Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN DENTISTRY UPDATE

STEM CELLs

Kelompok L

Anggota Kelompok :

1. Bilqis Puspa Safitri (171610101138)

2. Fahmi Firdhaus Eka D (171610101139)

3. Mahriana (171610101140)

4. Dara Gyta Purnama R (171610101141)

5. Iza Afkarina (171610101142)

6. Desy Sofyah Hartina (171610101143)

7. Mulki Nur Maajid (171610101144)

8. Kevin Justisio (171610101145)

9. M. Rizki Yuwanda (171610101146)

10. Annisa Ayah Esa Salwa (171610101147)

11. Maria Eklevina Wangguway (171610101148)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2020

1
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kami kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan hidayahnya dan memberi kami kesempatan dalam
menyelesaikan laporan yang kami buat ini. Laporan ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Dentistry Update.

Di kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak


yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Terima kasih kepada Dr. drg.
Zahreni Hamzah, M.S. atas kesediaan beliau sebagai dosen pembimbing dengan
penuh kesabaran serta keihklasan dalam memberikan dorongan, dukungan, dan
bimbingan, serta wawasan dan pemikiran yang sangat berharga selama penulis
menyelesaikan presentasi dan pembuatan laporan ini.

Susunan laporan ini sudah dibuat dengan sebaik-baiknya, namun tentu


masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu jika ada kritik atau saran apapun
yang sifatnya membangun bagi penulis, dengan senang hati akan penulis terima.

Jember, 14 Mei 2020

Penulis

2
ABSTRAK

Latar belakang : Sel punca adalah sel yang tidak berdiferensiasi dan sel pluripoten
yang dapat berdiferensiasi menjadi sel khusus dengan fungsi yang lebih spesifik.
Terapi sel induk menjadi metode yang lebih disukai untuk pengobatan berbagai
penyakit. Cacat oral dan maksilofasial adalah salah satu jenis penyakit yang paling
mungkin disembuhkan dengan terapi sel induk. Di sini kita membahas penyakit
mulut, sel induk dewasa oral, sel iPS, dan perkembangan / tantangan / perspektif
penerapan sel induk untuk pengobatan penyakit mulut.

Kata kunci: Sel batang dewasa, sel iPS, cacat oral dan maksilofasial, terapi sel
induk, uji klinis, diferensiasi terkontrol secara tepat

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

ABSTRAK..............................................................................................................3

DAFTAR ISI ………………….…………………………………….……………4

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................5

1.1 Latar Belakang…..……………………………………………………....…5

1.2 Rumusan Masalah…....…………………………………………………….6

1.3 Manfaat……..…....………..……………………………………………….6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN……...…..……….........8

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN.…………………………….…………..51

DAFTAR PUSTAKA………………....…………………………….…………..52

4
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia saat ini sedang dimanjakan oleh terapi


pengobatan yang paling canggih, yaitu terapi menggunakan Stem Cells.
Secara klinis, Stem cells lebih maju dari DNA karena mampu memberi
harapan dan kesempatan kepada manusia untuk dapat hidup lebih sehat
melalui perbaikan dan penyegaran sistem sel tubuh yang telah rusak
(Prabowo, 2019). Beberapa keunggulan sel punca bukan hanya
memungkinkan terjadinya regenerasi dan perbaikan sistem jaringan sel
yang rusak dalam tubuh sendiri, namun juga dapat ditransplantasi kepada
orang lain. Sel punca embrionik (Embryonic Stem cells/ESCs) merupakan
salah satu jenis sel punca yang dikembangkan sampai saat ini. Namun
penggunaan Embryonic stem cell sampai sekarang terus memicu
perdebatan baik dari sudut pandang hukum, politik, etika dan agama,
sehingga sedikit sekali dari negara maju yang bersungguh-sungguh
mengembangkan sel punca embrionik (Yuliantoro dan Mada, 2018).

Pada bidang kedokteran gigi terapi Stem Cells telah menjadi


alternatif yang menjanjikan dalam kedokteran gigi dan rehabilitasi
maksilofasial karena dapat memberikan struktur dan fungsi fisiologis yang
lebih baik. Kedokteran gigi regeneratif bertujuan untuk meregenerasi
jaringan gigi yang rusak dan untuk mendapatkan kembali morfologi dan
fungsi gigi (Yang et al., 2017). Stem Cells ini disebut Dental Stem Cells.
Dental stem cel adalah stem cell yang berada atau didapat dari gigi. Baik
ketika gigi masih menjadi benih maupun sudah erupsi (Bluteau et al, 2008).
Dental stem cell dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya : Dental pulp
stem cells (DPSC), Stem cells from human exfoliated deciduous teeth
(SHED), Apical part of the Papilla Stem Cell (APSC), Dental Follicle Stem
Cell (DFSC), Periodontal ligament stem cells (PDLSC) (Morzeck et al, ).
Namun hingga saat ini masih banyak Stem Cells pada bidang kedokteran

5
gigi belum di aplikasikan pada manusia, masih dalam penelitian dan uji coba
(Yang et al., 2017).

Berdasarkan uraian diatas, Stem Cells merupakan perawatan terapi


yang saat sangat menjanjikan dan sangat baik karena dapat meregenerasi di
tingkat sel, namun masih terdapat kendala dan kegagalan dalam penelitian
yang sudah dilakukan. Oleh karena itu, masih perlu untuk dilakukan
penelitian lebih jauh dan kompleks mengenai Stem Cells ini

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan definisi Stem Cells?

2. Bagaimana sumber, macam, dan keuntungan serta kerugian Stem


Cells?

3. Bagaimana aplikasi sel IPS pada bidang kedokteran gigi?

4. Bagaimana kemampuan diferensiasi Stem Cells?

5. Bagaimana karakteristik Stem Cells dan perjalanan proses


pembelahannya?

6. Bagaimana yang dimaksud dengan niche dan scaffold Stem Cells?

7. Bagaimana proses transplantasi Stem Cells?

8. Bagaimana macam dental Stem Cells?

9. Bagaimana penerapan terapi Stem Cells dalam kedokteran gigi?

10. Bagaimana aplikasi Adult Stem Cells dalam perbaikan dan


regenerasi jaringan oral dan maksilofasial?

1.3 Manfaat

1. Untuk mengetahui sejarah dan definisi Stem Cells

6
2. Untuk mengetahui sumber, macam, dan keuntungan serta kerugian
Stem Cells

3. Untuk mengetahui aplikasi sel IPS pada bidang kedokteran gigi

4. Untuk mengetahui kemampuan diferensiasi Stem Cells

5. Untuk mengetahui karakteristik Stem Cells dan perjalanan proses


pembelahannya

6. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan niche dan scaffold Stem


Cells

7. Untuk mengetahui proses transplantasi Stem Cells

8. Untuk mengetahui macam dental Stem Cells

9. Untuk mengetahui penerapan terapi Stem Cells dalam kedokteran


gigi

10. Untuk mengetahui aplikasi Adult Stem Cells dalam perbaikan dan
regenerasi jaringan oral dan maksilofasial

7
BAB 2. TINJAUN PUSTAKA

2.1 Sejarah dan Definisi Stem Cells

Stem cells adalah sel-sel yang bertanggung jawab untuk


menciptakan sel-sel baru. Kasarnya Stem cells adalah pabrik dari sel-sel
apapun dari makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Apapun selnya, entah
sel mata, sel kulit, sel rambut, sel ginjal, dan lain sebagainya, semua berasal
dari Stem Cells (Bartfeld et al., 2017).

Penelitian pada tikus bermula pada tahun 1981. Penelitian untuk


menurunkan sel punca pada embrio manusia berawal pada tahun 1998.Pada
akhirnya penelitian sel punca dari embrio manusia memicu banyak pro dan
kontra terkait masalah etika,bahwa penggunaan sel punca yang berasal dari
embrio harus mengorbankan embrio tersebut (Prabowo, A. R. (2019).
Berikut sejarah perkembangan Stem Cells:

1. 1908-kata stem cell mulai mulai di ajukan oleh histologist Alexander


Maksimov (1874-1928) pada kongres hematologi di Berlin.Bahan
dasar yang diajukan berasal dari haematopoietic stem cell.
2. Tahun 1981:sel punca yang berasal dari embrio pertamakali diisolasi
oleh kelompok :Gail Martin di University of California,San
Fransisco,dan Martin Evans,University Cambridge.
3. November 1995: Peneliti di University of Winconsin mengisolasi sel
punca embrio primata pertama,monyet rbesus macaque.Hasil
penelitian menunjukkan ada kemungkinan untuk menurunkan sel
punca embrio dari primata,termasuk manusia.
4. Januari 1998: Ilmuan dan enterpreneur Richard Seed
mengumumkan rencana untuk membuka klinik kloning
manusia.Klinik tersebut akan menawarkan pasangan yang tidak
subur untuk mengkloning diri mereka jika tidak ada terapi medik

8
yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keturunan.Rencana Seed
memicu debat mengenai kloning manusia.
5. 5 November 1998: Peneliti di University of Wisconsin dan John
Hopkins University melaporkan sel punca yang diisolasi dari embrio
manusia.Sel tersebu memiliki potensi untuk tumbuh menjadi
berbagai tipe sel dalam tubuh dan dapat di gunakan untuk
menggantikan sel-sel yang rusak.Namun prosesnya
kontroversial:Tim pertama menurunkan stem sel dari jaringan fetus
yang teraborsi,tim yang lain dari embrio yang dihasilkan dari
laboraturium yang berasal dari pasangan yang menjalani in vitro
fertilization.
6. 23 Agustus 2000: The National Institutes of Health mengeluarkan
panduan yang memungkinkan badan federal Amerika membiayai
penelitian sel punca embrio.Mantan Presiden Bill Clinton
mendukung panduan ini.
7. Februari 2001: Presiden George W.Bush meminta untuk mengkaji
ulang panduan The National institutes of Health dan menunda dana
federal yang digunakan untuk penelitian sel punca.
8. 18 Juli 2001: Senator Bill Frist dan Senator Orrin Hatch,yang
merupakan kelompok anti aborsi,menyetujui pembatasan dana
federal untuk penelitian sel punca.
9. 9 Agustus 2001: Presiden Bush mengeluarkan keputusan bahwa
dana federal hanya dapat digunakan untuk penelitian sel punca
embrio yang telah tersedia.
10. 12 Februari 2004: Ilmuan korea selatan yang diketahui oleh Hwang
Woo Suk mengumumkan kloning embrio pertama di dunia.Tidak
seperti klaim kloning sebelumnya,para ilmuwan ini melaporkan
hasil kerja mereka di jurnal yang prestisius,peer-
review,science.Embrio dikloning bukan untuk tujuan reproduksi tapi
sebagai sumber sel punca.Berita tersebut membuka kembali
pertentangan tentang transfer inti sel somatik.Ilmuan mengatakan
kloning menawarkan cara yang unik untuk memproduksi sel yang

