Anda di halaman 1dari 75

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

PERKEBUNAN PISANG ABAKA

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
DAFTAR ISI

1. Pendahuluan................................................................ 2
a. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
b. Tujuan ..................................................................................................................... 7
2. Kemitraan Terpadu ........................................................ 9
a. Organisasi .............................................................................................................. 9
b. Pola Kerjasama ................................................................................................... 11
c. Penyiapan Proyek .............................................................................................. 12
d. Mekanisme Proyek ............................................................................................. 13
3. Aspek Pemasaran ......................................................... 16
a. Peluang Pasar ...................................................................................................... 16
b. Analisa Pasar ....................................................................................................... 16
c. Bentuk Pasar........................................................................................................ 16
d. Mekanisme Harga............................................................................................... 17
e. Kesinambungan Pasar ....................................................................................... 18
f. Daerah Pemasaran .............................................................................................. 19
4. Aspek Produksi............................................................ 20
a. Kesesuaian Lahan............................................................................................... 20
b. Pengadaan Bibit .................................................................................................. 21
c. Pembukaan Lahan .............................................................................................. 21
d. Penanaman .......................................................................................................... 22
e. Pemeliharaan ....................................................................................................... 23
f. Hama dan Penyakit ............................................................................................. 25
g. Rencana Produksi ............................................................................................... 27
h. Panen & Pasca Panen ........................................................................................ 27
5. Aspek Keuangan .......................................................... 31
a. Modal Kerja .......................................................................................................... 31
b. Struktur Permodalan ......................................................................................... 32
c. Penjaminan Kredit .............................................................................................. 32
d. Analisa Keuangan ............................................................................................... 33
e. Pendapatan Tambahan ..................................................................................... 34
f. Hasil Analisis Finansial ....................................................................................... 35
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan..................... 37
a. Aspek Sosial Ekonomi ....................................................................................... 37
b. Dampak Lingkungan .......................................................................................... 39
7. Kesimpulan ................................................................ 40
LAMPIRAN .................................................................... 42

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 1


1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Tanaman abaca (Musa Textilis Nee) termasuk dalam pisang(Musacease) yang


dikategorikan sebagai pisang jantan, karena pisang ini, tidak menghasilkan
buah. Produksi utama dari budidaya tanaman pisang ini adalah berupa serat
(fibre) yang terkenal dalam perdagangan internasional sebagai serat
berkualitas tinggi, sebab serat pisang abaca ini tahan terhadap air garam
sehingga banyak digunakan sebagai pembungkus kabel bawah laut atau tali
temali pada kapal. Namun belakangan ini serat pisang abaca (untuk
selanjutnya disebut sebagai serat abaca) juga banyak di gunakan untuk
bahan baku pulp kertas bermutu tinggi seperti kertas uang, cek, kertas filter
dan kertas pembungkus.

Berdasarkan catatan sejarah, pisang abaca telah lama terdapat di Indonesia,


antara lain diketahui di pulau Sangir (Sulawesi Utara) yang tumbuh secara
liar. Sebagaimana di Filipina (tempat asal pisang abaca), penduduk Sangir
memanfaatkan serat abaca (atau kafe, menurut bahasa setempat ) untuk
bahan kain tenun tradisional. Penanaman abaca secara komersial dimulai
tahun1905, di Jawa dan Sumatera Selatan dengan orientasi ekspor. Sejak itu
pisag abaca di Indonesia mulai berkembang luas, mulai dari Sumatera Utara
(didaerah Deli dan Bandar Betsy) sampai Lampung, dan di Jawa sendiri.

Setelah PD II, perkembangan perkebunan pisang abaca di Indonesia mulai


merosot, seiring dengan semakin berkembangnya serat-serat yang berasal
dari bahan sintetik. Sementara lahan-lahan perkebunan (khususnya di
Sumatera) beralih ke tanaman perkebunan komersial laiinya. Hingga tahun
1982, perkebunan pisang abaca di Indonesia hanya di jumpai di Banyuwangi
dengan areal sekitar 600 ha.

Namun peluang pengembangan perkebunan pisang abaca pada saat ini


semakin terbuka dengan semakin potensialnya pasaran internasional,
terutama untuk memenuhi permintaan negara-negara maju seperti Jepang,
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Potensi pasar internasional
tercatat sebesar 600.000 ton serat abaca per tahun. Untuk memenuhi
potensial demand tersebut, Filipina adalah produsen utama dengan share
sebesar 80.000 ton dan diikuti Equador sebesar 10.000 ton . Dengan
demikian, permintaan pasar masih belum terpenuhi, sehingga
pengembangan pisang abaca di Indonesia masih sangat terbuka, apalagi
sumber daya alamnya sangat mendukung.

Secara agronomis penanaman pisang abaca di Indonesia sangat sesuai,


mengingat tanaman pisang abaca adalah tanaman yang berasal dari daerah
tropis. Selain itu pisang ini sudah pernah dikembangkan secara komersial
dalam areal yang besar. Sedangkan dukungan ketersediaan lahan sangat
memungkinkan untuk di kembangkan misalnya di daerah Kalimantan,

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 2


Sulawesi, Maluku Utara (terutama Halmahera), Irian Jaya sebagian Sumatera
dan Jawa, tentunya untuk lokasi-lokasi yang memiliki agroklimat yang sesuai
untuk tanaman ini.

Sesuai dengan tuntutan perkembangan orientasi pasar internasional, maka


pengembangan perkebunan pisang abaca sebaiknya di kembangnya dengan
teknologi modern. Demikian pula halnya untuk pengolahan pasca panen,
lebih diarahkan pada pengolahan melalui pabrik dengan teknologi modern
pula. Sehingga kualitas produksi benar-benar bermutu tinggi sehingga
mampu bersaing secara ketat di pasar internasional.

Pengembangan pisang abaca dapat dilakukan dengan dua alternatif.


Alternatif Pertama untuk memasuki pasar ekspor dengan kualitas tinggi
maka pengembangan perkebunan pisang abaca sangat tepat di kembangkan
dengan pola kemitraan, yaitu adanya Perusahaan Inti yang memiliki areal
perkebunan pabrik pengolahan sarat abaca dengan tekhnologi tinggi, dan
petani sebagai penyuplai bahan baku pelepah pisang abaca yang memiliki
areal perkebunan pisang secar modern (seluruh proses produksi ada di
perusahaan inti).

Alternatif kedua apabila produk di ekspor dalam bentuk setengah jadi, maka
pada pengembangannya dapat dikembangkan secara semi modern, dimana
Perusahaan Inti berfungsi sebagai penampung hasil produksi petani, yang
telah mengolah pelepah pisang abaca menjadi serat yang diproses secara
semi-modern (nilai tambah sebagian terbagi pada pihak plasma).

Karena pengembangan perkebunan pisang abaca ini, termasuk proyek skala


besar, maka secara finansial memerlukan dana yang besar pula, maka
dengan demikian diperlukan partisipasi dari kalangan perbankan, terutama
untuk mendukung produksi tanaman pisang abaca yang dikelola oleh para
petani, dengan memanfaatkan skim kredit program atau skim-skim lainnya.

Dalam ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1988 tentang Politik Ekonomi Dalam
Rangka Demokrasi Ekonomi menyatakan bahwa ekonomi nasional di arahkan
untuk menciptakan struktur ekonomi nasional dengan mewujudkan
pengusaha menengah dan kecil yang kuat (jumlah besar) serta terbentuknya
kemitraan yang saling menguntungkan antara pelaku ekonomi dan saling
memperkuat untuk mewujudkan ekonomi dan efisiensi nasional yang
berdaya saing tinggi.

Dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi harus di hindari terjadinya


penumpukkan aset dan pemusatan ekonomi pada seorang, sekelompok
orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan
pemerataan.

Berkenaan dengan hal ini, koperasi usaha kecil dan menengah sebagai pilar
utama ekonomi nasional harus memperoleh kesempatan utama, dukungan,
perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud nyata

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 3


keberpihakan kepada usaha ekonomi rakyat tanpa mengabaikan peran usaha
besar dan BUMN.

Untuk mewujudkan ekonomi rakyat, dalam pidato 17 Oktober 1998 pada


Pencanangan hari Kebangkitan Ekonomi Rakyat, Presiden mengemukakan
bahwa reformasi menurut koreksi terhadap kebijaksanaan ekonomi lama
dengan kebijakan ekonomi baru yang bercorak kerakyatan, kemandirian dan
kemartabatan dengan meletakan suatu dasar ekonomi, termasuk aset-aset
produktif, yang sekarang pemiliknya terkonsentrasi pada BUMN dan
konglomerat.

Terjadinya krisis ekonomi telah menimbulkan kesadaran baru bahwa


pengelolaan ekonomi nasional dengan mengandalkan para konglomerat
sebagai engine of growth, ternyata telah membuat rapuh basis dari ekonomi.
Bahkan saat ini para konglomerat umumnya sedang terpuruk menghadapi
masalah pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo.<

Kasus tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua
bahwa dengan pengelolaan ekonomi yang kurang trasparan dan kurang
menciptakan tumbuhnya partisipasi rakyat banyak, hanya akan melahirkan
ketimpangan-ketimpangan dalam penguasaan aset nasional oleh grup-grup
bisnis berskala besar, yang telah terbukti sangat rentan terhadap gangguan
lingkungan dunia bisnis yang makin terbukti dan liberal.

Pemusatan kekuatan ekonomi atau penguasaan aset nasional pada


sekelompok anggota masyarakat tertentu dalam berbagai bentuk monopoli
dan oligopoli telah menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial
ekonomi.

Ketimpangan struktur penguasaan aset ekonomi produktif akhirnya


mengakibatkan terjadinya ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan,
baik sosial, budaya, politik. Maupun aspek kemasyarakatan lainnya. Oleh
karena itu perlu dicari langkah-langkah koreksi dalam menetapkan kebijakan
pembangunan devisa yang memungkinkan terwujudnya demokrasi ekonomi
dan persaingan sehat.

Ekonomi rakyat adalah ekonomi partisipatif yang mampu memberikan


akses yang fair dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat dalam memperoleh
input, melakukan proses produksi, distribusi dan memanfaatkan konsumsi
nasional, disamping adanya hambatan untuk masuk pasar dengan
mengorbankan fungsi sumber daya alam sebagai pendukung sistem
kehidupan rakyat.

Relevansi definisi ekonomi rakyat dengan Koperasi dan Pengusaha Kecil


adalah bahwa sebagian besar pengusaha Indonesia termasuk dalam kategori
mayoritas mereka seharusnya memiliki akses yang fair dan berkeadilan
dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi nasional.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 4


Krisis yang melanda perekonomian telah menyadarkan kita semua berapa
pentingnya redefinisi peran ekonomi rakyat. Rakyat tidak lagi di jadikan
objek belas kasihan, tetapi harus di berdayakan sebagai pelaku ekonomi
yang tangguh, berdasarkan semangat kerakyatan, kemartabatan dan
kemandirian.

Misi kerakyatan, berarti pembangunan ekonomi nasional harus benar-


benar mendorong dan sekaligus menampung partisipasi dan untuk
kepentingan rakyat banyak. Pengusaha kecil, menenganh dan koperasi yang
merupakan bagian terbesar dalam perekonomian nasional harus di berikan
peluang dan peranan yang lebih besar agar menjadi tulang punggung
perekonomian nasional.

Dengan kata lain, rakyat banyak menjadi pemilik, pengelola dan pengguna
utama kekayaan dan aset ekonomi nasional (Tap MPR XVI / 1998, Pasal 5).

Misi kemartabatan, berati kedaulatan ekonomi rakyat harus tetap di


hormati dan benar-benar di tempatkan sebagai pelaku dunia usaha yang
unggul pada jalur utama seluruh kehidupan ekonomi nasional.

Misi kemandirian, berarit bahwa pembangunan perekonomian bangsa


Indonesia harus bertumpu dan di topang oleh kekuatan sumber daya internal
yang dikelola dalam satu system ekonomi rakyat, sehingga pembangunan
nasional tidak lagi bergantung pada kekuatan-kekuatan ekonomi di luar
ekonomi rakyat itu sendiri (seperti tertuan dalam Tap MPR XVI / MPR / 1998,
Pasal 4).

Falsafah dalam Ekonomi Rakyat meliputi pengertian bahwa kegiatan ekonomi


dilaksanakan dari rakyat oleh rakyat dan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat.

Dua persyaratan pokok dalam memperjuangkan ekonomi rakyat adalah : (1)


tujuannya untuk kemakmuran seluruh rakyat dan (2) adanya
keterlibatan/partisipasi rakyat banyak dalam proses produksi (kegiatan
ekonomi) dan dalam menikmati hasil-hasilnya.

Sesuai arahan GBHN dan PERTANIAN dalam arti luas perlu teruas di
kembangkan agar semakin maju dan efisien, dan diarahkan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi serta keanekaragaman hasil
pertanian melalui usaha diversifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi pertanian
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi serta kebutuhan bahan baku industri. Industri
pertanian harus di dorong perkembangannya sehingga mampu
memanfaatkan peluang pasar dalam dan luar negeri, memperluas
kesempatan usaha dan lapangan kerja.

Sebagian besar masyarakat desa umumnya tidak atau belum memilki


prospek pemasaran yang cerah dan hasil yang menguntungkan bagi

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 5


masyarakat desa. Kalaupun ada, hanya sebagian desa yang memiliki
produk/komoditi tertentu. Namun acap terjadi hasilnya kurang
menguntungkan karena lemahnya posisi masyarakat desa dalam rantai
perdagangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam proses penjualan,
biasanya pihak yang dominan menentukan harga adalah para perdagangan
atau tengkulak bukan masyarakat desa.

