BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Sumber: http://www.ppk.kpm.my/udang/f_udang1.htm
Selain penelitian mengenai strain udang galah unggul, upaya lain yang
dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembangkan udang galah adalah
dengan melakukan optimalisasi hatchery melalui perbaikan manajemen
induk; dan manajemen kesehatan dan lingkungan. Disamping itu, dilakukan
pula pengkajian wilayah potensi pengembangan udang galah guna
mengembangkan kawasan terpadu mulai dari sub sistem pembenihan,
pendederan dan pembesaran hingga pasca panen.
Peluang pasar udang galah masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar
negeri. Untuk pasar lokal, permintaan datang terutama dari wilayah yang
banyak dikunjungi turis seperti Bali, Jakarta, Batam, dan Surabaya.
Sementara pasar udang galah di luar negeri telah terbentuk di Jepang,
Korea, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Skotlandia, Inggris, Belanda,
Selandia Baru, dan Australia dengan pasokan utama datang dari Thailand,
Cina dan India.
Didukung oleh lingkungan desa yang sejuk dan asri serta pemandangan yang
indah, maka pada tahun 2002 desa Jamur dicanangkan sebagai Desa Wisata
oleh Menteri Pariwisata. Di lokasi kolam didirikan dangau untuk tempat
menikmati makanan dari hasil kolam berupa udang galah dan produk
budidaya air tawar lain yang diolah secara langsung oleh penduduk
setempat. Bagi warga setempat, pencanangan sebagai desa wisata
merupakan hal yang membanggakan dan merupakan sarana untuk
meningkatkan penghasilan.
Usaha ini juga memberikan manfaat dari sisi sosial, terutama dalam hal
pemanfaatan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Kaum muda
yang semula tidak mempunyai ketrampilan dapat ditarik minatnya untuk ikut
Udang galah adalah jenis udang yang bisa dibudidayakan pada lahan tanah
sawah, kolam atau empang air tawar. Pemeliharaannya relatif lebih mudah
dibandingkan dengan jenis udang lainnya dan sampai saat ini di wilayah DIY
belum ditemukan adanya hama atau penyakit yang membahayakan yang
dapat mengganggu budidaya udang galah dan dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan panen. Lahan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya udang galah di DIY pada tahun 2001 adalah sebagaimana
tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1.
Lahan Potensial di DIY Tahun 2001
1. Usaha budidaya udang galah belum termasuk dalam jenis usaha yang
direncanakan untuk dibiayai oleh bank.
2. Usaha tersebut dirasa masih memiliki risiko yang tinggi karena udang
galah cukup rentan terhadap ketersediaan air.
Sementara bank dari wilayah Bantul menyatakan bahwa bank tersebut belum
membiayai udang galah karena belum pernah mendengar mengenai
keberadaan usaha tersebut. Salah satu bank mengungkapkan bahwa usaha
budidaya udang galah dapat dibiayai sepanjang kredit diberikan secara
berkelompok dan penerima kredit bersedia menggunakan sistem tanggung
renteng.
Sampai saat ini belum terdapat lembaga yang menyediakan data kuantitatif
yang dapat menggambarkan permintaan udang galah. Namun, secara
kualitatif diperoleh informasi bahwa untuk pasar lokal permintaan datang
dari perseorangan, restoran dan hotel di Jakarta, Cilegon, Medan, Semarang,
Surabaya, Batam, Yogyakarta dan terutama Bali. Peminat udang galah di Bali
terutama adalah turis asing dan komoditas ini populer sebagai baby atau
mini lobster. Permintaan udang galah konsumsi di Bali tergolong cukup tinggi
(tahun 2001 mencapai 700 kg per hari) sementara produksinya hanya antara
100-200 kg per hari, sehingga perlu didatangkan dari Yogyakarta dan Jawa
Barat.
Untuk DIY, permintaan udang galah berasal dari rumah makan dan pasar
swalayan. Pemintaan udang galah berfluktuasi. Peningkatan permintaan
terjadi pada bulan Desember-Januari, bulan Juni-Juli, bulan penyelenggaraan
wisuda sarjana dan bulan hajatan, sedangkan penurunan terjadi pada bulan
Suro (kalender Jawa) dan pada saat pendaftaran sekolah.
Tabel 3.