9
suatu saat bisa digunakan untuk terapi penyakit.Namun pihak yang
mengkritik beragumen bahwa kloning dalam bentuk apapun tidak
sesuai dengan nilai moral dan harus dilarang.
11. 19 Mei 2005: Ilmuwan yang sama dari Korea Selatan melaporkan
telah mengkloning embrio manusia pada tahun 2004,mengumumkan
bahwa mereka telah membuat proses yang menggunakan sel telur
manusia yang jauh lebih sedikit untuk memproduksi stem sel
embrio.
12. 19 September 2005: Ilmuan di California melaporkan bahwa
menyuntikkan sel punca saraf dapat memperbaiki spinal cord tikus.
13. 11 November 2005: Peneliti University of Pittsburgh Gerald
Schatten memperingatkan editor Science bahwa terdapat
kemungkinan kesalahan dalam paper ilmuawan Korea Selatan bulan
Februari 2004.Dalam paper tersebut,Ilmuwan Korea Selatan
mengklaim mereka telah membuat sel punca line dari kloning
embrio manusia.Schatten mengatakan bahwa beberapa donor sel
telur dalam penelitian itu telah dibayar.
14. 15 Desember 2005: Ilmuan Korea Selatan,mengakui adanya
kesalahan yang serius dalam papernya di tahun 2005 dan menerima
Science untuk menarik kembali jurnal tersebut.
15. 29 Desember 2005: Investigasi Seoul National University
menyimpulkan data penelitian tim Hwang yang dipublikasikan
Science adalah palsu.
16. 12 Januari 2006: Jurnal Science secara formal menarik dua artikel
Hwang.
17. 7 Juni 2006: Hardvard University mengumumkan program
multimillion-dollar untuk membuat kloning embrio manusia sebagai
sumber menjanjikan sel punca.
18. 18 Juli 2006: Presiden Bush melarang aliran dana federal untuk
membiayai penelitian sel punca embrio.
19. Oktober 2007: Mario Capecchi,Martin Evans,dan Oliver Smithies
mendapat hadiah nobel 2007 di bidang fisiologi kedokteran untuk

10
menjelaskan sel punca embrionik dari tikus dan pemanfaatannya
untuk penelitian gen.
20. Januari 2008: Robert Lanza and colleageus ar Advanced.Cell
Technology and UCFS membuat pertama kali sel punca embrionik
manusia tanpa merusak embrio.
21. 30 Oktober 2008: Embrionik menyerupai sel punca berasal dari
rambut manusia.
22. 29 Mei 2009: Kim et al,mengumumkan cara memanipulasi dari sel
kulit yang dipakai oleh pasien “induced pluripotent stem cell”(IPS).
23. 11 Oktober 2010: Percobaan pertama kali pada embrio sel punca
yang berasal dari manusia.
(Djauhari, 2012)

2.2. Sumber dan Macam Stem Cells

2.2.1 Sel Induk Embrio (Embryonic stem cells)

Sel induk embrio adalah sel induk yang diambil dari embrio pada
fase blastosit yang terdiri dari 50-150 sel (berumur 5-7 hari setelah
pembuahan). Pada saat ini massa sel bagian dalam mengelompok dan
mengandung sel-sel embrionik. Selanjutnya sel-sel diisolasi dari massa sel
bagian dalam dan dikultur secara in vitro di labrotarorium. Sel induk
embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada
organisme dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel
ginjal, dan sel-sel lainnya. Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari
sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF ( In Vitro Fertilization). Hal ini
pun dapat membuat stem sel tersebut menjadi tumorigenik jika
terkontaminasi dengan alat atau bahan yang tidak steril. Akan tetapi saat ini
telah dikembangkan teknik pengambilan sel induk embrionik (embryonic
stem cell) yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus
hidup dan tumbuh. Untuk masa depan mungkin dapat mengurangi
kontroversi etis seperti sekarang ini (Hakim, 2020).

11
2.2.2. Fetal Stem Cells

Stem Cells ini berasal dari jaringan fetus (aborsi). Fetal stem cells
tidak mati tetapi memiliki kemampuan membelah yang sangat tinggi dan
bersifat multipoten. Salah satu dari Fetal stem cells yaitu stem sell darah tali
pusat (Umbilical Cord Blood Stem Cells). Terdapat beberapa kelebihan
transplantasi stem cell darah tali pusat dibandingkan sumsum tulang.
Kelebihan pertama adalah proses pengumpulan stem cell darah tali pusat
lebih mudah. Setelah darah terkumpul, darah tersebut dikirim dan disimpan
di bank darah, kemudian setelah beberapa hari atau minggu setelah proses,
darah tersebut dapat digunakan. Hal ini jauh berbeda dengan stem cell
sumsum tulang, dimana pasien harus menunggu lama untuk mendapatkan
donor yang sesuai. Proses pengumpulan darah tali pusat tidak menyakitkan
baik untuk ibu maupun bayi dan bisa dilakukan sebelum ataupun setelah
melahirkan plasenta. Kelebihan lainnya adalah dengan menggunakan
transplantasi darah tali pusat akan mengurangi risiko transmisi penyakit
infeksi. Kelebihan khusus ini sebagian karena tali pusat hampir tidak pernah
terkontaminasi Epstein-Barr-Virus atau Cytomegalovirus. Sel punca darah
pusat lebih jarang mengalami penolakan dalam transplantasi karena sel
tersebut masih imatur sehingga menghasilkan reaksi imun alami yang lebih
rendah. Mesenchymal Stem Cells pada darah tali pusat berproliferasi lebih
cepat dibandingkan yang terdapat dalam sumsum tulang (I Nyoman, 2017).

Selain kelebihan, terdapat kekurangan transplantasi darah tali pusat.


Agar transplantasi sel punca berhasil, harus ada tanda-tanda penanaman
(engraftment). Tanda tersebut dapat diukur dari produksi neutrofil dan
platelet. Dua tanda klinis pemulihan ini memakan waktu lebih lama pada
transplantasi darah tali pusat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
engraftment adalah dosis sel. Dosis sel berhubungan langsung dengan
volume darah tali pusat yang terkumpulkan. Dosis sel mengacu pada jumlah
sel punca yang dapat digunakan dalam sampel darah. Karena volume sel
yang dikumpulkan dari darah tali pusat terbatas, jumlah sel punca dalam
darah tali pusat sekitar 10% lebih rendah dari jumlah yang diperoleh dari

12
sumsum tulang. Kerugian penting lainnya adalah penggunaan stem cells
darah tali pusat bagi pemilik stem cell tersebut. Terdapat beberapa kasus
dimana darah tali pusat seseorang dikontraindikasikan, seperti pada kasus
kelainan genetik. Misalnya, seseorang yang menderita kanker karena mutasi
gen tidak dapat diberikan transplantasi stem cell autologous karena mutasi
sudah terdapat pada DNA pertimbangan penting lainnya adalah bahwa saat
ini belum diketahui berapa lama darah tali pusat akan mempertahankan
fungsinya saat dibekukan. Penelitian menunjukkan bahwa sel punca tali
pusat dapat dipertahankan hingga 15 tahun, namun tidak diketahui apakah
sel akan dipertahankan selama seumur hidup seseorang (Hasanah et al.,
2017).

2.2.3. Adult Stem Cells

Adult stem cells dikenal juga sebagai sel punca somatik, berada di
jaringan spesifik dan memiliki sifat dasar sel punca, yaitu, kapasitas
pembaharuan diri dan, meskipun terbatas dalam besarnya, multipotensi.
Adult stem cells adalah populasi langka dari sel tak berdiferensiasi yang
ditemukan dalam tubuh sepanjang sebagian besar kehidupan
pascakelahiran; mereka mampu memperbarui diri dan memunculkan
sejumlah tipe sel dewasa yang membangun jaringan tempat mereka tinggal.
Keturunan mereka menggantikan sel-sel yang hilang karena pergantian
jaringan atau cedera, sehingga memastikan pemeliharaan homeostasis
jaringan. Sel punca dewasa mempunyai dua karakteristik. Karakteristik
pertama adalah sel-sel tersebut dapat berprolifcrasi untuk periode yang
panjang untuk memperbarui diri. Karakteristik kedua, sel-sel tersebut dapat
berdiferensiasi untuk menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyaı
karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial. Contoh-contoh yang
dipelajari dengan baik pada mamalia termasuk darah, kulit, usus dan sel-sel
punca otot. Sel-sel induk dewasa biasanya dipertahankan dalam keadaan
diam dan, ketika diaktifkan, mereka berkembang biak untuk mengisi
jaringan yang rusak. Seri artikel ini membahas kemajuan yang telah dibuat

13
dalam mengidentifikasi sel punca penduduk di jaringan yang berbeda dan
dalam mengkarakterisasi kumpulan sel punca yang sering heterogen ini,
serta dalam memahami mekanisme intrinsik dan interaksi dengan relung sel
punca yang mengatur fungsi sel punca dan keseimbangan antara diferensiasi
dan pembaruan diri (Hasanah et al., 2017).

Keuntungannya dalam banyak jaringan lebih dapat diterima dan


lebih aman daripada embrionik / janin, berpotensi majemuk dan karenanya
lebih dekat ke aplikasi medis, diambil dari sel pasien sendiri sehingga
menghindari penolakan imun dan tidak ada masalah secara etis. Kerugian
jumlahnya sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan matur sehingga
lebih sulit mendapatkan adult stem cell dalam jumlah banyak, yaitu di 12
tempat yang berbeda dalam tubuh (otak, darah, kornea, retina, jantung,
lemak, kulit, daerah gigi, pembuluh darah pada sumsum tulang belakang,
otot tengkorak, dan usus), masa hidupnya tidak selama embryonic stem cell,
sifatnya multipotent, yaitu dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu
macam sel sehingga differensiasi tidak seluas sel induk embrionik yang
bersifat pluripotent (Montagnani et al., 2016).

2.2.4 Induced Pluripotent Stem Cells (Ipsc)

Pada tahun 2006, Kazutoshi Takahashi dan Shinya Yamanaka


melaporkan untuk pertama kalinya pemrograman ulang sel induk
pluripotent terinduksi (iPSC) dari sel somatik tikus oleh ekspresi paksa dari
faktor transkripsi Oct4, Sox2, Klf4 dan c-Myc, sekarang disebut Faktor
Yamanaka. Selanjutnya, faktor Yamanaka, atau kombinasi lainnya dari
faktor berhasil digunakan untuk memprogram ulang berbagai mouse atau
somatik manusia sel ke dalam iPSC. iPSC mencapai tingkat dedifferensiasi
dan perolehan yang tinggi sifat yang mirip dengan sel induk embrionik
(ESC). iPSC dan ESC secara morfologis tidak dapat dibedakan, dan secara
in vitro sel-sel ini memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel

14
dari tiga lapisan kuman (ectoderm, endoderm dan mesoderm) dan untuk
berasal hampir semua sel organisme dewasa (Bragança et al., 2019).

iPSC memiliki keuntungan berasal dari sel somatik yang


dikumpulkan dengan cara non-invasif, mengandung latar belakang genetik
individu, sehingga bersifat autolog dan membatasi kekebalan tubuh
penolakan dan iPSC juga tidak ada masalah etika terkait dengan derivasi
dari ESC manusia dari blastokista. Saat ini, kemajuan dan penyempurnaan
telah dibuat dengan prosedur pemrograman ulang asli untuk menghindari
beberapa kritis masalah eksperimental, seperti pengiriman faktor
pemrograman ulang dengan vektor integratif. Meskipun faktor Yamanaka
umumnya digunakan untuk memprogram ulang iPSC, faktor transkripsi
lainnya, regulator epigenetik, microRNAs dan / atau molekul kecil telah
ditunjukkan untuk bekerja sama atau menggantikan faktor Yamanaka untuk
proses. Sel yang diprogram ulang saat ini merupakan alat yang sangat
berharga untuk penyakit in vitro pemodelan, layar throughput tinggi untuk
penemuan obat dan tes toksisitas. Sebagai tambahan, pemrograman ulang
memunculkan kemungkinan untuk penurunan autologous spesifik pasien sel
untuk terapi yang dipersonalisasi (Spagnuolo et a.l, 2018).

Dalam bidang kanker, studi biologi iPSC dan mekanisme


pemrograman ulang mereka tidak hanya memberikan wawasan baru dalam
perubahan epigenetik yang berkontribusi terhadap kanker, tetapi posisi
iPSC sebagai sumber sel untuk berasal sel-sel kekebalan dengan potensi
besar untuk pengembangan imunoterapi melawan kanker. IPSC yang tidak
aktif sekarang dianggap penting untuk vaksinasi di masa depan dan untuk
memberikan perlindungan melawan kanker. Bahkan studi lengkap dari
iPSC telah memberikan yang baru dapat mengembalikan penuaan dalam sel
dan membuka jalan untuk tujuan penelitian di masa depan untuk mengobati
penyakit yang berkaitan dengan usia dan untuk meningkatkan kesehatan
dalam umur panjang (Bragança et al., 2019).