Perkembangan "perkoperasian" adalah bagian integral dari pembangunan


nasional yang mempunyai peranan strategis dalam mengantarkan
perekonomian masyarakat Golongan Masyarakat Ekonomi Lemah agar
sejajar dengan sektor ekonomi lainnya yang ada di Indonesia. Koperasi yang
sekarang mayoritas masih menghadapi banyak kendala sehingga
memerlukan dorongan dari semua pihak agar koperasi lebih maju selangkah
dimasa yang akan datang.

Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan pengembangan perkebunan plasma


abaca oleh masyarakat, MK - PKT Pisang Abaca di harapkan menjadi bahan
masukan penting bagi kalangan perbankan dan investor yang telah memiliki
rencana pengembangan usaha perkebunan. Dalam model kemitraan ini akan
disinggung beberapa aspek, seperti aspek kelayakan usaha, yang meliputi
aspek pemasaran, teknis budidaya dan finansial, aspek sosial dan ekonomi
serta pola kemitraan terpadu yang sesuai antara usaha besar (Inti) dan
petani plasma. Kelayakan usaha kecil dalam perkebunan pisang abaca ini,
hanya akan bisa terjadi apabila di mulai dengan adanya kepastian mengenai
pemasaran hasil kebun abaca petani plasma/usaha kecil kepada mitra Usaha
Besar/Perusahaan Inti yang bersangkutan.

1. Permasalahan

Sekalipun pisang abaca ini mempunyai prospek permintaan yang baik, tetapi
sektor budidaya dalam skala usaha kecil masih menghadapi berbagai
masalah atau kendala. Permasalahan/kendala utama yang dapatt
menyebabkan bisnis usaha kecil budidaya pisang abaca masih sering
menghadapi resiko kegagalan, adalah sebagai berikut :

Ketidak mampuan untuk memenuhi persyaratan teknis bank

Faktor lain yang dapat menambah bobot permasalahan yang dihadapi oleh
usaha kecil/petani kecil budidaya pisang abaca yaitu bahwa pada umumnya
mereka tidak mampu memenuhi persyaratan teknis bank, sehingga mereka
selalu menghadapi kesulitan untuk mendapatkan dukungan kredit guna
pengembangan usahanya.

2. Upaya Pemacahan

Upaya yang ditempuh untuk membantu Usaha Kecil (UK) dalam bidang
budidaya pisang abaca agar mampu memanfaatkan peluang dan sekaligus
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (kelemahan dalam system)

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 6


dilaksanakan melalui pengembangan kebijakan di sektor-sektor pemerintah
moneter di sektor riil.

a. Kebijakan di sektor pemerintah

Kebijakan di sektor pemerintah yang erat kaitannya dengan tujuan untuk


mendorong dan mendukung pengembangan usaha kecil budidaya tanaman
pisang abaca adalah mengacu kepada sejauh mana Departemen Pertanian
khususnya Dinas Perkebunan dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi
pengembangan proyek ini.

b. Kebijakan di sektor moneter

Kebijakan pemerintah di sektor moneter yang erat kaitannya dengan upaya-


upaya pengembangan usaha kecil, khususnya yang berkaitan dengan
pengembangan usaha tanaman pisang abaca adalah kebijakan
berkesinambungan perkreditan yang sesuai dan cocok dengan kebutuhan
masyarakat usaha kecil.

Faktor keunggulan bisnis budidaya tanaman pisang abaca yang


dikembangkan dan dilaksanakan oleh para usaha kecil/petani dapat diukur
dari produktifitas tenaga kerja dan lahan yang merupakan modal usaha dari
para petani kecil. Melalui pelaksanaan Pola Kemitraan Terpadu (PKT)
kesinambungan pasokan input produksi dan menurunkan tingkat kegagalan
panen serta meningkatkan efisiensi pemakaian input. Dengan demikian skala
usaha dan produktivitas pisang abaca dapat ditingkatkan pula. Peningkatan
skala usaha juga cenderung dapat menekan biaya.

Melalui pendekatan kelompok, beberapa biaya produksi dapat ditanggung


secara bersama-sama. Disamping itu, model ini juga dapat menjamin
ketersediaan dan pengamanan kredit yang disalurkan kepada usaha kecil.
Karena bank merasa adanya kepastian terhadap pengembalian kredit dan
pembayaran bunganya.

Dengan adanya keunggulan-keunggulan seperti diatas, maka bisnis usaha


kecil budidaya pisang abaca yang dilaksanakan dengan Model ini, akan
memiliki lahan atau situasi yang cocok untuk pelaksanaan budidaya pisang
abaca.

b. Tujuan

Tujuan dari penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu


Perkebunan Pisang Abaca ini antara lain :

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 7


1. Tujuan Umum :

Memberikan informasi kepada pihak perbankan tentang model Kemitraan


Tepadu yang sesuai dan layak di biayai dengan kredit bank, khususnya yang
dilaksanakan melalui pembiayaan usaha kecil budidaya tanaman pisang
abaca.

2. Tujuan Khusus :

Membantu meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan antara


Usaha Besar, Koperasi dengan Petani di sub sektor budidaya tanaman pisang
abaca.

Disamping itu juga menguraikan faktor-faktor, cara dan mekanisme untuk


mewujudkan Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman Pisang Abaca yang
berhasil.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 8


2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu


yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri


Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang


usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan


bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1.Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 9


Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi


anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama


sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk


mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 10


Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang
memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing
petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini
bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada
petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak


Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir
sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal
kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek


budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak
bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana
pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat
menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya
pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,


dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan


perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan
Eksportir.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 11


Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui


koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili
anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai
dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi


dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan
produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.
Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 12


pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan
untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/
pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit
(KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang
bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;
c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha
perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa
dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan
pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan
yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang
diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para
anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan
di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang
berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai
badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling
agent);
e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak
instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan,
Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini,
harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa
diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas
statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 13


Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip
bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana
produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak
akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk
diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya
dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 14


Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak
Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai
berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra


(inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan


hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta
pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca
panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit
bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam
rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;


b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang
lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-
panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya
oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak
termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan
sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen
dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga
produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu
dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank
dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 15


3. Aspek Pemasaran
a. Peluang Pasar

Peluang pengembangan perkebunan pisang abaca pada saat ini mulai


terbuka dengan semakin potensialnya pasaran Internasional, terutama untuk
memnuhi permintaan negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat
dan negara-negara Eropa. Potensi pasar internasional tercatat sebesar
600.000 ton serat abaca pertahun. Dari jumlah tersebut Filipina merupakan
produsen utama dengan share sebesar 80.000 ton dan Equador sebesar
10.000 ton. Dengan demikian, permintaan potensial market tersebut belum
dapat dipenuhi sehingga pengembangan pisang abaca di Indonesia masih
sangat terbuka, apa lagi sumber daya alamnya sangat mendukung.

Menghadapi situasi dewasa ini, dan untuk menyisiati agar usaha agrobisnis
dapat berkembang, maka langkah yang terbaik adalah melakukan usaha
dengan pola kemitraan Inti-Plasma, karena dengan bergabung dalam
kerjasama kelompok perolehan sarana dan prasarana langsung dari Inti
dapat lebih efisien dan pada gilirannya anggota koperasi memiliki posisi
tawar yang lebih baik.

b. Analisa Pasar

Pasar ekspor dan pasar dalam negeri untuk serat abaca pada saat ini masih
perlu dicermati, karena baik permintaan pasar luar negeri maupun pasar
domestik masih belum jelas, baik statistik harga, maupun kuantitasnya.

c. Bentuk Pasar

1. Captive Market

Bentuk pasar bagi model PKT dimana UK ditempatkan di dalam satu kawasan
proyek, maka bentuk pasarnya adalah pasar yang monopoli (Captive Market
), dimana UB merupakan pembeli tunggal bagi hasil produksi yang dihasilkan
oleh para UK.

2. Kesinambungan Pasar

Dalam bentuk pasar seperti tersebut diatas, maka UB sebagai inti


mempunyai kewajiban mutlak untuk tetap menjadi pembeli tunggal dan
berkewajiban menyerap seluruh hasil produksi para UK yang menjadi
plasmanya. Dengan demikian posisi UB sebagai pembeli tunggal diharapkan
kesinambungan pasar akan selalu terjamin.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 16


3. Kesinambungan Proyek

Bilamana situasi harga pasar enceran ternyata lebih rendah dari pada harga
per unit produksi ditingkat petani terjadi secara berkepanjangan, dan
merupakan faktor penyebab kegagalan proyek, maka menjadi kewajiban UB
untuk kemudian mengambil alih seluruh proyek yang gagal tersebut (buy
back system)

Dengan operasi pasar dan posisi UB sebagai pembeli tunggal seperti tersebut
diatas, dan adanya tanggung jawab Usaha Besar untuk menangani proyek
sampai dengan kondisi yang paling berat sekalipun, akan merupakan
jaminan kesinambungan pasar yang di hasilkan UK, maupun kesinambungan
pengamanan proyeknya.

d. Mekanisme Harga

1. Harga Penjualan
Harga serat pisang abaca yang dijual UK kepada UB, dalam rangka
pelaksanaan PKT merupakan salah satu produk kesepakatan yang paling
penting antara UK dan UB karena harga penjualan di tingkat UK ini yang
akan dipergunakan sebagai harga kesepakatan dan untuk sementara
sebagai harga acuan adalah 2.500.000 per kg (tentalife)

2. Penentuan Harga Kesepakatan


a. Harga kesepakatan tersebut merupakan hasil analisis yang
besarnya diturunkan dari rataan harga pasar enceran pada priode
tertentu
b. Dengan membandingkan hasil penurunan harga yang berlaku di
pasar dengan biaya yang dikeluarkan, akan ditetapkan
kesepakatan harga jual pada UK saat itu.
3. Tujuan Kesepakatan Harga. Penetapan harga jual kesepakatan ditingkat
UK bertujuan agar dapat menguntungkan :
a. Karena dari harga UK ini masih mendapat keuntungan yang wajar,
diatas potongan-potongan untuk biaya produksi/operasi
berikutnya, untuk pembayaran angsuran pokok dan bunga kredit
membayar pinjaman UK kepada UB (kalau ada) serta pajak.
Mekanisme prosedur dan tujuan pembentukan harga seperti ini
harus benar-benar dapat dipahami oleh para UK. Oleh karena itu
proses penetapan harga ini juga harus merupakan bagian dari
program pelatihan yang dilaksanakan UB pada awal proyek.
b. dari selisih harga beli UB terhadap produksi yang dihasilkan UK
dengan harga jual di pasar eceran setelah dipotong ongkos-ongkos
UB, akan merupakan margin keuntungan UB untuk bisa tetap
berperan aktif sebagai inti secara kesinambungan.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 17


e. Kesinambungan Pasar

1. Penentuan Harga

 Untuk menjamin kesenambungan pasar bagi model tersebut diatas/UK


dan UB harus menyepakati tentang harga jual, harga beli ditingkat
pasaran enceran.
 Harga kesepakatan tersebut minimal selama 6 bulan atau setahun.
Dengan menyepakati harga tersebut maka jaminan atas kelancaran
penjualan akan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan
sekaligus dapat tetap menjaga keuntungan yang wajar bagi UK dan
UB, serta kelancaran pengembalian kredit ke Bank.

2. Titik Kritis Kesinambungan Pasar dan PKT

 Sekalipun telah ditetapkan dalam suatu kesepakatan harga yang


disesuaikan, beberapa telah kelemahan mungkin masih dapat terjadi
yang mengakibatkan mekanisme kesepakatan tersebut terlanggar.
 Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain karena UK tidak
melaksanakan proses dengan baik, sehingga total produksi setiap
priode dan mutu tidak sesuai dengan kesepakatan. Oleh karena itu,
kesepakatan harga ini perlu di jabarkan lebih rinci ke dalam nota
kesepakatan yang memuat kesepakatan terhadap jumlah, mutu,
waktu, lokasi penyampaian, serta ketetapan terhadap jumlah dan
waktu pembayaran dan kesinambungan. Dengan demikian untuk
menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul, maka di perlukan
transparansi dan pemahaman oleh semua peserta PKT terhadap
batasan-batasan yang menyangkut persyaratan jual beli hasil yang
dihasilkan UK. Dalam hal ini yang mungkin dapat menyebabkan
kepastian harga tersebut tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan
adalah karena justru UB tidak mampu membayar UK sesuai dengan
kesepakatan. Ketidak mampuan UB ini bisa terjadi karena UB
menghadapi dilema akibat fluktuasi harga yang menyebabkan UB
mengalami kerugian yang berkepanjangan, atau karena UB
kekurangan modal kerja. Atau terjadi manipulasi terhadap jumlah,
mutu dan harga beli UB kepada para UK yang menjadi plasmanya.
Ketidak trasparanan mengenai proses jual beli dan mekanisme
pembayaran tersebut di atas memungkinkan terjadi ketidak
sinambungan pemasaran, yang pada gilirannya berdampak pula
kepada kegagalan dalam mengangsur kredit.
 Kerancuan pengadministrasi arus pembayaran di tingkat UB dan Bank
juga menurunnya kinerja PKT.
 Sehubungan dengan itu, semua aspek yang berkaitan dengan lalu
lintas pembayaran yang menyangkut operasional PKT maupun yang
terkait dengan administrasi kredit perlu diatur secara jelas bagi
kepentingan semua peserta PKT (UK, UB dan Bank ) dan dituangkan
dalam suatu nota kesepakatan.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 18


f. Daerah Pemasaran

Semua hasil produksi petani pisang abaca (anggota Koperasi Primer atau
Kelompok Tani) yang telah berupa serat pisang abaca seluruhnya di jual
mitra usahanya yaitu Perusahaan Inti, dengan standar harga ditentukan
sesuai dengan harga pasar international.

