6. PERATURAN ZONASI
6A. Pendahuluan
1
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
6A.1. Latar Belakang
Menurut PP No. 26 th. 2008 tentang RTRWN ps. 1 angka 27 disebutkan bahwa
peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rincian tata ruang.
Peraturan zonasi merupakan hukum rencana tata ruang yang diturunkan dari
undang-undang penataan ruang (UU No 26 th. 2007. Kedudukannya berada pada
bagian pengendalian dalam pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang. Artinya
peraturan zonasi merupakan pelaksana pengendalian penerapan UU No 26 th 2007
tentang penataan ruang ditingkat wilayah (RTRW prof/kab/kota).
Penyebab dibutuhkannya peraturan zonasi ini karena keterbatasan ruang dan
sumber daya alam , selain itu juga karena adanya tuntutan penegakan prinsip
keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik, serta adanya kesadran dan
pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang. Sehingga
terbentuklah undang-undangpenataan ruang dan peraturan zonasi yang membantu
menyukseskannya cita2 ini.
Secara garis besar fungsi praturan zonasi adalah sebagai pedoman pengendali
pemanfaatan ruang 9ps 36 ayat 2) yang melengkapi rencana rinci tata ruang
kabupaten/kota menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan
ruangsehingga pemanfaatan ruangdapat dilakukan sesuai dengan rencana umum
tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Sehingga diharapkan dengan adanya
peraturan zonasi ini, terciptalah ketertiban dalam pembangunan kawasan di setiap
kota sesuai dengan fungsi zonanya.
2
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Sebagai dasar hukum utama penataan ruang, UU no 26 th 2007 memegang
peranan pending dalam menjadi sumber hukum peraturan zonasi. Hal ini turut
mencantumkan ketentuan-ketentuan penyusunan peraturan zonasi sebagai berikut:
Penyusunan peraturan zonasi
- Didasarkan pada RDTR kabupaten/kota dan RTR Kawasan Strategis
kabupaten/kota (ps.14 ayat 3 huruf C)
- Berdasarkan (rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang
(ps.36 ayat 1)
Peraturan zonasi berisi (Penjelasan ps.36. ayat 1):
- Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona
pemanfaatan ruang
- Amplop ruang/ building envelope (KDRH, KDB, KLB, GSB) yang dibatasi oleh
GSB, tinggi bangunan dan sky exposure.
- Penyediaan sarana dan prasarana
- Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman , nyaman,
produktif, dan berkelanjutan, antara lain:
o Keselamatan penerbangan
o Pembangunan pemancar alat komunikasi
o Pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi
3
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Dari gambar diketahui bahwa, fungsi pokok peraturan zonasi adalah perizinan,
insetif dan disinsentif (penambahan dan pengurangan penghasilan), serta
pemberian sanksi bila terjadi pelanggaran.
1. Perizinan
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW dibatalkan oleh
pemerintah / pemerintah daerah (ps.37 ayat 2)
Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan/diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar batal demi hukum (ps 37, ayat 3)
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
RTRW dapat dibatalkan dengan memberikan ganti kerugian yang layak (ps.
37 ayat 6)
4
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Setiap pejabat yang berwewenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang
dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan RTR (ps.37 ayat 7)
2. Insentif/Disinsentif dan ketentuan sanksi
Penerapan insetif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan
skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi (penjelasan ps 38 ayat
1)
3. Sanksi
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 merupakan tindakan
penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Pengenaan sanksi yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi
(penjelasan umum angka 7).
1.3. Kewenangan
5
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Peraturan zonasi bukanlah hal yang baru dalam praktek perencanan kota di
berbagai negara. Bahkan kota-kota di Eropa sudah mengenal peraturan ini sejak
lama, lebih dulu dari kota-kota di Amerika Serikat dan kota-kota di benua lainnya.
Secara umum model peraturan zonasi yang berkembang di berbagai negara dapat
dikelompokkan menjadi 3 model yaitu : floating zoning (Perancis), flexible zoning
dan rigid zoning (Amerika Serikat). Akan tetapi model rigid zoning sudah banyak
ditinggalkan oleh beberapa kota di dunia dan barangkali hanya tinggal sedikit saja
kota yang masih memberlakukannya.
2.1 Zoning di Perancis.
Perancis dapat disebut sebagai pionir dalam penyusunan peraturan zonasi
karena telah memiliki peraturan tersebut sejak zaman Kaisar Napolen III.
Dengan pengalamannya selama beberapa abad, Perancis telah sampai kepada
suatu model peraturan zonasi yang sangat fleksibel, yaitu konsepsi floating
zoning. Tujuan penerapan konsepsi floating zoning adalah untuk dapat
mengantisipasi tuntutan pasar dan perkembangan berbagai kegiatan kota di
masa mendatang yang sangat cepat berubah.
