Anda di halaman 1dari 35

PEMBAHASAN UJIAN AKHIR SEMESTER III

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Oleh:
ADHITYA SIGIT FANANI
201957049

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020
1. Konsep Kewarganegaraan Berbasis Glokalisasi
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan dalam untuk untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan
bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara serta ketahanan nasional dalam
diri mahasiswa yang sedang mengkaji dan akan menguasai iptek dan seni. Kualitas
kewarganegaraan yang baik tidak hanya didukung oleh kegiatan pendidikan formal
yang dilakukan di dalam dunia pendidikan saja, namun perlu diimplementasikan
dalam kehidupan dalam bermasyarakat secara berkelanjutan dan memenuhi semua
tujuan-tujuan dari pendidikan Kearganegaraan tersebut.
Ilmu kewarganegaraan dipelajari oleh masyarakat agar dapat bernegara dengan
baik dan menjadikan warganegaranya berkualitas. Kewarganegaraan sebagai cover
dalam melindungi suatu kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu bangsa, dimana
kearifan lokal tersebut adalah ciri khas bangsa tersebut. Unsur kewarganegaraan
yang merupakan landasan ideal bagi Bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang
merupakan filter bagi berbagai jenis arus globalisasi yang masuk dan berdampak
dalam mengubah paradigma kewarganegaraan bangsa.
Globalisasi dimaknai dengan suatu kondisi masyarakat yang dapat berhubungan
dengan kondisi masyarakat lain di seluruh dunia, yang mencakup berbagai aspek
kehidupan, seperti ekonomi, tehnologi informasi, budaya dan sebagainya. Bersumber
terjadinya transkulturasi dan perkembangan tehnologi modern yang masuk ke setiap
Negara. Globalisasi yang tengah terjadi di era millenial ini bak 2 sisi mata uang,
dimana memiliki kelebihan dan kekurangan bagi bangsa.
Globalisasi bisa berdampak baik apabila mampu melengkapi kapasitas suatu
bangsa yang masih kurang, misalnya dari segi ekonomi yang awalnya Indonesia
yang hanya mengandalkan komoditas ekspor bahan mentah untuk memperoleh
devisa, kini dengan kemajuan teknologi dalam mengolah bahan mentah menjadi
produk bernilai tambah yang dapat memaksimalkan devisa demi kemakmuran
bangsa. Namun, pada kasus lain, arus globalisasi dapat berdampak kurang baik bagi
budaya bangsa, misalnya adanya infiltrasi budaya luar yang secara tidak langsung
menjajah kebudayaan kita dan masyarakat tidak menyadarinya. Oleh sebab itu, agar
globalisasi yang kita terima tidak berdampak buruk, maka dilakukan persilangan
antara arus globalisasi yang masuk dengan kearifan lokal dan budaya yang ada pada
diri bangsa, dikenal dengan istilah Glokalisasi.
Glokalisasi merupakan akronim dari kata globalisasi dan lokalisasi. Globalisasi
dan lokalisasi merupakan nilai-nilai yang ideal dalam memahami proses globalisasi
serta nilai kedaulatan budaya. Proses kawin silang antara globalisasi dengan nilai-
nilai kearifan lokal suatu budaya merupakan suatu kesepakatan pihak internal dan
eksternal. Kunci kesepakatan glokalisasi adalah:
1. Adanya kerjasama yang baik antara pihak eksternal dan internal sebagai
agen budaya
2. Mampu memberikan timbal balik atau saling menguntungkan
3. Ketegasan saat membuat kesepakatan
4. Integritas dalam mengambil keputusan dalam bermitra secara global
5. Toleransi yang kuat terhadap pengaruh luar
Glokalisasi secara umum adalah penyesuaian produk global dengan karakter
local, digunakan sebagai jargon bisnis untuk menyebut penyesuaian barang atau jasa
terhadap daerah setempat atau kebudayaan tempat mereka jual. Munculnya strategi
glokalisasi merupakan kritik terhadap konsep perdagangan bebas. Produsen
menggunakan strategi glokalisasi dalam menjual produk global atau tidak berasal
dari masyarakat setempat, mendapat respon positif masyarakat setempat, karena
lebih mengena di hati mudah diterima oleh konsumen. Contohnya:
1. Produk-produk makanan dan minuman yang berasal dari luar Indonesia
menggunakan artis local untuk mendapat hati di pasar local.
2. Musik EDM yang dipadukan lagu-lagu daerah
3. Kontruksi bangunan dengan ornamen Rumah Adat
4. Budaya 3S (Senyum, salam dan sapa) saat berkiprah di mancanegara
Glokalisasi sangat efektif dan berdampak besar bagi perusahaan-perusahaan
multinasional, menaikkan omzet 15-20 %.
Glokalisasi salah satu konsep yang ikut berkembang bersama globalisasi.
lokalisasi melibatkan interaksi dari banyak format budaya lokal dan global yang
memimpin heterogenitas dalam kaitan dengan variasi lingkungan budaya. Glokalisasi
dalam wilayah budaya diartikan sebagai munculnya interpretasi produk-produk
global dalam konteks local yang dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai wilayah
dan budaya. Interprestasi local masyarakat tersebut kemudian juga membuka
kemungkinan adanya pergeseran makna atas nilai budaya. Satu cara yang dapat
dilakukan adalah penguatan budaya-budaya lokal.
Teori glokalisasi muncul sebagai alternatif penyelesaian masalah glokalisasi
budaya – budaya Indonesia. Glokalisasi adalah konsep kompleks yang terdiri atas
global dan lokal dalam batas Indonesia dan dunia. Inti dari itu semua adalah
membahas proses glokalisasi yaitu membangun keharmonisan antara yang global dan
lokal, universal dan partikular, persamaan dan perbedaan. Singkatnya, bhinneka
tunggal ika. Ia berpusat pada dialogisme kebudayaan, pelestarian dan perencanaan
kawasan, dan pendidikan. Berdasarkan hasil dialog antar budaya Indonesia,
dikemukakan kearifan lokal Indonesia yang dapat diglobalkan yang mengandung
outstanding universal values.
Contoh perbedaan interprestasi diantaranya:
1. Restoran cepat saji di Amerika atau Eropa yang termasuk Junk food yang
dikonsumsi oleh kelas pekerja atau pelajar, di Indonesia hadir sebagai tempat
elit dan ekslusif. Terlihat adanya perbedaan interprestasi dan cara pandang
berbeda dari masyarakat Indoneia dan Amerika atau Eropa.
2. Bahasa merupakan salah satu medium yang digunakan dalam proses
glokalisasi. Bahasa mampu mendekatkan emosi hingga produk global terasa
local. Tahun 1996 pemerintah mengeluarkan peraturan agar meng-
Indonesiakan istilah–istilah asing.
3. Mendubing film kedalam bahasa Indonesia. Sebuah tayangan telenovela atau
sinetron dari India membuat ibu-ibu di Indonesia setia menonton tidak
berarti ibu-ibu tertarik dengan budaya yang ditampilkan, tetapi karena jalan
cerita yang disuguhkan mengandalkan konflik keseharian manusia, dari
perebutan warisan, perselingkuhan hingga persaingan bisnis.
2. Nilai-nilai Pancasila yang Berkedudukan Sebagai Sumber Hukum Absolut
Pancasila sebagai sumber hukum mutlak merupakan sumber dari segala hukum
yang menjadi rujukan mutlak. Fungsi Pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum mangandung arti bahwa Pancasila berkedudukan sebagai:
1. Ideologi hukum Indonesia,
2. Kumpulan nilai-nilai yang harus berada di belakang keseluruhan hukum
Indonesia,
3. Asas-asas yang harus diikuti sebagai petunjuk dalam mengadakan pilihan
hukum di Indonesia,
4. Sebagai suatu pernyataan dari nilai kejiwaan dan keinginan bangsa
Indonesia, juga dalam hukumnya.
Keberadaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum kemudian
kembali dipertegas dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber
Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1 TAP MPR itu
memuat tiga ayat:
1. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan.
2. Sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan hukum tidak tertulis
3. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945.
Dari Fungsi Pancasila dan Ketetapan MPR tersebut yang memiliki sumber
hukum yang mutlak tersebut merupakan cakupan nilai-nilai dari ke-5 sila yang
merupakan database bagi segala sumber hukum. Dari lima sila tersebut masing –
masing memiliki nilai dan  makna tersendiri.
1. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bertuhan, mengakui adanya Tuhan
sebagai pencipta alam semesta. Bangsa Indonesia telah mengenal yang bersifat
lebih kuasa dari pada manusia secara umumnya mulai dari kepercayaan
Animisme Dinamisme Hindu Buddha hingga datangnya Kristen dan Islam
pada abad 7 sampai 13 hingga saat ini agama di Indonesia berkembang
beberapa agama yang di akui secara hokum yaitu
Islam,Hindu,Buddha,Kristen,Katholik. Indonesia bukan Negara Atheis yang
tidak mengakui adanya tuhan setiap warga Negara Indonesia berhak memilih
agama sesuai dengan keyakinannya masing masing , namun Negara tidak
memiliki hak sedikitpun untuk memengaruhi keyakinan yang ada dalam
masyarakat, kebebasan beragama telah di jamin baik dalam Undang Undang
HAM maupun UUD.
2. Sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berarti sikap atau perasaan menghargai adanya keberadaan orang
lain ,Adil berarti menjalankan suatu hokum atau peraturan bias juga Hak dan
Kewajiban sesuai dengan porsinya ,sebagai rakyat Indonesia yang menjadikan
pancasila sebagai falsafah bangsa maka harus menciptakan rasa kesadaran
untuk senantiasa bersikap adil baik dalam berbangsa ataupun bernegara. Adil
dalam artian bangsa berbuat terhadap sesama warga Negara sesuai dengan
norma hukum yang ada. Adil dalam pengertian Negara maksutnya pemerintah
sebagai wakil rakyat harus menjamin atau melaksanakan atau amanah berupa
kepercayaan yang di berikan untuk menjalankan pemerintahan, baik
pemerintah ataupun masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama untuk
mengamalkan hal terebut.
3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang artinya seluruh wilayah
Indonesia berada dalam satu pemerintahan pusat walaupun masing-masing
daerah memiliki Hak Otonomi atau Hak untuk menjalankan pemerintahannya
namun pemerintahan utama tetap ada di tangan pemerintahan pusat,Indonesia
yang terdiri dari belasan ribu pulau ratusan suku bangsa harus tetap di jaga
kesatuannya supaya tidak terpecah belah, Pancasila ini sebagai media
Pemersatu bangsa karena salah satu isinya yaitu sila persatuan Indonesia ,
Negara Indonesia dapat merdeka karena pendahulu pendahulu kita dapat
bersatu diatas banyaknya pebedaan namun dengan satu tujuan yang sama yaitu
Indonesia merdeka , hasilnya kita bias kita rasakan hingga saat ini, sebagai
generasi penerus sudah selayaknya kita jaga hal tersebut demi persatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Sila keempat: Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
Rakyat Indonesia dalam menyampaikan inspirasinya di wakilkan oleh DPR
ataupun MPR
Tugasnya adalah menyampaikan aspirasi rakyat yang menjadi
perwakilannya,dalam menyelesaikan suatu permasalahan masyarakat Indonesia
mengutamakan cara cara musyawarah dengan prinsip kekeluargaan.
5. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti Negara menjamin Hak Hak sosial rakyatnya yaitu hak
hak an hidup berserikat dan berkumpul persamaan di muka hukum serta hak
dasa lainnya ,Negara dalam UUD pasal 27 ayat 3 menyebutkan bahwasannya
bumi air dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh
Negara dan digunakan untuk ke sejahteraan rakyat.
Jadi sebagai warga Negara yang menggunakan pancasila sebagai falsafah
Negara kita harus senantiasa menjunjung tinggi nilai yang terkandung di dalamnya
termasuk mengamalkan dalam kehidupan sehari –hari berbangsa dan bernegara.
Sebagai suatu dasar negara dan pandangan hidup bagi seluruh rakyat
Indonesia, Pancasila memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri yang
membedakannya dengan ideologi lain yang ada di dunia. Adapun karakteristik yang
terkandung dalam nilai-nilai Pancasila meliputi:

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila pertama mengandung pengakuan atas keberadaan Tuhan sebagai pencipta
alam semesta beserta isinya. Oleh karena itu sebagai manusia yang beriman,
kita harus meyakini adanya Tuhan yang diwujudkan dalam ketaatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan jalan menjalankan segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya.
2. Sila Kedua: Kemanusian Yang Adil Dan Beradab
Sila kedua mengandung rumusan sifat keseluruhan budi manusia Indonesia
yang mengakui kedudukan manusia yang sederajat dan sama, serta mempunyai
hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara yang dijamin oleh negara.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Sila ketiga merupakan perwujudan dari apaham kebangsaan Indoensia sebagai
suatu persatuan yang akan mengatasi paham perseorangan, golongan, suku
bangsa, serta mendahulukan persatuan dan kesatuan bangsa agar tidak mudah
terpecah-belah oleh sebab apapun.
4. Sila Keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan
Sila keempat merupakan sendi utama pelaksanaan demokrasi di Indonesia
berdasarkan atas asas musyawarah dan kekeluargaan.
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima merupakan salah satu tujuan negara yang hendak mewujudkan tata
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
3. Fungsi Norma yang Mengikat dan Memaksa Terhadap Hubungan Anak dan
Orang Tua
Norma yang bersifat mengikat dan memaksa yang berlaku di Indonesia adalah
norma hukum. Norma hukum adalah berbagai macam jenis-jenis peraturan
daerah yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang untuk mengatur
warganya. Dalam pelaksanaannya, negara mempunyai aparat hukum seperti polisi,
jaksa dan hakim yang bertugas untuk menegakkan macam-macam peraturan
perundang-undangan yang sudah dibuat. Norma hukum bersifat mengikat artinya
segala macam peraturan yang ada didalam norma hukum berlaku kepada setiap
orang atau masyarakat dan memaksa artinya segala macam peraturan hukum yang
telah dibuat harus dipatuhi oleh siap pun juga. Norma hukum bersifat memaksa
artinya harus mengikuti aturan yang telah dibuat oleh undang-undang. Atau yang
telah dibuat oleh ketua adat dan hal ini juga berlaku bagi setiap anggota
masyarakat.
Salah satu implementasi norma yang bersifat mengikat dan memaksa adalah
norma yang mengatur hubungan anak dan orang tua. Norma-norma tersebut terikat
dalam suatu konstitusi negara RI, yaitu:
1. UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Suatu bangsa dalam membangun dan mengurus rumah tangganya harus
mampu membentuk dan membina suatu tata penghidupan serta
kepribadiannya. Usaha ini merupakan suatu usaha yang terus menerus, dari
generasi ke generasi.
Untuk menjamin usaha tersebut, perlu setiap generasi dibekali oleh
generasi yang terdahulu dengan kehendak, kesediaan, dan kemampuan serta
ketrampilan untuk melaksanakan tugas itu. Hal ini hanya akan dapat
tercapai bila generasi muda selaku generasi penerus mampu memiliki dan
menghayati falsafah hidup bangsa. Untuk itu perlu diusahakan agar generasi
muda memiliki pola perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat.