Disamping peluang pasar internasional serat pisang abaca juga di gunakan


sebagai impor bahan baku kapas yang dikonsumsi di tingkat lokal. Sebagai
gambaran, Indonesia saat ini mengeluarkan devisa sebesar 1, 5 milyard US$
untuk impor kapas sebagai bahan baku tekstil. Permintaan pasar
internasional saat ini adalah Jepang, Amerika dan Eropa dengan potensi
pasar total sebesar 600.000 ton per tahun. Dari jumlah kebutuhan tersebut
pengadaan terbesar saat ini adalah Filipina (80.000 ton ) dan Equador
(10.000 ton).

Dari gambaran tersebut diatas permintaan dunia masih belum dapat


memenuhi secara keseluruhan, sehingga merupakan peluang cukup besar
bagi Koperasi dan masyarakat tani pemilik lahan tidur untuk berpatisipasi
dan proaktif secara langsung dalam pembudidayaan tanaman pisang abaca.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 19


4. Aspek Produksi
a. Kesesuaian Lahan

Tanaman pisang abaca sangat baik di budidayakan pada tanah-tanah


vulkanik atau alluvial dengan tekstur lempung, lempung berpasir, atau
lempung liat berdebu. Tanah tersebut hendaknya berstruktur longgar
(gembur) sehingga mudah menghisap atau melepaskan air. Keasaman tanah
berkisar antara 4 - 6 dan pH optimal adalah 6 - 7. Kedalaman tanah (solum)
minimal 50 cm. Secara lebih spesifik persyaratan tumbuh lainnya adalah
sebagai berikut :

1. Tanah

Walaupun pisang abaca dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,


tetapi akan lebih baik pertumbuhannya bila di tanam pada struktur
tanah yang gembur atau struktur tanah yang remah dan tidak di
tanam di tanah yang padas, dan pH tanah yang di kehendaki berkisar
4,5 - 7,5

2. Ketinggian

Umumnya tanaman pisang abaca lebih menyukai dataran rendah yang


beriklim lembah, ketinggian yang dikehendaki 300 m di atas
permukaan air laut. Akan tetapi ia juga mampu hidup sampai
ketinggian 1000 m diatar permukaan air laut, namun pada ketinggian
tersebut hasil seratnya akan berkurang.

3. Iklim

Tanaman pisang abaca dapat hidup di daerah tropis sampai sub tropis.
Suhu yang dikehendaki untuk tumbuh dengan normal antara 17oC -
30oC.

4. Curah hujan.

Untuk tumbuh normal, tanaman pisang abaca memerlukan curah


hujan yang normal minimal 2.000 mm/tahun tetapi tidak menutup
kemungkinan di bawah 2.000 mm/tahun, asalkan di adakan pengairan
yang teratur karena tanaman pisang abaca membutuhkan air yang
cukup. Pengairan di sesuaikan kondisi kelembaban tanah
kering/basah.

5. Kelerangan

Kelerengan yang dikehendaki tanaman pisang abaca berkisar antara


15 - 25%. Kelerengan di atas 25% juga dapat dimanfaatkan asalkan di

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 20


buat terasering untuk memudahkan pemeliharaan dan menghindari
erosi tanah.

b. Pengadaan Bibit

Bahan tanaman dapat berupa anakan, bonggol utuh atau bonggol yang
dipotong-potong. Sedangkan varietas yang digunakan antara lain varietas
bontolanon, manguindanao, dan tangengong. Ketiga varietas ini berasal dari
Filipina, tetapi telah masuk dan di budidayakan sejak zaman kolonial, dengan
ciri-ciri sebagai mana di uraikan dalam Tabel 1 berikut :

Tabel 1.
Ciri-ciri Varietas Pisang Abaca
Varietas
Ciri-Ciri/Sifat
Bontolan Manguindanao Tangengon
1. Ukuran Batang Pendek - sdg Besar Besar

2. Warna Hitam Ungu-hitam Merah Tua-


kelam Ungu
kehitaman
3. Pertumbuhan Cepat Cepat -

4. Pengambilan serat Mudah Mudah Sulit

5. Kualitas Serat Halus, putih Putih dan -


Bermutu tinggi

Dalam MK-PKT ini, pengadaan bibit di lakukan dengan cara modern, yaitu
dengan teknologi kultur jaringan, sehingga tanaman yang dihasilkan dapat
seragam, sehat, bebas dari serangan hama dan penyakit. Bibit ini akan
diambil dari perusahaan pembibitan di Jawa Timur,atau di tempat lain yang
sesuai.

c. Pembukaan Lahan

Persiapan lahan untuk penanaman pisang abaca tergantung pada vegetasi


lahan akan ditanami. Bila calon lahan penanaman berupa hutan, maka
pekerjaan pertama yang dilakukan adalah membuang semak-semak dan
pohon-pohon besar dan kecil. Sedangkan pohon yang tinggi (terutama dari
famili Leguiminiceae) sebaiknya jangan ditebang sekaligus, sebab pohon-
pohon ini nantinya dapat berguna sebagai tanaman pelindung pada tahap
awal.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 21


Jika calon lahan telah lama terbuka, dan vegetasinya padang alang-alang,
padang rumput, atau bekas tanaman setahun, maka pekerjaan utama adalah
membuang rumput-rumput sampai bersih, dengan cara membajak berulang
kali, atau dengan herbisida, sehingga rumput-rumput termasuk ilalang dapat
di bersihkan. Sedangkan pengolahan lahan yang perlu di lakukan adalah
sebagai berikut :

1. Pembajakan

Pembajakan dilakukan dengan alat luku untuk membongkar tanah


yang keras dengan kedalaman 35 - 50 cm, dengan tujuan agar
perakaran tanaman pisang tumbuh dengan sempurna.

2. Penggaruan (Harrowing)

Penggaruan setelah pembajakan adalah untuk menghancurkan


bongkahan tanah menjadi lebih kecil, sehingga diperoleh tanah yang
remah, dan untuk meratakan permukaan tanah.

Pembajakan dan penggaruan di lakukan untuk tanah yang keras.


Untuk lahan perkebunan, dengan luas minimal 100 Ha, pengolahan
dengan dapat di lakukan dengan dapat dilakukan dengan hand tractor,
sedangkan pengelolaan tanah sawah dan perkarangan menggunakan
cangkul.

3. Pembuatan Lubang Tanam

Sebelum penanaman, dilakukan pembuatan lubang tanam dengan


ukuran 30 x 30 x 30 cm (P x L x DLM). Lubang tanam dibiarkan
selama 2 -3 minggu, dengan tujuan untuk terjadinya oksidasi terlebih
dahulu sehingga tingkat kemasaman tanah berada pada batas yang
tidak membahayakan tananam.

d. Penanaman

1. Penentuan Jarak Tanam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan jarak tanam


yakni singkat kesuburan tanah, jenis, atau klon tanaman dan tingkat
kemiringan lahan. Pada tanah yang subur, jarak tanam biasanya lebih
besar jika di bandingkan pada tanah yang kurang subur. Jenis atau
klon tanaman yang berkanopi lebar di tanam dengan jarak yang lebih
besar di bandingkan dengan berkanopi kecil. Sedangkan pada tanah
dengan topografi berbukit miring, biasanya jarak tanaman lebih besar
karena harus mengikuti arah garis kontour. Pada pisang abaca jenis
mangundinao kita menggunakan jarak tanam 5 x 5 m ( P x L ) dan

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 22


dalam kurun waktu empat bulan setelah tanam akan tumbuh 2 - 3
anakan.

2. Saat dan Waktu Tanam

Penentuan waktu tanam berkaitan erat dengan kesediaan air di lokasi


yang bersangkutan. Saat waktu tanam pisang abaca yang baik adalah
beberapa hari menjelang musim hujan tiba, yaitu pada pagi hari jam
07.00 - 10.30 dan sore hari jam 14.30 - 17.00

3. Sistem Tanam

Mengacu pada usaha konservasi lahan terdapat 2 pola tanam yaitu


untuk lahan dataran tinggi ditanam dengan pola monokultur, dan
untuk dataran rendah dengan pola tumpang sari.

a. Penanaman dengan pola monokultur untuk dataran rendah


yakni penanaman satu jenis tanaman.

Kelemahan monokultur yakni memberi peluang beradanya hama


dan penyakit yang tidak pernah putus dan juga terjadinya
ledakan hama karena persediaan makan tercukupi.

b. Penanaman tumpang sari


 Penanaman tanaman pokok (pisang abaca) dan diantara
tanaman pokok juga ditanam satu jenis tanaman lain
misalnya kedele.
 Tanaman sela di tanam saat penanam tanaman pokok.
 Umur tanaman sela harus lebih pendek dari tanaman
pokok.

e. Pemeliharaan

Agar tanaman pisang abaca yang telah di tanam dapat tumbuh baik sehingga
produksinya maksimal, maka perlu dipelihara dengan baik. Kegiatan yang
perlu di lakukan adalah pemupukan, pengairan dan drainase, penjarahan
rumpun, pembubunan, pengendalian gulma/penyiangan juga sanitasi kebun,
dengan uraian sebagai berikut :

1. Pemupukan.

Pemupukan adalah usaha untuk mengembalikan unsur-unsur tertentu ke


dalam tanah yang hilang terbawaoleh tanaman sebagai hasil produksi,
demikian diharapkan melalui pemupukan tingkat kesuburan tanah tetap
terjaga sehingga tanaman yang tumbuh tetap baik.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 23


Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik (pupuk alam)/pupuk anorganik
(pupuk buatan). Pupuk organik yang dibelikan berupa pupuk
kandang/kompos sebanyak 0,5 Kg/tanaman dan dilakukan pada waktu
tanam.

a. Pemupukan ada beberapa tahapan :


o Tahap I : 1 bulan setelah tanam pupuk yang diberikan 0,25 Kg
Urea per tanaman (100 Kg /Ha)
o Tahap II : 4 bulan setelah tanam pupuk yang diberikan 0,20 Kg
TSP per rumpun ( 80 Kg/Ha)
o Tahap III : 8 bulan setelah tanam pupuk yang diberikan Urea
0,50 Kg per rumpun (200 Kg/Ha)
o Tahap IV : 12 bulan setelah tanam pupuk yang di berikan 0,75
Kg per rumpun (300 Kg Ha). TSP 0,30 Kg per rumpun (120
Kg/Ha) dan pupuk kandang 4 Kg per rumpun (600 Kg/Ha).
b. Pemupukan ada dua cara
o Dengan cara dilubang (ditugal) dengan jarak 50 - 60 cm dari
tanaman. Jumlah lubang 4 lubang dengan kedalaman 15 cm.
Setelah pupuk di masukkan lubang di tutup kembali dengan
tanah.
o Dengan cara melingkar (ring), dicangkul melingkar dengan
kedalaman 15 - 30 cm dengan jarak tanaman antara 60 - 70
cm. Selanjutnya pupuk yang digunakan pupuk anorganik (pupuk
buatan). Untuk pupuk organik (pupuk alam) sama dengan cara
ring pupuk kandang dicampur dengan tanah, lalu dimasukkan
lubang.
c. Kunci sukses pemupukan. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
o Tanah. Kita lihat kondisi tanah dengan cara penelitian di
laboratorium untuk mengetahui dosis pempukan menurut
jenisnya.
o Tanaman. Kita lihat perubahan tanaman dari permukaan tanah
hingga ujung layak/tidak diberi pupuk.
o Pupuk. Kita lihat kandungan pupuk atau dosis yang diberikan
pada tanaman dan cara pemupukan.

2. Pengairan dan Drainase.

a. Pengairan.
o Pertumbuhan pisang abaca membutuhkan air yang cukup.
o Pada kondisi penguapan air yang tinggi dan kemampuan tanah
menahan air rendah maka interval pengairan dapat dilakukan
15 hari sekali. Kandungan air pada batang yang akan di panen
mencapai 90%
b. Air yang diberikan kepada tanaman pisang abaca adalah :
o Air sumur bor yang di bersih dan tidak mengandung lumpur
serta bibit penyakit.
c. Drainase

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 24


o Pembuatan saluran drainase di perlukan untuk menghindari
banjir atau tergenangnya air, walaupun tanaman pisang abaca
membutuhkan air, tapi tidak boleh tergenang air karena akan
merusak akan dan membusuk, lalu tanaman akan layu dan
akhirnya mati.
o Ukuran drainase 30 - 40 cm (dalam X lebar). Untuk dataran
rendah, dan untuk daerah yang rawan banjir drainase di
perdalam dan diperbesar dengan ukuran 50 - 80 cm (dalam
lebar)

3. Penjarangan Rumpun.

 Penjarangan di lakukan agar populasi tanaman tiap hektarnya tetap


konstan sehingga di peroleh produksi yang konstan pula.
 Penjarangan di lakukan 4 - 8 bulan sekali.
 Penjarangan bisa di lakukan dengan pemindahan anakan yang baik,
dan ditanam di sela tanaman yang kosong.
 Pengambilan pelepah yang rusak atau daun-daun kering di pendam di
sela-sela tanah yang kosong menjadi kompos.