Sistim zonasi di Perancis dikelompokkan ke dalam 2 zona utama, yaitu zona
urban untuk aeral kota yang sudah terbangun dan zona natural untuk areal kota
yang belum terbangun. Zona urban kemudian diklasifikasikan lagi ke dalam
beberapa sub zona, meliputi sub zona pusat kota, sub zona perumahan, sub
zona komersial, sub zona industri, sub zona rekreasi dan sub zona khusus
( mencakup kegiatan militer, stasiun dan gudang perusahaan kereta api SNCF,
Pelabuhan Udara dan Laut, Aerodom dan instalasi enersi ). Sedangkan zona
natural diklassifikan ke dalam sub zona natural alam / ekologi, sub zona natural
preservasi, sub zona natural kegiatan ekonomi dan sub zona natural future
urban area (perluasan kota). Peraturan zonasi pada zona urban diberlakukan
untuk setiap pembangunan baru akibat pembongkaran bangunan lama yang
sudah tua dan rapuh, peremajaan, renovasi dan lain sebagainya.
Konsepsi zona mengambang ( floating zone ) diberlakukan pada sub zona
natural future urban area. Pada sub zona ini berbagai macam kegiatan yang
termasuk ke dalam kategori sub zona urban seperti tersebut di atas bisa
dikembangkan sepanjang usulan dimaksud tidak bertentangan dengan aturan
6
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
yang ada dan tidak menimbulkan dampak yang negatip terhadap lingkungan
sekitarnya. Para pengembang dapat mengajukan usulan pembangunan apa
saja sesuai dengan yang mereka inginkan, kemudian usulan dimaksud akan
dinilai dengan berbagai macam ketentuan dan persyaratan seperti yang
tercantum dalam Reglement de zone (peraturan zonasi).
Pada kategori sub zona urban, peraturan penggunaan hanya mengatur
tentang kegiatan yang dilarang dan kegiatan yang masih diperkenankan dengan
persyaratan yang sangat ketat. Tidak ada aturan tentang kegiatan yang
diperbolehkan, karena jenis-jenis penggunaan akan selalu berkembang ( open
ended ) dan belum dapat diduga sebelumnya. Sebagai contoh misalnya di dunia
entertainment dulu hanya dikenal tempat hiburan malam yang disebut night club,
kemudian belakangan muncul discotheque dan terakhir muncul karaoke. Ketiga
jenis tempat hiburan tersebut memang mempunyai perbedaan yang prinsipil. Night
club biasanya tidak mengizinkan pengunjungnya membawa pasangannya sendiri,
karena disediakan pramuria sebagai teman kencan. Sebaliknya discotheque tidak
menyediakan teman kencan sehingga pengunjung boleh membawa pasangannya
sendiri, baik pacar sendiri, istri sendiri asal bukan istri orang lain. Sedangkan
karaoke membolehkan pengunjung membawa siapa saja mulai dari kakek nenek,
anak dan menantu, cucu dan cicit dan lain-liannya.
Di Indonesia dulu cuma ada warung sembako, warkop dan warteg, kemudian
muncul wartel, muncul lagi warnet, muncul lagi war-games ( warung penyewaan
games play station ). Demikian seterusnya akan bermunculan kegiatan-kegiatan
baru yang belum bisa diprediksi saat ini.
Itulah mengapa dalam peraturan zonasi Perancis tidak ada daftar rincian kegiatan
yang diperbolehkan,dalam peraturan penggunaannya.
Dalam sejarahnya, tujuan penerapan zoning adalah sebagai berikut (Barnat, 1982:
61):
Menentukan standar minimum sinar dan udara untuk jalan yang makin gelap
akibat banyak dan makin tingginya bangunan.
Memisahkan kegiatan yang dianggap tidak sesuai.
7
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Tipe dan tujuan peraturan zoning ini telah berkembang dan ditiru oleh negara-
negara lainnya di dunia saat itu, namun pada tahun 1926 terjadi peristiwa yang
dikenal sebagai bentuk perlawanan terhadap zoning. Kasus ini dimulai karena
adanya perselisihan antara Village of Euclid, Ohio dengan Ambler Reality Co.
(sering disingkat Euclid v, Ambler Euclid Ambler), 272 U.S. 365 (1926). Ambler
keberatan terhadap zoning perumahan, menginginkan sebagai industri , sehingga
akan menghasilkan uang yang jauh lebih banyak . Namun Euclid memenangkannya
dan menjadi preseden terbentuk mendukung pemberlakuan dan penegakan hukum-
hukum zoning. Pada tahun 1926 mahkamah agung menetapkan bahwa zoning
sebagai hak dari negara-negara bagian di USA negara USA (melalui kota-kota dan
country mereka)untuk dikenakan pada pemilik lahan.
8
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Menurut UU No 24 tahun 1992:
9
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Pembatasan pemanfaatan ruang yang menurunkan kualitas fungsi
lingkungan.
Teknik pengaturan zonasi adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang
dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi
10
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Negotiated development
TDR (Transfer of Development Right)
Design/historic preservation
Overlay zone
Floating zone
Flood plain zone
Conditional uses
Growth control
dan teknik lainnya yang dianggap sesuai
Bonus/insentive zoning
Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan (tinggi bangunan, luas
lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan imbalan penyediaan fasilitas
publik (arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur pejalan atau
bawah tanah untuk memisahkan pejalan dan lalu-lintas kendaraan, ruang bongkar-
muat off-street untuk mengurangi kemacetan dll) sesuai dengan ketentuan yang
berlalu.