Ekspor Udang Tahun 1991-2000
Volume Nilai (1000 US
Tahun
(ton) $)
1991 95.626 769.982
1992 100.455 764.850
1993 98.569 876.703
1994 99.523 1.007.380
1995 94.551 1.037.006
1996 100.230 1.017.892
1997 93.043 1.011.136
1998 142.689 1.011.467
1999 109.650 888.982
2000 116.188 1.002.123
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, tahun 2002
Tabel 4.
Produksi Udang Galah di DIY Tahun 2001
Produksi
No. Kabupaten
(Ton)
1. Sleman 15,4
2. Gunung Kidul 0
3. Bantul 65,1
4. Kulonprogo 15,4
5. Yogyakarta 0
Total 95,9
Sumber : Peluang Usaha Perikanan dan Kelautan di DIY,
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi DIY, 2002
Selain DIY, sentra produksi udang galah adalah Bali. Propinsi lain yang
sedang mengembangkan budidaya udang galah adalah Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan dan Sulawesi Selatan. Pada akhir tahun 2002, Kabupaten Pangkep
Sulawesi Selatan ditetapkan sebagai sentra pengembangan dan pembibitan
udang galah dengan lahan usaha sekitar 9.100 hektare. Kabupaten Ciamis
dan Sukabumi Jawa Barat juga menawarkan wilayahnya sebagai lahan yang
cocok untuk investasi budidaya udang galah.
Mengenai potensi luas lahan budidaya udang galah di Indonesia pada saat ini
belum ada data yang pasti, namun dilihat dari segi persyaratan teknis
budidaya, udang galah dapat dikembangkan pada daerah-daerah
pengembangan budidaya perikanan air tawar, daerah persawahan, dan
tambak darat.
c. Harga
Harga udang galah ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: a) wilayah
produksi dan pemasarannya; b) kondisi udang; c) jumlah udang per kilogram
(kg) atau per pound (lb) atau ukuran udang. Harga udang makin mahal
apabila ukuran makin besar atau udang dalam kondisi hidup. Di Indonesia
udang galah dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut jumlah
udang per kg sebagai berikut:
Sedangkan udang galah yang berkondisi baik adalah yang dapat memenuhi
kriteria sebagai berikut: a) Berwarna biru gelap (badannya berwarna
kehijauan); b) Berkulit keras, bersih tidak ditempeli efibion dan tidak cacat
fisik; c) Tidak berbau lumpur; dan d) Kondisi fisik masih segar dan utuh.
Pada Foto 2. ditampilkan udang galah yang baik dengan ukuran super.
Foto udang galah ukuran super, dengan berat sampai dengan 100 gr per
ekor,
bandingkan besarnya dengan tangan si pembawa.
Harga jual udang galah ke pengepul lebih rendah daripada harga jual
langsung ke konsumen rumah tangga. Pada saat survey, yaitu bulan Mei
d. Peluang Pasar
Peluang pasar bagi produk udang galah masih terbuka lebar, terutama untuk
ekspor karena adanya permintaan dari beberapa negara yang masih belum
dapat terpenuhi oleh produksi dalam negeri. Dengan semakin mahalnya
harga udang windu, maka diharapkan makin banyak konsumen yang beralih
ke udang galah. Hal ini merupakan peluang pasar yang cukup bagus untuk
dimanfaatkan.
Tabel 5.
Sepuluh Besar Negara Tujuan Ekspor Udang Indonesia Tahun 2000
Volume Ekspor
No. Negara
(Ton)
1 Jepang 54.064
2 Amerika Serikat 16.216
3 Hongkong 7.164
4 Belanda 6.900
5 Singapura 6.572
6 Malaysia 5.236
7 Inggris 4.218
8 Taiwan 2.623
9 RRC 2.223
Belgia &
10 Luxemburg 2.011
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Departemen Kelautan & Perikanan,
Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2000, Agustus 2002.
e. Rantai Pemasaran
Masalah yang dihadapi oleh sebagian besar pembudidaya udang galah dalam
memasarkan produknya antara lain adalah produk belum standar dalam hal
jenis dan ukuran; serta kondisi fisik dari produk belum memenuhi
persyaratan mutu. Dengan masih adanya masalah tersebut, pengepul
sebagai pembeli produk kadang kecewa dengan hasil panen yang dibeli
karena tidak sesuai dengan klasifikasi udang yang diinginkan.
a. Teknologi pendederan.