Guna mencapai maksud tersebut diperlukan usaha-usaha pembinaan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan anak. Bagi bangsa Indonesia
Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar tata masyarakat. Karena
itu, usaha-usaha untuk memelihara, membina, dan meningkatkan
kesejahteraan anak haruslah didasarkan falsafah Pancasila dengan maksud
untuk menjamin kelangsungan hidup dan kepribadian bangsa.
Oleh karena anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial belum
memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban bagi
generasi yang terdahulu untuk menjamin, memelihara, dan mengamankan
kepentingan anak itu. Pemeliharaan, jaminan dan pengamanan kepentingan
ini selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya di bawah
pengawasan dan bimbingan Negara, dan bilamana perlu, oleh Negara
sendiri. Karena kewajiban inilah, maka yang bertanggungjawab atas asuhan
anak wajib pula melindunginya dari gangguan-gangguan yang datang dari
luar maupun dari anak itu sendiri.
Asuhan anak, pertama-tama dan terutama menjadi kewajiban dan
tanggungjawab orang tua di lingkungan keluarga; akan tetapi, demi untuk
kepentingan kelangsungan tata sosial maupun untuk kepentingan anak itu
sendiri, perlu ada pihak yang melindunginya.
Apabila orang tua anak itu sudah tidak ada, tidak diketahui adanya, atau
nyata-nyata tidak mampu untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, maka
dapatlah pihak lain, baik karena kehendak sendiri maupun karena ketentuan
hukum, diserahi hak dan kewajiban itu. Bilamana memang tidak ada pihak-
pihak yang dapat melaksanakannya maka pelaksanaan hak dan kewajiban
itu menjadi tanggungjawab Negara.
Adapun aturan bagi orang tua yang menelantarkan anaknya dapat dijerat
dengan salah satu pasal pada UU No 23 tahun 2013 Tentang Perlindungan
anak yang menyatakan:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan :
a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami
kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi
sosialnya; atau
b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami
sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, c. dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dari aturan tersebut membuktikan bahwa aturan tersebut bersifat
mengikat dan memaksa, yang artinya berlaku bagi orang tua dengan
kewajiban mengasuh anak di lingkungan keluarga, dan orang tua harus
menyanggupi hal tersebut karena jika dilanggar, orang tua yang tidak
mengasuh anak atau menelantarkan anaknya begitu saja, maka ada
konsekuensi yang didapatkan orang tua, yaitu bagi yang terbukti maka akan
diproses di pengadilan dan di beri hukuman dengan merujuk pada jerat pasal
UU tersebut.
2. UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Mengatakan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut
Lingkup rumah tangga ini meliputi:
a. Suami, istri, dan anak;
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf “a” karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
Jika orang tua tersebut tinggal dengan si anak, maka orang tua tersebut
termasuk dalam lingkup rumah tangga.
Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah
tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT
berdasarkan Pasal 49 huruf a UU PKDRT adalah pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
Dari aturan tersebut membuktikan bahwa aturan tersebut bersifat
mengikat dan memaksa, yang artinya berlaku bagi orang tua dengan
kewajiban mengasuh anak di lingkungan keluarga, dan orang tua harus
menyanggupi hal tersebut karena jika dilanggar, orang tua yang tidak
mengasuh anak atau menelantarkan anaknya begitu saja, maka ada
konsekuensi yang didapatkan orang tua, yaitu bagi yang terbukti maka akan
diproses di pengadilan dan di beri hukuman dengan merujuk pada jerat pasal
UU tersebut.
4. Fungsi Norma yang Mengikat dan Memaksa terhadap Hubungan Anak
dan Orang Tua terkait Konstitusi Dipandang dari Konteks Hak dan
Kewajiban Warga Negara yang Seimbang.

Hampir seluruh umat manusia saat ini hidup ditengah-tengah kehidupan


beradab yang dibatasi oleh aturan-aturan atau norma-norma yang ‘harus’ ditaati,
namun pada dasarnya setiap manusia adalah makhluk yang bebas. Dengan
kemampuan pikiran dan didorong oleh hasratnya, seorang manusia bisa menjadi
dan melakukan apa saja sesuai kehendaknya. Seorang manusia tidak harus
memiliki keterikatan terhadap sesuatu yang bersifat sosial. Manusia bebas
memilih jalan hidupnya sendiri. Justru pengaruh-pengaruh sosial yang seringkali
menjadi penghalang bagi seorang manusia memenuhi jalan hidup pilihannya.
Manusia dikatakan mahluk sosial yaitu mahluk yang di dalam hidupnya
tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan
mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk
berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need)
untuk hidup berkelompok dengan orang lain.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia membutuhkan orang
lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi. Bersosialisasi
disini berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya
maksudnya tiap manusia saling membutuhkan satu sama lainnya untuk
bersosialisasi dan berinteraksi. Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial
yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat
tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan
lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya
demi kelangsungan hidup sejenisnya. Namun potensi yang ada dalam diri
manusia itu hanya mungkin berkembang bila ia hidup dan belajar di tengah-
tengah manusia. Untuk bisa berjalan saja manusia harus belajar dari manusia
lainnya.
Potensi yang ada dalam diri manusia mampu dikembangkan apabila ada
keseimbangan Hak dan Kewajiban dari manusia tersebut. Hak dan Kewajiban
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan
karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki
hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada
kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam
menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat
tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi
seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka
berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka
tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak
ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan
cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus
tahu hak dan kewajibannya. Terkait dengan pernyataan tersebut, manusia
mampu mandiri, bersaing, berintegritas dan lain-lain berawal dari hak dan
kewajiban orang tua dalam merawatnya sejak kecil. Telah dijelaskan pada
konstitusi UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, bahwa Asuhan
anak, pertama-tama dan terutama menjadi kewajiban dan tanggungjawab orang
tua di lingkungan keluarga; akan tetapi, demi untuk kepentingan kelangsungan
tata sosial maupun untuk kepentingan anak itu sendiri, perlu ada pihak yang
melindunginya.
Namun karena norma hukum tersebut yang bersifat mengikat seluruh
orang tua dan memaksa orang tua untuk mengasuh anak, dan apabila orang tua
melanggar tentu ada norma lain yang akan menjadi konsekuensinya, yaitu UU
No 23 tahun 2013 Tentang Perlindungan anak yang akan menjerat orang tua
tersebut ke ranah hukum.
Saat anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, maka anak harus
memiliki timbal balik untuk gantian merawat orang tuannnya yang sudah renta
yang sama seperti pertama kali dia diasuh orang tuanya. Aturan yang mengikat
dan memaksa, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Mengatakan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut
Lingkup rumah tangga ini meliputi:
a. Suami, istri, dan anak;
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf “a” karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
Jika orang tua tersebut tinggal dengan si anak, maka orang tua tersebut
termasuk dalam lingkup rumah tangga.
Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah
tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT
berdasarkan Pasal 49 huruf a UU PKDRT adalah pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
Dapat disimpulkan bahwa Konstitusi yang berupa aturan mengikat dan
memaksa bermaksud baik dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban warga
negara. Konstitusi mengikat untuk semua yang bersangkutan dan memaksa
agar dilaksanakan Apabila kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anaknya
terpenuhi, maka anak akan memenuhi kewajibannya untuk memnuhi hak orang
tuanya untuk dirawat saat usia senja. Dengan didikan, asuhan dan perawatan
orang tua yang berkualitas untuk anaknya pasti anak akan menjadi berkualitas
juga. Anak yang berkualitas pasti memiliki integritas, kemandirian dan
karakter yang terpuji, sehingga dengan demikian anak dapat berkontribusi
dalam memajukan bangsa menjadi bangsa yang lebih maju, bermartabat dan
seimbang. Orang tuapun senang sehingga semuanya akan harmonis.