15
2.3 Aplikasi Sel IPS Pada Kedokteran Gigi

Sel-sel iPS pada bidang kedokteran gigi dapat berasal dari sel-sel
batang pada apikal papillae (SCAP), pulpa gigi (DPSCs) dan gigi sulung /
gigi sulung (SHED), molar ketiga, mukosa bukal (fibroblast mukosa bukal),
gingiva (fibroblas gingiva) dan ligament periodontal (fibroblas ligamen
periodontal) (12-19, 26). Penelitian telah menunjukkan sel-sel punca gigi
yang berasal dari gigi (seperti, SHED, SCAP, dan DPSCs) dapat dengan
mudah diprogram ulang ke dalam sel iPS pada tingkat yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan fibroblas kulup neonatal dan fibroblast kulit
dewasa (Yang et al., 2017 ; Bragança et al., 2019).
Berikut ini merupakan laporan terkini mengenai aplikasi sel IPS
pada kedokteran gigi :
1. Sel-sel iPS dikombinasikan dengan mesenkim gigi dan
ditransplantasikan bersama-sama dengan spons kolagen telah
menunjukkan untuk mengekspresikan penanda ameloblas dan
amelogenin yang menunjukkan mereka dibedakan menjadi
ameloblas. Sel-sel iPS bersama dengan sel epitel gigi yang
mengekspresikan ameloblastin dapat menginduksi sel-sel iPS
menjadi ameloblas melalui faktor neurotropik 4 (NT-4) dan

16
pensinyalan protein morfogenik tulang 4 (BMP-4). Yoshida et al.,
Juga mengamati diferensiasi sel-sel iPS menjadi sel-sel mirip-
ameloblas dalam kultur sel bebas-makan menggunakan medium
yang dikondisikan oleh sisa-sisa sel epitel dari sel Malassez (ERM)
dan piring berlapis gelatin (Malhotra, 2016).
2. Neural crest-like cells (NCLCs) berasal dari sel iPS yang dikultur
dalam medium yang dikondisikan sel epitel gigi, mengekspresikan
penanda odontoblas untuk dentin sialoprotein (DSP) dan
menunjukkan pembentukan struktur seperti kuman gigi yang
dikalsifikasi dengan tulang ketika ditransplantasikan ke bawah
kapsul ginjal pada tikus yang kekurangan imun. Dengan demikian
NCPS yang diturunkan sel iPS dapat berdiferensiasi menjadi
odontoblas melalui interaksi resiprokal dengan epitel gigi. Sebagai
alternatif, sel-sel iPS tikus dapat diinduksi untuk membentuk sel-sel
mirip odontoblas, tanpa interaksi epitel-mesenkimal, dengan
menggunakan perancah tipe-kolagen yang dikombinasikan dengan
BMP-4 dan asam retinoat. Sel-sel yang berdiferensiasi berfungsi
secara fisiologis dan non-teratogenik (Malhotra, 2016).
3. BMP-4 telah terbukti menginduksi sel-sel iPS untuk membentuk sel-
sel seperti-ameloblast dan odontoblast ketika digunakan dengan
ameloblast media yang dikondisikan bebas-serum (Malhotra, 2016).
4. Kombinasi sel-sel iPS dengan dehidrasi matriks enamel dapat
membantu regenerasi PDL melalui pembentukan protein, tulang
alveolar, dan ligamen periodontal. Sel-sel iPS dalam kombinasi
dengan perancah sutra dan matriks enamel telah menunjukkan
pembentukan tulang alveolar, sementum, dan regenerasi PDL pada
defek fenestrasi periodontal (pada tikus). iPSC-MSC
diimplantasikan ke defek fotosintesis bersama dengan fibrinogen
dan timbunan gumpalan trombin ke pembentukan jaringan
mineralisasi yang baru terbentuk dan jaringan seperti PDL yang ada
dalam defek. Sel-sel iPS juga menunjukkan, secara in vitro, ekspresi
penanda jaringan periodontal yang terkait dengan tulang,

17
ligamentum periodontal dan sementum di bawah pengaruh enamel
matrix degenerative (EMD) dan growth / differentiation factor-5
(GDF-5) (42). Pengobatan periodontitis dengan iPSC-MSC yang
ditransfeksi dengan tumor necrosis factor gen 6 (TSG-6) telah
menunjukkan pengurangan signifikan peradangan periodontal,
dengan berkurangnya tingkat infiltrat inflamasi, sitokin pro-
flammatory dan juga menghambat tingkat kehilangan tulang
alveolar (Malhotra, 2016).
5. Telah diusulkan untuk menggunakan memprogram ulang sel
somatik pasien dan menghasilkan sel iPS khusus pasien, yang
diinduksi untuk membentuk sel epitel ektodermal dan sel mesenkim
yang diolah oleh neural crest (NC). Interaksi antara populasi sel-sel
ini (meniru kondisi in-vivo) dapat menyebabkan pembentukan
kuman gigi yang pernah ditransplantasikan ke rongga mulut
mungkin dapat membentuk Biotooth yang sepenuhnya
dikembangkan dan fungsional. Sel-sel iPS, yang berasal dari sel-sel
urin, dibedakan menjadi sel-sel epitel yang diturunkan dari iPSC
ketika dikombinasikan dengan mesenkim gigi telah menunjukkan
kapasitas untuk membentuk struktur seperti gigi yang mengandung
pulpa gigi, dentin, ruang enamel, dan organ email (Malhotra, 2016).

2.4 Differensiasi Stem Cells

Stem cell merupakan sel yang memiliki ciri mampu melakukan self
renewal, clonogenecity dan dapat berdiferensiasi menjadi sel dengan
struktur dan fungsi tertentu. Salah satu aplikasi stem cell adalah regenerative
medicine pada pada berbagai penyakit, hingga beberapa penyakit serius
yang mengancam jiwa. Stem cell dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi
sel dan sumber sel (Diniah, 2016).

1. Totipotent (Omnipotent)

18
Memiliki arti kemampuan suatu sel untuk dapat
berdiferensiasi menjadi semua jenis sel, yang berarti hasil
pmbelahan nya tidak menyerupai sel induk. contohnya ; zigot (telur
yang dibuahi) (Hasanah, 2017).

2. Pluripotent
Kemampuan suatu sel untuk berdiferensiasi menjadi hampir
semua jenis sel. pluripotent berdiferensiasi menjadi 3 lapisan
germinal :
1. Ektoderm (merupakan lapisan germinal terluar)
2. Mesoderm (merupakan lapisan yang berada diantara
lapisan ektoderm dan endoderm)
3. Endoderm (merupakan lapisan germinal inti yang berada
paling dalam)

Yang termasuk sel punca yang memiliki kemampuan


pluripotent adalah embryonic stemcell/sel punca embrionik. disini
bedanya dengan totipotent, pluripotent hanya hampir berdiferensiasi
menjadi hampir semua jenis sel, sedangkan totipotent bisa
berdiferensaiasi menjadi semua jenis sel (Hasanah, 2017).

3. Multipotent

Kemampuan stem cells multipotent dapat berdiferensiasi


menjadi sebuah sel terdekat, contohnya hematopoietik stem cells
bisa menjadi sel darah merah atau sel darah putih (Hasanah, 2017).

4. Unipotent

Unipotent yang berarti berarti sel tersebut hanya dapat


menghasilkan 1 jenis sel. tetapi berbeda dengan non stem cell, stem
cell unipotent ini mempunyai sifat bisa memperbarui diri sendiri
(Hasanah, 2017).

19
2.5 Karakteristik dan Mekanisme Pembelahan Stem Cells

Stem Cells memiliki sifat dan karakteristik yang sangat baik untuk
perawatan terapi di masa yang akan datang, berikut ini karakteristik dari
Stem cells:

1. Stem Cells mampu berdiferensiasi menjadi sel lain (sel saraf, sel
otot jantung, sel otot rangka, pankreas, dan lain-lain).

2. Stem Cells mampu bereplikasi menghasilkan sel yang


berkarakteristik sama dengan sel induknya, yang tidak dimiliki
oleh sel tubuh lainnya.

3. Kemampuannya populasi Stem Cells memperbanyak diri dapat


dilakukan berulang kali dan dalam waktu yang tidak terbatas.

(I Nyoman, 2017; Santi. 2018).

Pembelahan sel punca secara asimetrik merupakan syarat paling


mendasar bagi perkembangan organisme multiselular. Kegagalan dalam
pembelahan asimetrik dapat memicu terjadinya tumorigenesis. Proses
tumorigenesis membutuhkan kondisi tambahan seperti perluasan faktor
lingkungan mikro (stem cells niche) yang merupakan faktor ekstrinsik, atau
mutasi sel punca sehingga tidak lagi bergantung pada niche. Sel penginisiasi
kanker dikenal dengan sel punca kanker (cancer stem cells). Sel punca
kanker (SPK) saat ini dilaporkan banyak ditemukan pada tumor manusia
dengan menggunakan metode identifikasi yang umumnya digunakan pada
sel punca normal. Penemuan tentang sel punca kanker dan karakteristiknya
membawa suatu harapan baru dalam menentukan prognosis kekambuhan
dan terapi kanker (Yang et al., 2017).

20
Stem Cells Progenitors dapat membelah beberapa kali sebelum
berdiferensiasi menjadi sel matur. Hal ini diduga disebabkan perbedaan
molekul selama pemisahan membran protein sel seperti reseptor, dll. Niche
stem cell adalah lingkungan mikro yang mengandung kapiler, sel endotel
vaskular, perisit, protein fibrous dari matriks ekstra seluler, sel stroma, sel
imun, dan sel saraf. Niche terbagi menjadi 2 bagian yaitu stroma dan
epithelial. Fungsi Niche Stem Cells adalah menjaga keberadaan sel punca,
menghasilkan faktor ekstrinsik yang mengatur proliferasi sel punca.
Scaffold Stem Cells adalah media atau kerangka yang berfungsi
menyediakan lingkungan untuk membantu sel punca melakukan adhesi,
proliferasi, dan differensiasi yang pada akhirnya menghasilkan jaringan
yang diharapkan. Mengenai jenis transplantasi sel punca, pada umumnya
terdapat 3 transplanstas, yaitu:

21
1. Transplantasi sel punca dari sumsum tulang (bone marrow
transplantation)
2. Transplantasi sel punca darah tepi (peripheral blood stem cell
transplantation)
3. Transplantasi sel induk darah tali pusat
(Yang et al., 2017).

2.6 Niche Stem Cells dan Scaffold Stem Cells

Niche stem cell adalah lingkungan mikro yang mengandung kapiler,


sel endotel vaskular, perisit, protein fibrous dari matriks ekstra seluler, sel
stroma, sel imun, dan sel saraf. Stimulus yang berasal dari sel punca, dari
dalam dan luar niche secara bersama mengatur regulasi keseimbangan
regulasi proses self renewal dan differentiation. Fungsi Niche Stem Cells
adalah menjaga keberadaan sel punca, menghasilkan faktor ekstrinsik yang
mengatur proliferasi sel punca (Bartfeld et al., 2017). Niche ini terbagi
menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Stromal niche dimana germcell sel punca berada dalaam stroma


2. epithelial niche folikel sel punca berada diatas sel basal yang
tidak berhubungan dengan stroma.
(Bartfeld et al., 2017).