Kelemahan: teknik ini dapat menyebabkan bengunan berdiri sendiri di tengah plaza,
memutuskan shopping frontage, dll.
Performance zoning
Ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang didasarkan
pada kinerja tertentu yang ditetapkan. Performace zoning harus diikuti dengan
standar kinerja (performance standards) yang mengikat (misalnya tingkat LOS
(Level of Service, Tingkat Pelayanan) jalan minimum, tingkat pencemaran
maksimum, dll).
Fiscal zoning
Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang
berorientasi kepada peningkatan PAD.
Special zoning
11
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik setempat
(universitas, pendidikan, bandar udara) untuk mengurangi konflik antara area ini dan
masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area
tersebut. Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran
lalu-
lintas dan sebagainya).
Exclusionary zoning
Ketentuan/aturan pada satu/beberapa blok peruntukan yang menyebabkan blok
peruntukan tersebut menjadi ekslusif. Ketentuan ini mengandung unsur diskriminasi
(misalnya, penetapan luas persil minimal 5000m2 menyebabkan masyarakat
berpenghasilan rendah tidak dapat tinggal dalam blok tersebut).
Praktek zoning ini diterapkan pada zona yang mempunyai dampak pencegahan
munculnya bangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dan moderat.
Ketentuan ini dimotivasi oleh perhatian pada populasi masyarakat tertentu
dibandingkan kebutuhan perumahan keseluruhan pada wilayah dimana masyarakat
tersebut menjadi bagiannya.
Contract zoning
Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik properti dan komisi
perencana (Dinas Tata Kota atau TKPRD/BKPRD) atau lembaga legislatif (DPRD)
yang dituangkan dalam bentruk kontrak berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata.
Negotiated development
Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi antarstakeholder.
12
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
distrik/kawasan.
Design/historic preservation
Overlay zone
Satu atau beberapa zona yang mengacu kepada satu atau beberapa peraturan
zonasi (misalnya kawasan perumahan di kawasan yang harus dilestarikan akan
merujuk pada aturan perumahan dan aturan pelestarian bangunan/kawasan).
Floating zone
Blok peruntukan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya, dan penetapan
peruntukannya didsarkan pada kecenderungan perubahannya/perkembangannya,
atau sampai ada penelitian mengenai pemanfaatan ruang tersebut yang paling
tepat.
Conditional uses
Growth control
13
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Pengendalian ini dilakukan melalui faktor faktor pertumbuhan seperti pembangunan
sarana dan prasarana melalui penyediaan infrastruktur yang diperlukan, mengelola
faktor ekonomi dan sosial hingga politik
Penerapan Teknik
Teknik pengaturan zonasi yang dipilih diterapkan pada suatu zonasi tertentu di blok
tertentu. Dengan pengaturan zonasi yang cukup baik, maka teknik tersebut dapat
diterapkan untuk suatu zonasi dimanapun letak zona tersebut. Dengan demikin
aturan ini tidak berlaku untuk semua zona yang sejenis.
6C. KESIMPULAN
6C.1. Manfaat, Kelebihan, dan Kelemahan.
Manfaat
1. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai
2. Meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat publik
3. Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat
4. Mendorong pengembangan ekonomi
14
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Kelebihan:
1. Adanya certainity (kepastian), predictability, legatimacy, accountability
Kelemahan:
Tidak ada yang dapat meramalkan keadaan dimasa depan secara rinci, sehingga
banyak permintaanrezoning (karena itu amandemen zoning regulation menjadi
penting).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diambil dari uraian tentang peraturan zonisi diatas adalah, bahwa
peraturan zonasi diturunkan dari peraturan ruang yang tertuang dalam UU no 26 th
2007 dengan berbagai pembahasan mengenai pengertian, fungsi, wewenang, dan
pembagian kekuasaan yang tertuang dalam PP no 26 th 2008 tentang RTRWN,
kepres No 57 th 1989 tentang kriteria kawasan budidaya , dan Kepres no 32 th 1990
tentang pengelolaan kawasan lindung.
Bila diurutkan menurut tingkatan cakupan wilayahnya, peraturan zonasi berada
dibagian bawah (RDTRK) sebelum RTBL, dan setelah RTRWK, RTRWP dan
RTRWN dengan RTRWN berada paling atas.
15
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
Institute Indonesia,2016, Indikasi Arahan Peraturan Zonasi/, Penatan Ruang.com, 8
Juni 2017, http://www, penataan ruang .com/peraturan-zonasi,html
Rumata Nini Apriani, 2010, Tata Ruan, Euforia, 8 Juni 2017, http://euforia-arisam-
blospot.co.id/2010/tata-ruang, html
Wardhono FirI indah, 2014, RDRT, RTBL dan Peraturan Zonasi Dalam Sistem
Perencanaan Tat Ruang Di Indonesia, SlideShare, 8 Juni 2017
https://www.Slishare.net/fitriwardono/rdtr-rtbl-dan=peraturan-zonasi-dalam-sistem-
perencanaan-tata-ruang-di-indonesia
16
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA
17
TPENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH KOTA