4. Pembumbunan

 Pembubunan dilakukan untuk merangsang tumbuhnya anakan.


Pembumbunan di lakukan bilamana umbi pisang sudah muncul di
permukaan tanah,dengan tujuan :
 Agar akar tanaman tumbuh dengan sempurna sehingga tidak mudah
roboh oleh tiupan angin. Memperlancar peredaran udara dalam tanah,
struktur tanah tetap gembur dan drainase tetap di terpelihara.

5. Pengendalian Gulma/Penyiangan.

 Pengendalian gulma dilakukan pada waktu penanaman pisang abaca


masih kecil.
 Pengendalian gulma dilakukan 3 atau 4 kali dalam waktu 1 tahun agar
tidak terjadi persaingan penyerapan unsur hara, air dan unsur-unsur
lainnya, karena bisa menghambat pertumbuhan anakan dan pohon
induk.

f. Hama dan Penyakit

Secara umum tanaman pisang abaca relatif tidak pernah terserang hama dan
penyaki. Bahaya yang paling besar terhadap tanaman ini adalah Rawan
kebakaran, sehingga pembersihan pelepah kering dan daun-daun kering
harus secara rutin di lakukan untuk menghindari penyebaran areal

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 25


kebakaran. Namun demikian, hama dan penyakit yang sering kita jumpai
pada jenis pisang yang ada di Indonesia antara lain :

1. Jenis-jenis Hama Pisang

a. Hama Penggulung Daun


o Disebabkan : Erionotatrak
o Gejala serangan : Menggulung daun dari tepi kearah tengah
o Pengendalian dengan cara fisik, teknis dan kimia
o Fisik dengan cara pengambilan telur, secara teknik merobek
daun yang sudah tergulung dan secara kimia dengan semprotan
insektisida, sesuai dosis yang dianjurkan.
b. Hama Uret
o Gejala Serangan : Menyerang pisang bagian batang sampai ke
umbi batang bagian bawah (bonggol) menyebabkan Umbi
berlubang, terutama pada anakan bibit yang baru di tanam.
o Pengendalian : Sebelum bibit di tanam, direndam terlebih dulu
dengan larutan insektisida selama 15 menit atau di beri Furadan
36, ditanam bersama bibit.
c. Kumbang Penggerak Batang (Cosmolitus Sordidus)
o Gejala Serangan : Tanaman yang terserang daunnya menjadi
mengkerut, tumbuhnya mengkerdil.
o Disebabkan : Kurang perawatan intensif, karena hama ini
hidupnya di pohon pisang yang busuk dan tanaman yang tidak
terawat.
o Misal : Pada waktu pemotongan batang, pengambilan pelepan
yang rusak dan pengambilan daun pisang yang kering, jangan
terlalu lama di pohon
o Pengendalian : Dengan cara sanitasi kebun. Memotong tanaman
yang tercemar sampai bongol bawah lalu pohon pisang dicacah
dan ditanam di tempat yang jauh dari tanaman pisang.
d. Kepik Penggerek Batang (Adiparus Longicollis)
o Gejala serangan : Badan batang pisang yang dilubangi dan
daunnya jadi layu.
o Disebabkan : Kurangnya perawatan yang intesif karena hama
ini hidupnya dipohon pisang yang busuk dan tanaman yang
tidak terawat.
o Misalnya: Pada wakut pemotongon batang, pengambilan
pelepah yang rusak dan pengambilan daun pisang yang kering
jangan terlalu lama di pohon.
o Pengendalian : Dengan cara sanitasi kebun. Memotong tanaman
yang terserang sampai bonggol bawah lalu pohon pisang
dicacah dan dipendam di tempat yang jauh.

2. Jenis-jenis Penyakit Pisang

a. Penyakit Layu Fusarium atau Panama


o Gejala serangan :

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 26


 Daunnya mengering
 Tangkainya terkulai kemudian patah
 Penyerangan di mulai dari bonggol keatas melalui
jaringan pembuluh ke pangkal dan tangkai daun
o Penyebab Cendawan Fusarium oxysporum dan disebabkan
keteledoran dalam penanganan budidaya.
o Misal Tanah yang terbawa oleh alat pertanian, bibit yang
terkontaminasi dan pengairan yang tercemar spora.
o Pengendalian Menanam bibit yang sehat, mensterilkan alat yang
akan digunakan, pengairana terkontrol
o Alat yang akan dipakai harus dibersihkan Saluran drainase
harus berfungsi & terkontrol Mencegah serangan vector daun-
daun yang kering secepatnya ambil
b. Penyakit Bercak Daun Sigatoka
o Gejala serangan : Daun ketiga dan kempat dari pucuk terlihat
bercak-bercak kuning lalu menjadi coklat
o Penyebab : Disebabkan cendawan mycossphaerella musicola
o Misal Bibit daun yang terinfeksi
o Pengendalian : Menjaga kebun tetap bersih
o Pengambilan pelepah pisang yang rusak dan daun-daun yang
kering
o Penyebab : Kekuranganpenanganan yang intensif didalam
teknik budidaya tanaman pisang

g. Rencana Produksi

Dalam MK-PKT ini, tanaman pisang di rancang dalam 1 Ha, dimana dengan
luasan lahan tersebut jumlah pohon pada tahun pertama adalah sebanyak
660 pohon, tetapi karena pertumbuhan anakan, pada tahun ke-2 dan
seterusnya terjadi peningkatan. Produksi mulai pada tahun kedua setelah
tanam dengan jumlah batang di tebang sebanyak 2241 dan diperhitungkan
naik setiap 2 tahun. Produksi serat setiap batang 1,8 kg dengan harga jual
sekitar Rp.2.500/kg

h. Panen & Pasca Panen

Pemanenan pisang abaca secara fisik adalahsebagai berikut :

 Panen setelah berumur 12 bulan


 Tinggi batang 3,5 - 4 m
 Diameter batang 30 cm
 Pemanenan menggunakan parang, untuk memudahkan pemanenan
dan mengurangi pengrusakkan terhadap batang di sekitarnya.
 Cara memotong pangkal di atas bonggol
 Pemotongan jangan mendatar, agar tidak terjadi akumulasi air hujan
yang akan menyebabkan busuk.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 27


Pelaksanaan panen yang baik, yaitu di lakukan secara manual sehingga
dapat dilakukan seleksi pohon yang akan di tebang sehingga akan
mengurangi perusakan pohon pisang yang disekitarnya yang belum siap di
panen. Dengan cara ini, maka pada setiap rumpun dapat di peroleh sekitar 2
- 3 batang.

Teknis penebangan hendaknya dilakukan dengan pisau tajam, untuk


menjaga agar tunggul lekas kering. Setelah di tebang pelepah dilepaskan.
Kualitas serat pisang abaca ditentukan oleh letak pelepah pada batang semu.
Pelepah paling luar seratnya kasar, tetapi seratnya kuat. Makin ke dalam
makin serat tersebut makin halus, warnanya makin putih tetapi kekuatan
makin berkurang. Berdasarakan mutunya, pelepah yang menyusun batang
semu dapat digolongkan dalam 4 macam sebagai berikut :

Tabel 2.
Rincian Mutu Pelepah

Rincian Mutu
Bagian Tengah Jumlah
Warna Jml Serat Kekuatan
Helai
1. Pelepah Bagian Luar 1-3 Hijau - ungu Banyak Kuat

2. Pelepah bagian tengah 1-3 Kuning - Hijau Sedikit Kuat

3. Pelepah Tengah- Dalam 4-5 Putih - Kuning Banyak Tdk Kuat

4. Pelepah bagian dalam 7-8 Putih Tidak Ada -


Sumber : Hobir dan A. Kadir Pedoman Bercocok tanam Abaca
(Ditjen Perkebunan bekerja sama dengan BALITRO) 1986

2. Penyeratan

Proses Perkebunan Serat

 Pemotongan batang di bagi tiga bagian untuk memudahkan perseratan


panjang potongan batang 1,20
 Masing-masing potongan dibagi 3 tegak untuk mempermudah
pengupasan.
 Penyeratan dilakukan pada saat pelepah pisang dalam keadaan basah
agar lebih mudah di serat
 Lembaran-lembaran pelepah kemudian disisir sampai menjadi serat
yang masih basah, kemudian serat dicuci sebelum di keringkan (di
jemur)

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 28


 Serat siap di pasarkan di bentuk bantalan serat umumnya dengan
berat 125 Kg.

Sedang pengambilan serat dapat di lakukan oleh petani plasma atau oleh
perusahaan inti. Pengambilan serat pisang abaca yang dilakukan oleh petani
plasma dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu secara manual dan
menggunakan dekortikator semi otomatis. Untuk pengambilan serat oleh
perusahaan inti, dilakukan secara lebih modern dalam bentuk suatu pabrik.
Adapun perkerjaan pengambilan serat oleh petani plasma di uraikan sebagai
berikut :

a. Penyeratan dengan tangan

a.1. Penyeratan Dengan Pisau

 Prinsip kerja pengambilan serat pisang abaca dengan cara


ini adalah menghancurkan daging pelepah yang terbawa
pada tuxies
 Tahap pertama adalah menyayat pelepah-pelepah secara
membujur selebar 5 7,5 cm. Setelah itu lapisan kulit
yang mengandung serat di pisahkan dari bagian dalam
(yang tidak mengandung serat). Sayatan yang
mengandung serat ini dinamakan Tuxies.
 Pengambilan serat secara manual ini hanya memerlukan
peralatan yang sederhana seperti pisau penyerat dan
meja. Pisau penyerat di buat bergigi kecil tetapi tidak
tajam, dengan ukuran gigi sekitar 15 gigi per cm dan
lebar ujung pisau 10 cm.
 Dengan alat ini tuxies di letakkan di atas meja, dimana
sisi luar menghadap atas. Setelah itu pisau penyerat di
tekan oleh satu tangan, sedangkan ujung tuxies di tarik
secara konstan, sehingga seratnya terpisah dari daging
pelepah. Semakin keras penekanan pisau penyerat, maka
semakin bersih serat yang dihasilkan. Dengan cara ini
setiap orang (petani plasma) akan mampu menghasilkan
sebanyak 10 12 kg per hari.

a.2. Penyeratan Dengan Alat Klem

 Cara lain yang lebih praktis adalah dengan menggunakan


alat sederhana yang bekerja seperti alat klem. Dengan
alat ini kemungkinan serat putus sebagaimana terjadi
pada alat pisau dapat dperkecil. Adapun alat yang
diperlukan adalah Klem yang memiliki pisau bergerigi
yang diletakkan di atas meja.
 Tuxies di masukkan di bawah pisau penyerat, kemudian
pisau di tekan dengan memutar skrup diatasnya. Setelah
tuxies tertekan kemudian bagian ujungnya di tarik oelh

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 29


tangan sehingga serat terpisah. Dengan cara ini, berat
tekanan pisau dapat diatur, sehingga rendemen serat
dapat di kontrol dan mutu serat dapat lebih seragam.

b. Penyeratan dengan Dekorikator

Mesin dikorikator terdiri dari 2 buah drum dengan mata pisau penyerat dari
besi tahan karat. Drum tersebut berputar dengan menggunakan tenaga dari
motor berkekuatan sekitar 100 PK. Kapasitas penyeratan dari suatu mesin ini
adalah sekitar 180 kg serat per jam atau sekitar 6 ton bahan tanaman
segar.>

3. Pasca panen

Usaha pemberdayaan terhadap hasil yang akan di konsumsi sesuai dengan


kegunaan dan manfaat produksi yang di hasilkan antara lain :

a. Daun
o Bahan kertas tissue
o Daun pisang abaca di buat pupuk kompos.
b. Batang (pelepah)
o Kertas mata uang (misal Yen, Dollar AS, dll)
o Bahan tekstil
o Gordyn, kain jok
o Tali kapal
o Pembungkus kabel
o Popok bayi
o Pembalut wanita
o Bahan pembungkus (kantung) tea cup
o Disposable napkin(tissue pada toilet)
c. Pelepah dalam
o Pelepah dalam pisang abaca di buat pupuk kompos

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 30


5. Aspek Keuangan

a. Modal Kerja

Sesuai dengan rencana Pengembangan Kebun Plasma, maka di perlukan


kerja dan investasi yang berasal dari dana sendiri maupun kredit perbankan.

Selanjutnya dengan berbagai asumsi yang meliputi rencana produksi, ongkos


produksi, secara keseluruhan dapat dilihat dalam lampiran-lampiran. Namun
secara ringkas pembagian pembiayaan tersebut di uraikan sebagai berikut :

Kebutuhan modal kerja untuk kegiatan penanaman pisang abaca per hektar
adalah dari tahun ke-1 s/d ke- 6 terus meningkat, dengan gambaran untuk
tahun 1 sebagai berikut :

1 Saprodi :

1.1 Pupuk kandang/kompos Rp 900.000

1.2 Urea Rp 1.400.000

1.3 TSP Rp 640.000

1.4 Insektisida Rp 240.000

2 Biaya tenaga kerja :

2.1 Penyiapan Rp 105.000

2.2 Pemupukan Rp 210.000

2.3 Pemeliharaan Rp 70.000

3 Biaya panen Rp 140.000

4 Gaji pengelola Rp 1.000.000

5 Administrasi (PBB, dll) Rp 250.000

JUMLAH Rp 4.995.000

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 31


b. Struktur Permodalan

Di dalam struktur pinjaman di asumsikan memerlukan jangka waktu rata-


rata 5 tahun dengan tingkat suku bungan 16% sesuai dengan skim KKPA /
KPKM. Jumlah kredit bank Rp.10.018.000 (65%) dan modal sendiri Rp.
1.750.000 (15%) dengan rincian seperti pada Lampiran 3 dan Lampiran 3a.

c. Penjaminan Kredit

Untuk menjamin kesediaan bank dan keamanan kreditnya, perlu di usahakan


agar baik petani plasma dan UB, dapat memahami perlunya memanfaatkan
penjaminan kredit yang paling potensial dan dapat diterima oleh bank.