Mengenai Scaffold atau perancah adalah biomaterial tiga dimensi


(3D) yang meniru matriks ekstraseluler yang memfasilitasi interaksi
perancah sel, kelangsungan hidup sel, proliferasi, dan diferensiasi. Scaffold
utamanya terbuat dari bahan-bahan yang mudah terurai dan beracun. Ada
empat jenis utama perancah termasuk polimer alami, polimer sintetik,
perancah keramik berbasis kalsium fosfat, dan perancah komposit. Bahan
perancah sering diterapkan bersama dengan sel induk dan faktor bioaktif
seperti protein morfogenetik tulang (BMPs), faktor pertumbuhan endotel

22
vaskular (VEGF), faktor pertumbuhan turunan trombosit (PDGF dan SDF-
1) (Bartfeld et al., 2017).

Sel-sel induk merespons secara berbeda terhadap berbagai jenis


perancah. Seng terelusi yang dilepaskan dari titanium yang dimodifikasi
seng yang sering diaplikasikan pada implantasi gigi dan maksilofasial dapat
merangsang diferensiasi osteoblas dari DPSC. Mangano et al. menemukan
bahwa permukaan titanium yang disinter laser meningkatkan DPSC untuk
dengan cepat berdiferensiasi menjadi osteoblas dan endotelium dan
kemudian menghasilkan jaringan tulang di sepanjang permukaan implan.
Akhirnya, osteointegrasi lengkap diperoleh. Setelah terhubung ke perancah
biokoral, DPSC pindah ke rongga dan berdiferensiasi menjadi osteoblas,
membentuk biokompleks insinyur. Giuliani et al. menggunakan Micro-CT
sebagai alat yang efektif untuk mengamati laju proliferasi sel yang berbeda
pada perancah PLGA. Microscaffolds PLGA berpori telah terbukti untuk
meningkatkan adhesi DPSC, sementara itu mempertahankan viabilitas,
batang, dan plastisitas sel batang mesenkim pulpa gigi yang dikultur. Dan
morfologi scaffold juga dikonfirmasi untuk mempengaruhi kinetika
regenerasi tulang jangka panjang (Bartfeld et al., 2017).

1. Sel Stem Somatik Dengan Perancah Dalam Perbaikan dan


Regenerasi Gigi

Sel induk dan perancah dapat ditransfer ke sistem saluran


gigi untuk membantu regenerasi pulpa vital dan melanjutkan
pembentukan akar. Menunjukkan bahwa serat bermuatan VEGF
adalah biokompatibel dan mungkin merupakan scaffold yang
menjanjikan untuk optimasi tambahan dan digunakan dalam
prosedur regeneratif endodontik. Theocharidou et al. terbukti
perawatan iradiasi laser tingkat rendah bermanfaat untuk
diferensiasi odontogenik dan biomineralisasi DPSC di dalam
perancah bioceramic, membuat modalitas terapi ini menjanjikan
untuk rekayasa gigi dentin yang ditargetkan. DPSC dan scaffold
matriks dentin yang dirawat ditemukan berhubungan dengan

23
pembentukan tulang yang lebih signifikan ketika digunakan
untuk memperbaiki perforasi furkasi yang tidak terinfeksi pada
gigi-gigi anjing.

Scaffold kolagen yang tersedia secara komersial


(collagen fleece) digunakan untuk menyimpan autologous BM-
MSCs yang diperkaya dengan lem fibrin autologous di fasilitas
ruang bersih untuk regenerasi jaringan periodontal pada cacat
infraboni periodontal dalam uji klinis yang sedang berlangsung.
Untuk pasien periodontitis dewasa, implantasi bedah MSC
autologous dengan scaffold komposit kain tenun 3D dan plasma
kaya platelet tidak menunjukkan masalah keamanan klinis tetapi
menurunkan tren mobilitas dan secara signifikan meningkatkan
perubahan pada tingkat perlekatan klinis, kedalaman poket, dan
pertumbuhan tulang linear.

2. Sel Punca Somatik Dengan Perancah Dalam Perbaikan dan


Regenerasi Maksilofasial

Sel induk yang dikombinasikan dengan perancah dapat


meregenerasi tulang secara efektif. Dan kompresi plastik
perancah kolagen yang diunggulkan dengan DPSC ditunjukkan
untuk meningkatkan diferensiasi osteogenik DPSC karena
meningkatkan kepadatan serat kolagen dalam model cacat
calvarial ukuran kritis tikus. Dalam sebuah uji klinis untuk
memeriksa potensi sel stroma sumsum tulang manusia yang
dikultur yang pada akhirnya akan digunakan untuk mencangkok
ke dalam defek tulang kraniofasial, pembentukan tulang yang
berkepanjangan oleh sel-sel stroma sumsum tulang yang
ditransplantasikan diamati dalam model tikus dan pembentukan
tulang yang konsisten oleh manusia. fibroblas stroma sumsum
dicapai dalam kendaraan yang mengandung keramik

24
hidroksiapatit / trikalsium fosfat (HA / TCP) dalam bentuk blok,
bubuk, dan HA / TCP bubuk-jenis I strip kolagen serat sapi.
Percobaan klinis lain mengevaluasi penggunaan tulang rekayasa
jaringan yang terbuat dari perancah dan MSC autogenous untuk
augmentasi lantai sinus maksilaris atau onlay plasty dengan
penempatan implan simultan pada enam pasien dengan
ketinggian tulang crestal alveolar 3–5 mm. Hasil menunjukkan
peningkatan rata-rata tinggi jaringan mineral 7,3 ± 4,6 mm pasca
bedah, menunjukkan bahwa jaringan yang direkayasa jaringan
injeksi memberikan keberhasilan implan yang stabil dan dapat
diprediks. Sebuah studi klinis menunjukkan bahwa biokompleks
spons DPSC / kolagen sepenuhnya dapat mengembalikan cacat
tulang mandibula manusia dan menunjukkan bahwa populasi sel
ini dapat digunakan untuk perbaikan dan / atau regenerasi
jaringan dan organ. Dilaporkan bahwa 3 tahun setelah
transplantasi pada mandibula manusia, histologis, dan holo-
tomografi in-line mengungkapkan bahwa sel-sel induk
meregenerasi tulang yang padat daripada tulang yang kenyal. Ini
menciptakan mandibula yang lebih mantap, yang mungkin
meningkatkan stabilitas dan resistensi implan terhadap agen
mekanik, fisik, kimia, dan farmakologis. MSC dari pulpa gigi
sulung terkait dengan kolagen dan biomaterial hidroksiapatit
digunakan untuk merekonstruksi cacat tulang alveolar pada
pasien bibir sumbing dan langit-langit mulut, dan hasilnya
menunjukkan persatuan tulang alveolar progresif pada semua
pasien, penyelesaian akhir dari cacat alveolar dengan tinggi
tulang rata-rata 89,5% 6 bulan pasca operasi.

Lima uji klinis lainnya menggunakan perancah untuk sel punca


sedang berlangsung tanpa hasil yang dilaporkan. Percobaan klinis yang
sedang berlangsung menggunakan produk bioengineer yang terdiri dari sel
punca mesenchymal dan matriks cross-linked yang dipatenkan dari plasma
autologous untuk pengisian ulang kista maksilaris tulang. Platelet rich fibrin

25
(PRF) dan allograft tulang (FDBA; SureOss, Hansbiomed, Korea)
digunakan untuk memuat sel-sel induk lemak pad buccal yang diturunkan
untuk perawatan kehilangan tulang alveolar dalam augmentasi sinus
maksilaris dan dalam augmentasi mandibula posterior. Konstruksi jaringan
yang direkayasa berdasarkan triccium phosphate sintetis dan MSCs
autologus yang diperoleh dari mukosa oral digunakan untuk rekonstruksi
proses alveolar maksila pada pasien dengan diagnosis terverifikasi sebagian
maxent edentulous dan atrofi tulang alveolar. Demikian pula, MSC yang
diperoleh dari sumsum tulang dicampur dengan bicalcium phosphate untuk
menambah alveolar ridge.

2.7 Transplantasi Stem Cells

Penggunaan stem cells untuk mengobati penyakit dikenal sebagai


Cell Based Therapy. Prinsip terapi adalah dengan melakukan transplantasi
stem cells pada organ yang rusak. Jenis-jenis Transplantasi Sel Punca yaitu:

1. Transplantasi sel punca dari sumsum tulang (bone marrow


transplantation).
2. Transplantasi sel punca darah tepi (peripheral blood stem cell
transplantation).
3. Transplantasi sel induk darah tali pusat.

Tujuan dari transplantasi stem cells yaitu :

1. Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang


sehat pada jaringan atau organ tubuh pasien
2. Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau
cidera tertentu dengan sel-sel baru yang ditranspalantasikan.
(Yang et al., 2017).

2.7.1 Transplantasi Sel Punca Dari Sumsum Tulang

26
Istilah sel punca hematopoietik/haematopoietic stem cell (HSC)
merujuk kepada sel-sel yang dibuat dalam pabrik darah atau sumsum tulang
belakang yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi hampir semua
jenis sel darah. Transplantasi HSC (HSCT) dilakukan untuk
mengembalikan fungsi sumsum tulang belakang dan sistem kekebalan
tubuh setelah dirusak dan/atau diserang oleh kanker darah. HSCT dewasa
pertama di Singapura dilakukan pada bulan Juli tahun 1985 pada seorang
pasien yang menderita leukemia akut kambuhan.

Indikasi yang paling umum dari HSCT adalah kanker darah,


terutama leukemia akut, kanker jaringan limfatik (limfoma) dan sel-sel
darah pembentuk antibodi (multiple myeloma). Indikasi lainnya meliputi
kegagalan sumsum tulang belakang, penyakit autoimun dan masalah-
masalah saraf seperti sklerosis ganda/multiple sclerosis yang gagal diobati
dengan pengobatan standar. Terdapat dua cara untuk memperoleh HSC.

1. Cara yang lebih umum dilakukan adalah dengan


mengumpulkannya dari aliran darah, sel punca darah perifer.
Dalam prosedur ini, darah diambil dari satu lengan dan
kemudian masuk ke dalam sebuah mesin yang menyaring sel-sel
punca dan sel-sel darah putih. Sisa darah dikembalikan melalui
lengan yang satunya untuk membentuk suatu aloesirkulasi.
2. Cara yang kedua adalah untuk mengekstrak HSC secara
langsung dari tulang-tulang yang besar, biasanya dari panggul
dan biasanya dilakukan dengan bius umum. Ini disebut dengan
panen sumsum tulang dan sekarang ini lebih jarang dilakukan.

2.7.2 Transplantasi Sel Punca Darah Tepi

Sumber sel punca untuk autotranplantasi yang banyak diaplikasikan


dapat berasal dari darah tepi, sumsum tulang dan darah tali pusat. Dengan
perkembangan teknologi dewasa ini pemberian suatu faktor tertentu juga
dapat memobilisasi sel punca. Sel punca yang berlokasi di jaringan tubuh
lainnya seperti di sum-sum tulang dapat berpindah ke dalam sirkulasi darah.

27
Dengan demikian pengumpulan sel punca dari darah tepi merupakan teknik
yang banyak diminati saat ini karena relatif lebih nyaman dan aman. Karena
adanya perkembangan teknik pengumpulan sel punca dari darah tepi ini,
maka timbulah pemikiran untuk melakukan penyimpanan sel punca darah
tepi.

Bank sel punca darah tepi merupakan suatu perwujudan dari hal
tersebut dan telah banyak kita jumpai di luar negeri, bahkan di negara
tetangga seperti: Singapura dan Malaysia. Berbagai penyakit telah dapat
diterapi dengan autotransplantasi sel punca dan menunjukkan hasil yang
baik, antara lain: critical limb ischemia pada penderita diabetes mellitus,
penyakit jantung iskemik kronis, penyakitpenyakit autoimun, penyakit
tulang rawan sendi lutut dan kanker, terutama kanker darah. Beberapa
penanganan penyakit-penyakit tersebut dalam tataran klinis sekarang sudah
banyak dilakukan di luar negeri, sehingga bukan merupakan suatu tahapan
yang baru diteliti.