5. HAM yang Tidak Mutlak Saat Berinteraksi dengan Manusia Lain
Awalnya Hak Asasi Manusia diberikan untuk melindungi manusia secara
individualis. Manusia pada dasarnya memiliki watak egois. Pada dasarnya
manusia itu merupakan makhluk yang egois. Ini sudah dijelaskan oleh berbagai
ilmu pengetahuan, yang antara lain:
1. Berdasarkan ilmu Perkembangan, sifat egois sudah ada dari kita masih
balita yaitu egocentrism. Egocentrism adalah tingkah laku anak yang tidak
dapat menempatkan dirinya di posisi orang lain. Misalnya: Ingin selalu
diperhatikan, pendapatnya harus bisa diterima, mengharap orang lain
memahami dirinya padahal dirinya tidak pernah mau memahami orang lain.
2. Berdasarkan ilmu Antropologi, setiap manusia memang bersifat
antroposentris, yakni melakukan sesuatu yang didasarkan pada kepentingan
dirinya. Misalnya: Orang melakukan sesuatu karena ingin memenuhi
kebutuhan dan memuaskan diri dengan apa yang disukai. Dia berhubungan
dengan orang lain untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginannya.
Manusia disebut makhluk sosial adalah karena sama-sama tidak bisa
memenuhi kebutuhannya sendiri, tapi membutuhkan orang lain.
3. Menurut Sigmund Freud manusia memiliki struktur kepribadian yang dibagi
menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego.
a. Id adalah keinginan paling liar yang dimiliki setiap orang
(makan, minum, sex).
b. Superego adalah norma-norma di luar diri kita.
c. Ego adalah diri kita yang bersifat memutuskan, apakah kita lebih
memilih id atau ego dan bagaimana id bisa terpuaskan dengan
tetap memperhitungkan superego.
Ketika seseorang terlalu mementingkan id-nya, maka orang tersebut
menjadi orang yg menghalalkan segala cara demi memenuhi kebutuhannya.
Frued menyebut orang seperti ini sebagai idish dan kita biasa menyebutnya
egois.
Namun sifat HAM yang mutlak dalam melindungi manusia secara
individualis sudah tidak relevan lagi manakala sudah berinteraksi dengan orang
lain. Hal ini disebabkan dari sifat manusia yang tidak pernah puas dan merasa
cepat bosan dalam menjalani hidup. Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial
membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk
bersosialisasi. Bersosialisasi disini berarti membutuhkan lingkungan sosial
sebagai salah satu habitatnya maksudnya tiap manusia saling membutuhkan satu
sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Manusia pun berlaku sebagai
makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan
dan tempat tinggalnya.
Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan
lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya
demi kelangsungan hidup sejenisnya. Namun potensi yang ada dalam diri
manusia itu hanya mungkinberkembang bila ia hidup dan belajar di tengah-
tengah manusia. Untuk bisa berjalan saja manusia harus belajar dari manusia
lainnya. Dalam hal ini,dapat dikaitkan HAM sudah tidak absolut lagi dengan
berbagai komparasi berikut:
1. Hubungan Anak dengan Orang Tua
Anak dengan orang tua memiliki hubungan timbal balik saling asuh dengan
dimensi waktu berbeda. Anak dan orang tua saling membutuhkan. Anak
membutuhkan kasih sayang, perawatan dan pendidikan hingga anak menjadi
mandiri dan berkualitas, sedangkan orang tua mengharapkan agar anaknya
menjadi sukses dan suatu saat bisa membahagiakan orang tua, dari sinilah
Fungsi HAM untuk melindungi interaksi anak dan orang tua tersebut agar
terciptanya keharmonisan dalam keluarga.
2. Hubungan antar teman
Ketika seorang menjadi individualis, ia yakin dapat menjalani kehidupan
dengan kemampuannya sendiri. Misalnya saat sudah ditinggal kedua orang
tua ke surga, seorang anak harus bisa beradaptasi dengan lingkungan serba
kekurangan dari ketergantungan orang tua. Terkadang tidak semua hal dapat
memenuhi kepuasan dalam hidupnya. Saat dihadapi oleh cobaan tersebut
tentu orang tersebut akan merasa bahwa ada yang kurang dan tidak tenang.
Dengan begitu, akhirnya ia mencari seorang teman yang akan menemaninya
dan membantunya bila terjadi kesusahan. Sehingga HAM yang bersifat
match and link satu orang dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
3. Hubungan individu dengan kelompok
Hubungan antar individu telah menciptakan suatu kekuatan untuk
memcahkan permasalahan demi mencapai tujuan bersama. Adakalanya
manusia menjadi tertantang akan permasalahan yang lebih kompleks lagi,
dan melihat kapasitasnya sebagai individu yang kurang bersaing, maka perlu
menjalin hubungan yang lebih banyak dengan kelompok sosial lain untuk
memecahkan suatu masalah yang lebih kompleks dengan mudah. Dengan
demikian HAM berfungsi menyatukan kekuatan individu dan kelompok
dalam memecahakan permasalahan yang semakin rumit.
4. Hubungan kelompok dengan negara
Tergabung dalam suatu organisasi adalah salah satu budaya demokrasi yang
baik. Hak Asasi Manusia juga melindungi kebebasan organisasi tersebut.
Suatu organisasi tentu ingin maju, namun melihat kapasitasnya yang kurang
dan dibatasi oleh aturan yang dibuat oleh pmerintah sebagai penyelenggara
negara. Dengan kapasitan dan batasan tersebut, suatu organisasi dapat
menjalin hubungan yang baik oleh pemerintah karena organisasi juga ingin
menunutk keadilan dari pemerintah dalam memajukan suatu negara.
Sehingga pada tahap yang luas ini, fungsi HAM tidak lagi absolut yang
hanya melindungi manusia secara individu, namun telah menjadi suatu
norma yang wajib ditaati oleh elemen masyarakat, dan secara tidak langsung,
implementasi HAM yang baik dapat memperkuat kualitas sosial dan kualitas
masyarakatnya.
6. Konsep Otonomi Daerah Berorientasi Kesejahteraan Masyarakat
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor manusia
sebagai pelaksana, faktor keuangan daerah, faktor peralatan dan faktor
organisasi/manajemen. Faktor manusia sebagai pelaksana seperti kepala daerah,
DPRD, partisipasi masyarakat. Faktor keungan daerah seperti pajak daerah,
retribusi daerah, perusahaan daerah dan dinas daerah dan pendapatan lainnya.
Faktor peralatan adalah peralatan atau alat yang digunakan untuk memperlancar
atau mempermudah pekerjaan atau gerak aktivitas pemerintah daerah. Faktor
organisasi/manajemen; organisasi adalah sebagai sistem kerja sama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan bersama. Desentralisasi yaitu pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah kepada pemerintah daerah. Untuk
itu kewenangan pemerintah pusat adalah mencakup semua kewenangan pemerintah
sebagai akibat pelimpahan dari rakyat. Pemerintah harus diselenggarakan secara
tesentralisasi, maka sebagian yang lain kewenangan tersebut harus diserahkan
kepada daerah. Sesuai dengan pasal 7 UU No 22 Tahun 1999, pemerintah pusat
hanya memiliki kewenangan di bidang:
1. Politik luar negeri
2. Pertahanan dan keamanan
3. Peradilan
4. Moneter dan fiscal
5. Agama
6. Kewenangan lain yaitu perencanaan dan pengendalian nasional, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi dan lembaga perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan SDM, pendayagunaan SDM serta
tekhnologi tinggi dan strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
Dalam UU No.32/2004 Pasal 10 ayat 3, pemerintah pusat mempunyai
kewenangan yang sama yaitu bidang:
1. Politik luar negeri
2. Pertahanan
3. Keamanan
4. Yustisi
5. Moneter dan fiskal nasional
6. Agama
Otonomi daerah dijalankan demi tercapainya kemandirian suatu daerah
agar tidak tergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah yang ada di tiap-tiap
daerah membuat suatu konstitusi administratif yang akan menjalankan roda
pemerintahan daerah tersebut. Karakteristik otonomi daerah yang terbentuk
ibarat suatu hidangan yang dibuat oleh kerjasama pemerintah daerah akan
disajikan kepada masyarakat. Sebagai negara berazas demokrasi, masyarakat
yang akan menilai seberapa besar kebermanfaatan dari otonomi daerah yang
dibuat, apakah membuat masyarakat sejahtera atau belum, apakah sudah adil dan
sebagainya.