Beberapa kemungkinan bentuk penjaminan kredit dan mekanismenya dapat


di sajikan sebagai berikut :

1. Jaminan (agunan) pokok

Dapat berupa beberapa unsur kelayakan PKT yang di biayai kredit, yakni
proyek pisang abaca yang dibiayai bank.

2 .Jaminan tambahan

Jaminan tambahan ini diperlukan bank untuk mendapatkan jaminan penuh


terhadap keamanan kredit atau dengan kata lain kemampuan PKT
mengembalikan kredit dan memenuhi kewajibannya

Beberapa kemungkinan yang dapat di tempuh untuk memenuhi aspirasi bank


tersebut adalah tanggung renteng kelompok. Dengan cara me-motong
hasil keuntungan bersih sebesar 10%, disamping itu bermanfaat juga
sebagai pemupukan modal bagi UK atau Plasma.

Pada tahun kedua petani plasma mulai mendapatkan pendapatan bersih


setelah pembayaran bunga. Pada saat ini kegiatan kelompok yang pembina
annya telah di mulai sejak awal-awal proyek, mulai dengan kegiatan simpan
pinjam, dimana sebagian dari akumulasi simpananan dapat di sisihkan
sebagai tabungan beku mempunyai fungsi ganda yaitu jaminan
kelangsungan proses pembayaran pokok dan pembayaran bunga, maupun
untuk pemupukan modal masing-masing UK.

UB Sebagai Avalis

Pada UB sebagai ini di tempatkan pula sebagai penjamin kredit (Avalist)


yang diterima UK yang menjadi binaannya. Mekanismenya adalah dengan

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 32


menyediakan jaminan korpirasi dari perusahaannya yang bersangkutan
(corporate guarantee)

Bentuk lain yang dilaksanakan oleh UB sehingga lebih yakin terhadap


keamanan kreditnya adalah dalam bentuk kesedian UB untuk melaksanakan
proses ambil alih proyek (Buy -back system) bilamana oleh karena sebab UK
tidak dapat melanjutkan kegiatannya sehingga cendrung mengakibatkan
proyek gagal.

Cara ini dapat dilaksanakan seandainya tidak ada sama sekali kemungkinan
kegagalan UK tersebut dapat diganti oleh UK yang lain mungkin memiliki
kemampuan lebih besar dan mampu menjadi UK dalam PKT yang sesuai
dengan yang diinginkan bank.

Dalam hal ini yang menjamin berupa hak atas Tanah.

3. Kombinasi dengan lembaga penjamin kredit

 Format keamanan kredit yang telah ditunjang oleh kedua bentuk


penjaminan tambahan seperti diatas, mungkin dianggap masih belum
cukup atau oleh karena beberapa sebab UB hanya bersedia menjamin
sebagian dari total jaminan proyek yang dikendaki bank.
 Sehubungan dengan itu, perlu diusahakan agar untuk proyek PKT ini
dapat di tunjang pula oleh Lembaga Penjamin Kredit.
 Fee atau premi asuransi yang harus di bayar oleh UK (debitur) agar
dapat menyertakan asuransi kredit guna menjamin kredit yang
diterimanya, adalah berkisar 2% per tahun dari total plafond kredit
selama kredit
 Mekanisme penyertaan lembag penjamin tersebut di mulai lebih
dahulu dengan tersusun dan realisasi proses kesepahaman ( MOU )
antara Bank dengan lembaga penjamin kredit, mengenai prosedur dan
mekanisme pertanggung jaminan atas kredit yang diterima para UK
dan bank bersangkutan.

d. Analisa Keuangan

Dengan menggunakan metode penilaian yang lazim di pakai dalam menilai


suatu proyek, diperoleh kesimpulan (kriteria kelayakan / Lampiran 7)
sebagai berikut :

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 33


Tabel 5.2.
Parameter Kelayakan Kebun Plasma Abaca

URAIAN NILAI
NPV 6.603.493
IRR (%) 25,01
Pay Back Period (Bulan) 31
BEP Volume (Kg) 4.743
BEP Harga (Rp/Kg) 11.856.847

e. Pendapatan Tambahan

Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan maka pada tahun pertama


semester satu dapat dilakukan penanaman dengan sistem tumpang sari.
Tumpang sari mempunyai beberapa kelebihan antara lain :

 Penggunaan lahan lebih efisien


 Distribusi tenaga kerja lebih merata karena waktu pemeliharaan dan
panen tidak bersama
 Distribusi pendapatan petani lebih berkesinambungan, serta resiko
gagal panen satu jenis komiditas dapat di perkecil.

Pada proyek ini tanaman pisang abaca dapat ditumpang sari dengan kedele.
Sebagai gambaran tanaman kedele dapat memberikan pendapatan
sampingan seperti uraian pada Tabel 5.3.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 34


Tabel 5.3.
Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Tani Pisang Abaca Per Hektar

Harga
Jumlah
Uraian Volume Satuan Satuan
(Rp)
(Rp)
A. Biaya
1.Sarana Produksi 100 Kg 1.200,00 120.000,00
a. Urea 125 Kg 1.600.,00 200.000,00
b. SP-36 100 Kg 2.000.,00 200.000,00
c.KCl - - - 70.000,00
d. Obat-obatan 45 Kg 8.000,00 360.000,00
e. Benih 90 HOK 7.500,00 675.000,00
2. Tenaga Kerja 40 HOK 7.500,00 300.000,00
a. Dalam Keluarga
b. Luar Keluarga
3. Peralatan 1 Gulung 1.500,00 1.500,00
a. Rafia - 75.000,00
b. Penyusutan alat

Total Biaya 2.001.500,00


B. Produksi 1.300 Kg 2.500,00 3.250.000,00
C. Keuntungan (B-A) 1.248.500,00
D. Pendapatan
1.923.500,00
Keluarga (C + A 2 a )

f. Hasil Analisis Finansial

Analisis ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para petani plasma
akan mendapatkan nilaitambah dari proyek dan mampu mengembalikan
kredit yang di berikan oleh bank dalam jangka waktu yang benar.

Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap petani yang akan
mengembangkan (ekstensifikasi) kebun pisang abaca seluas 1 ha. Dengan

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 35


demikian Inti akan terlibat kegiatan sejak awal, dari mulai kegiatan
pembukaan lahan sampai tanaman siap menghasilkan.

Skim kredit yang digunakan adalah KKPA dengan bunga 16% per tahun dan
pembayaran angsuran di lakukan pada waktu tanaman petani sudah
menghasilkan, yaitu pada tahun ke 2. Selama tanaman belum
menghasilkan, petani diberikan grace period dan bunga pinjaman adalah
14% per tahun. Parameter teknis untuk perhitungan ini dapat dilihat pada
Lampiran 7. Tabel Perhitungan NPV dan IRR.

a. Proyeksi Laba/Rugi

Proyeksi laba/rugi memberikan gambaran tentang kegiatan usaha


perkebunan pisang abaca rakyat dalam periode yang akan datang.

Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan laba atau rugi ini adalah
menyangkut dualitas serat pisang abaca yang dijual petani. Kualitas serat
pisang abaca yang dijual petani adalah serat kering dengan kadar air 7 - 8 %
dengan harga jual Rp.2.500/Kg. Produktivitas lahan di asumsikan mengikuti
pola Lampiran 1. Tabel Asumsi. Berdasarkan asumsi tersebut, sejak tanaman
mulai menghasilkan, yaitu tahun pertama sampai analisa tahun ke - 6 pada
tahun ke - 2, petani pisang abaca mendapatkan keuntungan yang cukup
memadai. Jika pada tahun pertama keuntungan tersebut masih negatif,
maka pada tahun berikutnya sudah positif, seiring dengan meningkatnya
produktivitas tanaman (Lampiran 5. Tabel Proyeksi Rugi Laba).

b. Proyeksi Arus Kas

Dengan mengatur seluruh dana pembiayaan dari bank dan adanya grace
period selama 1 tahun, maka masa proyek tidak terjadi defisit. Petani dapat
mengembalikan bungan pinjaman dalam waktu yang ditentukan, yaitu
selama 5 tahun dan mendapatkan keuntungan yang wajar (Lampiran 6.
Tabel Proyeksi Arus Kas) .

c. Kriteria Kelayakan Proyek

Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria NPV, IRR, B/C, BEP
dan Pay Back period lihat Lampiran 7. Tabel Perhitungan NPV dan IRR. Dari
lampiran tersebut terlihat bahwa IRR proyek adalah sebesar 25,01%, jauh
lebih tinggi dari bunga KKPA sebesar 16%. Dari nilai pay back ratio, proyek
ini akan dapat mengerti secara finansial sangat layak untuk dikembangkan.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 36


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

Umum

Diantara faktor yang berhubungan dengan aspek sosial ekonomi adalah


sumber bahan baku dan suplai bahan baku, status lokasi, perijinan, sarana
transportasi, tenaga kerja, alat dan bahan, pasar dan harga serta dukungan
pemerintah.

Sumber Bibit Tanaman

Bibit tanaman adalah faktor yang menentukan kelangsungan usaha ini,


sehingga bibit tanman harus jelas dan suplai untuk kebutuhan
berlangsungnya proyek.

Status Lokasi dan Perijinan

Lokasi yang dipilih untuk penanaman pisang abaca pemilikannya harus jelas
sehingga tidak berbenturan dengan kepentingan instansi lain, atau lembaga
lain dikemudian hari. Peruntukkan lokasi harus jelas dan pasti, sesuai dengan
rencana induk pembangunan daerah setempat. Peruntukkan lahan yang jelas
ini sangat penting untuk menghindari terjadi kerugian yang tidak terduga
sewaktu-waktu.

Transportasi

Lokasi yang dipilih harus dapat dijangkau, agar pengadaan bibit tanaman,
peralatan dan pemasaran hasil produksi dapat berjalan lancar. Sarana
transportasi harus memadai, hal ini penting untuk menekan pengeluaran
biaya yang sangat serta waktu pengangkutan bibit tanaman dan hasil
produksi (serat pisang) dari dan ke lokasi harus se-efisien mungkin.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam penanaman pisang abaca ini merupakan faktor yang
sangat penting sejajar dengan faktor-faktor penting lainnya. Bahkan tenaga
kerjalah yang paling menentukan, terutama dalam skala usaha yang besar.
Sedangkan untuk usaha skala kecil, biasanya semua pekerjaan di kerjakan
secara kelompok. Dalam usaha skala besar, diperlukan dua bentuk tenaga
kerja, yaitu tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa yang
tidak membutuhkan keahlian. Sedangkan tenaga kerja khusus atau ahli
untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keahlian, seperti survey
lokasi, tata cara penanaman dan lain-lain yang menyangkut dalam hal teknik
budidaya. Tenaga kerja biasa hendaknya direkrut atau didahulukan tenaga
kerja lokal selain mereka tidak membutuhkan biaya transportasi menuju

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 37


lokasi usaha, juga dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal, berarti usaha
yang kita lakukan membawa lapangan kerja bagi penduduk di sekitar lokasi
usaha. Sedangkan tenaga kerja ahli akan disediakan perusahaan inti atau
koperasi. Bagi tenaga kerja biasa yang belum potensial masih dip erlukan
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Alat dan Bahan

Tersedianya alat dan bahan di sekitar lokasi menunjang kelancaran dan


usaha menekan biaya, sedangkan bila bahan dan alat didatangkan dari
tempat lain dengan menggunakan sarana transportasi harus
mempertimbangkan tingkat efisiensi dalam transportasi tersebut.

Keamanan Usaha

Dalam usaha ini harus di perhatikan dari gangguan tangan-tangan jahil


(pencuri), termasuk keselamatan dan kesehatan kerja

Dukungan Pemerintah

Dukungan pemerintah dalam usaha ini sangat di perlukan terutama dalam


hal periijinan yang berkaitan dengan usaha penanamana pisang abaca.

Aspek yang Timbul

a. Aspek Sosial

Dengan terjadinya kerjasama antara petani pemilik lahan dan Perusahaan


inti akan memberikan keuntungan bagi berbagai pihak. Usaha di atas akan
membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja baru bagi pencari
kerja yang selama ini belum memperoleh tempat, sekaligus untuk
mendukung Program Proyek Padat Karya yang dicanangkan Pemerintah.

b. Aspek Pendidikan

Adanya budidaya tanaman pisang abaca memberi motivasi masyarakat desa


untuk mendorong tumbuhnya suasana yang kondusif dan menyenangkan
bagi warga desa dengan cara meningkatkan ketersediaan jasa pelayanan
pendidikan, kesehatan dan fasilitas infrastruktur lain yang diperlukan
masyarakat desa. Dengan direalisasikannya proyek ini diharapkan akan
memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Meningkatkan pendapatan bagi para anggota koperasi, karena adanya


lapangan kerja atau tambahan modal kerja bagi mereka dapat
meningkatkan produktivitasnya.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 38


2. Usaha yang dikelola dengan baik oleh kelompok dengan itikad
menjunjung kebersamaan dalam meningkatkan usaha anggota
koperasi maka program pengentasan kemiskinan akan tercapai.
3. Peningkatan usaha anggota koperasi jelas akan meningkatkan pula
peluang bagi tenaga kerja di wilayah proyek dan sekitarnya Dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah setempat dengan retribusi/
pajak daerah
4. Meningkatkan kegiatan perekonomian di pedesaan ini akan
mengurangi tekanan kemiskinan, pengangguran, ketinggalan,
kesenjangan dan perbedaan tingkat partisipasi dalam pembangunan
antara desa dengan kota, antara sektor tradisional dan modern.
5. Pemanfaatan lahan tidur untuk menciptakan lapangan kerja bagi
masyarakat di sekitar proyek guna mensejahterakan.
Mengimplementasikan Pola Kemitraan Terpadu (PKT) yang dikoordinir
oleh Koperasi Primer dengan perusahaan inti.

b. Dampak Lingkungan

Pembukaan kawasan untuk proyek perkebunan dengan luas lahan yang


besar, yang dikembangkan dengan pola kemitraan yang peserta plasmanya
berasal dari masyarakat setempat, atau transmigran (baik transmigran lokal
maupun luar pulau) termasuk pembangunan pabrik perusahaan inti,
langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan dampak positif atau
negatif terhadap komponen ekosistem baik fisik, hayati maupun sosial
ekonomi.

Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan berpengaruh


terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitan dengan ekosistem atau
sub-ekosistem laiinya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada komponen-
komponen lingkungan laiinya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada
komponen-komponen lingkungan lainnya, antara lain satwa liar, hama dan
penyakit tanaman air, udara transportasi dan akhirnya berdampak pula pada
komponen sosial, ekonomi, budaya serta komponen kesehatan lingkungan.

Untuk itu perlu adanya telaan lingkungan yang berguna memberikan


informasi lingkungan, mengidentifikasi permasalahan lingkungan, kemudian
mengevaluasi dampak penting yang timbul untukkemudian disusun suatu
alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif
dan mengoptimalkan dampak positif.

Telaah Amdal yang berkaitan dengan pembangunan proyek perkebunan ini,


yang harus di lakukan antara lain, identifikasi permasalahan lingkungan,
yaitu telaah "holistik" terhadap seluruh komponen lingkungan yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan
proyek perkebunan ini, seperti perubahan tata guna lahan, iklim mikro,
tanah, vegetasi,satwa, hama dan penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial
budaya, kesehatan, lingkungan dan sebagainya.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 39


7. Kesimpulan

1. Pisang abaca merupakan salah satu komoditas yang adaptable untuk


diusahakan oleh masyarakat pedesaan/usaha kecil, karena dapat
memberikan pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat,
yang dilakukan dengan pola tanam sederhana atau semi modern.
Selain itu budidaya pisang abaca dapat dan sesuai untuk dilakukan di
berbagai daerah Indonesia pada lahan-lahan yang potensial.
2. Untuk menyederhanakan penguasaan dan penggunaan faktor-faktor
produksi dalam budidaya dan pemasaran hasil pisang abaca serta
menjamin keamanan kredit perbankan, maka pola kemitraan yang
dikembangkan dengan mekanisme closed system, akan dapat saling
menguntungkan antara pihak-pihak yang bermitra, yaitu koperasi dan
anggotanya (petani plasma) mitra usaha besar dan perbankan.
3. Walaupun aspek pemasaran pisang abaca secara statistik, baik
kualitas maupun kuantitasnya yang diperdagangkan di dalam negeri
maupun pasar ekspor, belum dapat di ketahui secara rinci, namun
berdasarkan total permintaan global pasaran dunia tampak bahwa
sampai saat ini potensial demand masih belum dapat dipenuhi oleh
negara-negara produsen. Oleh karena itu, pada saat ini budidaya
pisang abaca untuk memproduksi serat mempunyai peluang pasar
yang masih terbuka. Namun demikian, untuk
mengimplementasikannya dalam bentuk usaha berskala besar
memerlukan kecermatan atas fenomena pasar serat abaca, baik
sebagai komoditas ekspor maupun sebagai impor.
4. Secara teknis budidaya pisang abaca dapat dilaksanakan di berbagai
daerah di Indonesia, karena di dukung oleh sumber daya alam dan
iklim yang sesuai dengan tuntutan hidup pisang abaca. Tetapi untuk
memperoleh produktivitas yang tinggi, diperlukan intensifikasi
pemeliharaan dan technological engineering terutama dalam
penyediaan bibit berupa tissue culture, dan pengolahan hasil pasca
panen.
5. Untuk mengembangkan perkebunan pisang abaca dengan pola
kemitraan di perlukan biaya investasi untuk pengadaan bibit, peralatan
dan mesin. Disamping itu juga di perlukan modal kerja untuk
pengadaan sarana produksi dan pembiayaan dan tenaga kerja. Untuk
sementara jumlah biaya investasi yang diperlukan sebesar Rp.
6.733.000.- yang terdiri dari dana sendiri Rp. 1.500.000,- dan kredit
bank Rp. 5.273.000,- . Sedangkan modal kerja yang diperlukan
sebesar Rp. 4.995.000,- yang terdiri dari modal sendiri Rp. 250.000,-
dan kredit dari bank Rp. 4.745.000,-
6. Secara finansial, budidaya pisang abaca layak untuk diusahakan yang
ditunjukkan oleh parameter-parameter finansial antara lain :
o IRR sebesar 25,01% jauh lebih besar dari tingkat suku bunga
KLBI (KKPA sebesar 16% per tahun)

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 40


o NPV sebesar Rp. 6.603.493
o Payback period sebesar 31 bulan
o BEP volume sebesar 4.743 kg
7. Untuk memberikan tambahan pendapatan bagi petani plasma pisang
abaca di sarankan untuk melakukan inter-cropping dengan tanaman
palawija misalnya kedele, terutama pada tahap-tahap awal, dimana
kanopi tanaman pisang abaca belum menaungi seluruh areal
penanaman.

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 41


LAMPIRAN

Bank Indonesia – Perkebunan Pisang Abaka 42


POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

PERKEBUNAN KARET RAKYAT

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id


DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Latar Belakang ................................ ................................ .......... 2
b. Tujuan ................................ ................................ ..................... 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 4


a. Organisasi ................................ ................................ ................ 4
b. Pola Kerjasama................................ ................................ .......... 6
c. Penyiapan Proyek ................................ ................................ ....... 7
d. Mekanisme Proyek ................................ ................................ ..... 8
e. Perjanjian Kerjasama ................................ ................................ .. 9

3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 11


a. Peluang Pasar ................................ ................................ .......... 11
b. Potensi Produksi ................................ ................................ ...... 11

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 13


a. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ................................ .................. 13
b. Teknis Budidaya ................................ ................................ ...... 14

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 23


a. Kebutuhan Biaya Investasi ................................ ........................ 23
b. Proyeksi Laba Rugi ................................ ................................ ... 24
c. Proyeksi Arus Kas................................ ................................ ..... 25
d. Kelayakan Finansial ................................ ................................ .. 25

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 27


a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ............................... 27
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ . 27

7. Kesimpulan ................................ ................................ ................ 29

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 31

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 1


1. Pendahuluan
a. Latar Belakang

Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di


dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama
20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 788.292 ton
pada tahun 1975 meningkat menjadi 987.771 ton pada tahun 1985 dan
menjadi 1.324.295 ton pada tahun 1995. Pendapatan devisa dari komoditi ini
pada tahun 1995 mencapai US$ 1.962,8 juta yang merupakan 5,6% dari
pendapatan devisa non-migas.

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk


pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Jawa.
Luas area perkebunan karet tahun 1995 tercatat mencapai lebih dari
3.945.901 ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya
84,5% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7,1%
perkebunan besar negara serta 8,4% perkebunan besar milik swasta.
Produksi karet secara nasional pada tahun 1977 mencapai angka sekitar
1.548.609 ton. Jumlah ini terlihat masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan
memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani yang sesuai untuk
perkebunan karet dan belum dimanfaatkan secara intensif, untuk keperluan
meningkatkan pendapatannya.

>Dengan memperhatikan masih akan adanya peningkatan permintaan dunia


terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk
meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan
peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk
dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa
memberikan modal bagi petani untuk membiayai pembangunan kebun karet
dan pemeliharaan tanaman secara intensif.

Salah satu fasilitas permodalan yang bisa diberikan kepada petani oleh Bank
dengan bunga murah adalah KKPA. Agar petani bisa mendapatkan ini, petani
harus menjadi anggota Koperasi dan didalam melaksanakan usaha
perkebunan karet dilakukan bersama-sama akan membangun kebun karet.
Keberhasilan usaha tani perkebunan karet ini hanya bisa dicapai apabila
dalam proses produksi dan pengelolaan pasca panen sampai ke pemasaran
hasilnya telah mendapatkan kepastian kelancarannya.

Pemberian kredit kepada petani untuk pembangunan kebun karet, hanya


akan bisa berhasil apabila didampingi dengan adanya bantuan bagi petani
yang memberikan pembinaan budidaya serta pengelolaan usahanya, dan
bantuan terhadap kepastian penanganan pasca panen dan pemasaran karet
yang diusahakan oleh petani merupakan kondisi yang diperlukan oleh pihak
Bank dalam memberikan KKPA. Untuk mencapai kondisi itu, para petani bisa
bekerja sama dan menjalin hubungan kemitraan dengan suatu Pengusaha
yang memiliki peranan dalam penanganan usaha dan pemasaran cokelat.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 2


Apabila kemitraan ini untuk pelaksanaannya melibatkan partisipasi pihak
Bank pemberi kredit, jalinan kemitraan ini akan menjadi pola kemitraan
terpadu (PKT).

Model kelayakan usaha yang memperhatikan kondisi tersebut diatas,


diberikan berikut ini untuk usaha perkebunan karet dengan didalamnya
menyertakan bahasan yang menyangkut kepastian adanya pembinaan
terhadap petani untuk proses produksi dan penanganan pacsca panennya,
serta kepastian pemasarannya.

b. Tujuan

Penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu Perkebunan Karet


Rakyat ini bertujuan untuk :

1. Memberikan kepada perbankan suatu model mengenai pola


pengelolaan usaha kecil perkebunan karet rakyat, yang layak
dikembangkan dengan menggunakan fasilitas kredit Bank, khususnya
KKPA dan selanjutnya untuk dipergunakan sebagai acuan apabila Bank
mempertimbangkan permintaan kredit sejenis;
2. Dipergunakan sebagai model bagi para petani yang akan
mengembangkan usaha tani perkebunan karet dengan PKT dan
menggunakan dana kredit Bank (KKPA) untuk modal usahanya;
3. Mendorong pengembangan usaha kecil produksi komoditi ekspor karet
dalam rangka meningkatkan pendapatan devisa, memperluas
lapangan kerja dan pendapatan petani.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 3


2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu


yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri


Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang


usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan


bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 4


Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi


anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama


sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk


mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang


memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 5


petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini
bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada
petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak


Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir
sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal
kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek


budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak
bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana
pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat
menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya
pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,


dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan


perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/
Pengolahan Eksportir.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 6


Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui


koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi
(mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/
pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai
dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi


dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan
produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 7


Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan
untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/
pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit
(KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang


bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha


perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa
dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan
pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan
yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang
diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para


anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan
di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang
berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai
badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling
agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak


instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan,
Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini,


harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa
diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas
statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 8


Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip
bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana
produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak
akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk
diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya
dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 9


Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak
Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai
berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra


(inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan


hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta
pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca
panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit
bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam
rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;


b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang
lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-
panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya
oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak
termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan
sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen
dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga
produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu
dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank
dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 10


3. Aspek Pemasaran

a. Peluang Pasar

Konsumen karet dunia meningkat dari 5.190.000 ton pada tahun 1989
menjadi 6.130.000 ton pada tahun 1996.>Ini menunjukkan adanya
peningkatan permintaan terhadap karet alam, yang merupakan potensi bagi
pemasaran produksi karet.

Bahan baku karet dipergunakan juga bagi berbagai industri di dalam negeri.
Macam industri dan volume konsumsi karet yang bersangkutan pada tahun
1996. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan industri yang bersangkutan di
Indonesia, guna memenuhi kebutuhan yang akan makin meningkat di masa
yang akan datang karena meningkatnya konsumen, maka akan meningkat
pula kebutuhan karet di Indonesia yang merupakan pasar yang potensial
bagi produksi perkebunan karet.

b. Potensi Produksi

Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di


dunia disamping Malaysia dan Thailand. Pada tahun 1996, produksi karet
Indonesia mencapati 1.543.000 ton. Sedangkan Malaysia dan Thailand
memproduksi masing-masing 1.082.500 ton dan 1.978.000 ton pada tahun
yang sama.

Keunggulan Indonesia dalam peningkatan produksi karet untuk masa yang


akan datang adalah pada masih tersedianya cukup besar lahan ditropis yang
sesuai untuk penanaman karet. Kalau produksi karet Indonesia terus
menunjukkan peningkatan dari 1.256.000 ton pada tahun 1986 menjadi
1.543.000 ton pada tahun 1996, maka produksi karet Malaysia turun dari
1.415.600 ton menjadi 1.082.500 ton dalam kurun waktu yang sama.