2.7.3 Transplantasi sel induk darah tali pusat

Darah tali pusat adalah darah yang ditemukan pada pembuluh darah
pada tali pusat dan plasenta. Secara anatomis tali pusat terdiri dari tiga
pembuluh darah yaitu satu pembuluh darah vena dan dua pembuluh darah
arteri. Pembuluh darah tersebut memiliki tiga macam sel punca. Tali pusat
adalah tali yang menghubungkan fetus dengan plasenta. Melalui tali pusat
tersebut fetus memperoleh suplai oksigen dan nutrient.

Ditemukan 3 jenis stem cell dengan fitur yang unik, yang tidak
terdapat pada darah tepi. Tiga jenis sel tersebut adalah: Hematopoietic Stem
Cells (HSCs), Multipotent non-Hematopoietic Stem Cells, dan
Mesenchymal Stem Cells (MSCs). Hematopoietik adalah suatu proses yang
akan menghasilkan sel darah sebagai produk akhirnya. Semua komponen
sel darah merupakan derivat dari populasi sel punca multipotent yang
disebut hematopoietic stem cell. Darah tali pusat menunjukan adanya
komponen HSCs dalam berbagai fase atau tingkatan (stage), dengan

28
karakteristik antigen yang berbeda yaitu CD133, CD34, dan CD45. Hal
tersebut menunjukkan bahwa HSCs tali pusat dapat diinduksikan secara
selektif menjadi eritroid, megakaryotik, dan monositik. Mesenchymal Stem
Cell adalah sebuah sel multipotent yang biasanya ditemukan pada sumsum
tulang. Sel ini memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi
osteogenik, adipogenik, dan kondrogenik.

Mesenchymal Stem Cell tali pusat menunjukan morfologi dan


molecular yang mirip dengan MSCs sumsum tulang, namun jumlahnya
tidak sebanyak pada sumsum tulang. Meskipun demikian, MSCs tali pusat
menunjukan proliferasi yang lebih cepat dibandingkan MSCs sumsum
tulang dan telah berhasil berdiferensiasi secara in vitro menjadi osteogenik,
kondrogenik, neural lineage, dan hepatic lineage. Jenis sel punca terakhir
yang terdapat pada darah tali pusat adalah Multipotent Non-Hematopoietic
Stem Cells. Sel ini berukuran kecil, terdapat pada kepadatan yang rendah
(low density) dan memiliki penanda hematopoietik utama CD45 yang
negatif. Sel punca ini telah terbukti berdiferensiasi kedalam berbagai jenis
sel yang mewakili 3 lapisan germinal, yaitu ektoderm, endoderm, dan
mesoderm. Terdapat beberapa kelebihan transplantasi stem cell darah tali
pusat yaitu:

1. Proses pengumpulan stem cell darah tali pusat lebih mudah.


Setelah darah terkumpul, darah tersebut dikirim dan disimpan di
bank darah, kemudian setelah beberapa hari atau minggu setelah
proses, darah tersebut dapat digunakan.
2. Proses pengumpulan darah tali pusat tidak menyakitkan baik
untuk ibu maupun bayi dan bisa dilakukan sebelum ataupun
setelah melahirkan plasenta.
3. Kelebihan lainnya adalah dengan menggunakan transplantasi
darah tali pusat akan mengurangi risiko transmisi penyakit
infeksi. Kelebihan khusus ini sebagian karena tali pusat hampir
tidak pernah terkontaminasi Epstein-Barr-Virus atau
Cytomegalovirus. Sel punca darah pusat lebih jarang mengalami

29
penolakan dalam transplantasi karena sel tersebut masih imatur
sehingga menghasilkan reaksi imun alami yang lebih rendah.
Mesenchymal Stem Cells pada darah tali pusat berproliferasi
lebih cepat dibandingkan yang terdapat dalam sumsum tulang
(Ali H, 2012).

Darah tali pusat yang sudah terkumpulkan akan disimpang di bank


darah tali pusat dalam bentuk bekuan (frozen), yang kemudian bisa dipakat
untuk penyumbang sendiri (autologous), keluarga (allologus), ataupun
orang lain yang membutuhkan. maupun bukan. Transplantasi ini dapat
menggantikan transplantasi sumsum tulang apabila sulit menemukan
pendonor yang sesuai atau tepat.

2.8 Macam-macam Dental Stem Cells (141)

Dental stem cel adalah stem cell yang berada atau didapat dari gigi.
Baik ketika gigi masih menjadi benih maupun sudah erupsi (Bluteau et al,
2008). Dental stem cell dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya : Dental
pulp stem cells (DPSC), Stem cells from human exfoliated deciduous teeth
(SHED), Apical part of the Papilla Stem Cell (APSC), Dental Follicle Stem
Cell (DFSC), Periodontal ligament stem cells (PDLSC). (Morzeck et al).
Dental stem cel dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Stem Cells From Human Exfoliated Deciduous Teeth (SHED)

Stem cell ini merupakan progenitor mesenkimal yang


diisolasi dari pulpa gigi insisif sulung Sel ini menunjukkan
plastisitas yang tinggi ketika sudah bisa berdiferensiasi menjadi
neuron, adiposit, osteoblas, dan odontoblas (Miura et al)

2. Adult Dental Pulp Stem Cells (DPSC)

Telah diketahui sebelumnya bahwa pulpa gigi dewasa


mampu membentuk odontoblas dibawah sinyal yang sesuai.

30
Sinyal yang dapat merangsang terbentuknya odontoblas pada
DPSC antara lain : bahan kalsium hodroksida atau kalsium
fosfat. Hingga saat ini, terapi dengan menggunakan DPSC masih
terus diteliti

3. Dental Follicle Stem Cell (DFSC)

DFSC dapat diisolasi dari folikel molar ketiga dan


menampakkan adanya stem cells marker seperti Notch 1, STRO-
1, dan nestin (Morszeck et al). Sel-sel ini dapat dipelihara
didalam kultur sampai sekitar 15 passages. STRO-1 positif pada
DFSCini dapat berdiferensiasi in vitro menjadi sementoblas dan
mampu membentuk sementum secara in vivo (Handa et al).

4. Periodontal ligament stem cells (PDLSC)

Ligamen periodontal adalah jaringan yang terspesialisasi


yang berada diantara sementum dan tulang alveolar dan
memiliki peranan dalam memelihara dan menyangga gigi.
Ligament periodontal mengandung marker untuk stem cell, yaitu
CD-146 / STRO-1 positif yang berfungsi untuk memelihara
kekuatan sel tersebut. Marker STRO-1 ini secara in vitro, dapat
berdiferensiasi menjadi fenotip adipogenik, osteogenik, dan
kondrogenik (Gay et al).

PDLSC dapat diisolasi dari gigi premolar yang dicabut


untuk perawatan ortodonti, gigi sulung yang dicabut, dan gigi
molar ketiga yang dicabut karena impaksi. PDLSC mempunyai
kapasitas proliferasi yang lebih tinggi dibandingkan bone
marrow stem cells (Bluteau et al). Dengan menggunakan
pengecatan imunohistochemical dan western blot analysis
menunjukkan bahwa kultur PDLSC mengekspresikan sejumlah
marker sementoblastik / osteoblastik antara lain alkaline

31
phosphatase, bone sialoprotein, osteocalcin, dan reseptor TGF β
(Seo et al).

32
2.9 Terapi SC Dalam Kedokteran Gigi

Gigi sulung maupun gigi dewasa serta pada jaringan periodontal


yaitu sementum dan ligamen periodontal. Sel punca jaringan tersebut
bermanfaat untuk meregenerasi jaringan gigi. Sel pulpa berisi sel punca
yang memiliki kemampuan berdiferensiasi dalam merespons jejas sehingga
berpotensi untuk reparasi dentin gigi. Selama proses penyembuhan luka
setelah terekspos maka sel mesenkimal undifferentiated yang memiliki
kemampuan diferensiasi dan sel endotel serta akan bermigrasi ke lokasi
pulpa yang terpapar, pada daerah yang lebih dalam akan melakukan
regenerasi odontoblas. Sifat self renewal sel punca tetap ada selama
organisme hidup, dapat dikembangkan dalam jumlah yang besar dalam
kultur in vitro (Hakim, 2020).

Terhadap regenerasi gigi Transplantasi sel punca dapat memberikan


alternatif pendekatan yang menjanjikan untuk rekayasa jaringan pada
bidang kedokteran gigi sehingga dapat digunakan untuk meregenerasi
jaringan dalam rongga mulut. Dengan adanya kemajuan dalam tehnik
memodifikasi aktifitas gen sel punca memberikan kemungkinan untuk
penggunaan sel punca pasien sendiri. Hal tersebut dimungkinkan karena
sifat reproduktif sel punca yang mampu membentuk kembali tulang,
sementum, dentin bahkan ligamen periodontal (Hakim, 2020).

Rekayasa jaringan bertujuan merestorasi struktur jaringan rusak


akibat penyakit atau trauma dengan tetap memelihara lingkungan, dengan
menginduksi sel punca pulpa gigi untuk berproliferasi
menjadi odontoblast like cells yang akhirnya membentuk dentin. Ada
tiga faktor yang diperlukan untuk rekayasa jaringan yaitu sinyal
morfogenesis, sel punca untuk merespons terhadap morfogen
dan scaffold dari matriks ekstraselular. Pada rekayasa jaringan gigi
diperlukan juga regenerasi syaraf dan regenerasi vaskular untuk menjaga
homeostasis gigi (Hakim, 2020).

33
Seluruh struktur gigi, mulut, dan struktur tulang kraniofasial
dibentuk oleh sel mesenkim pada saat pertumbuhan alami. Sel punca
dewasa secara kronologik memiliki struktur yang lebih mirip dengan sel
target seperti gigi, mulut dan struktur tulang kraniofasial daripada sel punca
embrionik. Sel punca dewasa dapat berupa sel autologous atau diisolasi
dari pasien, sebaliknya sel punca embrionik tidak bisa ditemukan dalam
sel autologous. Terdapat resiko penolakan imunitas terhadap sel-sel
yang non-autologous, dimana hal ini tidak didapati pada sel punca
yang autologous (Hakim, 2020).

Sebagian besar gigi, mulut, dan struktur tulang kraniofasial adalah


jaringan ikat. Pada saat pertumbuhan alami struktur jaringan ikat gigi,
mulut, dan struktur tulang kraniofasial dibentuk oleh punca saraf dan sel
mesenkim. Pada masa postnatal, sekelompok sel mesenkim ini selanjutnya
akan berubah menjadi berbagai bentuk jaringan lainnya. Sel punca
mesenkim dewasa juga dapat digunakan secara allogenik untuk
menyembuhkan defek yang besar. Sel punca mesenkim dewasa yang
berasal dari kondrosit dapat digunakan untuk rekonstruksi struktur tulang
rawan orofasial, seperti tulang rawan pada hidung dan sendi TMJ. Sel punca
mesenkim dewasa yang berasal dari osteoblas, dapat digunakan untuk
meregenerasi mulut dan tulang kraniofasial (Hakim, 2020).

Terhadap regenerasi jaringan periodontal Penyakit periodontal


mengakibatkan hilangnya jaringan ikat dan tulang pendukung dan hal ini
merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada orang dewasa. Dari
beberapa penelitian terbukti bahwa pada jaringan periodontal berisi sel
punca yang dapat berdiferensiasi menjadi tulang, sementum, dan ligamen
periodontal. Karena pilihan terapi saat ini masih terbatas, sejumlah
pendekatan bedah telah dikembangkan untuk meregenerasi jaringan
periodontal. Regenerasi jaringan periodontal yang menggunakan sel punca
autologous mungkin menjanjikan sebagai terapi berbasis sel di masa depan
untuk penyakit periodontal (Hakim, 2020).

