Anda di halaman 1dari 3

Modul 9

Tujuan Pembelajaran :
Setelah memahami prinsip-prinsip pencegahan pembusukan ikan, siswa diharapkan mampu:
1. Mengidentifikasi cara untuk mencegah pembusukan pada ikan hasil tangkapan.
2. Menerapkan prinsip pencegahan pembusukan ikan hasil tangkapan di atas kapal

PRINSIP-PRINSIP PENCEGAHAN PEMBUSUKAN IKAN

Kita telah mengetahui bahwa pembusukan ikan terutama disebabkan oleh enzim dan bakteri.
Oleh karena itu, kedua penyebab utama tersebut harus sedapat mungkin disingkirkan dari ikan, dan
dicegah keberadaanya dari luar. Pembusukan itu sendiri tidak dapat dicegah atau dihindari. Sampai
saat ini, manusia baru berhasil memperlambat atau menunda proses pembusukan tersebut.
Usaha terbaik yang dapat dilakukan manusia untuk mempertahankan mutu ikan terhadap
pembusukan adalah sebagai berikut:
1. Memperlambat terjadinya proses rigor mortis.
Peristiwa rigor mortis (kekejangan) dimulai dari bagian ekor dan dengan perlahan menjalar ke
arah kepala. Keadaan kejang berlangsung bervariasi mulai dari beberapa jam sampai tiga hari.
Selang waktu antara kematian ikan dengan dimulainya fase rigor mortis bervariasi untuk setiap
jenis ikan. Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Jenis ikan. Tiap jenis ikan mempunyai komposisi kimia jaringan yang berbeda dari jenis lain,
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memasuki fase rigor mortis juga berbeda-beda.
b. Kondisi ikan. Ikan yang lapar dan atau lemah, dan ikan yang habis berpijah, mempunyai
cadangan energi yang lebih sedikit, sehingga lebih cepat mencapai rigor.
c. Tingkat kelelahan. Ikan yang banyak meronta dan menggelepar waktu tertangkap akan lebih
cepat mencapai fase rigor mortis.
d. Ukuran ikan. Ikan-ikan yang lebih kecil lebih cepat mencapai rigor mortis.
e. Cara penanganan ikan. Penanganan sebelum rigor tidak berakibat buruk , tetapi penanganan
ketika ikan dalam fase rigor mortis, misalnya jika seseorang mencoba meluruskan atau
membengkokkannya, dapat berakibat keadaan rigor mortis lebih cepat berakhir.
f. Suhu penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang rendah menyebabkan ikan lebih lambat
mencapai rigor mortis, dan lebih lama bertahan dalam fase rigor mortis.
Pendinginan segera setelah penangkapan akan memperlambat berlangsungnya rigor mortis dan
akibat lanjutannya, sehingga kerusakannya dapat dihambat dan berakibat memperlambat
pertumbuhan bakteri.
2. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah enzim dan bakteri pada tubuh ikan.
Bakteri terdapat pada bagian kulit, dan terutama sekali pada insang dan isi perutnya;
sedangkan enzim pada daging, dan sebagian besar isi perutnya. Jika setelah ikan ditangkap,
dibuang isi perut dan insangnya, dan kemudian dicuci bersih agar lendirnya hilang, maka
sebagian besar bakteri dan enzim telah terbuang.
3. Menghambat kegiatan bakteri.
Untuk dapat hidup dengan baik, bakteri memerlukan suhu tertentu tergantung pada
jenisnya. Ada tiga macam bakteri berdasarkan ketahanannya terhadap suhu dan disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Kisaran suhu bagi kehidupan bakteri

Jenis Bakteri Suhu Minimum Suhu Optimum Suhu Makimum


Thermophili 25  45 C
0 0
50 – 55 C 60 – 800C
Mesophili 5  250C 25 – 370C 430C
Cryophili 00C 14  200C 300C

1
Dari Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-
kurangnya akan terhenti kegiatannya bila suhu ikan diturunkan sampai di bawah 0 0C atau
dinaikkan sampai di atas 1000C. Penggunaan suhu rendah kita lakukan dengan penggunaan es
atau dengan cara pendinginan lainnya. Sedangkan suhu tinggi dipakai terutama dalam
pengolahan ikan.
Suhu lingkungan yang sesuai merupakan syarat utama bagi bakteri untuk hidup. Selama
ikan hidup, suhu tubuhnya masih cukup rendah untuk menunjang pertumbuhan bakteri secara
optimal. Tetapi setelah ikan mati dan proses autolisis berlangsung, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat, sehingga akhirnya tercipta suatu kondisi yang cocok untuk pertumbuhan bakteri.
Sebagai contoh, pada suhu di atas 4,4 0 C bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus morgan akan berkembang dengan baik, sehingga mengubah asam amino histidin
pada ikan menjadi histamin yang bersifat racun. Jika histamin telah terbentuk, maka tidak akan
berkurang apalagi menghilang. Pembentukan histamin dapat berlangsung dalam waktu empat
jam. Oleh karena itu, hal yang paling dapat dilakukan adalah mencegah berkembangnya kedua
jenis bakteri tersebut dengan menyimpan ikan pada suhu lebih rendah dari 4,4 0 C. Hal ini pula
yang menjadi dasar saran penanganan ikan hasil tangkapan segera dalam rantai dingin (cold
chain) dan selalu diusahakan berada dalam rantai dingin.
Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes,
Micrococcus, Sarcina, Vibrio, Favobacterium, Crynebacterium, Serratia, dan Bacillus. Bakteri-
bakteri ini terdapat di seluruh permukaan tubuh ikan, terutama pada bagian insang, kulit dan
saluran pencernaan.
4. Melindungi ikan terhadap kontaminasi bakteri
Penanganan ikan tidak akan banyak berarti jika ikan yang telah ditangani tidak dilindungi
dari penyebab kerusakan baru yang datang dari luar ikan. Untuk melindungi ikan terhadap
kontaminasi bakteri maka penanganan ikan hasil tangkapan harus dilakukan dengan sanitasi dan
higiene yang baik. Kebersihan palkah, dek, dan alat-alat lainnya yang bersentuhan langsung
dengan ikan harus selalu dijaga. Air yang digunakan untuk mencuci ikan pun harus diperhatikan
agar ikan tidak terkontaminasi bakteri.
5. Menangani ikan dengan hati-hati
Dalam setiap operasi penangkapan, ikan yang tertangkap harus diperlakukan dengan baik
agar tidak terjadi kerusakan secara fisik. Hal ini merupakan langkah pertama yang sangat
menentukan mutu ikan dalam proses-proses selanjutnya. Pemakaian ganco atau sekop yang
terlalu kasar, penanganan yang ceroboh sewaktu penyiangan, mengambil ikan dari jaring,
memasukkan ikan ke palkah, dan membongkar ikan dari palkah dapat melukai tubuh ikan dan
ikan mengalami pendarahan. Kondisi ini dapat memicu pembusukan berjalan lebih cepat karena
adanya luka terbuka dapat menjadi jalan bagi masuknya bakteri ke dalam tubuh ikan.
6. Menghindari ikan hasil tangkapan terpapar sinar matahari langsung
Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat
perubahan pasca kematian. Baik pada saat penanganan, penyimpanan maupun pengangkutan,
ikan sebaiknya tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Hal tersebut akan meningkatkan
suhu tubuh ikan, menimbulkan warna pelangi pada ikan dan menyebabkan proses oksidasi,
sehingga akhirnya ikan menjadi “matang”.
Penanganan ikan hasil tangkapan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai
industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Kelayakan ikan sebagai sumber makanan
sangat dipengaruhi oleh mutu atau kesegaran ikan. Ikan yang busuk mengandung senyawa yang
sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan sebaiknya tidak dimakan, diawetkan, ataupun diolah lebih
lanjut menjadi produk-produk lain. Pengawetan atau pengolahan ikan busuk akan menghasilkan
produk berkualitas rendah, bahkan tidak bermanfaat. Baik buruknya penanganan ikan hasil
tangkapan akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah
untuk proses pengolahan lebih lanjut.

2
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan benar! (setiap soal bernilai 25)
1. Apa yang dimaksud dengan rantai dingin (cold chain)? Jelaskan!
2. Mengapa penanganan ikan hasil tangkapan harus selalu dalam keadaan rantai dingin? Jelaskan!
3. Mengapa kebersihan peralatan dan dek maupun palkah penting dalam menangani ikan?
Jelaskan!
4. Bagaimana cara melindungi ikan agar tidak terpapar sinar matahari secara langsung pada saat
penanganan, penyimpanan, dan pengangkutan?

Anda mungkin juga menyukai