Anda di halaman 1dari 7

ESAI

ANALISIS PT. FREEPORT SEBAGAI KASUS DALAM TEORI EKONOMI


STRUKTURALIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Dalam Mata Kuliah Perspektif Positivis
Dalam Hubungan Internasional

Dosen Pengampu:

FADLAN NUR HAKIEM, M.Si

Ditulis Oleh:

402019511001 Abdul Latief


402019511002 Abizar Al-Ghifary
402019511004 Adha Amir Ariefudien
402019511005 Aditya Sandi Wicaksono
402019511045 Syahril Ramdani

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS HUMANIORA
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
PONOROGO - INDONESIA
ANALISIS PT. FREEPORT SEBAGAI KASUS DALAM TEORI EKONOMI
STRUKTURALIS
Abdul Latief, Abizar Al-Ghifary, Adha Amir Ariefudien, Aditya Sandi Wicaksono,
dan Syahril Ramdani
Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Humaniora
Universitas Darussalam Gontor
*

I. PENDAHULUAN
Mengawali kabiner Orde Baru dan untuk membenahkan instabilitas ekonomi,
sosial, politik dan budaya di negara Indonesia, pemerintahan berusaha untuk
mengstabilkan kembali dalam krisis tersebut. Pada sektor ekonomi, upaya pemerintahan
dengan cara membuka kran investasi dari pihak asing sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Salah satu upaya pada masa Orde baru yang terjalin hingga kini adalah kerjasama
antara pemerintahan Indonesia dengan perusahaan pertambangan Amerika Serikat
dengan nama Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (“Freeport”) yang telah dimulai
sejak 1967. Kerjasama tersebut disepakati dengan kurun waktu 30 tahun hingga
diperpanjang dan pada tahun 2011 tercatat telah menggaet 44 perusahaan asing yang
dimana sebagai pihak yang ‘menggeruk’ sumber daya alam Indonesia.
Namun, ekspektasi pemerintahan untuk mendorong peningkatan perekonomian
negara Indonesia cukup berbeda. Wilayah Irian Jaya yang berada di tepi timur Indonesia
itu masih jauhdari kategori terpinggirkan. Perubahan kondisi sosial dan ekonomi
masyakarat tidak signifikan, dan yang mencicipi pun pihak-pihak yang terjun dalam
kegiatan kerjasama tersebut.
Tulisan ini akan menganalisa kerjsama dengan memusatkan perekomonian antara
pemerintahan Indonesia dengan perusahaan Amerika Serikat dengan pijakan tulisan
Immanuel Wallerstein dari turunan Ekonomi Struktularis.
World-System Theory mulai diperkenalkan oleh Immanuel Wallerstein dari
kelanjutan dari kekurangan teori dependensi yang meneliti di Amerika Latin oleh Raul
Presibish dan Paul Baron sebagai bagian dari Economic Commision Latin Amerika.
Teori ini berusaha menjawab ketimpangan sosial, yaitu kelas antara borjuis dan proletar
pada level individu dan core, semi-periphery, dan periphery oleh kapitalisasi. Ketiga
kelas tersebut dikenal pada saat ini dengan nama Negara Maju (Developed Countries)
sebagai Dunia Pertama, Negara Industri Baru (New Industrial Countries) sebagai Dunia
Kedua, dan Negara Berkembang (Developing Countries) sebagai Dunia Ketiga.
Untuk memudahkan dalam menganalisa kasus antara pemerintahan Indonesia dan
perusahaan Amerika Serikat dengan mengklasifikasikan kedalam negara Core dan
Periphery. Hubungan tersebut terjalin akibat ada kepentingan masing-masing negara
dalam sektor perkonomian. Menurut Wallerstein, kapitalisme memunculkan
ketergantungan atau dependensi antar negera yang ternyata berakibat munculnya
ketimpangan antara pemilik modal dan kelas pekerja. Sebagai pemilik modal, negara core
akan cenderung menggunakan kekuasaannya dengan mendorong negara periphery untuk
menekan faktor produksi mereka. Disisi lain, negara periphery belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan domestiknya.
Sistem dunia ini pada akhirnya akan berdampak pada dependensi negara
periphery atas kehadiran negara core untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
domestiknya. Tentu hal ini berakibat berbanding terbalik dengan realita dimana negara
core akan meningkatkan keuntungan dengan mengekspolitasi sumberdaya setara dengan
harga yang rendah dan negara periphery yang seolah terjebak dalam sistem dunia.
Negara dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia melimpah akan
tetapi dalam pengelolaan sumber-sumber daya tersebut kurang potensial akan berpotensi
menjadi negara periphery. Disisi lain, negara Dunia Pertama hanya memiliki faktor
produksi yang terbatas seperti teknologi serta memiliki potensi dalam pengelolaan
sumber-sumber daya.
Namun perlu diingat bahwa negara core akan memiliki kecenderungan kerjasama
dan tidak melakukan pengolahan yang berlebihan. Karena sifat alami dari negara dalam
sistem dunia kapitalis adalah negara akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat
keuntungan yang sebesar-besarnya dan mengeluarkan usaha yang seminimal mungkin.
II. PEMBAHASAN
Di masa Orde Baru, Indonesia masuk ke dalam negara periphery, dimana faktor
produksi berupa teknologi untuk pengelolaan sumber daya yang melimpah di Papua tidak
ada. Akan tetapi untuk mengstabilkan perekonomian akibat kabinet sebelumnya dan
menekankan pengelolaan terhadap sumber daya tersebut pemerintahan Indonesia
membuka kran ivenstasi. Amerika Serikat sebagai negara industri maju dengan teknologi
dan potensi modal yang dimilikinya, akan membuat harapan dari berbagai pihak yang
terkait merasa dijanjikan. Bekerjasama antara negara periphery dalam mengelola sumber
daya mentah akan menguntungkan karena pada dasarnya pemerintahan menekankan
biaya produksi daripada melakukan pengolahan sumber daya itu sendiri. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya standar hidup Dunia Ketiga dari Amerika Serikat dengan
standar hidup negara Maju.