34
Untuk meregenerasi jaringan periodontal, dapat menggunakan sel
punca embrionik, sel punca dewasa, dan sel-sel progenitor. Akan tetapi,
karena masalah etika dan juga adanya keterbatasan pada penggunaan sel
punca embrionik, maka sel punca dewasa dan sel-sel progenitor lebih cocok
digunakan dalam situasi klinis. Baru - baru ini telah ditunjukkan bahwa
jaringan lemak manusia mengandung sel-sel yang mirip dengan sel punca
sumsum tulang. Sel punca adipose ini mungkin dapat menjadi sumber yang
menjanjikan bagi sel-sel untuk strategi jaringan, karena banyak studi telah
menunjukkan bahwa sel punca adipose dapat berdiferensiasi menjadi
apogenik, osteogenik, kondrogenik, miogenik, dan keturunan sel
neurogenik. Selain itu mereka juga telah berhasil digunakan untuk
meregenerasi berbagai jaringan. Jaringan lemak tersedia dalam jumlah yang
besar dan relatif mudah diperoleh (Hakim, 2020).

2.10 Aplikasi Adult Stem Cells Dalam Perbaikan Dan Regenerasi Jaringan Oral
Dan Maksilofasial

Adult stem cells (sel punca dewasa) atau somatic stem cells (sel
punca somatik). Diambil dari jaringan yang telah matang/dewasa. Sel punca
dewasa dapat diperoleh dari hampir semua jaringan dewasa, namun sumsum
tulang menjadi sumber yang paling umum. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sel punca yang berasal dari sumsum tulang dapat
memperbaiki berbagai kerusakan jaringan, mulai dari miokardium, tulang,
tendon, kartilago, hingga kulit (Santi, 2018).

Adult Stem Cells pertama yang ditemukan di sumsum tulang adalah


nenek moyang hematopoietik untuk merekonstitusi seluruh sistem darah
dari inang yang immunocompromised [8] hanya beberapa tahun kemudian.
Friedenstein pertama kali menggambarkan populasi "sel klonal, penganut
plastik" yang berada di jaringan darah [9]. Sel-sel ini mampu memperbarui
diri seperti sel induk hematopoietik, dan mereka memiliki kemampuan
untuk itu berdiferensiasi menjadi tiga lapisan stroma utama: lemak, tulang
dan tulang rawan. Populasi ini bernama Mesenchymal Stem Cells (MSCs)

35
dan secara fenotip ditentukan oleh ekspresi permukaan spesifik penanda:
CD105, CD90, CD73 dan kurangnya penanda yang biasanya diekspresikan
oleh sel hematopoietik: HLA-DR, CD45 dan CD34 (Spagnuolo et a.l,
2018).

Terapi stem cell telah menjadi alternatif yang menjanjikan dalam


kedokteran gigi dan rehabilitasi maksilofasial karena dapat memberikan
struktur dan fungsi fisiologis yang lebih baik. Kedokteran gigi regeneratif
bertujuan untuk meregenerasi jaringan gigi yang rusak dan untuk
mendapatkan kembali morfologi dan fungsi gigi (Yang et al., 2017).

Ada total 44 uji klinis terdaftar yang berkorelasi dengan sel induk
oral atau penyakit mulut. Stem cell digunakan dalam uji klinis termasuk
MSC (N = 14, termasuk lima uji coba BM-MSCs), PDLSCs (N = 4), OESCs
(N = 12), DPSCs (N= 5), sel induk turunan adiposa (ADSC; N = 6), SHED
(N =1), sel induk hidung (N = 1), dan HSC (N = 1). Ada tujuh percobaan
yang diusulkan untuk mengobati periodontal penyakit dengan MSC
autologous, ADSCs, PDLSCs, atau alogenik DPSC. Ada empat uji klinis
yang melaporkan hasil dari total 14 percobaan untuk terapi penyakit tulang
dengan sel stroma sumsum tulang, stem cell nasal, MSC (Mesenchymal
Stem Cells) allogenik, dan ADSC (Adipose Derived Stem Cells) (Yang et
al., 2017). Penyakit lain yang dilakukan uji klinis termasuk:

1. Penyakit pulpa gigi (N = 3, diobati dengan autologous SHED


(Stem cells from Human Exfoliated Deciduous teeth) atau
DPSCs (Dental Pulp Stem Cells)
2. Penyakit gigi berkorelasi dengan pencabutan gigi (N = 2, diobati
dengan OESCs atau DPSCs)
3. Penyakit graft vs. host dengan komplikasi oral (N = 2, diobati
dengan HSC (Hematopoietic Stem Cells) atau MSC)
4. Penyakit fasial (N = 2, dengan ADSC autologous)
5. Sindrom Xerostomia / Sjögren (N = 2, dengan ADSC autologous
atau MSC allogenik).
(Yang et al, 2017)

36
Di antara mereka, tiga uji coba telah dilaporkan hasil. Uji klinis
dengan hasil yang dilaporkan akan dibahas di bawah:

1. Stem Cell Somatik dengan Scaffold Dalam Perbaikan Dan


Regenerasi Jaringan Oral dan Maksilofasial
Scaffold yang dirancang secara akurat dapat
meningkatkan kualitas regenerasi oral dan maksilofasial.
Scaffold dalam regenerasi jaringan oral dan maksilofasial
berperan menjadi model tiga dimensi (3D) biomaterial yang
meniru matriks ekstraseluler, memfasilitasi interaksi sel-
scaffold, memfasilitasi kelangsungan hidup, proliferasi, dan
diferensiasi sel. Oleh karena itu, scaffold terbuat dari bahan-
bahan dengan tingkat toksik rendah serta dapat terurai (Yang et
al., 2017).

Ada empat jenis scaffold utama di antaranya scaffold


polimer alami, polimer sintetik, scaffold keramik berbasis
kalsium fosfat, dan scaffold komposit. Material scaffold sering
diaplikasikan bersama dengan stem cell dan faktor pertumbuhan
seperti BMPs (Bone Morphogenetic Proteins), VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor), dan PDGF (Platelet Derived
Growth Factor) (Yang et al., 2017).

Sel-sel induk merespons berbeda untuk berbagai jenis


scaffold. Seng yang di-elusi atau diekstraksi dilepaskan dari
titanium yang dimodifikasi seng yang sering diterapkan di
implantasi gigi dan maksilofasial dapat merangsang diferensiasi
osteoblas DPSC. Permukaan titanium yang disinter (dipanaskan)
dengan laser mampu mempercepat diferensiasi DPSC menjadi
osteoblas dan sel endotelial, kemudian menghasilkan jaringan
tulang di sepanjang permukaan implan. Akhirnya, terjadilah
osseointegrasi (Yang et al., 2017).

37
Setelah terkait di dalam scaffold biocoral, DPSC
dipindah ke kavitas dan berdiferensiasi menjadi osteoblas,
membentuk rekayasa jaringan biokompleks Giuliani et al.
Menggunakan Mikro-CT sebagai alat yang efektif untuk
mengamati laju proliferasi sel yang berbeda pada scaffold PLGA
(Polylactyde Glycolide). Microscaffolds PLGA berpori telah
terbukti meningkatkan adhesi DPSC, menjaga kelangsungan
hidup, potensi pluripoten stem cell, dan plastisitas DPSC.
Morfologi scaffold juga dikonfirmasi mampu mempengaruhi
laju reaksi jangka panjang dari regenerasi tulang (Yang et al.,
2017).

a. Stem Cell Somatik dengan Scaffold dalam Perbaikan dan


Regenerasi Gigi
Stem cell dan scaffold dapat ditransfer ke sistem
saluran gigi untuk membantu regenerasi pulpa vital dan
melanjutkan pembentukan akar. Yadlapati et al.
menunjukkan bahwa serat VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor) bersifat biokompatibel dan dapat
menjadi scaffold yang menjanjikan untuk optimalisasi
dan penggunaan tambahan dalam prosedur regeneratif
endodontik. Theocharidou et al. membuktikan bahwa
perawatan iradiasi laser tingkat rendah bermanfaat untuk
diferensiasi odontogenik dan biomineralisasi DPSC di
dalam scaffold biokeramik, membuat terapi ini
menjanjikan untuk rekayasa dentin yang ditargetkan.
DPSC dan scaffold matriks dentin yang dirawat
dikaitkan dengan pembentukan tulang yang signifikan
ketika digunakan memperbaiki perforasi furkasi yang
tidak terinfeksi pada gigi premolar anjing (Yang et al.,
2017).
Ada 12 kasus yang menggunakan scaffold untuk
terapi stem cell di antara total 44 uji klinis yang

38
berhubungan dengan penyakit mulut dan oral stem cell.
Delapan dari mereka digunakan dalam pengobatan
penyakit tulang termasuk kelainan kraniofasial, fraktur
mandibula, atrofi tulang, langit-langit mulut sumbing,
kista rahang atas, dan kehilangan tulang alveolar
edentulous (lima uji coba sedang berlangsung ditambah
tiga percobaan dengan hasil yang dilaporkan) dan tiga
untuk penyakit periodontal (NCT02449005,
NCT00221130, NCT01082822), ditambah satu untuk
regenerasi in vitro dari dental pulp-like tissue dengan
berbagai scaffold dan mukosa oral yang diperoleh selama
pencabutan gigi (NCT00595595) (Yang et al., 2017).
Scaffold Bio-Oss ditransplantasikan bersama
dengan PDLS cell sheets untuk terapi periodontitis
kronis dalam uji klinis lengkap
(NCT01082822).Scaffold kolagen yang tersedia secara
komersial (collagen fleece) digunakan untuk mengatur
BM-MSC autologous yang diperkaya dengan lem fibrin
autologous di fasilitas kamar bersih untuk regenerasi
jaringan periodontal dalam cacat periodontal infraboni
dalam uji klinis yang sedang berlangsung
(NCT02449005) (Yang et al., 2017).
Pada pasien dewasa yang mengalami
periodontitis, implantasi bedah autologous MSC dengan
scaffold komposit kain tenun 3D dan platelet rich plasma
tidak menunjukkan masalah keamanan klinis tetapi
menurunkan derajat kegoyangan gigi dan menunjukkan
perubahan signifikan pada tingkat perlekatan klinis,
kedalaman poket, dan pertumbuhan tulang linier
(NCT00221130) (Yang et a.l, 2017).

39
b. Stem Cell Somatik dengan Scaffold dalam Perbaikan dan
Regenerasi Maksilofasial
Stem cell yang dikombinasikan dengan scaffold
dapat meregenerasi tulang secara efektif. Scaffold
kolagen mampu meningkatkan diferensiasi osteogenik
DPSC sehingga dapat meningkatkan kepadatan fibrillary
kolagen pada tikus dengan kelainan ukuran tulang
calvaria (Yang et al., 2017).
Dalam uji klinis (NCT000013.191) untuk
memeriksa potensi sel stromal sumsum tulang manusia
yang akan digunakan untuk cangkok ke dalam defek
osseous kraniofasial, pembentukan tulang dalam jangka
panjang dari transplantasi sel stroma sumsum tulang
diamati pada model tikus, pembentukan tulang yang
konsisten oleh fibroblas stromal sumsum tulang manusia
dicapai dalam medium (scaffold) yang mengandung
keramik hidroksiapatit / trikalsium fosfat (HA / TCP)
berbentuk balok, serbuk, dan HA / TCP jenis bubuk I
pada kolagen fibrilar sapi (Yang et al., 2017).
Percobaan klinis lain (UMIN000006720)
mengevaluasi penggunaan rekayasa jaringan tulang yang
terbuat dari scaffold dan MSC autogenous untuk
perawatan augmentasi pada dasar sinus maksilaris.
Metode yang sama digunakan dalam perawatan onlay
plasty dengan penempatan implan simultan pada enam
pasien dengan tinggi alveoral crest 3–5mm. Hasil
menunjukkan terdapat peningkatan rata-rata ketinggian
jaringan termineralisasi sebanyak 7,3. Peningkatan
tinggi sebanyak ± 4,6 mm pascabedah, menunjukkan
bahwa injeksi rekayasa jaringan tulang stabil dan dapat
diprediksi akan berhasil (Yang et al., 2017).