Teknologi pendederan pasca larva atau sering disebut pentokolan terdiri dari
2 pilihan yaitu :
b. Teknologi pembesaran
b. Lokasi Usaha
a. Syarat lokasi:
- pH : 7-8
- Salinitas : 0-5 permil (namun sebaiknya air tawar)
- Tinggi genangan : 80-120 cm
- Temperatur air : 26°C-30°C
- Kecerahan air : 25-45 cm
- Oksigen terlarut : 5-7 ppm
- Karbondioksida : 2-12 ppm
- Amoniak (NH3) : < 2 ppm
1. Kolam
Dasar kolam sebaiknya tanah berpasir dan diusahakan agar jumlah lumpur
sesedikit mungkin. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembusukan bahan
organik sisa pakan atau kotoran udang yang dapat menimbulkan racun dan
menyebabkan udang yang dipelihara mabuk atau stress.
2. Pematang
Pematang atau tanggul pembatas kolam harus dibuat kokoh dan kuat agar
tidak longsor dan bocor. Lebar bagian atas dari pematang sebaiknya tidak
kurang dari 1 m. Untuk memudahkan pengelolaan kolam, maka
perbandingan antara sisi tegak dan sisi mendatar adalah 1 : 2 untuk tanah
lempung dan minimal 1 : 1 untuk tanah berpasir.
3. Shelter
Udang galah selama hidupnya mengalami beberapa kali molting, dan pada
saat itu udang galah berada pada kondisi yang paling lemah. Di sisi lain
udang galah juga mempunyai sifat kanibal. Dengan demikian udang galah
yang sedang molting perlu shelter yang diberikan merata di sekeliling kolam,
agar udang galah terhindar dari kejaran udang yang sehat yang dapat
memangsanya. Luas shelter sebaiknya kurang lebih 20% dari luas kolam.
Shelter dapat dibuat dari pelepah daun kelapa atau pucuk pohon bambu
4. Lubang penangkapan
Pada saat panen, udang harus dapat ditangkap dengan mudah, sehingga
perlu dibuat lubang penangkapan yang disambung dengan selokan kecil
(caren) memanjang di tengah kolam. Ukuran lubang penangkapan adalah
panjang 2 m, lebar 3 m dan tinggi 0,75 m, sedangkan lebar caren adalah 0,5
m dengan kedalaman 0,4 m. Dengan adanya lubang penangkapan ini, udang
yang akan dipanen akan terkumpul di dalamnya melalui caren.
d. Sarana Produksi
1. Benih
Benih udang galah telah dihasilkan oleh hatchery baik milik rakyat (swasta)
yang disebut Unit Pembenihan Udang Galah (UPUG) maupun milik
pemerintah yang disebut Balai Benih Udang Galah (BBUG). Berdasarkan data
statistik tahun 2001 produksi benih di Indonesia masih terbatas. Di Jawa
Barat hanya terdapat satu UPUG dengan total produksi benur 300.000 ekor
pertahun, di Jawa Tengah terdapat tujuh UPUG dengan produksi benur
mencapai 11.809.000 ekor per tahun, di Bali terdapat sembilan UPUG
dengan total produksi benur sebanyak 7.786.000 ekor per tahun. Sementara
itu unit pembenihan di Jawa Timur dalam kondisi tidak berproduksi. Jumlah
unit pembenihan udang galah tersebut belum mampu memenuhi permintaan
benur untuk pembesaran. Sebagai contoh di Bali kebutuhan benur baru
terpenuhi 20% dari permintaan.
2. Pakan
Pakan udang galah terdiri dari dua jenis, yaitu pakan alami berupa
fitoplankton dan pakan buatan berupa pelet. Fitoplankton ditumbuhkan
melalui pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang)
dan anorganik (Urea, TSP). Pemupukan perlu dilakukan secara periodik
sesuai dengan kepadatan fitoplankton yang diinginkan. Pakan buatan yang
digunakan harus mengandung kadar protein yang cukup dan bermutu bagi
pertumbuhan udang galah, selain itu harus mengandung cukup vitamin dan
mineral guna menambah daya tahan tubuh dan menghindari penyakit
malnutrisi. Pakan juga harus memenuhi persyaratan fisik yang diperlukan
agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh udang, yaitu jumlah
pakan disesuaikan dengan ukuran dan umur udang yang dipelihara.
Tabel 6.
Keperluan Jumlah Kapur Per Ha untuk Meningkatkan pH Tanah Menjadi 7
Kapur Giling Kapur Kapur
pH Tanah
(kg) Tembok Sirih (kg)
4,00 1690 1610 1130
4,50 1500 1430 1020
5,00 1130 1050 720
5,50 750 720 530
6,00 380 340 270
6,50 sedikit sedikit sedikit
7,00 - - -
Sumber : Demetra, E.M. System Soil Tester Tokyo, Japan
dalam Petunjuk Teknis Pengoperasian Unit Usaha Pembesaran Udang Galah.
Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air
guna mendorong pertumbuhan fitoplankton yang merupakan pakan alami
udang galah, dan pelindung udang dari terik sinar matahari. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik (urea dan
TSP). Penggunaan pupuk organik lebih baik daripada pupuk anorganik
karena dapat terhindar dari efek samping bahan-bahan kimia; aman bagi
lingkungan, dan menjaga kesuburan dasar kolam dalam jangka waktu lama.
Hama yang sering menyerang udang galah adalah predator dan ikan.
Predator dalam budidaya udang galah antara lain adalah lele, gabus, betok,
betutu, anjing-anjing air, belut dan ular serta ikan-ikan penyaing pakan
seperti tawes, nila, mujair, dan ikan mas. Sedangkan kepiting adalah hewan
yang dianggap sebagai pengganggu atau perusak karena melubangi
pematang kolam. Untuk mencegah masuknya hewan-hewan tersebut, pada
saluran air dapat dipasang saringan dan di sekeliling pematang dipasang net
setinggi 60 cm. Cara lain adalah dengan penggunaan obat kimiawi seperti
saponin (11-18 ppm), rotenan (0,2 ppm) atau chemfish (4 ppm). Untuk
mencegah masuknya hama seperti musang air dan ular maka sekitar kolam
harus bersih dari rumpun tanaman dan belukar.
Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah black spot, yaitu
penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan jamur. Penyakit ini
dapat mengakibatkan kematian dan menurunkan mutu udang galah. Obat
yang dipergunakan untuk mencegah penyakit ini adalah obat anti bakterial
yang diberikan secara oral melalui pakan.
e. Tenaga Kerja
Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya udang
galah ditentukan oleh pola teknologi yang diterapkan dan besarnya skala
usaha. Kebutuhan jenis tenaga kerja untuk budidaya udang galah secara
semi intensif di Kabupaten Sleman, DIY adalah sebagai berikut:
Terdapat beberapa hal pada saat panen yang harus dihindari agar tidak
merugikan pembudidaya, antara lain:
Jaminan pasokan benih yang lancar dan cukup merupakan masalah utama
yang sering dihadapi petani. Hal ini terjadi karena kurangnya hatchery dan
cara pengoperasionalnya yang belum optimal sebagai akibat keterbatasan
induk. Sebagai gambaran pada tahun 2001, permintaan benur udang galah
mencapai sekitar 5.000.000 ekor, sementara kapasitas produksi dari
hatchery yang ada hanya berkisar 700.000 - 1.000.000 ekor per bulan.
Mencari lokasi pembesaran udang galah yang luas dengan kriteria sumber air
dan kualitas sedimen yang memenuhi syarat lebih sulit dibandingkan lokasi
untuk udang windu (tempat pemeliharaannya dipinggir pantai). Lokasi
budidaya udang galah yang terpusat pada suatu lokasi yang luas akan dapat
meningkatkan efisiensi usaha budidaya. Biaya transportasi benih,
transportasi pakan/pupuk dan pemakaian tenaga akan menjadi lebih murah
bila dibandingkan dengan kondisi lokasi budidaya yang terpencar di banyak
tempat tapi dalam luasan yang kecil. Disamping itu, pengelolaan akan lebih
mudah dan efisien serta jaminan produksi untuk skala pasar yang besar
dapat terlayani.
Sampai saat ini belum dilakukan studi untuk skala usaha optimum bagi
budidaya udang galah. Akibatnya pembudidayaan yang dilakukan sifatnya
hanya disesuaikan dengan luas lahan. Bagi pembudidaya yang memiliki
beberapa buah kolam, besarnya keuntungan yang diperoleh tergantung pula
pada manajemen pengelolaan kolam yang dimilikinya.
Dalam pola pembiayaan ini dipilih usaha gabungan dari dua komponen yaitu
pendederan dan pembesaran dengan pola usaha monokultur dan
menggunakan teknologi semi intensif. Alasan memilih pola usaha ini adalah
teknologi budidayanya sederhana, mudah dan cepat dikuasai oleh
masyarakat dan produk udang galah berbagai ukuran langsung terserap
pasar dengan harga yang memadai. Budidaya pendederan dan pembesaran
juga tidak memerlukan modal besar sehingga dapat dilakukan terutama
dalam skala usaha mikro.