Pemerintah selaku pelaksana otonomi daerah mengharapkan agar dapat
berjalan lancara dan menyejahterakan masyarakat. Namun pada realitanya,
otonomi daerah masih belum mampu menyejahterakan masyarakat, salah
satunya permasalahan izin pendirian pabrik semen di wilayah pegunungan
kendeng Pati oleh Pemkab Pati yang menuai penolakan oleh warga sekitar.
Warga khawatir apabila pabrik semen berdiri maka akan merusak ekosistem
lingkungan disekitarnya. Misalnya saja ketersediaan air yang melimpah akan
berkurang.
Pegunungan Kendeng di utara Jawa Tengah ini, kini terancam eksploitasi
karst atau kapur  oleh para pebisnis pertambangan semen. Eksploitasi ini
dilakukan di beberapa wilayah, di Kabupaten Pati eksploitasi dilakukan PT.
Sahabat Mulia Sakti (PT. Indocement). Akibat dari eksploitasi karst yang
berlebihan menyebabkan bukit-bukit rawan longsor dan menyebabkan terjadinya
bencana bajir yang semakin parah. Aksi penolakan ini dikompori oleh beberapa
ormas, salah satunya Aliansi Masyarakat Peduli Pegunungan Kendheng
(JMPPK), yang membentuk Suatu Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) untuk
menuntut cabut izin pendirian pabrik di pegunungan kendeng wilayah Pati.
Masyarakat yang berdomisili di daerah tersebut juga khawatir sumber
pendapatan dari alam Pegunungan Kendeng akan hilang karena pendirian pabrik
semen secara masif membutuhkan material dan lahan yang besar, sehingga
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani terancam kehilangan
sumber nafkah. Selain masyarakat yang menolak pendirian pabrik semen
tersebut, tidak sedikit pula masyarakat yang setuju dengan pendirian pabrik
semen tersebut. Masyarakat yang pro mendukung pendirian pabrik semen
tersebut beralasan jika pabrik tersebut jadi didirikan maka akan menyerap
banyak tenaga kerja yang akan bekerja disana. Selain itu, harapan masyarakat
yang pro terhadap pendirian pabrik semen tersebut adalah akan memperoleh
kesejahteraan yang lebih dengan kontribusi dari investor tersebut.
Sebenarnya, konstitusi daerah dalam memberikan izin pendirian pabrik
semen adalah agar daerah tersebut mampu memaksimalkan pendapatannya demi
kesejahteraan masyarakatnya. Pihak pemkab sebagai pelaksana otonomi daerah
juga diutus oleh pemerintah pusat, dengan alasan pabrik semen yang berdiri ini
dapat menambah produksi semen untuk pembangunan infrastruktur menjadi
lebih baik. Infrastruktur yang baik mendorong kelancaran arus barang dan jasa,
sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas. Masalah pendirian pabrik
semen yang akan merusak alam dan emnghilangkan sumber nafkah dari warga
setempat telah ditepis oleh pemerintah daeran Pati. Pemkab telah memastikan
dan berkoordinasi dengan PT. Sahabat Mulia Sakti bahwa pabrik yang akan
didirikan tetap menjaga ekosistem tetap lestari dan tidak akan merusak
lingkungan. Investor berujar bahwa pabrik yang didirikan akan memiliki desain
yang ramah terhadap lingkungan. Selain itu, investor juga menjanjikan kepada
masyarakat sekitar untuk memberikan prioritas kesejahteraan dapat menjadi
bagian dari pabrik tersebut (menjadi karyawan).
Memang suatu otonomi daerah terkadang pahit saat diawal. Banyak
penolakan, demonstrasi serta gugatan pengadilan yang datang. Dalam mengatasi
sesuatu hal yang tidak diinginkan perlu adanya kepercayaan dan transparansi
antara masyarakat dengan pelaksana otonomi daerah, serta investor agar
semuanya jelas, dan saat pembangunan tidak ada lagi yang keberatan. Sehingga
pabrik semen dapat didirakan demi menunjang infrastruktur yang
menyejahterakan.
7. Geopolitik dan Geostrategis Gusjigang
Geopolitik merupakan sistem politik atau peraturan yang berwujud
kebijaksanaan dan strategi nasional berdasarkan dorongan dari aspirasi nasional
geografik yang memiliki dampak secara langsung ketika kebijakan tersebut
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Geopolitik memiliki hubungan yang erat
dengan aspek geografi sosial dimana segala sesuatu dikaitkan dengan karakteristik
geografi suatu negara.
Sebagai salah satu contoh yaitu kedudukan manusia di Bumi sebagai khalifah
memiliki tiga hubungan yaitu manusia dengan tuhan, antar manusia dan manusia
dengan mahluk disekitarnya. Selain itu manusia melaksanakan tugas atau
kegiatannya dengan dua bidang , yakni bidang filosofis dan bidang universal.
Dengan keadaan negara Indonesia sebagai negara kepulauan, membuat Indonesia
memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatannnya yaitu posisi geografis yang
strategi dan kekayaan SDA , sementara kelemahannya yaitu dengan
keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dan terbilang cukup sulit.
Dalam menyelenggarakan negara Indonesia untuk mencapai berbagai tujuan
negara, Indonesia harus memiliki prinsip-prinsip dasar sebagi pedoman agar tidak
mudah terombang-ambing dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional
tersebut. Dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia yaitu
unsur ruang yang kini berkembang tidak saja secar fisik geografis, melainkan dalam
pengertian secara keseluruhannya.
Pandangan geopolitik indonesia didasarkan pada nilai ketuhanan dan
kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang dalam pembukaan UUD
1945. Dalam hubungan internasional , bangsa Indonesia berpijak pada paham
kebangsaan yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dan menolak faham
Chauvinisme.
Strategi politik yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang
ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Karena strategi merupakan upaya
pelaksanaan, maka strategi merupakan seni yang implementasinya didasarkan pada
intuisi, perasaan dan hasil pengamalan. Sebagai contoh adalah pertimbangan
geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia dalam berbagai aspek lain (selain
geografis) seperti demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Geostrategi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mencapai cita-
cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang terarah. Bagi bangsa Indonesia
geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Guna mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional
yang telahdiamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 diperlukan suatu rumusan
strategi yangdianggap mampu menciptakan masa depan yang aman dan sejahtera.
Geostrategi Indonesia dirumuskan bukan untuk kepentingan politik menguasai
bangsa lain atau perang, tetapi sebagai kondisi, metode, dan doktrin untuk
mengembangkan potensi kekuatan nasional di dalam melaksanakan pembangunan
nasional guna merealisasikan amanat Pembukaan UUD 1945 di dalam mewujudkan
cita-cita proklamasi bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur; serta mewujudkan tujuan nasional: melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadailan sosial.
Salah satu konsep geopolitik dan geostrategi yang diterapkan di Indonesia
adalah konsep Gus jigang (Bagus, Rajin Mengaji dan Berdagang) oleh Pemerintah
Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Kudus itu unik. Di awal abad ke-16, dimana rend
dunia ditandai dengan perebutan kekuasaan atas nama keturunan raja atau agama,
Kudus justru dibangun di atas fondasi kebersamaan, multi etnis dan multi religi. Di
seantero jagad Nusantara tidak ditemukan sebuah situs purbakala yang secara
vulgar mengusung pluralisme dan semangat toleransi, sebagaimana di Kudus.