40
Sebuah studi klinis menunjukkan bahwa DPSC /
biokompleks spons kolagen dapat sepenuhnya
memulihkan cacat tulang mandibula pada manusia dan
menunjukkan bahwa populasi jenis stem cell ini (DPSC)
dapat digunakan untuk perbaikan dan atau regenerasi
jaringan dan organ. Tiga tahun setelah transplantasi pada
mandibula manusia, secara histologis dan tomografi
mengungkapkan bahwa sel-sel punca cenderung
beregenerasi menjadi tulang kompak dibanding tulang
spons. Hal tersebut menciptakan mandibula yang kuat,
yang meningkatkan stabilitas dan resistensi implan
terhadap agen mekanik, fisik, kimia, dan farmakologis
(Yang et al., 2017).
MSC dari pulpa gigi sulung yang dikaitkan
dengan biomaterial kolagen dan hidroksiapatit (Geistlich
Bio-Oss R) digunakan untuk merekonstruksi tulang
alveolar yang cacat pada kelainan bibir sumbing dan
kelainan palatum pasien, dan hasilnya menunjukkan
penyatuan tulang alveolar terjadi secara progresif pada
semua pasien, terjadi penyempurnaan akhir defek
alveolar dengan tinggi tulang rata-rata 89,5% pada 6
bulan pasca operasi (NCT01932164) (Yang et al., 2017).
Platelet Rich Fibrin (PRF) dan allograft tulang
(FDBA; SureOss, Hansbiomed, Korea) digunakan untuk
memuat stem cell ADSC bukal untuk pengobatan
kehilangan tulang alveolar pada augmentasi sinus
maxillary (NCT02745379) dan augmentasi mandibula
posterior (NCT02745366) (Yang et al., 2017).
Konstruksi rekayasa jaringan yang menggunakan
scaffold tricalcium phosphate sintetis dan MSC
autologous yang diperoleh dari mukosa oral digunakan
untuk proses rekonstruksi tulang alveolar maksila pada

41
pasien dengan diagnosis edentulous parsial maksila serta
pada pasien dengan atrofi tulang alveolar
(NCT02209311). Demikian pula, MSC yang diperoleh
dari sumsum tulang dicampur dengan bicalcium
phosphate untuk menambah ridge alveolar
(NCT02751125) (Yang et al., 2017).

2. Stem Cell Somatik Tanpa Scaffold Dalam Perbaikan Dan


Regenerasi Jaringan Oral dan Maksilofasial
Sel induk diterapkan tanpa scaffold dalam sebagian besar
uji klinis yaitu pada 32 dari 44 total percobaan; Tabel 3, 4. Ada
5 uji klinis dengan hasil yang dilaporkan, 6 uji klinis selesai
tanpa laporan hasil, dan 21 uji coba masih berlangsung (belum
ada hasil). Di antara uji klinis yang berhasil, MSC, PDLSC, dan
ADSC adalah jenis stem cell yang digunakan (Yang et al., 2017).
MSC oral telah digunakan untuk mendukung jaringan
pulpa gigi dan regenerasi jaringan periodontal. Dalam studi
percontohan yang sedang berlangsung untuk menentukan
apakah injeksi MSC langsung ke mukosa lesi pada pasien
dengan GVHD (graft vs host disease) oral dapat mengurangi
gejala dan memfasilitasi proses reparatif, dinyatakan bahwa 55%
pasien GVHD yang gagal dalam pengobatan steroid lini depan
berhasil menangani infus MSC pada klinis fase II yang telah
selesai percobaan (NCT02055625) (Yang et al., 2017).
MSC alogenik diinfus secara intravena mampu menekan
autoimunitas dengan mengarahkan sel T menuju Treg dan Th2,
sementara menekan respon Th17 dan Tfh, dan mampu
mengembalikan fungsi kelenjar ludah baik pada model hewan
coba tikus maupun pasien sindrom sjögren yang telah resisten
terhadap banyak perawatan standar (NCT00953485). Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pengobatan MSC alogenik dapat
memberikan terapi yang efektif untuk Pasien Sindrom Sjögren.

42
Meskipun hasilnya belum tersedia, tiga percobaan lain dengan
MSC terfokus pada osseointegration (NCT02731586), dan
regenerasi tulang (NCT02755922, UMIN000011286) (Yang et
al., 2017).
PDLSC manusia, serta DPSC, SHED, dan sumsum
tulang sel punca telah dipelajari untuk meregenerasi jaringan
periodontal. Hasil uji klinis (NCT01357785) diidentifikasi tidak
ada masalah keamanan klinis yang dapat dikaitkan ke penelitian
PDLSC investigasi dan menemukan peningkatan yang
signifikan di ketinggian tulang alveolar pada setiap kelompok
tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara
kelompok PDLSC dan kelompok kontrol (Yang et al., 2017).
Percobaan klinis lain menunjukkan pengurangan
kedalaman probing poket dan penambahan perlekatan klinis
dengan perawatan menggunakan PDLSC / b-TCP, tidak ada
reaksi merugikan pada empat kasus autologous yang sudah
dilakukan transplantasi lembaran PDLSC ke permukaan akar
selama prosedur flap Widman yang dimodifikasi untuk
perawatan periodontitis (UMIN000005027). DPSC manusia
alogenik disuntikkan dalam jaringan periodontal yang terinfeksi
lokal untuk perawatan penyakit periodontal kronis
(NCT02523651) dan uji klinis UMIN000002050 bertujuan
untuk membentuk bank DPSC manusia untuk penyakit gigi yang
diperlukan untuk pengobatan pencabutan gigi (Yang et al.,
2017).
Uji klinis sedang berlangsung untuk mengklarifikasi
efisiensi SHED autologous untuk meregenerasi pulpa dan
jaringan periodontal pada pasien dengan gigi permanen yang
belum matur dan nekrosis pulpa (NCT01814436). ADSC
mewakili sumber sel yang menarik dan etis untuk dijadikan stem
sel dan telah digunakan dalam enam uji klinis (Tabel 3).
Transplantasi autolog intramuskular ADSC meningkatkan

43
kelangsungan transplantasi lemak ke wajah pada pasien dengan
progresif atrofi hemifacial (NCT01309061), hal ini
menunjukkan injeksi ADSC dapat digunakan untuk mengobati
penyakit Parry-Romberg tanpa perlu untuk transfer flap bebas
mikrovaskuler. Tiga uji klinis yang masih berlangsung dari
ADSC tanpa scaffold bertujuan untuk mengobati periodontitis,
xerostomia akibat induksi radiasi, dan disfungsi saraf kranial
(Yang et al., 2017).

44
PERTANYAAN DAN JAWABAN

Berikut ini adalah pertanyaan yang diajukan ketika kami presentasi pada
hari Senin, 11 Mei 2020 beserta jawaban yang telah kami diskusikan berdasarkan
sumber yang kami peroleh:
1. Amanda Sukmalia : pluripotsnt, untuk pengaplikasian apakah sudah
dilakukan di Indonesia?
Jawab:
Perkembangan penelitian dan pengetahuan tentang sel punca
terus meningkat, kini sel punca berpeluang menjadi terapi modern
dengan pendekatan regeneratif yang memberi harapan kesembuhan
untuk berbagai jenis penyakit yang sulit untuk disembuhkan seperti
penyakit genetik, degeneratif, trauma dan keganasan (Churiyah et al.,
2017). Sel punca embrionik memiliki kemampuan untuk membelah
tanpa batas serta bersifat pluripotensi dan dapat berdiferensiasi menjadi
sel dari tiga lapisan kecambah (Arifa dan Sinuraya, 2020). Perlu
diketahui pada awalnya terapi sel punca banyak menggunakan sel punca
embrional yang menggunakan embrio sebagai sumber sel. Akan tetapi
karena adanya faktor kemanan dan masalah etik dalam pengambilan
embrio sebagai sumber sel, maka dikembangkan jenis sel punca baru
yaitu sel punca dewasa (Adult Stem Cells) dan Induced Pluripotent Stem
Cells (iPSC) ata sel punca pluripotent, Sel punca pluripotent adalah sel
yang telah mengalami pemrograman ulang dan memiliki karakteristik
menyerupai sel punca embrional yaitu belum berdiferensiasi dan
mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel
yang spesifik dari ketiga lapisan germinal yaitu ektoderm, mesoderm,
dan endoderm dan berbagai jaringan tubuh (Churiyah et al., 2017). Di
Indonesia perkembangan terapi Stem Cells masih belum diterapkan di
bidang kedokteran gigi. Sejauh ini terlaporkan di Indonesia Stem
Cells digunakan untuk pengobatan pada kedokteran umum yakni organ
jantung (Lim, 2019)

2. Nanda : SC bermanfaat, lalu apakah kekurangan SC?

45
Jawab:

Kerugian Embryonic Stem Cells, yaitu:

1. Dapat bersifat tumorigenik. Artinya setiap kontaminasi dengan sel


yang tak berdiferensiasi dapat menimbulkan kanker.
2. Selalu bersifat allogenik sehingga berpotensi menimbulkan
penolakan. umumnya keluarga atau orang lain yang cocok sehingga
berpotensi menimbulkan terjadinya rejeksi imunitas.
3. Secara etis sangat kontroversial. Hal yang dianggap membuat
kontroversial, yaitu adanya proses penghancuran embrio manusia
pada saat mengisolasi sel punca tersebut sehingga menjadi
pertentangan karena menimbulkan masalah kode etik manusia dan
juga pelanggaran hukum agama.
4. Ketika sel punca dibagi-bagi, maka akan timbul kesulitan untuk
mengidentifikasi spesialisasi dari sel tersebut. Ini adalah salah satu
kerugian dari terapi sel punca. Tingkat toksik yang tinggi merupakan
masalah lain yang harus segera dipecahkan oleh para ilmuwan dalam
meneliti sel punca ini.

(I Nyoman, 2017).

3. Muna : penjelasan niche, letak niche, dan apakah SC bisa diaplikasikan


langsung dalam tubuh?
Jawab:
Niche stem cells adalah lingkungan mikro in vivo di mana stem
cells baik tinggal dan menerima rangsangan yang menentukan nasib stem
cells. Oleh karena itu, ceruk tidak boleh dianggap hanya sebagai lokasi
fisik untuk sel punca, melainkan sebagai tempat di mana sinyal ekstrinsik
berinteraksi dan berintegrasi. Stimulus ini termasuk interaksi sel dan sel-
matriks dan matriks (molekul) yang mengaktifkan dan / atau menekan
gen dan program transkripsi. Sebagai konsekuensi langsung dari
interaksi ini, sel-sel induk dipertahankan dalam keadaan tidak aktif,

46
diinduksi untuk pembaruan diri atau berkomitmen untuk keadaan yang
lebih berbeda. Tempat di mana humoral, neuronal, local (paracrine),
positional (physical) and metabolic berinteraksi satu sama lain untuk
mengatur nasib stem cells disebut Niche Stem Cells. Niche ini
disesuaikan tergantung dari target lokasi terapi yang akan dilakukan.
Sehingga mengenai letak dari niche stem cells yaitu berada di lingkungan
mikro stem cells (Bartfeld et al., 2017).