Dalam pola ini, tebar benih untuk kegiatan pendederan dan pembesaran
dijadwalkan dilakukan secara bersamaan pada bulan pertama. Penebaran
benih dilakukan sekaligus pada kolam seluas 2.200 m2, sedangkan kegiatan
pembesaran dilakukan dalam 3 tahapan selama 3 bulan berturut-turut pada
kolam seluas 2.100 m2 untuk tiap tahap. Hasil panen pada kegiatan
pembenihan berupa tokolan dijual seluruhnya, kecuali jika hasil panennya
bersamaan dengan kegiatan tebar tokolan dalam kolam pembesaran karena
sebagian tokolan akan dipelihara dalam kolam pembesaran.
Tabel 7.
Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
No Asumsi Satuan Jumlah Keterangan
1 Periode proyek Semester 8 Per semester 6 bulan
2 Pola usaha
a. Jenis usaha Pendederan & pembesaran
b. Luas tanah M2 11.000
c. Luas kolam total M2 8.500
Pembenihan M2 2.200
Pembesaran M2 6.300
3 Siklus usaha
Pembenihan Bulan 3 Tebar s/d panen
Pembesaran Bulan 4 Tebar s/d panen
4 Survival rate
Pembenihan % 50 Larva s/d tokolan
Pembesaran % 75,6 Tokolan s/d udang
1. Biaya investasi
Biaya investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari beberapa
komponen seperti biaya perizinan, sewa tanah, konstruksi kolam, peralatan
perikanan dan peralatan lainnya. Biaya perizinan hanya dibutuhkan jika luas
usaha budidaya air tawar (air tenang) minimal 2 ha (Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 815/KPTS/lk.120/11/90) Dalam proyek ini luas lahan
usaha hanya 1,1 ha sehingga tidak memerlukan biaya perizinan. Biaya
investasi dalam proyek ini meliputi sewa tanah yang harus dikeluarkan setiap
tahun, konstruksi kolam dan saluran air pada pra (awal) proyek (tahun 0),
pembelian peralatan perikanan yang meliputi jaring hapa, seser, tong fiber
glass, keranjang dan lembaran plastik serta peralatan lainnya seperti
timbangan dan lain-lain.
Tabel 9.
Biaya Investasi Pendederan dan Pembesaran Udang Galah
Penyusutan
No Jenis Biaya Nilai (Rp)
(Rp)
1 Perijinan 0 0
2 Sewa tanah 2.640.000 2.640.000
3 Konstruksi kolam 2.435.000 487.000
4 Alat perikanan 507.000 262.000
5 Peralatan lainnya 180.000 38.250
Jumlah biaya investasi 5.762.000 3.427.250
Sumber : Lampiran 10
Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang besarnya
tergantung jumlah dan luas penebaran benih pada setiap kegiatan.
Komponen biaya operasional terdiri dari pembelian benur udang untuk
pendederan dan udang tokolan untuk pembesaran, biaya pembelian kapur,
pupuk urea dan TSP, biaya pakan buatan (4 jenis sesuai dengan umur udang
yang dipelihara), biaya tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap
(harian). Pada Tabel 10. disajikan biaya operasional proyek.
Tabel 10.
Biaya Operasional Pendederan dan Pembesaran Udang Galah (Rupiah)
Semester 1 Semester 1 Semester 2
No Jenis Biaya
Tahun 1 Tahun 2-4 Tahun 1-4
1 Benih 14.160.000 14.160.000 14.160.000
2 Pupuk 2.056.200 2.056.200 1.766.400
3 Pakan 21.612.993 23.139.291 25.015.834
4 Tenaga kerja 4.725.000 4.935.000 4.830.000
Jumlah 42.554.193 44.290.491 45.772.234
Sumber : Lampiran 11
Tabel 11.
Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
Total Biaya
No Rincian Dana Proyek
(Rp)
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit 3.745.300
a. b. Dana sendiri 2.016.700
Jumlah Dana investasi 5.762.000
Dana modal kerja yang bersumber
2 dari
a. Kredit 13.553.137
Dana untuk biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar seluruh biaya
investasi pada tahun 0 proyek, yaitu Rp.5.762.000. Sumber dana
pembiayaan investasi diasumsikan 65% dari kredit perbankan, yaitu
Rp.3.745.300 dan 35% dari dana sendiri, yaitu Rp.2.016.700. Dana modal
kerja untuk biaya operasional yang diperlukan pada tahun 0 proyek adalah
sebesar Rp.20.850.980 , diasumsikan 65% atau Rp.13.553.137 bersumber
dari kredit perbankan dan 35% atau Rp.7.297.843 dari dana sendiri. Dana
yang diperlukan sebagai modal kerja dihitung atas dasar biaya operasional
selama 1-3 bulan kegiatan proyek, yaitu sebelum panen pertama udang
tokolan pada bulan 3 dan panen udang konsumsi pada bulan 4.