Negara-negara produsen karet lainnya di dunia dan besarnya produksi


masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.
Negara dan jumlah produksi karet pada tahun 1996
Produksi
No Negara
(ton)
1 Malaysia 1.082.500
2 Indonesia 1.543.000
3 Thailand 1978
4 Sri Langka 112,5
5 Vietnam 132
6 Kamboja 43

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 11


7 India 540,2
8 Myanmar 20
9 China 430,9
10 Philipina 64
11 Nigeria 91
12 Lain-lainnya 302,9
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 1996-1998 (karet), Ditjen
Perkebunan

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 12


4. Aspek Produksi

a. Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi


iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media
tumbuhnya.

1). Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15oC LS
dan 15o LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga
memulai produksinya juga terlambat.

Curah hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai


4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun.
Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.

Tinggi tempat

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan
ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan
laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet.

Suhu optimal diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C.

Angin

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk
penanaman karet.

2). Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih


mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal
ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan
perbaikan sifat fisiknya.

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik
tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah
vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,
sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya
secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 13


biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya
kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH,
3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada
umumnya antara lain :

 Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan
cadas
 Aerase dan drainase cukup
 Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
 Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
 Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
 Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
 Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
 Kemiringan tanah < 16% dan
 Permukaan air tanah < 100 cm.

b. Teknis Budidaya

Dalam pelaksanaan budidaya tanaman karet diperlukan berbagai langkah


yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai
dengan pemanenan.

1). Pembukaan lahan (Land Clearing)

Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa tumbuhan
hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan
dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi : (a)
pembabatan semak belukar, (b) penebangan pohon, (c) perecanaan dan
pemangkasan, (d) pendongkelan akar kayu, (e) penumpukan dan
pembersihan.

Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok-
blok, penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam
perkebunan.

Penataan blok-blok

Lahan kebun plasma dipetak-petak menurut satuan terkecil antara lain 2


hektar untuk setiap KK peserta plasma, dan kemudian ditata ke dalam blok-
blok berukuran 400 m x 400 m, sehingga setiap blok dikuasai oleh 8 KK
petani. Setiap 4 blok disatukan menjadi satu kelompok tani sehamparan
yang terdiri dari 32 KK petani.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 14


Penataan Jalan-jalan

Jaringan jalan di dalam kebun plasma harus ditata dan dilaksanakan pada
waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan
penataan lahan ke dalam blok-blok tanaman. Pembangunan jalan di areal
datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil,
dengan jarak pikul maksimal sejauh 200 m. Sedapatkan mungkin seluruh
jaringan ditumpukkan/ disambungkan, sehingga secara keseluruhan
merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan
dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan digunakan.

Penataan Saluran Drainase

Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan penataan


saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan
dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan
faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain
dialirkan pada parit-parit penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke
saluran pembuangan (outlet drain).

2). Persiapan Lahan Penanaman

Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan


berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan
yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara
lain :

Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya

Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai
vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang dengan
menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon atau
Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma
lainnya, baik secara kimia (Ally) maupun secara mekanis.

Pengolahan Tanah

Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet


dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat
larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm.
Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu
dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan
tanah.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 15


Pembuatan ters/Petakan dan Benteng/Piket

Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan


pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam
sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi
erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm,
tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 - 10 pohon
(tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan
mencegah erosi pada permukaan petakan.

Pengajiran

Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang


tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :

a. Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80)
jarak tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk
barisan lurus mengikuti arah Timur - Barat berjarak 7 m dan arah
Utara - Selatan berjarak 3 m;
b. Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% - 15%)
jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang
diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur).

Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm


- 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat
penggalian lubang untuk tanaman.

Pelubang

Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas, dan 40 cm


x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang,
tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian
bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan
selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.

Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)

Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai
ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki
struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk
membatasi pertumbuhan gulma.

Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6 kg
Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang dicampur
ke dalam 5 kg rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan
untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade
resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 16


Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan
pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di
atas tanaman kacangan.

3). Seleksi dan Penanaman Bibit

Seleksi bibit

Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk


memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara
lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi
terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka
kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah
antara lain :

 >Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.


 Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
 Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
 Bebas dari penyakit jamur akar (wws).

Kebutuhan bibit

Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit


tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk
penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun plasma
diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.

Penanaman

Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim


penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah
hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari.

Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang
telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping
pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai
pupuk dasar.

4). Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet


meliputi pemberantasan gulma, pemupukan dan pemberantasan hama dan
penyakit tanaman.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 17


Penyiangan gulma

Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun


tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-
alang, Mikania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan
baik. Untuk mencapai bal tersebut, penyiangan pada tahun pertama
dilakukan dengan rotasi 2 x sebulan, sedangkan pada tahun ke dua hingga
mencapai matang sadap, rotasi penyiangan dilakukan 1 x sebulan.

Program pemupukan

Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program
pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan
dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal
pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada
semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan
lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36
biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan
dosis pemupukan tanaman karet secara umum dapat dilihat pada Tabel
berikut.

Tabel 4.
Kebutuhan Pupuk Tanaman Karet

Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP


sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan
tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik.

Pemberantasan Hama dan Penyakit

Pada umumnya hama utama tanaman karet adalah rayap (Coptotermes


sp), yang dapat diberantas dengan menggunakan Chlordane 8 EC atau
Basudin 6 0 EC dengan konsentrasi 0,3%. Sementara itu hama Kuuk
(Exopholis hypoleuca) dapat diberantas dengan Basudin 10 G.

Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan antara


lain :

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 18


 Cendawan akar merah (Ganoderma pseudoferrum) dapat
diberantas dengan collar protectant.
 Penyakit daun Gloesporium pada TBM, dapat diberantas
penyemprotan larutan KOC, misalnya Cabak dengan konsentrasi 0,1%
atau Daconil 75 wp dengan konsentrasi 0,1 sampai 0,2%. Sementara
itu, jika menyerang TM, dapat diberantas dengan sistem fogging
menggunakan Daconil atau fungisida lainnya.
 Cendawan akar putih (Rigidonporus lignosus), dapat diberantas
dengan Fomac 2 atau Shell Collar Protectant atau Calixin Collar
Protectant.
 Penyakit jamur upas (Corticum salmonikolor) dapat diberantas
dengan Calixin Ready Mix 2%.
 Penyakit bidang sadapan Mouldyrot dapat diberantas dengan
Benlate konsentrasi 0,1 - 0,2% atau Difolan 4F konsentrasi 1 - 2%.
 Penyakit bidang sadapan kanker garis (Phytophora palmivora)
diberantas dengan Difolatan 4 F konsentrasi 2 - 4%.

5). Penyadapan Tanaman Karet

Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah
dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan
manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi,
maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi
kriteria matang sadap.

Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian
130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 50 cm. Jika 60%
dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal
pertanaman sudah siap dipanen.

Tinggi bukaan sadap

Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward
tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping
system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah.

Waktu bukaan sadap

Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim
hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober).
Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap
lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 19


Kemiringan irisan sadap

Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan


sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah,
besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki
gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan
akan semakin membesar.

Peralihan tanaman dari TMB ke TM

Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat


dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5
- 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur
6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman
menghasilkan atau TM.

Sistem sadap

Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan


intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap.
Mengingat fasilitas di lingkungan perkebunan plasma masih sangat terbatas,
maka dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada tabel
berikut :

Tabel 5.
Bagan Penyadapan Tanaman Karet
Jangka
Taraf Sistem Bidang
Umur Waktu
Tanaman Sadap Sadap
(tahun)
Remaja 0-5 - - -
Teruna >6-May a.s/2 d/3 67% 2 A
11-Jul >a.s/2 d/2 4 A
100%
Dewasa 16-Dec s/d d/2 100% 5,5 B
17 - 21 a/2 d/2 100% 5,5 A'
Setengah tua 22 - 28 s/2 d/3 133% 7 B' + AH
Tua 29 - 31 2 s/2 d/3 133% 4 A" + BH
Tanaman karet diremajakan pada umur 31 tahun

Sebagai sistem sadap alternatif juga dapat digunakan sistem berikut :

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 20


Tabel 6.
Alternatif Bagian Penyadapan Karet Tanaman Karet
Jangka
Bidang
Taraf Tanaman Umur Sistem Sadap Waktu
Sadap
(tahun)
Remaja 0-5 - - -
Teruna 6-May a.s/2 d/3 67% 1 A
11-Jul a.s/2 d/2 100% 4 A
Dewasa 16-Dec s/d d/2 100% 5,5 B
17 - 21 a/2 d/2 100% 5,5 A'
Setengah tua/ 22 - 28 x 3 bulan di atas 9 B' + AH
Tua 2 x 3 bulan A" + BH
dibawah

6). Estimasi Produksi

Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan
agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan
manajemen sadap, dan lainnya.

Dengan asumsi bahwa pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi seluruh


kriteria yang dengan dikemukakan dalam kultur tehnis karet diatas, maka
estimasi produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada standar produksi
yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau Balai Penelitian
Perkebunan yang bersangkutan.

Karena produksi kebun karet dari plasma adalah lateks, maka estimasi
produksi per hektar per tahun dikonversikan ke dalam satuan getah karet
basah seperti pada Tabel berikut :

Tabel 7.
Proyeksi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks
Tahun Produksi Estimasi Estimasi
Teoritis produksi Produksi
Umur
Sadap KK KK Lateks
(Th)
(Kg/pohon)* (ton/ha) (Liter/ha)
6 1 1,0 500 2.000
7 2 2,3 1.150 4.600
8 3 2,8 1.400 5.600
9 4 3,2 1.600 6.400
10 5 3,5 1.750 7.000
11 6 3,7 1.850 7.400
12 7 4,4 2.200 8.800

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 21


Tahun Produksi Estimasi Estimasi
Teoritis produksi Produksi
Umur
Sadap KK KK Lateks
(Th)
(Kg/pohon)* (ton/ha) (Liter/ha)
13 8 4,6 2.300 9.200
14 9 4,7 2.350 9.400
15 10 4,6 2.300 9.200
16 11 4,3 2.150 8.600
17 12 4,2 2.100 8.400
18 13 4,0 2000 8.000
19 14 3,8 1.900 7.600
20 15 3,6 1.800 7.200
21 16 3,3 1.650 6.600
22 17 3,1 1.550 6.200
23 18 2,9 1.450 5.800
24 19 2,8 1.400 5.600
25 20 2,7 1.350 5.400
26 21 2,4 1.200 4.800
27 22 2,3 1000 4.600
28 23 2,0 1.150 4.000
29 24 1,7 850 3.400
30 25 1,6 800 3.200
* Sumber Balai Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (1986)

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 22


5. Aspek Keuangan

a. Kebutuhan Biaya Investasi

Tanaman karet memerlukan waktu 6 tahun untuk dapat disadap hasilnya.


Oleh karena itu pembangunan perkebunan karet memerlukan karet
memerlukan investasi jangka panjang dengan masa tenggang 5 tahun.
Komponen biaya investasi perkebunan karet seperti tanaman perkebunan
lainnya terdiri dari biaya pra-operasi, pembukaan lahan, penanaman, dan
pemeliharaan tanaman belum menghasilkan.

Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dimulai dari tahun 1 s/d tahun


5, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan dimulai dari tahun 6 dan
seterusnya s/d tahun 25 (umur produktif tanaman karet). Besarnya biaya
investasi per hektar selama 6 tahun adalah Rp.5.743.114 termasuk
manajemen fee sebesar 5% untuk perusahaan inti dalam mengelola
perkebunan plasma. Bunga selama masa pembangunan (BMP) atau interest
during construction (IDC) selama 6 tahun diperhitungkan sebesar Rp.
3.719.388 per hektar, sehingga total biaya investasi per hektar menjadi Rp.
9.462.502. Rincian kebutuhan biaya investasi perkebunan karet per hektar
secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8.
Ringkasan Biaya Investasi per Hektar Perkebunan Karet Rakyat Pola PIR
BIAYA
URAIAN (Rp/ha)
1. Studi kelayakan dan sertifikasi lahan 103,200
2. Pembukaan lahan dan persiapan prasarana 741,250
jalan dll
3. Penanaman karet dan lain-lain aktivitas 1,527,265
4. Pemeliharaan TBM 1 294,205
5. Penanaman cover crops 289,000
6. Pemeliharaan TBM -2 s/d TBM 5 2,514,713
TOTAL TANAMAN DAN PRASARANA 5,469,633
7. Management fee, 5% dari biaya investasi 273,482
TOTAL BIAYA INVESTASI MURNI 5,713,114
8. Bunga masa pembangunan, IDC 3,719,388
TOTAL INVESTASI TERMASUK IDC 9,462,502

Untuk membantu petani plasma dalam menambah pendapatan selama


menunggu karet dapat disadap, diantara pohon karet yang masih baru
ditanam jagung selama 2 musim tanam pada tahun ke 1. Besarnya biaya
budidaya jagung untuk pengadaan bibit dan pemeliharaan adalah

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 23


Rp.279,880 selama 2 musim tanam. Pada tahun berikutnya jagung tidak
dapat ditanam lagi karena terdapat tanaman penutup tanah (cover crops)
yaitu kacang-kacangan (LCC).

Perhitungan biaya investasi beserta proyeksi arus kas dibuat berdasarkan


pada asumsi biaya dan harga jual seperti pada Tabel 9.