Untuk bisa disebut sebagai wong Kudus, seseorang harus memiliki perilaku dan
penampilan yang bagus, bagus rupa dan bagus laku. Begitu seseorang buruk
lakunya, tentu akan berakibat panjang, paling tidak akan mengurangi kepercayaan
orang lain terhadap dirinya, dan pada gilirannya akan merugikan usaha dagangnya. 
Orang yang bagus perilakunya disebut saleh. Kesalehan seseorang
disimbolisasikan dengan kaji. Mengapa kaji? Karena haji adalah simbol spiritualitas
seseorang yang sudah melewati berbagai tahapan sebelumnya, seperti syahadat,
shalat, puasa dan zakat. Dan tentu saja secara ekonomi seorang kaji sudah masuk
kategori mampu, karena ongkos naik haji terbilang tidak murah, sehingga status
kaji identik dengan identitas pengusaha. 
Sementara dagang merupakan karakter khas yang hendak dibangun oleh Sayyid
Ja’far Shadiq. Bisnis perdagangan yang hendak ditradisikan oleh Sayyid Ja’far
Shadiq adalah perdagangan yang jujur: jika berbicara tidak bohong, jika berjanji
tidak mengingkari, jika dipercaya tidak berkhianat, jika membeli tidak mencela,
jika menjual tidak memuji, jika berhutang tidak lalai, dan jika punya piutang tidak
mempersulit.
Konsep Gusjigang dalam strategi politik memang menjadi rujukan masyarakat
kabupaten kudus dalam memilih pemimpin yang sama-sama berprinsip Gusjigang.
Namun pada kenyataanya, konsep gusjigang yang diterapkan tidak mutlak
konsisten dengan apa yang diharapkan. Dari beberapa berita yang tersiar seringkali
konsep Gus atau bagus hanya dilihat dari penampilannya, namun dari integritasnya
belum mencerminkan perilaku yang bagus, misalnya kasus suap yang menimpa
Bupati Kudus tahun lalu karena jual beli jabatan. Rakyat menjadi kecewa karena
konsep gusjigang tidak bisa konsisten menjadi rujukan masyarakat kudus
dalammemilih pemimpin.
Namun Konsep Gusjigang telah dibumikan dengan baik dengan banyaknya
para pengusaha yang sukses mendirikan usahanya, misalnya saya orang terkaya di
Indonesia yang mendirikan pabrik rokok Djarum, berkat semangatnya dalam
berdagang bisa menjadi orang yang sukses dalam berdagang. Selain itu, akhlak
masyarakat kudus jugamulia, dibuktikan dengan pondok pesantren yang
memberikan ilmu agama yang mendalam,s ehingga dengan pendekatan spiritual di
pondok peantren tidak hanya mencetak manusia berintegritas, namun juga religius.
Selain itu konsep Gusjigang ini tercermin dari sedikitnya kemaksiatan yang ada di
Kabupaten Kudus daripada daerah lain di sekitarnya. Di Kudus sama sekali tidak
ada tempat hiburan seperti karaoke yang memberikan kemaslahatan. Konsep ini
diterapkan oleh penegak hukum di Kudus yang baik dalam menutup hiburan-
hiburan malam yang menciptakan kemaksiatan.
8. Multikulturalisme dan Identitas Nasional
Identitas nasional menjadi ciri khas dari suatu negara sehingga menjadi
pembeda antara negara satu dengan negara yang lain. Identitas Nasional adalah
pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai
Ideologi negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukumyang
berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai Dasar Negara yang merupakan
norma peraturan yang harus dijunjung tinggi oleh semua warga ,egara tanpa kecuali
“rule of law” yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga negara, demokrasi
serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia. atau juga
Istilah Identitas Nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara filosofismembedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Jati diri nasional
suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain, disebabkan:
1. Perbedaan latar belakang sejarah
2. Kebudayaan
3. Geografi

Identitas nasional menunjukkan ciri suatu bangsa yang majemuk dan plural.
Kemajemukan itu terbentuk dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu suku
bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa.

1. Suku Bangsa. Dilihat dari populasi suku bangsa Indonesia saat ini
diperkirakan lebih dari 210 juta orang. Suku yang terbanyak ialah suku Jawa
dan Melayu. Lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah suku jawa, hal
ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Sisanya adalah
suku Makasar-Bugis (3,68%), Batak (2,04 %), Bali (1,88%), Aceh (1,44%).
Etnis seperti Tionghoa diperkirakan 2,8 %. Suku Dayak dan suku-suku
lainnya dapat dilihat pada suatu wilayah tertentu.
2. Agama. Islam, Katolik, Hindu, Bhuda dan Kong Hu Cu adalah agama yang
berkembang di Indonesia. Islam adalah agama yang paling banyak dianut
oleh masyarakat, yang dikenal dengan masyarakat agamis. Oleh karena itu
Indonesia adalah Negara multi agama, tidak heran Indonesia rawan terhadap
konflik agama dan disintegrasi bangsa.
3. Kebudayaan. Samalah halnya dengan agama, kebudayaan di Indonesia
dijadikan pedoman dan patokan dalam bertindak. Kebudayaan merupakan
patokan nilai-nilai etika dan moral, baik yang bersifat ideal maupun yang
operasional.
4. Bahasa. Sejak sumpah pemuda tahun 1928 diproklamerkan. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan. Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang dikembangkan dari bahasa melayu dan menjadi bahasa
penghubung. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, bahasa Indonesia
menjadi bahasa Nasional.
Untuk menghindari perbedaan pertentangan maka dibentuk satu sistem yang
selaras (harmonis). Istilah ini dikenal di Indonesia adalah integrasi. Hal ini
diperlukan untuk keadilan, kesatuan dan persatuan pemerintah, tidak membedakan
ras, suku, agama dan bahasa. Keadilan kesatuan dan persatuan yang dibina adalah
untuk stabilitas politik, demi tercapainya Negara yang aman makmur dan tentram.
Konsep bhineka tunggal ika dirumuskan berdasarkan realitas sosio-kultural
masyarakat Indonesia.
1. Kesadaran untuk membangun masyarakat baru di atas unsurunsur etnisitas,
keagamaan, dan kedaerahan, sesungguhnya sudah berlangsung lama.
2. Berbagai pengalaman sejarah telah dialami bangsa Indonesia. Proses
pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia-pun telah lama
berlangsung. –
3. Simbolisasi historis dan sosio cultural “Bhineka Tunggal Ika” pada
dasarnya merupakan simbol dan identitas yang berakar dari sejarah dan
realitas sosial masyarakat Indonesia.
Telah lama dipahami bahwa struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh-oleh ciri
utama:
Pertama, secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan bahwa kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat dan kedaerahan.
Kedua, secara vertical, Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya
perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya konflik antar etnis diberbagai kelompok
masyarakat dunia (bersifat mondial)- menurut Stephen Ryan.
1. Pertama : berakhirnya perang dingin disatu sisi membawa dampak Positif,
tetapi disisi lain mendorong konflik antar etnis dibanyak Negara ketiga.
2. Kedua : Pembangunan ekonomi yang tidak merata dalam suatu Negara
terdiri dari masyarakat mejemuk diyakini pula telah mendorong terjadinya
konflik etnis.
3. Ketiga : Permasalahan yang dialami oleh Negara sedang berkembang tidak
selalu menyangkut masalah ekonomi, tetapi lebih dari itu, juga kemampuan
membangun kesadaran kebangsaan sebagai suatu Negara-bangsa yang
bersatu.