Sumber kredit adalah dari perbankan dan jenis kredit adalah kredit komersial
dimana ketentuan dan persyaratan kredit disesuaikan dengan kondisi yang
berlaku di masing-masing bank. Oleh karena belum ada bank yang
membiayai budidaya udang galah, maka untuk keperluan perhitungan
angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja digunakan asumsi sebagai
berikut :
Tabel 13.
Produksi dan Pendapatan Kotor Per Semester
Tahun Uraian Satuan Semester 1 Semester 2
1. Udang tokolan
Th 1 - 4 a. Luas kolam per panen M2 2.200 2.200
b. Frekuensi panen Kali 2 2
c. Produksi per panen Ekor 44.000 44.000
d. Total produksi Ekor 88.000 88.000
Dibesarkan di kolam tokolan Ekor 25.200 12.600
Di jual Ekor 62.800 75.400
e. Pendapatan kotor Rp 12.560.000 15.080.000
2. Udang konsumsi
Thn 1 a. Luas kolam per panen M2 2.100 2.100
b. Frekuensi panen Kali 3 4
c. Produksi per panen Ekor 9.526 9.526
d. Total produksi Ekor 28.577 38.102
Kg 953 127
e. Pendapatan kotor Rp 33.339.600 44.452.800
Hasil proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama semester 1
proyek mengalami kerugian sebesar Rp.6.190.354 namun pada tahun-tahun
berikutnya setiap semester laba rugi proyek selalu positif (lihat Lampiran
16). Laba proyek selama 8 semester adalah Rp.68.761.939 atau rata-rata
tiap semester adalah Rp.8.595.242 dengan profit margin 14,08%.
Analisis arus kas pola usaha ini dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan
analisis arus kas dilakukan perhitungan net Benefit/Cost ratio (Net B/C
ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back
Period (PBP).
Tabel 14.
Kelayakan Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah
No Kriteria Kelayakan Nilai
1 Net B/C ratio pada DF 22% 2,71
2 NPV pada DF 22% (Rp) 45.634.954
3 IRR (%) 99,37
4 PBP 8 bulan
Sumber : Lampiran 17
Dari tabel diatas terlihat PBP proyek adalah 8 bulan artinya seluruh biaya
investasi sudah dapat dikembalikan dalam masa tersebut dan hasil penjualan
(1). Skenario I
(2). Skenario II
Hasil analisis sensitivitas disajikan dalam Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17
Tabel 16.
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario II
Biaya Operasional
No Kriteria Kelayakan Naik
19% 20%
1 Net B/C ratio pada DF 22% 1,03 0,96
2 NPV pada DF 22% (Rp) 1.067.812 -1.277.827
3 IRR (%) 23,78 20,09
4 PBP 2 thn 5 bln 2 thn 6 bln
Sumber : Lampiran 20 sampai dengan Lampiran 21
Tabel 17.
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario III
Pendapatan turun dan
No Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik
19% 20%
1 Net B/C ratio pada DF 22% 1,05 0,87
2 NPV pada DF 22% (Rp) 1.591.488 -3.913.945
3 IRR (%) 24.67 15,49
4 PBP 2 thn 4 bln 3 thn 0 bln
Sumber : Lampiran 22 dan Lampiran 23
Dari tabel-tabel diatas tampak bahwa pada skenario I dengan asumsi terjadi
penurunan penerimaan, pada saat penerimaan turun 14% proyek ini masih
menguntungkan karena pada suku bunga 22%, Net B/C ratio lebih besar dari
satu dan NPV positif. IRR masih mencapai 24,39% artinya proyek ini tetap
layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga 24%. Namun dengan
asumsi penerimaan turun 15%, proyek ini sudah tidak layak dilaksanakan
karena pada suku bunga 22%, Net B/C ratio lebih kecil dari satu dan NPV
negatif serta IRR lebih kecil dari suku bunga bank.
b. Saran