Tabel 9.
Asumsi Biaya dan Harga
Biaya/Harga (Rp) Nilai
Upah kerja (Rp/HK) 5
Harga herbisida (Rp/liter) 18,5
Harga pupuk urea (Rp/kg) 500
Harga pupuk TSP (Rp/kg) 800
Harga pupuk SP-36 (Rp/kg) 675
Harga pupuk KCl (Rp/kg) 1,8
Harga pupuk RP (Rp/kg) 675
Harga pestisida (Rp/liter) 19
Harga bibit karet siap tanam 2,2
(Rp/batang)
Harga jual karet kering (Rp/kg) 3,5
Harga bibit kacangan jenis PJ (Rp/kg) 14,5
Harga bibit kacangan jenis CM 4,5
(Rp/kg)
Harga bibit kacangan jenis CP 4,5
(Rp/kg)
Harga bibit jagung (Rp/kg) 8
Harga jual jagung (Rp/kg) 800

Rincian biaya investasi per tahun tanaman belum menghasilkan (TBM) mulai
dari tahun 0 sampai dengan tahun 5 dan biaya pemeliharaan tanaman
menghasilkan (TM) dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1 s/d 10

b. Proyeksi Laba Rugi

Proyeksi laba rugi disusun berdasarkan pada asumsi harga dan biaya tetap
selama periode proyek 25 tahun. Surplus penghasilan diperoleh pada tahun
pertama dari hasil panen jagung dan surplus berikutnya pada tahun ke 7
setelah karet dapat disadap dengan hasil yang meningkat dibandingkan pada
tahun ke 6.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 24


Biaya penyusutan adalah biaya investasi termasuk IDC dibagi dengan umur
produktif tanaman (25 - 5 tahun) yaitu 20 tahun. Biaya ini dibebankan mulai
tahun ke 6 setelah tanaman mulai menghasilkan. Proyeksi laba rugi
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Analisa Laba-Rugi (Lampiran 11).

c. Proyeksi Arus Kas

Seperti pada proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas juga disusun berdasarkan
pada asumsi harga dan biaya tetap. Penarikan dan angsuran kredit baik
untuk investasi tanaman karet maupun untuk modal kerja penanaman
jagung disusun berdasarkan jadwal per triwulan. Dalam jadwal per triwulan
ini juga langsung dihitung besarnya IDC. Sesuai jadwal tersebut, jangka
waktu kredit adalah 14 tahun termasuk masa tenggang selama 5 tahun atau
6 tahun termasuk tahun 0. Angsuran kredit dimulai pada tahun ke 6. Karena
hasil produksi pada tahun pertama menghasilkan adalah rendah, maka
angsuran pokok belum dapat dibebankan, hanya bunga saja.

Manajemen fee sebesar 5% dibebankan selama masa pembangunan kebun 6


tahun termasuk tahun 0.

Proyeksi arus kas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Arus Kas (Lampiran
12).

d. Kelayakan Finansial

Kelayakan finansial proyek diukur dengan tingkat Internal Rate Of Return


(IRR) dan Net Present Value (NPV). Bila IRR lebih besar dari tingkat suku
bunga kredit yang diberlakukan untuk proyek yaitu 16% untuk skema KKPA,
maka proyek layak secara finansial. Bila NPV lebih besar dari nol (positif)
maka proyek adalah layak, pada discount rate yang ditentukan yaitu sebesar
16%. IRR dan NPV berdasarkan pada arus kas selama 25 tahun dengan
asusmsi harga dan biaya tetap.

Nilai IRR proyek dengan tumpang sari jagung adalah sebesar 33,3% dan NPV
sebesar Rp. 9.194.204. Sedangkan proyek tanpa tumpang sari jagung, maka
nilai IRR adalah Rp. 20,2% dan NPV sebesar Rp. 3.477.884. Sesuai dengan
kriteria, nilai IRR adalah lebih tinggi dari 16% dan NPV adalah positif.
Dengan mengikut sertakan tanaman jagung sebagai tanaman tumpang sari
nilai IRR dan NPV lebih tinggi dibandingkan tanpa tanaman jagung.

Arus kas untuk perhitungan IRR dan NPV tercantum pada bagian bawah dari
Proyeksi Arus Kas (Tabel Analisa Kelayakan) (Lampiran 12).

Untuk meneliti kepekaan kelayakan proyek terhadap perubahan beberapa


variabel penting seperti kenaikan tingkat upah, kenaikan harga pupuk dan
pestisida/herbisida dan penurunan harga jual dilakukan analisa kepekaan.
Perubahan salah satu variabel dengan variabel lain tetap, cateris paribus.
Untuk variabel harga pupuk, pestisida dan herbisida, perubahan dilakukan

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 25


secara bersama.Dibawah ini disajikan hasil analisa kepekaan seperti pada
Tabel 10.

Tabel 10.
Hasil Analisa Kepekaan Proyek

IRR dengan IRR tanpa


Variabel Dan Perubahan
Jagung (%) Jagung (%)
Upah kerja naik 10% 32,02% 19,63%
Upah kerja naik 20% 30,85% 19,06%
Harga pupuk/pest/herb. naik 32,35% 19,68%
10%
Harga pupuk/pest/herb. naik 19,16% 17,52%
20%
Harga jual karet turun 10% 31,24% 18,46%
Harga jual karet turun 20% 28,95% 16,51%

Tabel 10 menunjukkan bahwa proyek tidak peka terhadap perubahan


variabel penting sampai tingkat 20% yang merupakan perubahan yang
wajar. Nilai IRR masih di atas 16% walaupun variabel berubah sampai 20%.
Kepekaan ini dapat dilanjutkan lagi sampai IRR mendekati 16% untuk
perubahan mendekati 40%. Dengan demikian kelayakan finansial proyek
cukup aman terhadap perubahan variabel penting.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 26


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

Pelaksanaan usaha perkebunan karet oleh para petani plasma, merupakan


upaya dalam rangka memanfaatkan secara optimal sumber daya lahan yang
memiliki petani. Karena kelemahan modal, petani sering tidak mampu
membudidayakan lahan pertanian yang dimilikinya, sehingga akhirnya
banyak lahan yang tidak termanfaatkan. Dengan mengadakan kemitraan
secara terpadu dengan Perusahaan Inti dan Bank, akan dapat secara optimal
sumber daya lahan petani dimanfaatkan.

Dari keberhasilan usaha perkebunan karet yang akan dilaksanakan, petani


akan memiliki peluang untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan
karenanya akan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Dengan
adanya peningkatan pendapatan petani, kesenjangan sosial yang selama ini
terjadi bisa diperkecil.

Produksi perkebunan karet plasma ini pada akhirnya akan menjadi komoditi
ekspor, yang mampu meningkatkan pendapatan devisa Negara. Disamping
itu, produksi karet merupakan bahan baku bagi berbagai industri di
Indonesia yang menggunakan karet, seperti industri ban, isolasi kabel, karet
sepatu dan lain-lain.

Tercapainya peningkatan pendapatan petani dari kebun karet plasma,


selanjutnya dapat diharapkan mampu menciptakan kehidupan perekonomian
setempat yang makin tinggi. Peningkatan pendapatan petani akan
selanjutnya berpengaruh terhadap peningkatan pendidikan dan kesehatan
masyarakat.

b. Dampak Lingkungan

Dampak Terhadap Lingkungan Fisik Kimia

Pembangunan kebun karet plasma dengan berbagai kegiatan antara lain


pembukaan lahan sekunder, penyiapan lahan, dan pembangunan
infrastruktur, akan membawa dampak terhadap sifat fisik dan kimia,
terutama terhadap kesuburan tanah. Terbukanya lahan akan menyebabkan
tercucinya hara tanah, penurunan pH tanah dan peningkatan terhadap kadar
kejenuhan basa (KB). Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, perlakuan
terhadap tanah melalui penanaman cover crops dan pemupukan dapat
memperpendek dampak tersebut dan berubah menjadi dampak positif.

Dampak Terhadap Lingkungan Biota

Pembukaan hutan sekunder dan penyiapan lahan tanam akan memberikan


dampak yang nyata terhadap lingkungan biota. Struktur dan komposisi
komunitas tumbuhan akan berubah secara total. Vegetasi hutan sekunder

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 27


yang sebelumnya terdiri dari berbagai jenis, umur dan memiliki struktur dan
fungsi sesuai dengan keseimbangan ekosistem hutan, dalam jangka pendek
akan guncang. Dampak negatif ini akan berubah dalam waktu singkat
dengan adanya pemeliharaan tanaman karet yang intensif dan memberikan
keseimbangan baru bagi ekosistem wilayah.

Dampak penting lainnya akibat dari pembukaan lahan adalah berubahnya


ekosistem tertutup menjadi ekosistem terbuka. Siklus hidup organisme
penganggu akan terputus, dan kalaupun mampu bertahan hidup, akan
memakan makanan apa adanya, atau bahkan akan menyerang tanaman
karet di kebun plasma.

Organisme penganggu pada umumnya adalah satwa liar yang suka akan
habitat terbuka. Dengan demikian, pembukaan lahan diperkirakan justru
akan meningkatkan baik jenis maupun populasi dari organisame penganggu.
Olah karena itu dampak negatif ini penting dan harus diwaspadai serta
diantisipasi dengan metoda pengendalian hama terpadu yang tepat, baik itu
secara mekanis, biologis, maupun kimiawi.

Dampak Terhadap Kesehatan Lingkungan Masyarakat

Pada tahap pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan kebun plasma dan


kebun Inti, pasti terjadi dampak terhadap kesehatan lingkungan (sanitasi)
maupun kesehatan masyarakat. Guna mengelola dampak yang mungkin
timbul, perlu dilakukan penyuluhan bagi generasi muda dan ibu tani
khususnya mengenai sanitasi lingkungan dan kesehatan.

Beberapa hal yang sangat penting diperhatikan dalam proyek kemitraan ini
adalah kesediaan dari pihak perkebunan Inti untuk memberikan dan
penyediaan fasilitas umum yang memadai. Beberapa fasilitas penting antara
lain adalah : sarana dan prasarana pengobatan tenaga medis dan para
medis, prasarana pendidikan dan tempat ibadah yang memadai. Selain itu
perlu upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sehat dan
harmonis, sehingga dapat mendorong produktivitas kerja, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan produktivitas kebun dan kesejahteraan
masyarakat.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 28


7. Kesimpulan
1. Karet merupakan komoditi yang memiliki pasar cukup besar, baik di
dalam Negeri maupun Luar Negeri. Produksi karet Indonesia banyak
ditunjang oleh adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti
yang penting sekali di dalam upaya peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani serta upaya peningkatan devisa serta
perekonomian Indonesia pada umumnya.
2. Pengembalian perkebunan karet rakyat pada lahan-lahan yang
memiliki kesesuaian agroklimat bagi tanaman karet, masih memiliki
potensi yang besar di berbagai wilayah Indonesia mengingat masih
banyaknya lahan petani yang tersedia.
3. Usaha perkebunan karet rakyat yang dilaksanakan pembangunannya
dengan menggunakan pola Kemitraan Terpadu, akan memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi mengingat pelaksanaannya akan mendapat
bantuan pembinaan pada aspek produksi, pemasaran, dan
pengelolaan usaha, oleh pihak mitra Perusahaan Perkebunan Karet.
4. Mengingat bahwa dengan Pola Kemitraan Terpadu tingkat keberhasilan
usaha perkebunan karet oleh petani akan menjadi lebih tinggi, maka
usaha perkebunan ini layak untuk mendapatkan bantuan Bank
mengenai permodalannya. Fasilitas kredit yang sesuai untuk diberikan
kepada petani dalam rangka Proyek Kemitraan Terpadu adalah KKPA.
5. Untuk dapat memberikan KKPA bagi petani plasma pihak Bank perlu
memastikan hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya kelayakan bagi lahan petani yang akan dipergunakan
untuk perkebunan karet (rekomendasi Dinas Perkebunan - SK
Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan oleh Menteri Kehutanan
dan Perkebunan persetujuan pihak Badan Pertanahan Nasional,
SK Pelepasan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan dan
Perkebunan, Rekomendasi Pemda setempat dan rekomendasi
Kantor Departemen Koperasi dan PPK);
b. Adanya kebenaran status keanggotaan koperasi bagi para
petani pesertanya;
c. Adanya perjanjian kerja sama antara petani/Koperasi sebagai
Plasma dengan Perusahaan Perkebunan Karet sebagai inti;
d. Bahwa di dalam perjanjian kerjasama tersebut diatur yang
menyangkut unsur pembinaan teknis petani, pembinaan
Koperasi, tehnis pembangunan kebun, dan pemasaran hasilnya;
e. Bahwa dalam perjanjian tersebut dimasukkan juga unsur
pengelolaan KKPA sehingga tercapai adanya sistem tertutup
bagi arus dana KKPA untuk pembangunan kebun dan arus dana
pelunasan KKPA dan bunganya dari hasil kebun petani plasma
kepada Bank melalui Perusahaan Inti;

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 29


f. Bahwa dalam perjanjian tersebut yang menyangkut penggunaan
KKPA pihak, Perusahaan Inti bersedia menjadi avalist sesuai
persyaratan yang dimintakan oleh Bank;
6. Analisis finansial menunjukkan bahwa KKPA layak diberikan kepada
petani plasma untuk pembangunan kebun karet, mengingat usaha
perkebunan karet ini memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Nilai IRR = 20,2% selama masa pertumbuhan karet (25 tahun)
b. Pelunasan KKPA akan dicapai pada tahun ke -14 setelah tanam.
7. Untuk keperluan analisis finansial dan evaluasi kelayakan usaha
berdasarkan masing-masing aspek yang berkaitan, telah dibahas
dalam buku ini dan dapat dipergunakan oleh Bank sebagai acuan di
dalam mempertimbangan permintaan KKPA untuk petani plasma
perkebunan karet.

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 30


LAMPIRAN

Bank Indonesia – Perkebunan Karet Rakyat 31

Anda mungkin juga menyukai