Dalam ke-Bhineka-an, persoalan penting yang dihadapi bangsa Indonesia
adalah integrasi nasional. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi
sosial dan pluralisme. Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih
kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau yang bertentangan, agar
dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Cara
penanggulangan konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur-unsur
kebudayaan baru dan lama. Integrasi nasional merupakan penyatuan bagian-bagian
yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau
memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu
bangsa. Dalam arti ini integrasi sama dengan asimilasi dan pembaharuan atau
penyatupaduan dari kelompok masyarakat yang asalnya berbeda, menjadi suatu
kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-masing.
Pada masyarakat yang telah berbaur itu, perbedaan tersebut sudah tidak ada lagi.
Kelompok atau individuindividu yang masing-masing asalnya mempunyai
kebudayaan dan jati diri yang berbeda, menjadi suatu kelompok baru dengan
kebudayaan jati diri bersama. Untuk mewujudkan integritas nasional diiperlukan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku,
agama, bahasa dan sebagainya. Upaya dalam membangu keadilan, kesatuan dan
persatuan bangsa merupakan pembinaan stabilitas politik yang harus terwujud
dalam komposisi pemerintahan dan parlemen. Pada akhirnya persatuan dan
kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya Negara yang
makmur, aman dan tentram.
9. Multikulturalisme dan Demokrasi Pancasila
 Multikulturalisme dapat dipahami sebagai seperangkat idea atau gagasan yang
menghasilkan aliran yang berpandangan bahwa terdapat variasi budaya di dalam
masyarakat, perbedaan budaya tersebut perlu diakui dan dihormati, bukan hanya
perbedaan antar-budaya, tetapi juga dalam satu budaya. Multikulturalisme adalah
sebuah keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Sepanjang sejarahnya, bangsa Indonesia
berdiri kokoh karena ditopang oleh berbagai perbedaan. Dengan demikian,
perbedaan-perbedaan yang ada meliputi suku, ras, budaya, bahasa, agama,
golongan atau keanekaragaman lainnya menjadi tugas bangsa Indonesia untuk
menjaga, dan melestarikan segala perbedaan tersebut.
Istilah multikulturalisme itu sendiri mencakup tiga unsur, pertama terkait
dengan kebudayaan, kedua merujuk kepada pluralitas kebudayaan, ketiga adalah
cara tertentu  untuk merespon pluralitas tersebut. Multikulturalisme lambat laun
menjadi kebijakan multikultural sebagai politik pengelolaan perbedaan-perbedaan
kebudayaan warga negara Indonesia  sehingga dikembangkan sikap toleran dan
menghargai kebudayaan lain yang menjadi inti bagi terwujudnya integrasi. Dengan
kata lain, toleransi, kerukunan, dan saling menghargai bukan datang dari
pemaksaan struktur-struktur seperti yang mungkin terjadi pada integrasi sosial
pluralisme, melainkan datang dari nilai-nilai budaya setiap masyarakat yang ada.
Namun, dalam kenyataan, perbedaan justru masih saja menjadi sumber konflik
yang masih tetap terjadi di beberapa tempat di Indonesia, terutama bila berhadapan
dengan kepentingan yang saling bertolak belakang antara satu kultur dengan kultur
yang lain. Maka dari itu, minimal akan disajikan beberapa point untuk
menunjukkan langka preventif dalam arti bukan menghilangkan sepenuhnya
persoalan miltikulturalisme, tetapi minimal meminimalisir persoalan tersebut:
yakni, perlunya multikulturalisme sebagai salah satu etika politik [dalam
perpolitikannya selalu diperjuangkan usaha untuk menjadikan multikulturalisme
sebagai sebuah kekayaan bangsa, karena itu harus dihargai], dan yang kedua adalah
perlunya terselenggaranya pendidikan berbasis multikulturalisme di berbagai
tempat di Indonesia.
Masalah multikulturalisme bisa dijelaskan dengan fakta bahwa setiap warga
negara  jika dipandang sebagai subjek hukum bukanlah individu-individu abstrak
yang tercerabut dari akar-akar sosialnya. Pengakuan terhadap hak-hak budaya
kelompok etnis terutama golongan minoritas perlu diberikan sebagai prakondisi
menuju pembentukan warga negara yang bisa melampui identitas atniknya (post
ethnic condition). Cita-cita kedaulatan rakyat dalam semangat kekeluargaan yang
memberi ruang bagi multikulturalisme  ini bergema kuat dalam sanubari bangsa
Indonesia sebagai pantulan dari pengalaman pahit penindasan kolonial dan tradisi
gotong-royong dalam masyarakat Indonesia.
Penciptaan suatu tatanan masyarakat Indonesia yang multikultural adalah
sesuatu yang tidak mudah. Dalam ideologi multikulturalisme, kelompok-kelompok
budaya berada dalam kesederajatan, demokratis, dan toleransi yang sejati.
Masyarakat majemuk belum pasti dapat dinyatakan sebagai masyarakat
multikultural karena di dalamnya terdapat hubungan antar kekuatan masyarakat
yang memiliki bermacam-macam budaya yang tidak simetris yang hadir dalam
bentuk dominasi, hegemoni, dan konstestasi. Bagi masyarakat Indonesia yang telah
melewati reformasi, konsep masyarakat multikultural bukan hanya sebuah wacana,
tetapi konsep ini merupakan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena
dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
kesejahteraan masyarakat.
 Keragaman budaya menjadi modal sekaligus petensi konflik. Keragaman
budaya pada dasarnya adalah memperkaya khasanah bangsa dan menjadi modal
berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun, dalam
kenyataannya kondisi aneka budaya sangat berpotensi memecah-belah dan menjadi
potensi bagi terjadinya konflik dan kecemburuan sosial (konflik yang
mengatasnamakan agama, antar suku, antar golongan, antar etnis, radikalisme, antar
ras), semakin mekarnya gejala primordialisme, sektarianisme, separatisme, gerakan
radikal islam atau isis  yang menggugat pancasila yang berujung pada menipisnya
semangat nasionalisme kebangsaan.
Pancasila sebagai dasar negara dapat menjadi rujukan bersama dalam
kemajemukan   dan  perbedaan.  Pancasila sebagai rujukan hidup bersama perlu
dioperasionalisasi:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Menerima kemajemukan tafsir atas sila tersebut, menjamin agar tidak ada
diskriminasi atas nama agama, menjamin kebebasan beragama dan pluralisme
ekpresi keagamaan.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:
Menjaga persatuan bangsa berdasarkan semangat kemanusiaan, penegakan Hak
Asasi Manusia (HAM), menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan suku,
agama, ras, jender, umur, dan status sosial.
3. Persatuan Indonesia
Mengakui dan menghormati perbedaan budaya dengan mengupayakan
menguatnya perekat sosial hidup bersama.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan.
Pembuatan komitmen dengan tidak ragu-ragu terhadap demokrasi. Demokrasi
sangat perlu ditegakkan dengan pasti, diperlukan pengembangan mekanisme
demokratis yang semakin nyata menyalurkan aneka aspirasi dan kepentingan
rakyat banyak.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pengentasan kemiskinan serta kementasan segenap diskriminasi terhadap
minoritas perlu dihapus dari bumi Indonesia.
Pembentukan masyarakat multikultural Indonesia yang sehat
sebagaimana yang dicita-citakan pancasila tidak bisa secara atau trial and error,
namun sebaliknya diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan
berkesinambungan. Kemungkinan strategi penting dalam mencapai upaya di atas
adalah diadakan pendidikan multikulturalisme berwawasan kebangsaan yang
diselenggarakan dalam keluarga, masyarakat luas, sekolah, membangun sekolah
lintas suku, agama diberbagai daerah dengan melibatkan banyak orang, terlebih
khusus membangun sekolah multikulturalisme di daerah atau ditempat di mana
ada rawan konflik. Secara sederhana, pendidikan multikultural dapat
didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam
meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu
ataupun masyarakat secara keseluruhan.
