sehingga massa pil membentuk
massa bulat kecil kecil
 Bulatkan pil sehingga membentuk bulat sempurna
 Masukan dalam wadah tertutup rapat

e. Evaluasi keseragaman bobot pil (gram)

No. Bobot No. Bobot No. Bobot No. Bobot


1. 0,1317 6. 0,1493 11. 0,1426 16. 0,1483
2. 0,1478 7. 0,1413 12. 0,1464 17. 0,1242
3. 0,1663 8. 0,1271 13. 0,1128 18. 0,1134
4. 0,1384 9. 0,1246 14. 0,1973 19. 0,1297
5. 0,1360 10. 0,1516 15. 0,1890 20. 0,1684

Bobot 20 pil = 2,8862 g


Bobot rata-rata = 0,14431 g

% Penyimpangan : Bobot 1 pil – bobot rata-rata pil x 100%


Bobot rata-rata pil
0,1317−0,14431
1. x 100 % = -8,7 %
0,14431
0,1478−0,14431
2. x 100 % = 2,4 %
0,14431
0,1663−0,14431
3. x 100 % = 15,2 %
0,14431
0,1384−0,14431
4. x 100 % = - 4,09 %
0,14431
0,1360−0,14431
5. x 100 % = - 5,75 %
0,14431
0,1493−0,14431
6. x 100 % = 3,45 %
0,14431
0,1413−0,14431
7. x 100 % = - 2,08 %
0,14431
0,1271−0,14431
8. x 100 % = - 11,9%
0,14431
0,1246−0,14431
9. x 100 % = - 13,5 %
0,14431
0,1516−0,14431
10. x 100 % = 5,05 %
0,14431
0,1426−0,14431
11. x 100 % = - 1,18 %
0,14431
0,1464−0,14431
12. x 100 % = 1,44 %
0,14431
0,1128−0,14431
13. x 100 % = - 21,8 %
0,14431
0,1973−0,14431
14. x 100 % = 36,7 %
0,14431
0,1890−0,14431
15. x 100 % = 30,9%
0,14431
0,1483−0,14431
16. x 100 % = 2,76 %
0,14431
0,1242−0,14431
17. x 100 % = - 13,9%
0,14431
0,1134−0,14431
18. x 100 % = - 21,4 %
0,14431
0,1297−0,14431
19. x 100 % = - 10,1%
0,14431
0,1684−0,14431
20. x 100 % = 16,7%
0,14431

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen


Kesehatan
Departemen Kesehatan

Syamsuni A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC

Formulasi nasional

Anda mungkin juga menyukai