Berdasarkan sumber yang diperoleh, untuk pengembangan stem


cells tidak bisa langsung di aplikasikan melainkan harus mengikuti
prosedur dan tahapan pengembangan terlebih dahulu, dikarenakan stem
cells memperlukan proses yang panjang terlebih dahulu seperti
pengambilan stem cells dari organ, seleksi sel menggunakan marker,
kultur sel punca, dan hingga transplantasi. Contoh prosedur dari
tranplantasi sel punca melalui darah ialah Pasien perlu memiliki tingkat
kebugaran yang memadai untuk siap menjalani prosedur. Pada
transplantasi alogenik, donor bagi pasien juga harus menjalani
pemeriksaan. Pasien diberikan beraneka obat-obatan untuk membantu
mengurangi risiko terjadinya infeksi bakteri, virus dan jamur saat mereka
menjalani terapi pengkondisian. Setelah terapi pengkondisian, sel-sel
punca diinfuskan ke dalam aliran darah (biasanya selama 30 hingga 60
menit), mirip dengan prosedur transfuse darah. Pada transplantasi
alogenik, pasien juga akan diberikan obat-obatan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya penolakan transplantasi dan GvHD. Setelah
infus selesai, HSC akan menetap pada sumsum tulang dan mulai
bertumbuh. Ini biasanya memakan waktu sekitar 10 hingga 14 hari pada
transplantasi sel punca darah perifer. Oleh karena itu untuk pengaplikan
langsung stem cells tidak bisa dilakukan, harus melalui tahapan tahapan
itu tadi.

4. Sigeb : regenerasi dentin apakah ketika digunakan bisa untuk


meregenerasi enamel? Dan bisakah dalam keadaan gigi non vital?

47
Jawab:
Sifat reproduktif sel punca yang mampu membentuk kembali tulang,
sementum, dentin bahkan ligamen periodontal. Rekayasa jaringan
bertujuan merestorasi struktur jaringan rusak akibat penyakit atau trauma
dengan tetap memelihara lingkungan, dengan menginduksi sel punca
pulpa gigi untuk berproliferasi menjadi odontoblast like cells yang
akhirnya membentuk dentin (Hakim, 2020)
Ada tiga faktor yang diperlukan untuk rekayasa jaringan yaitu sinyal
morfogenesis, sel punca untuk merespons terhadap morfogen dan
scaffold dari matriks ekstraselular. Pada rekayasa jaringan gigi
diperlukan juga regenerasi syaraf dan regenerasi vaskular untuk menjaga
homeostasis gigi. (Hakim, 2020).
Untuk meregenerasi enamel belum ada penelitian lebih lanjut tetapi
jika dihubungkan dengan penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa akan
sulit meregenerasi enamel, dikarenakan enamel merupakan matriks
ekstraseluler yang paling tinggi kandungan mineralnya, terdiri dari 96%
mineral (material anorganik) dan 4% material organik dan air. kandungan
anorganik dalam enamel adalah kristal kalsium fosfat yang disebut
hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) Serta ion magnesium, timah,
strontium dan fluor. kandungan mineral yang tinggi mengakibatkan
enamel menjadi sangat keras sehingga enamel mampu menahan gaya
mekanis selama gigi berfungsi (Rilinda, 2015).
Tetapi dari komposisi enamel tidak ada mengandung odontoblast
like cells, yang artinya Stem cells tidak dapat meregenerasi enamel. Dan
diatas juga di sebutkan pada rekayasa jaringan gigi diperlukan juga
regenerasi syaraf dan regenerasi vaskular, yang artinya jika gigi dalam
keadaan yang baru saja non vital maka masih bisa dilakukan terapi
menggunakan Stem Cells, tetapi jika dalam kurun waktu yang lama sudah
mengalami keadaan non vital, maka kemungkinan besar tidak bisa
dilakukan rekayasa jaringan menggunakan Stem Cells (Rilinda, 2015).

48
5. Ichi : saat melakukan perawatan apakah ada reaksi penolakan dari sel
imun kita? Dikarenakan SC yang diambil dari orang lain
Jawab:
Kemungkinan bisa terjadi reaksi penolakan. Tapi hal itu sangat kecil
kemungkinannya. Maka dari itu di sel dewasa sebisa mungkin
menggunakan stem cell kita sendiri. Jika menggunakan stem cell yang
diambil oleh orang lain sebisa mungkin menggunakan stem cell dari
kerabat terdekat atau keluarga.

6. Dewi : salah satu kerugian karsiogenik, bagaimana prosedural sebelum


melakukan transplantasi SC?
Jawab:
Pada human development tahap embrio terdapat embrio stem sel
(embryonic stem cell). Pada tahap ini pengambilan stem cell masih
menjadi kendala dikarenakan bertentangan dengan kode etik penelitian.
Hal lain yang menjadi kerugian yaitu stem sel itu bisa menjadi
karsiogenik. Pada tahap ini, stem sel embrio bisa didapatkan saat
seseorang mengalami keguguran, pada saat keguguran kita tidak pernah
tau stem sel tersebut telah terkontaminasi dengan alat atau bahan apa sja
sehingga stem sel tersebut bisa menjadi karsinogen.

7. Situ nurul : proses pengambilan sel, diawal marker, isolasi, pembiakan.


Dari itu semua urutan nya bagaimana?
Jawab:
Dalam kasus ini, contoh yang diambil yaitu kultur stem cell dari
sel fibroblas jaringan kulit preputium. Berikut langkah-langkah
prosedurnya:
1. Isolasi Sel Fibroblas dari Kulit Preputium Dekontaminasi dan
Preparasi Sampel
2. Isolasi Sel secara Enzimatik
3. Isolasi Sel secara Eksplan
4. Isolasi sel punca mesenkhimal dengan marker SSEA3

49
5. Subpopulasi sel SSEA3+ kemudian dihitung persentasenya dan
selanjutnya dikulturkan
6. Pewarnaan Sel Punca dengan Alkaline Phosphatase.
Berdasarkan langkah-langkah prosedur kultur sel punca di atas,
sudah dijelaskan bahwasanya penandaan sel punca dengan menggunakan
marker dilakukan sebelum proses kultur atau proliferasi dan diferensiasi
(Churiyah et al., 2017).

50
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa


Stem cells atau sel punca merupakan sel induk yang dapat membentuk
menjadi berbagai macam organ manusia. Stem Cells ini dapat ditemukan
sejak pertama kali proses pembentukan manusia, yaitu pada masa embrionik
dan akan nantinya dapat ditemukan pada sel sepanjang hidup seorang
individu. Bertambahnya umur seorang individu ini dapat mempengaruhi
kemampuan Stem Cells tersebut. Terlepas dari itu Stem Cells ini memiliki
kemampuan untuk berproliferasi dan berdiferensiasi yaitu dapat mempunyai
potensi untuk tetap menjadi sel punca atau menjadi jenis sel yang lain
dengan fungsi yang lebih khusus. Sehingga Stem Cells dipercaya dapat
meregenerasi jaringan yang rusak bahkan kanker sekalipun juga. Perawatan
terapi menggunakan Stem Cells ini masih dalam penelitian dan masih akan
terus dikembangkan. Sejauh ini perawatan Stem Cells ini memiliki hasil nya
yang cukup bagus, namun memang ada laporan yang menyebut metode
yang salah dapat menyebabkan Stem Cells berkembang menjadi sel kanker
saat di transplantasikan. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lebih
jauh dan perlu di ingat Stem Cells memilki potensi yang sangat baik dan
efektif untuk harapan pengobatan dimasa yang akan datang.

3.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai Stem Cells penulis


memberikan saran, sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi


kegagalan dalam perawatan Stem Cells.

2. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran membangun dalam


penulisan laporan dikemudian hari.

51
DAFTAR PUSTAKA

Arifa, I., & Sinuraya, R. K. (2020). Induksi Pluripotent Stem Cell dengan
Menggunakan Oct4, Sox2, Klf4, dan c-Myc (Faktor Yamanaka):
Perkembangan dan Tantangan. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy,
9(1).

Bartfeld, S., & Koo, B. K. (2017). Adult gastric stem cells and their niches. Wiley
Interdisciplinary Reviews: Developmental Biology, 6(2), e261.

Bragança, J., Lopes, J.A., Mendes-Silva, L. And Santos, J.M.A., 2019. Induced
Pluripotent Stem Cells, A Giant Leap For Mankind Therapeutic
Applications. World Journal Of Stem Cells, 11(7), P.421.

Churiyah, C., Kusuma, I., Kusumastuti, S. A., Hadi, R. S., Wibowo, A. E., &
Fabiola, F. K. (2017). Isolasi Sel Punca Pluripoten Dengan Penanda Cd105+
Dan Ssea3+ Dari Sel Fibroblas Kulit Asal Jaringan Preputium. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, 14(2), 233-239.

Djauhari, T. (2012). Sel Punca. Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan Dan
Kedokteran Keluarga, 6(2).

Hakim.R.F. 2020. Stem Sel Dan Regenerasi Jaringan Dalam Bidang Kedokteran
Gigi. Syiah Kuala University Press

52
Hasanah, N., Wulan.A.J., Prabowo.A.Y. 2017. Transplantasi Sel Punca Darah Tali
Pusat Sebagai Pengobatan Penyakit Akibat Kelainan Darah. Majority, 7 (1).

Hasanah, N., Wulan, A. J., & Prabowo, A. Y. (2017). Transplantasi Sel Punca
Darah Tali Pusat Sebagai Pengobatan Penyakit Akibat Kelainan Darah.
Jurnal Majority, 7(1), 123-129.

I Nyoman Bagiastra. 2017. Sel Punca Embrionik Dalam Aspek Yuridis Dan Etika
Biomedis. Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Js, F. D., & Erlin Listiyaningsih, M. K. (2016). Profil Ekspresi Mikro-Rna (Mir-1
Dan Mir-133a) Terhadap Kemampuan Perkembangan Cardiac Resident
Stem Cell (Doctoral Dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Kannan, T. (2015). A Comparison Of Culture Chatacteristic Between Human


Amniotic Mesnchynal Stem Cells And Dental Stem Cell. University Sains
Malaysia Press, 26(1), 21-29.

Lim, H. (2019). Stem Cell Kardiovaskuler.

Malhotra, N. 2016. Induced Pluripotent Stem (iPS) Cells in Dentistry. International


Journal of Stem Cells (9:176-185).

53
Montagnani, S., Rueger, M.A., Hosoda, T. And Nurzynska, D., 2016. Adult Stem
Cells In Tissue Maintenance And Regeneration. Stem Cells International,
2016.

Prabowo, A. R. (2019). Hubungan Antara Latar Belakang Dan Tingkat


Pengetahuan Dokter Terhadap Sikap Mengenai Terapi Stem Cell Studi
Observasional Cross Sectional Dilakukan Di Lingkungan Universitas Islam
Sultan Agung Semarang (Doctoral Dissertation, Universitas Islam Sultan
Agung).

Rilinda, F. (2015). Erosi Permukaan Labial Gigi Anterior Permanen Rahang Atas
dan Bawah pada Perenang di Beberapa Kolam Renang Medan.

Sandra, F. Murti, H., Aini, N., Sardjono, C., Bonejamin, S., 2008. Potensi Terapi
Sel Punca Dalam Dunia Kedokteran dan Permasalahannya. JKM. Vol. 8.
No. 1. hh 94-100

Santi. 2018. Peranan Sel Punca Dalam Penyembuhan Luka.Continuing


Professional Development.Cdk-264/Vol. 45 No. 5

Spagnuolo, G., Codispoti, B., Marrelli, M., Rengo, C., Rengo, S., & Tatullo, M.
(2018). Commitment Of Oral-Derived Stem Cells In Dental And
Maxillofacial Applications. Dentistry Journal, 6(4), 72.

54
Yang, B., Qiu, Y., Zhou, N., Ouyang, H., Ding, J., Cheng, B., & Sun, J. (2017).
Application Of Stem Cells In Oral Disease Therapy: Progresses And
Perspectives. Frontiers In Physiology, 8, 197.

Yuliantoro, M. N., & Mada, U. G. (2018). Pemanfaatan Sel Punca Embrionik


Dalam Pengembangan Bioteknologi Menurut Pandangan Hukum Islam.
(M. N. Yuliantoro, Ed.). Yogyakarta: Lintas Nalar, CV

55

Anda mungkin juga menyukai