Pendidikan multikulturalisme melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan
pandangan dasar bahwa sikap indifference dan recognition berakar tidak hanya
dari ketimpangan struktural rasial, paradigma pendidikan multikultural
mencakup subyek-subyek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan, dan
keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang sosial,
budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Istilah pendidikan
multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif yang
menggambarkan isu-isu dan masalah pendidikan berkaitan dengan masyarakat
multikultural, yang mencakup subyek-subyek seperti toleransi, tema-tema
tentang perbedaan etnokultural, agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian
konflik dan mediasi, Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, pluralitas, dan
kemanusiaan yang universal.
10. Kontribusi Akademis terhadap Dampak Globalisasi
Globalisai di bidang budaya ditandai dengan kemajuan menuju
keseragaman. Dalam hal ini, media massa, terutama televisi, mengubah dunia
menjadi sebuah “dusun global”. Informasi dan gambaran peristiwa yang terjadi di
tempat yang sangat jauh dapat ditonton jutaan orang pada waktu hampir
bersamaan, sehingga pengalaman budaya, seperti selera, persepsi, dan pilihan
relatif sama. Di samping itu, muncul juga bahasa Inggris sebagai bahasa global
yang berperan sebagai alat komunikasi profesional di bidang bisnis, ilmu
pengetahuan, komputer, teknologi, transportasi, dan digunakan sebagai alat
komunikasi pribadi dalam berpergian. Di bidang teknologi komputer, program
yang sama digunakan di seluruh dunia sebagai pola umum dalam menyusun dan
memproses data serta informasi. Akhirnya, tradisi budaya pribumi atau lokal
semakin terkikis dan terdesak, serta menyebabkan budaya konsumen atau budaya
massa model Barat menjadi budaya universal yang menjalar ke seluruh dunia.
Budaya global juga ditandai dengan adanya integrasi budaya lokal ke dalam
suatu tatanan global. Nilai-nilai kebudayaan luar yang beragam menjadi dasar
dalam pembentukan sub-sub kebudayaan yang berdiri sendiri dengan kebebasan-
kebebasan ekspresi. Globalisasi yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan dalam
kehidupan telah mendorong pembentukan definisi baru tentang berbagai hal dan
memunculkan praktik kehidupan yang beragam. Proses integrasi masyarakat ke
suatu tatanan global yang dianggap tidak terelakan inilah yang akan menciptakan
suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jaringan komunikasi internasional yang
begitu luas dengan batas-batas yang tidak begitu jelas. Dengan demikian, selain
arus orang dan barang, arus informasi merupakan suatu keuntungan dan sekaligus
suatu ancaman yang sangat berbahaya. Misalnya, terbentuknya diversitas,
pembentukan nilai jangka panjang, dan hilangnya humanitas perikemanusiaan.
Melalui internet, orang juga dengan bebas dapat mengakses gambar-gambar
tubuh manusia secara vulgar, dan bahkan dengan adegan-adegan yang dapat
merusak pikiran manusia. Fenomena globalisasi memang sudah tidak dapat
dihindari lagi oleh siapapun, kecuali dia sengaja mengungkung diri menjauhi
interaksi dan komunikasi dengan yang lain. Hanya saja yang perlu disadari dan
mendapat catatan, di samping globalisasi membawa manfaat, namun juga
mendatangkan madlarat. Oleh karena itu, harus pandai-pandai menyikapinya,
misalnya, jikalau nilai-nilai yang terdapat dalam globalisasi itu positif maka
tidaklah salah untuk mengambilnya, sebaliknya jika hal itu memang negatif maka
harus dapat membendungnya.
Sebagai akademisi yang memiliki wawasan serta integritas yang baik harus
mampu dalam menyikapi pengaruh-pengaruh globalisasi yang menginfiltrasi
budaya bangsa serta mengubah attitude masyarakat menjadi emosional.
Konstribusi yang dapat doitawarkan secara akademik adalah sebagai berikut:
1. Sosial Control Vs Kebijakan
Aktifitas dan gerakan mahasiswa harus disesuaikan dengan makna
etimologinya, maha dan siswa, tentunya memiliki makna yang besar dalam
memberikan sumbangsih terhadap lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat dan pemerintah. Seseorang yang sudah menyandang gelar
mahasiswa diharuskan secara mandiri dapat beradaptasi dan
melakukan control sosiologis dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan
apapun.
Peran mahasiswa sebenarnya yang juga sudah tercantum dalam Tri
Dhharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian di
Masyarakat. Dalam bidang pendidikan bukan hanya datang, masuk, duduk dan
diam, kemudian pulang, melainkan apa usaha sebagai seorang mahasiswa
dalam menganalisis dalam perkembangan kebijakan pendidikan, dan reform
geverment  adalah bagaimana memberikan ide-ide dan gagasan-gagasan
melalui media koran, majalah, buletin baik terkait fenomena sosial yang aktual
dan faktual. 
2. Agent of Chage Vs Problem Solver
Mahasiswa harus mampu menjadi pelopor gerakan
pembaharuan (reform movement) dalam bidang apapun, bukan hanya sesuai
dengan program studinya  masing-masing, melainkan pembaharuan dalam
sistem, pola dan model gerakan sosial akademik kemahasiswaan yang sesuai
dengan kondisi dan keadaan yang ada. Inilah sebenar tantangan globalisasi
kepada bangsa Indonesia dengan menuntut mahasiwa untuk lebih aktif, kreatif
dan inovatif serta memiliki visi kedepan yang jelas dan sejelas-jelasnya untuk
masa depan anda. Konsep visioner dan futuristis itu sepertinya penting bagi
anda yang ingin sukses dimasa yang akan datang, sesuai apa yang pernah
disampaikan oleh dale carnagie bahwa salah satu ciri orang besar adalah selalu
berpikir di masa yang akan datang, bukan yang lalu atau sekarang, globalisasi
memberikan beberapa pilihan.
Mahasiswa mempunyai peran penting dalam ikut serta menyelesaikan
permasalahan dilingkungan masyarakatnya, lebih-lebih permasalahan yang
ada pada tingkat apartur pemerintah Indonesia saat ini yang  belum secara
proporsional melaksanakan tugasnya dengan profesional. Secara keseluruhan
budaya kampus adalah budaya yang berakhlak mulia. Kampus semestinya
menjadi pelopor dari perubahan kebudayaan secara totalitas yang bukan hanya
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga tempat persemaian dari
pengembangan nilai-nilai akhlak kemanusiaan. Selain berperan aktif sebagai
pelopor pembaharuan dalam kampus, mahasiswa juga harus tetap menjaga
nilai-nilai akhlaq dengan konsep memanusiakan manusia dalam arti bahwa
setiap mahasiswa punya hak dan kewajiban masing-masing dengan tetap
memberikan kesempatan secara profesional dalam ikut serta membangun
peradaban modern yang tetap menjunjung kultur akademik.
3. Keaktifan Berorganisasi
Salah satu upaya dalam membangun, mengasah dan mengembangkan
pola pikir, mental, public speaking, public relation, pengalaman akademik,
serta upaya strategis dan taktis guna mencapai puncak prestasi sebagai praktisi
kreatif, dengan menjadikan organisasi sebagai bagian wadah yang memiliki
visi dan misi jelas dan terarah dengan lebih komunikatif dan elegan.
Organisasi merupakan suatu wadah dalam mengembangkan skill dan
kompetensi diri dengan pola pikir yang lebih maju, kritis, adaptif dan
komunikatif serta demokratis. Efektifitas pola kaderisasi internal maupun
ekternal juga sangat mempengaruhi pola pikir, dan masa depan mahasiswa
secara konstruktif. Bagaimanapun, untuk memahami suatu organisasi dimasa
depan kita membutuhkan kontruksi pola pikir tentang organisasi yang muncul
pada realita kehidupan. 

Anda mungkin juga menyukai