EKSPLOITASI
Sumber daya alam
Sumber daya manusia
Kesetaraan sosial

Amerika Serikat Indonesia


(Core) (Periphery)

DEPENDENSI
Biaya Produksi untuk
mengstabilkan
perekonomian
domestik

Terhitung sejak 7 April 1967 kerjasama antara pemerintahan Indonesia dan


perusahaan Amerika Serikat berjalan sesuai dengan UU Nomor 1 tahun 2967 tentang
penananman Modal Asing sebagai landasan utama perjanjuan kontrak karya antara
pemerintahan Indonesia dengan perusahaan Freeport Amerika Serikat.
Pada umumnya, kersama tersebut memuat hak-hak ekslusif yang diberikan
pemerintahan Indonesia kepada Freeport untuk mengelola 10x10 km. Pada awal
kerjasama ini produksi Freeport baru mencapai 8.000 ton biji/hari kemudian meningkat
menjadi 18.000 biji ton/hari.
Hal ini akan menghasilkan ketidaksetaraan antara Indonesia dengan perusahaan
Amerika Serikat dimana dependensi antara kedu pihak dengan membnadingkan
keuntungna dan kerugian yang didapatkan oleh kedua negara tersebut.
PT. Freeport telah menguntungkan Amerika Serikat karena menjadi eksportir
emas utama bagi Amerika Serikat dengan memproduksi 230.000 metrik ton perharinya,
walau bukan menjadi komoditas utama dari Amerika Serikat tetapi nilai jangka panjang
yang menjadi penopang ekonomi Amerika Serikat cenderung stabil. Sedangkan untuk
negara Indonesia PT. Freeport memberikan biaya produksi serta membuka lapangan
perkerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya untuk penduduk Papua, namun
penduduk yang berdomisili selain Papua. Dan tercatat pada tahun 2011 PT. Freeport
yang terletak di Papua tersebut telah mempekerjakan sebanyak 8000 pekerja asal
Indonesia dengan presentasi 60% dari jumlah penduduk Asli Papua. Dan pemerintahan
daerah mendapat asupan dana pertahun sebanyak 5 miliyar dari PT. Freeport.
Namun, wilayah Papua masih keterbelakangan wilayah dilihat dengan dimana
infrastrukture dan pendidikan masyakarat Papua sendiri. Disisi lain, pemerintahan
Indonesia dirugikan dengan jumlah tax amnesty yang diberlakukan oleh perusahaan
tersebut kepada pemerintahan. Pajak normal biasanya 6% dari hasil produksi dan standar
dari perdangan bebas sebesar 5%, namun Indonesia mendapatkan sebesar 1% dari hasil
produksi bahan tambang Papua dari total hasil yang didapatkan Amerika tiap tahunnya
dari tambang emas di wilayah tersebut.
Kemudian pada jumlah pendapatan para pekerja di Freeport tersebut hanya
mendapat timbal balik sebesar 0,98-2 dolllar Amerika perjam. Padahal secara umum
karyawan yang bekerja di Freeport di negara lain diberi timbal balik dengan standr 10-70
dollar perjam.
Namun kesetaraan terhadap pegawai Freeport di negara lain adalah masalah
utama yang semakin meningkatkan dependensi yang menimbulkan konflik kelas dalam
perusahaan ini. Di samping itu, jika menggunakan standar hidup masyarakat Indonesia
pada umumnya, perbedaan pendapatan yang sangat timpang antar sesame buruh Freeport
yang berbeda negara juga tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan, standar hidup di
Papua untuk kawasan sekitar Freeport saja sudah jauh lebih tinggi dari standar hidup
orang Indonesia kebanyakan dilihat dari harga bahan pokok yang di jual 5-10% lebih
tinggi dari bahan pokok yang di jual di wilayah Jawa dan Sumatra.
III. KESIMPULAN
Dengan pembahasan yang telah dipaparkan bisa terlihat dengan berlandaskan empat
asumsi yang memperlihatkan kapitalisme Amerika Serikat dengan kasus PT. Freeport
yang berada di Papua.
Pertama, struktur global dalam sistem dunia yang berlaku bersifat eksploitatif dan
berdominasi berdasrkan kepemilikian modal. Yang diusung oleh kapitalisme yang akan
sama-sama menguntungkan proletar dengan istilah trickle down effcect hanya sekedar
teori kapitalis.
Kedua, mekanisme dominasi sangat transparan dimana pihak mana yang
mendapatkan keuntungan lebih besar dengan upaya kecil dan pihak yang dirugikan
dengan usaha yang cukup besar.
Ketiga, Karl Marx menyebutkan bahwa sentralisasi kegiatan kehidupan terletak
pada ekonomi. Dalam situasi ini bila terlihat dimana pemerintahan tidak ada peninjauan
ulang kerjasama hingga tahun 2015. Menurut laporan lembaga Hak Asasi manusia,
pelanggaran yang telah dilakukan oleh pihak tersebut sering terjadi, dimana
menyelesaikan bentrokan masyarakat menggunakan TNI. Kepentingan politik sangat
transparan dilokomotori dasar ekonomi untuk meng’hegemoni’ dibandingkan untuk
menciptakan stabilitas ekonomi.
Keempat, sistem politik yang oleh Antoni Gramsi sebagai alat berjalannya
hegemoni. Sejak perpanjangan kerjasama pemerintahan Indonesia dengan perusahaan
Amerika Serikat, pemerintahan Indonesia tidak meninjau ulang kerjasama seolah
melancarkan hegemoni ekonomi pihak asing kedalam domestik.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (n.d.). Freeport Strikers Accused of Hurting Investment in Indonesia. Retrieved Maret
4, 2020, from http://news.xinhuanet.com/english/world/2011-12/c_131301574.htm

Anonim. (n.d.). Manfaat Ekonomi Bagi Indonesia. Retrieved Maret 4, 2020, from
http://www.ptfi.com/others/FAQ.asp

Anonim. (n.d.). Pencaplokan Tanah Adat, HAM, dan Orang Amungme. Retrieved Maret 4, 2020,
from http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/27/nas14.htm

Anonim. (n.d.). Workers Return to Freeport's Indonesia Gold Mine. Retrieved Maret 4, 2020,
from http://www.msnbc.msn.com/id/45786395/ns/business/t/workers-return-freeports-
indonesia-gold-mine/

Chirot, D., & Hall, T. D. (n.d.). World-System Theory. Retrieved Maret 5, 2020, from
http://www.jstor.org/stable/2945989

Indonesia, P. F. (n.d.). Riwayat Proyek. Retrieved Maret 3, 2020, from PT. Freeport Indonesia:
http://www.ptfi.com/about/history.asp

Kauppi, P. R. (2012). International Relations Theory Fifth Edition. London: Pearson Education
Inc.

Wallerstein, I. (1979). The Capitalist World Economy. Inggris: Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai